Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

REFLEKSI KASUS
F20.0 Skizofrenia Paranoid

Oleh
Ni Wayan Ananda Hening Mayakosa
H1A 016 065

Pembimbing:
dr. Emmy Amalia, Sp.KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Segala Rahmat dan
Berkah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penugasan refleksi
kasus berjudul Skizofrenia Paranoid. Tugas ini merupakan salah satu prasyarat
dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma
Provinsi NTB.
Tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
dari dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram dan jajaran RSJ Mutiara Sukma. Melalui kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Emmy Amalia, Sp.KJ selaku pembimbing dan juga seluruh pihak yang membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mataram,
Oktober 2020

Penulis
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. M
Tanggal Lahir : 15 Maret 1986
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Sopir
Status : Sudah menikah
Alamat : Batukliang, Lombok Tengah

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Data diperoleh dari:
1. Autoanamnesis yang dilakukan pada Jumat, 16 Oktober 2020 di Bangsal
Melati dan Senin, 19 Oktober 2020 di Bangsal Angsoka Rumah Sakit Jiwa
Mutiara Sukma
2. Alloanamnesis melalui telpon dilakukan pada Minggu, 18 Oktober 2020
kepada adik pasien
2.1 ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Mengamuk
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien laki-laki berusia 34 tahun datang ke RSJ Mutiara Sukma
dibawa oleh adik dan keluarganya karena mengamuk. Awalnya pasien
dirawat inap di Bangsal Melati, namun sekarang pasien sudah pindah
ruangan di Bangsal Angsoka. Saat diwawancarai, pasien tampak tenang,
tampak rapi dan bersih dengan menggunakan pakaian pasien RSJ Mutiara
Sukma. Pasien cukup kooperatif terhadap pemeriksa. Pasien menjawab
pertanyaan yang diajukan pemeriksa dengan artikulasi yang jelas, volume
suara dan intonasi yang cukup.
Saat ini pasien mengatakan bahwa dirinya tidak ada keluhan. Ketika
pasien ditanyakan alasan masuk ke RSJ Mutiara Sukma, pasien mengaku
bahwa dirinya dibawa oleh keluarga karena dirinya mengamuk. Pasien
mengatakan bahwa dirinya mengamuk seperti marah-marah ke orang
disekitarnya namun tidak sampai merusak barang atau memukul orang.
Pasien tidak mengetahui alasan mengapa dirinya tiba-tiba mengamuk.
Keluhan mengamuk ini dirasakan kurang dari 1 minggu yang lalu.
Selain itu, pasien juga mendengar bisikan-bisikan sekitar 2-3 orang
berbicara mengenai dirinya. Pasien juga merasa bahwa dirinya dirasuki oleh
2-3 orang syekh/ulama yang membuat pasien merasa dirinya memiliki
kekuatan kebal dari energi jahat. Keluhan bisikan dan perasaan seperti
dirasuki dirasakan oleh pasien sejak kurang lebih 7 tahun yang lalu. Namun
bisikan ini terasa semakin sering didengar dan pasien mengatakan lebih
sering merasa dirinya dirasuki sejak 1 bulan yang lalu. Pasien terkadang
melihat bayangan syekh yang memasuki dirinya dan terkadang mencium
bau bunga ketika syekh akan memasuki dirinya. Namun sekarang, pasien
mengaku bahwa dirinya tidak lagi mendengar bisikan-bisikan, tidak lagi
dirasuki, tidak melihat syekh dan tidak mencium bau bunga sejak 3 hari
yang lalu.
Pasien mengatakan bahwa hubungan pasien dengan keluarga dan
tetangga baik-baik saja. Namun pasien mengatakan bahwa dirinya sudah
bercerai dari istrinya sejak 4 tahun yang lalu. Pasien mengatakan bahwa
hubungan dirinya dengan istri dan anak-anaknya sampai sekarang masih
baik walaupun sudah bercerai.
Pasien mengaku sebelum masuk RSJ Mutiara Sukma bekerja sebagai
seorang sopir. Pasien bekerja menjadi seorang sopir sejak lama. Namun
semenjak pasien sakit, pasien membatasi pekerjaannya. Ketika pasien
kumat, pasien tidak akan datang bekerja. Namun ketika merasa dirinya
sudah sehat kembali pasien akan kembali bekerja.
Alloanamnesis
Pasien laki-laki berusia 34 tahun datang ke RSJ Mutiara Sukma
dibawa oleh adik dan keluarganya pada 7 Oktober 2020 karena mengamuk,
berbicara sendiri, merusak barang-barang dirumah dan sampai memukul
anaknya dirumah. Adik pasien mengatakan bahwa pasien awalnya
mengamuk, marah-marah dan berbicara sendiri sejak 5 hari sebelum dibawa
ke RSJ Mutiara Sukma. Keadaan pasien semakin parah sehari sebelum
dibawa ke RSJ karena pasien mengamuk sampai merusak barang dan
memukul anaknya sendiri. Menurut adik pasien, gejala sering mengamuk
yang dialami oleh pasien sudah berulang kali kambuh. Selain itu, pasien
juga merasa dirinya kerap dirasuki oleh syekh dan merasa dirinya memiliki
kekuatan. Adik pasien mengatakan keluhan mengamuk dan sering dirasuki
oleh syekh ini sudah dialami pasien sejak sekitar 7 tahun yang lalu. Adik
pasien juga menuturkan bahwa 1 bulan sebelum dibawa ke RSJ pasien lebih
sering mengatakan bahwa dirinya terus menerus dimasuki oleh syekh
tersebut. Selain itu, pasien juga sering keluyuran dan terkadang memasuki
rumah warga sekitar sejak 5 hari sebelum dibawa ke RSJ. Pasien hanya tidur
sekitar 3 jam perhari.
Adik pasien tidak mengetahui kejadian apa yang membuat kondisi
pasien menjadi seperti saat ini. Adik pasien hanya bercerita bahwa awal
mulanya pasien tiba-tiba seperti dirasuki oleh sesorang dan akhirnya pasien
menjadi sering mengamuk serta merasa sering dirasuki syekh hingga
sekarang. Sebelum sakit, pasien beraktivitas layaknya orang normal. Setelah
pasien sakit, aktivitas pasien mulai terbatasi. Pasien dari dulu hingga
sekarang bekerja sebagai seorang sopir. Namun setelah sakit, pasien lebih
membatasi pekerjaannya.
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Sehari-hari pasien
tinggal bersama adik, ibunya dan anak-anaknya. Menurut keluarga,
hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga sekitar baik. Pasien sudah
menikah dan memiliki 5 orang anak. Namun sekitar 4 tahun yang lalu pasien
bercerai dengan istrinya. Adik pasien mengatakan bahwa semenjak bercerai
dengan istrinya pasien menjadi lebih sering kambuh. Adik pasien
menyangkal adanya usaha bunuh diri pada pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Psikiatri
Ini merupakan kunjungan ke-8 pasien ke RSJ Mutiara Sukma.
Pasien mengalami keluhan mengamuk, terkadang keluyuran dan merasa
dirinya dirasuki oleh syekh sejak tahun 2013. Keluhan ini sering
dirasakan kambuh berkali-kali. Pasien mengatakan selama 8 kali masuk
RSJ keluhan yang dirasakan pasien selalu sama. Adik pasien
mengatakan bahwa awalnya setiap pulang dari rawat inap pasien rajin
kontrol dan meminum obatnya. Namun ketika pasien merasa sudah
sehat, pasien tidak kontrol kembali dan menghentikan minum obatnya.
2. Riwayat Gangguan Medis
Riwayat trauma kepala, kejang, tekanan darah tinggi, kencing
manis dan asma disangkal oleh pasien dan keluarga.
3. Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat Adiktif Lainnya
Pasien mengatakan bahwa dirinya pernah mengkonsumsi alkohol
dan pernah menggunakan NAPZA seperti sabu. Pasien mengkonsumsi
alkohol dan menggunakan sabu selama sekitar 2 tahun. Pasien mengaku
mengkonsumsi alkohol hanya sekitar 1 bulan sekali. Sedangkan untuk
penggunaan sabu agak jarang yaitu hanya saat pasien memiliki uang
untuk membelinya. Namun pasien mengaku bahwa dirinya sudah tidak
pernah mengkonsumsi alkohol dan menggunakan sabu sejak tahun
2017. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien sudah tidak
pernah mengkonsumsi alkohol dan menggunakan sabu sejak tahun
2017. Selain itu, pasien juga merupakan perokok aktif sejak SMP.
Pasien mengatakan bahwa dirinya merokok kurang dari 1 bungkus per
hari.
D. Riwayat Keluarga
1. Riwayat Psikiatri
Pasien menyangkal di keluarganya terdapat orang dengan keluhan
serupa atau ODGJ. Selain itu, berdasarkan keterangan keluarga juga
tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti
pasien ataupun ODGJ.
2. Riwayat Gangguan Medis
Pasien dan keluarga menyangkal adanya riwayat penyakit kejang,
hipertensi dan kencing manis pada keluarga.
E. Riwayat Pribadi
1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien lahir
melalui persalinan normal di rumah dibantu oleh dukun beranak. Pasien
sejak kecil dirawat dan dibesarkan oleh kedua orang tua pasien.
2. Masa kanak-kanak awal (1–3 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak seusianya. Pasien
tidak pernah menderita kejang atau penyakit berat lainnya. Keluarga
mengatakan bahwa pasien tidak pernah mengalami kekerasan sewaktu
kecil dan tidak pernah mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangannya.
3. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak seusianya. Pasien
memiliki banyak teman-teman disekitar rumah maupun di sekolahnya.
Selain itu, pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tinggal kelas
dan memiliki prestasi yang baik di sekolah.
4. Masa kanak-kanak akhir (11-19 tahun)
Pasien mengaku mudah bergaul dengan teman-teman disekitar
rumah maupun sekolah. Pasien hanya menempuh pendidikan hingga
kelas 1 SMP dan tidak dapat melanjutkan sekolah karena kondisi
ekonomi yang kurang. Hubungan pasien dengan teman-teman, keluarga
dan masyarakat sekitar baik.
5. Dewasa
(a) Riwayat pendidikan
Pasien hanya menempuh pendidikan hingga kelas 1 SMP dan
tidak dapat melanjutkan sekolah dikarenakan kondisi ekonomi
kurang.
(b) Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai seorang sopir sejak 10 tahun yang lalu
hingga sekarang. Sebelum sakit, pasien bekerja setiap hari. Namun
sesudah sakit, pasien mulai membatasi pekerjaannya. Pasien
mengatakan bahwa hubungan pasien dengan teman-temannya di
tempat bekerja baik-baik saja.
(c) Riwayat agama
Pasien beragama Islam. Pasien mengatakan bahwa pasien taat
beribadah dan sholat 5 waktu.
(d) Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki 5 orang anak. Namun pasien
sudah bercerai dengan istrinya sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu
karena masalah keluarga. Pasien mengatakan bahwa hubungan
pasien dengan istri dan anak-anaknya sekarang dalam keadaan baik.
(e) Aktivitas sosial
Sebelum sakit, pasien masih sering bergaul dan berinteraksi
dengan baik dengan tetangga sekitar rumahnya. Pasien juga tidak
memiliki masalah dalam keluarga. Namun semenjak sakit pasien
mulai membatasi diri dengan warga sekitar terutama jika pasien
kambuh. Pasien menjadi semakin sering kambuh sejak cerai dari
istrinya sejak 4 tahun yang lalu.
F. Riwayat Pengobatan
Ini merupakan kunjungan ke-8 pasien ke RSJ Mutiara Sukma. Pasien
mengalami keluhan mengamuk, terkadang keluyuran dan merasa dirinya
dirasuki oleh syekh sejak tahun 2013. Adik pasien mengatakan bahwa
awalnya setiap pulang dari rawat inap pasien rajin kontrol dan meminum
obatnya. Namun ketika pasien merasa sudah sehat, pasien tidak kontrol
kembali dan menghentikan minum obatnya.
G. Situasi Kehidupan Saat Ini
Saat ini, pasien tinggal bersama dengan adiknya, ibunya serta anak-
anaknya. Ayah pasien sudah meninggal sejak lama sebelum pasien sakit.
Sehari-hari pasien bekerja menjadi seorang sopir. Namun terkadang tidak
bekerja ketika dirinya kambuh. Pasien sehari-hari cenderung terlihat seperti
orang normal. Namun terkadang pasien bisa tiba-tiba mengamuk tanpa
sebab yang jelas. Saat pasien mengamuk, pasien akan marah-marah dan bisa
sampai merusak barang dan memukul orang disekitarnya. Pasien juga sering
berkata bahwa dirinya sering dirasuki oleh syekh dan merasa memiliki
kekuatan.
H. Persepsi Dan Harapan Keluarga
Keluarga berharap agar pasien dapat sembuh dan bisa beraktivitas
sebagaimana biasanya. Keluarga juga berharap keluhan pasien tidak
kambuh lagi.
I. Persepsi Dan Harapan Pasien
Pasien berharap untuk segera pulang dan dapat bertemu dengan anak-
anaknya dirumah. Pasien juga mengatakan ingin segera pulang dan bekerja
agar dapat menafkahi anak-anaknya dirumah.
GENOGRAM KELUARGA PASIEN
Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan

: Laki-laki meninggal

: Pasien

: Cerai

: Tinggal serumah

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
3. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 118/70 mmHg
 Nadi : 88 kali/menit, kuat angkat,regular
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu aksila : 36,8 °C
B. Status Lokalis
1. Kepala : Bentuk dan ukuran normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-),sianosis (-)
2. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid(-)
3. Thoraks
 Inspeksi
Bentuk dan ukuran normal, gerakan dinding dada simetris
 Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), krepitasi (-)
 Perkusi
Paru-paru : sonor di seluruh lapang paru
Jantung : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi
Paru-paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal dan reguler, murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen
 Inspeksi : bentuk normal, jejas (-), scar (-), distensi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) dalam batas normal
 Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), hepatosplenomegali (-)
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), deformitas (-/-)

C. Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal : (-)
Refleks patologis : (-)
Refleks fisiologis : normal
Motorik : +5/+5/+5/+5
Sensorik : baik
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2020 di Bangsal
Melati RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB.
A. Kesan Umum
1. Penampilan
Pasien laki– laki kulit sawo matang dan wajah sesuai usia. Pasien
tampak bersih dan cukup rapi, mengenakan baju seragam berwarna biru
pasien RSJ Mutiara Sukma dan memakai sendal jepit.
2. Psikomotor (perilaku dan aktivitas motorik)
Normoaktif
3. Sikap terhadap Pemeriksa
Cukup kooperatif dan mampu melakukan kontak mata kepada
pemeriksa selama dilakukan wawancara.
B. Bicara
Bicara pasien spontan dengan volume yang cukup, intonasi yang cukup,
dan artikulasi yang cukup jelas. Pasien dapat menjawab sesuai dengan
pertanyaan yang diberikan oleh pemeriksa.
C. Mood dan Afek
1. Mood : Eutimia
2. Afek : luas
3. Keserasian : serasi
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi : auditorik (+), visual (+), olfaktori (+)
Ilusi : (-)
Derealisasi : (-)
Depersonalisasi : (-)
E. Pikiran
Bentuk pikir : non realistik
Arus pikir : koheren
Isi pikir : waham kebesaran (+)
F. Fungsi Intelektual
1. Orientasi
 Waktu: baik. Pasien mengetahui waktu saat dilakukan
wawancara yaitu pagi menjelang siang hari
 Tempat: baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada
di Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma.
 Orang: baik. Pasien mengetahui namanya dan mengetahui
bahwa yang memeriksanya adalah seorang dokter muda
2. Daya Ingat
 Jangka segera: baik. Pasien dapat menyebutkan 3 nama benda
yang disebutkan oleh pemeriksa
 Jangka pendek: baik. Pasien dapat mengingat menu sarapannya
pada pagi hari sebelum dilakukan wawancara.
 Jangka menengah: baik. Pasien dapat mengingat siapa yang
mengantar pasien ke RSJ Mutiara Sukma.
 Jangka panjang: baik. Pasien dapat mengingat dengan baik
terkait nama sekolahnya saat SD.
3. Konsentrasi dan Perhatian
Selama proses wawancara dan pemeriksaan, pasien dapat
mempertahankan kontak mata dengan pemeriksan dan perhatian pasien
tidak mudah teralihkan ke orang sekitar atau benda-benda disekitarnya.
Saat diminta melakukan pengurangan sederhana menggunakan angka,
pasien dapat menyelesaikannya dengan baik.
4. Kemampuan Membaca dan Menulis
Saat diminta membaca tulisan pemeriksa, pasien dapat
melakukannya dengan baik, benar, dan lancar. Namun saat pasien
diminta untuk menulis pasien menolak dikarenakan merasa bahwa
tulisan tangannya jelek
5. Kemampuan Visuospasial
Saat diminta untuk menyalin dua buah gambar yang berhimpitan,
pasien menolak untuk melakukannya.
6. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan apa persamaan antara buah apel dan buah
pir, pasien juga dapat menyebutkan perbedaan antara meja dan kursi.
7. Pengendalian Impuls
Selama wawancara, pasien dapat mengendalikan diri dengan baik.
G. Judgment
Baik. Pasien mengatakan bahwa jika menemukan dompet orang lain
yang berisi uang di jalan maka pasien akan mengembalikan dompet tersebut
ke pemiliknya.
H. Insight/Tilikan
Tilikan derajat 3
I. Dorongan Instingtual
Insomnia (-), raptus (-)
J. Taraf Dapat Dipercaya
Informasi yang disampaikan oleh pasien tidak dapat dipercaya
sepenuhnya.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dan rontgen thoraks dalam batas normal
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien laki-laki berusia 34 tahun datang ke RSJ Mutiara Sukma dibawa oleh
adik dan keluarganya pada 7 Oktober 2020 karena mengamuk, berbicara sendiri,
merusak barang-barang dirumah dan sampai memukul anaknya dirumah. Pasien
tidak mengetahui alasan mengapa dirinya tiba-tiba mengamuk. Keluhan
mengamuk ini dirasakan kurang dari 1 minggu yang lalu. Selain itu, pasien juga
mendengar bisikan-bisikan sekitar 2-3 orang berbicara mengenai dirinya. Pasien
juga merasa bahwa dirinya dirasuki oleh 2-3 orang syekh/ulama yang membuat
pasien merasa dirinya memiliki kekuatan kebal terhadap energi jahat. Keluhan
bisikan dan perasaan seperti dirasuki dirasakan oleh pasien sejak kurang lebih 7
tahun yang lalu. Namun bisikan ini terasa semakin sering didengar dan pasien
mengatakan lebih sering merasa dirinya dirasuki sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
terkadang melihat bayangan syekh yang memasuki dirinya dan terkadang
mencium bau bunga ketika syekh akan memasuki dirinya.
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Sehari-hari pasien tinggal
bersama adik, ibunya dan anak-anaknya. Menurut keluarga, hubungan pasien
dengan keluarga dan tetangga sekitar baik. Pasien sudah menikah dan memiliki 5
orang anak. Namun sekitar 4 tahun yang lalu pasien bercerai dengan istrinya. Adik
pasien mengatakan bahwa semenjak bercerai dengan istrinya pasien menjadi lebih
sering kambuh. Selain itu, pasien sudah sekitar 8 kali masuk ke RSJ dengan
keluhan serupa. Pasien mengakui bahwa dirinya pernah mengkonsumsi alkohol
dan menggunakan NAPZA namun sudah berhenti sejak kurang lebih 3 tahun yang
lalu.
Hasil pemeriksaan status mental menunjukkan mood eutimia dengan afek
luas dan serasi antar keduanya. Selain itu, ditemukan pasien mengalami gangguan
persepsi yaitu terdapat halusinasi auditorik, halusinasi visual dan halusinasi
olfaktori. Bentuk pikir pasien non realistik dengan isi pikir terdapat waham
kebesaran. Pada aspek bicara, daya ingat, orientasi, konsentrasi, perhatian,
pemahaman abstrak, pengendalian impuls dan judgment masih baik. Namun pada
aspek seperti menulis dan pemahaman visuospasial pasien menolak untuk menulis
dan menggambar 2 buah gambar yang berhimpitan. Selain itu, pasien memiliki
tilikan derajat 3.

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Skizofrenia paranoid
- Skizoafektif tipe manik
- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
- Gangguan waham menetap
VIII. FORMULASI DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental yang
sudah dilakukan ditemukan adanya suatu gejala klinis yang bermakna dan
menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) pada
aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
suatu gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III.
Berdasarkan keterangan dari pasien dan keluarga pasien, pasien memiliki
riwayat konsumsi alkohol dan menggunakan NAPZA yaitu sabu. Namun pasien
dan keluarga mengatakan bahwa pasien terakhir mengkonsumsi alkohol dan
menggunakan NAPZA sekitar 3 tahun yang lalu. Keluhan yang dirasakan oleh
pasien sudah ada sejak 7 tahun yang lalu dan kemudian memberat 1 bulan
terakhir. Hal ini membuat diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan. Diagnosis gangguan
waham dapat disingkirkan karena gejala waham bukan satu-satunya yang
menonjol pada pasien. Berdasarkan pedoman diagnostik pada gangguan waham
menetap tidak boleh ada halusinasi auditorik atau halusinasi auditorik ada
namun hanya kadang-kadang saja dan bersifat sementara. Hal ini tidak sesuai
dengan kondisi pasien dikarenakan waham dan halusinasi auditorik pada pasien
sudah lama terjadi dan sering terjadi berulang kali.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan
bahwa pasien secara jelas mengalami halusinasi auditorik yaitu mendengar
bisikan-bisikan sekitar 2-3 orang berbicara mengenai dirinya, halusinasi visual
yaitu pasien dapat melihat bayangan syekh yang memasuki dirinya, halusinasi
olfaktori yaitu pasien bau bunga ketika syekh akan memasuki dirinya serta
waham kebesaran yaitu pasien merasa bahwa dirinya dirasuki oleh 2-3 orang
syekh/ulama yang membuat pasien merasa dirinya memiliki kekuatan kebal dari
energi jahat. Menurut keluarga kondisi ini sudah dialami oleh pasien selama
sekitar 1 bulan. Hal ini menyebabkan pasien membatasi diri untuk tidak bekerja
dan membatasi diri terhadap lingkungan disekitarnya. Diagnosis gangguan
skizoafektif tipe manik dapat disingkirkan karena gangguan afektif pada pasien
tidak menonjol. Hasil pemeriksaan tersebut lebih mengarahkan pasien ke arah
diagnosis skizofrenia paranoid (F20.0). Selain itu, pada pasien ini tidak
didapatkan gangguan kepribadian khas, sehingga tidak ada diagnosis aksis II.
Pada pasien juga tidak terdapat adanya kelainan pada pemeriksaan fisik,
sehingga tidak ada diagnosis aksis III. Sedangkan untuk diagnosis Aksis IV
dapat diidentifikasi berupa masalah dengan primary support group (keluarga)
yaitu pasien sudah bercerai dari istrinya sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu
yang dimana membuat keluhan pasien menjadi lebih sering kambuh sejak saat
itu. Pada Aksis V GAF (Global Assessment of Functioning) scale sesuai
pengamatan pemeriksa adalah 60-51 yaitu gejala sedang, disabilitas sedang.
Sedangkan GAF satu tahun terakhir adalah 50-41 yaitu gejala berat dan
disabilitas berat.
IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
1. Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2. Aksis II : Tidak ada diagnosis
3. Aksis III : Tidak ada diagnosis
4. Aksis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
5. Aksis V : GAF scale saat pemeriksaan 60-51
GAF scale 1 tahun terakhir 50-41
X. DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik
Ketidakseimbangan neurotransmitter
b. Psikologis dan Perilaku
 Mengamuk
 Berbicara sendiri
 Sering keluyuran
 Sulit tidur
 Mengaku dirinya kerasukan oleh syekh dan memiliki kekuatan
kebal terhadap energi jahat
 Mendengar bisikan-bisikan sekitar 2-3 orang berbicara mengenai
dirinya
 Melihat bayangan syekh yang memasuki dirinya
 Mengaku mencium bau bunga ketika syekh akan memasuki dirinya
c. Lingkungan dan Sosioekonomi
 Pasien dan keluarga termasuk ke dalam tingkatan ekonomi
menengah ke bawah
 Hubungan pasien dengan masyarakat sekitar cukup baik, namun
ketika pasien kambuh masyarakat cenderung menghindari pasien
XI. TATALAKSANA
A. Farmakalogi
 Risperidon 2 x 2 mg
B. Non-farmakologi
1. Psikoterapi Suportif
Psikoterapi suportif merupakan salah satu modalitas terapi untuk
pasien ini dengan memberikan kesempatan pasien mengekspresikan
perasaan dan pikirannya tentang apa yang mereka alami serta membantu
pasien untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang situasi yang
mereka alami. Psikoterapi juga dapat membantu pasien untuk
meningkatkan harga diri dan membantu mencari cara coping masalah
yang sesuai dengan pasien. Pada psikoterapi suportif juga pasien dapat
mendapatkan edukasi mengenai penyakitnya, gejala, penyebab,
pengobatan, bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sehari- hari
apabila pasien tidak kontrol atau tidak minum obat
2. Psikoedukasi
a. Edukasi pada pasien
 Memberikan edukasi untuk pasien mengenai gangguan yang
dideritanya, mulai dari gejala, dampak, faktor risiko, dan
pemicunya serta pengobatannya
 Menjelaskan kepada pasien terkait dengan efek samping obat
yang diberikan serta memberikan pemahaman bahwa
keuntungan akan efek obat lebih besar dibandingkan dengan
efek samping obat yang ditimbulkan sehingga pasien harus
tetap patuh minum obat
b. Edukasi pada keluarga
 Memberikan edukasi tentang penyakit pasien (penyebab,
gejala, hubungan antara gejala dengan perilaku, perjalanan
penyakit, serta prognosis) sehingga diharapkan keluarga
pasien lebih memahami dan dapat membantu pasien dalam
proses penyembuhan dan mencegah adanya kekambuhan pada
pasien.

 Memberi edukasi pada keluarga pentingnya pengawasan agar


pasien mengonsumsi obat secara teratur serta rutin melakukan
kontrol dimana penghentian obat harus merupakan saran dari
dokter.
 Menjelaskan bahwa sakit yang diderita oleh pasien merupakan
penyakit yang membutuhkan dukungan serta peran aktif
keluarga.

XII. PROGNOSIS
Hal yang meringankan prognosis:
1. Tidak terdapat keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa
2. Pasien tidak memiliki penyakit medis berat
3. Peningkatan GAF Scale selama perawatan
Hal yang memperburuk prognosis:
1. Pasien tidak rutin kontrol dan tidak rutin mengkonsumsi obat setelah
pulang rawat inap karena menganggap dirinya sudah sehat
2. Pasien sudah bercerai dari istrinya
3. Relaps berulang kali
4. Tilikan derajat 3
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka prognosis pasien ini adalah:
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

XIII. PEMBAHASAN KASUS DAN CLINICAL REASONING


Pada pasien ini ditemukan gejala klinis yang bermakna dan
menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) pada
aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pasien
mengalami suatu gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental yang
sudah dilakukan mengarahkan pasien ke arah diagnosis skizofrenia. Pasien
memiliki halusinasi auditorik, halusinasi visual, halusinasi olfaktori serta
waham kebesaran. Menurut keterangan pasien dan keluarga, gejala yang
dialami pasien sudah dirasakan sejak kurang lebih 7 tahun yang lalu. Namun
mulai lebih sering dirasakan 1 bulan yang lalu sebelum pasien dirawat inap
di RSJ Mutiara Sukma. Gambaran klinis tersebut memenuhi kriteria
diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III. Berdasarkan pedoman tersebut
terdapat kriteria 1 gejala dan 2 gejala. Pada pasien tersebut memenuhi
kriteria 1 gejala dimana harus ada sedikitnya satu gejala yang amat jelas,
yaitu halusinasi auditorik yaitu terdapat 2-3 orang yang seperti
membicarakan diri pasien. Selain itu, gejala yang terlihat jelas lainnya adalah
waham kebesaran yang dirasakan oleh pasien. Gejela-gejala ini berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih dan disertai dengan suatu
perubahan bermakna beberapa aspek perilaku pribadi.
Selain itu, diagnosis skizofrenia paranoid juga terpenuhi. Berikut
merupakan pedoman diagnostik skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ
III:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh;
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delution of control), dipengaruhi
(delution of influence), atau “passivity” (delution of
passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak menonjol.
Pada pasien ini diberikan pengobatan farmakologi berupa antipsikotik
generasi II yaitu risperidone 2x2 mg/hari. Risperidone diberikan karena
termasuk obat dengan dosis kecil diantara jenis obat antipsikotik sudah
mampu memberikan efek terapi yang adekuat, kemungkinan efek samping
juga akan mnimal seperti efek samping sindrom ekstrapiramidal yang sangat
rendah. Pemberian obat risperidone juga mempertimbangkan kondisi
ekonomi pasien dan kondisi pasien yang sebelumnya putus obat, sehingga
kemudahan akses memperoleh pengobatan harus diutamakan agar mencegah
kembali kondisi putus obatnya. Salah satu obat-obatan antipsikotik yang
ditanggung oleh BPJS dan tersedia di Pelayanan Kesehatan Primer adalah
risperidone.
Faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien yaitu tilikan pasien
derajat 3 sehingga pasien perlu diberikan edukasi mengenai gangguan atau
penyakit yang sedang dideritanya agar pasien dapat lebih mengerti dan
memahami kondisinya saat ini. Selain itu, tingkat kepatuhan pasien dalam
minum obat juga memerlukan adanya edukasi mengenai pentingnya
pengobatan secara teratur dan kontrol teratur. Setelah pasien bercerai, peran
serta keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien sangat diperlukan.

XIV. REFLEKSI KASUS


Definisi dan Epidemiologi
Skizofrenia terdiri dari dua kata yaitu skizo yang berarti pecah dan frenia
yang berarti kepribadian. Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan
psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi proses pikir,
waham yang aneh, gangguan persepsi, afek yang abnormal.1
Skizofrenia menyerang kurang lebih 1 persen populasi dunia, biasanya
bermula dibawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup dan mengenai
orang dari semua kelas sosial.2 Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia
remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya diantara 15-25
tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih
buruk daripada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah
umur 40 tahun jarang terjadi.3
Penegakan Diagnosis
Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III, meliputi4:
1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas
a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda,
atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
dirinya=secara jelas, merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya
bersifat mistik dan mukjizat
c. Halusinasi auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus


terhadap prilaku pasien.
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara)
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain).
2) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus ada secara
jelas:

(a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex-
citement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas
cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
(d) Gejala – gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang mengakitbatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika.
3) Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal)
4) Harus ada suatu perubahan konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan diri secara sosial.
Sedangkan pedoman diagnostik untuk skizofrenia paranoid meliputi:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing)
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delution
of influence), atau “passivity” (delution of passivity) dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang
paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak menonjol.
Tatalaksana
Terapi farmakologi berupa anti psikosis masih merupakan pilihan utama
untuk pasien skizofrenia. Penggunaan obat anti psikosis pada skizofrenia
sebaiknya mengikuti 5 prinsip utama2:
1. Klinisi sebaiknya secara cermat menentukan gejala target yang akan
diobati
2. Obat antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu bagi
seorang pasien sebaiknya digunakan kembali.
3. Lama minimum percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu
pada dosis adekuat. Bila percobaan tidak berhasil, obat antipsikotik
yang berbeda, biasanya dari kelas yang berbeda dapat dicoba
4. Secara umum, penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik pada satu
waktu adalah jarang.
5. Pasien sebaiknya dipertahankan pada dosis obat efektif yang serendah
mungkin. Dosis rumatan seringkali lebih rendah daripada yang
digunakan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode
psikotik.
Antipsikosis dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat anti psikosis tipikal
(APG-1) dan obat anti psikosis atipikal (APG-2). Mekanisme kerja obat anti
psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik
neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramindal
(Dopamine D2 receptor antagonist) sehingga efektif untuk gejala positif.
Sedangkan obat anti psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap 5 HT2 receptors (Serotonin-
dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala negatif.5 Meski obat
antipsikotik tetap merupakan penanganan utama skizofrenia, penelitian telah
menemukan bahwa intervensi psikososial termasuk psikoterapi dapat
mempercepat perbaikan klinis. Modalitas psikososial sebaiknya
diintergrasikan secara seksama ke dalam regimen terapi obat dan sebaiknya
mendukung terapi.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga. 2009.


2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
ke-2. Jakarta EGC; 2010.p.167-149
3. Zahnia S, Sumekar DW. Kajian Epidemiologi Skizofrenia. Majority; 2016;
5(4): 160-166
4. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
5. Maslim, R. Panduan Praktik Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.

Anda mungkin juga menyukai