Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang
terstruktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
memberi landasan teoritis bagaimana siswa dapat sukses belajar bersama orang
lain. Dengan mempraktikkan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas, suatu
hari kelak kita akan menuai buah persahabatan dan perdamaian. Cooperative
Learning memandang siswa sebagai makhluk sosial (homo homini socius),
bukan homo homini-lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya) (Lie, 2006).
(Slavin Manning dan Lucking, 1991) mendefinisikan cooperativelearning
sebagai suatu teknik pengajaran di mana siswa bekerja dalam suatu kelompok
yang heterogen yang anggotanya antara empat sampai dengan enam orang.
Heterogenitas anggota kelompok ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi
akademik, maupun status sosial. Kelompok yang ideal adalah yang mempunyai
anggota 4-6 orang. Jika terlalu sedikit akan mempersempit pandangan di dalam
diskusi, tetapi jika terlalu besar akan memudahkan siswa untuk “menghilang”
dari kelompok. Sebaiknya kelompok merupakan kelompok yang heterogen,
sehingga akan terjadi share di antara anggota kelompok. Guru harus berkeliling
dari satu kelompok ke kelompok lain untuk memberikan personal contact,
sekaligus untuk menghafalkan nama-nama siswa dalam kelompok. Slavin (1998)
juga menjelaskan bahwa dalam belajar kelompok, siswa bukan mengerjakan
sesuatu sebagai suatu team, melainkan belajar sesuatu sebagai suatu team. Oleh
karena itu, kerja kelompok tidak harus selalu dilakukan setelah seluruh anggota
kelompok memahami dengan tuntas materi pelajaran yang akan dipelajari.
Menurut Manning dan Lucking (dalam Muslikhah, 2010) ketertarikan orang pada
cooperative learning karena dua hal, yaitu:
a. Lingkungan pendidikan yang kompetitif yang dapat memunculkan
sikap siswa untuk berkompetisi daripada untuk melakukan kerjasama.
b. Jika cooperative learning dilaksanakan dengan baik, akan memberikan
sumbangan yang positif terhadap prestasi akademik, keterampilan
sosial, dan harga diri.
Selain itu model pembelajaran kooperatif sebagai suatu model pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur anggota
bersifat heterogen. Dengan model ini siswa belajar dalam suatu kelompok kecil,
di mana mereka saling membantu dalam mempelajari atau mengerjakan materi
pelajaran dan saling membantu dalam memberikan motivasi dalam proses belajar
diantara sesama anggota kelompoknya untuk memperoleh dan memahami
pengetahuan secara lebih baik. Model ini mempunyai beberapa kelebihan dalam
mengembangkan potensi siswa dalam kelompok, seperti terjadinya hubungan
saling menguntungkan di antara anggota kelompok yang melahirkan motivasi;
mengembangkan semangat kerja kelompok dan semangat kebersamaan; serta
menumbuhkan komunikasi yang efektif dan semangat kompetisi di antara
anggota kelompok. Oleh sebab itu, penerapannya diharapkan dapat
mengembangkan potensi siswa secara efektif, sehingga peran guru tidak lagi
terlalu dominan, dan kemampuan berfikir siswa dapat berkembang yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Adapun tujuan pembelajaran kooperatif menurut Arends dalam Ratumanan (2002)
adalah:
1. Prestasi Akademik
Belajar kooperatif sangat menguntungkan baik bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi maupun kemampuan rendah. Siswa yang memiliki
kemampuan tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang memiliki kemampuan
lebih rendah. Dalam proses ini siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi
secara akademis mendapat keuntungan, karena pengetahuannya dapat lebih
mendalam.
2. Penerimaan Akan Keanekaragaman
Belajar kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi sosial, untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-
tugas rutin, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dapat
belajar menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Belajar koooperatif bertujuan mengajarkan pada siswa keterampilan-
keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Ini adalah keterampilan-keterampilan
yang penting dimiliki dalam suatu masyarakat.

B. Teori yang melandasi Model Pembelajaran Kooperatif


1. Teori Albert Bandura
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan kerap kali dipilih dan
diubah oleh seseorang melalui perilakunya. Dalam pandangan belajar sosial,
manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak
dipukul oleh stimulus-stimuluslingkungan. Namun, fungsi psikologi
diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan
pribadi dan determinan lingkungan.
2. Teori Kontruktivisme
Rusman (2016, Welini) menyatakan bahwa teori yang melandasi
pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme dalam teori
kontruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang
dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya.
Selanjtnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana atau
keterampilam yang diharapkan.
C. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Belajar (Sadia, 2014) secara kooperatif dimaksudkan agar siswa dapat belajar
secara kolaboratif dengan memaksimalkan produktivitas dan prestasi belajar
siswa baik secara individu maupun secara berkelompok. Hal ini dapat terjadi
karena :
1. Sumbangan setiap anggota kelompok diakui,
2. Siswa belajar mengintegrasikan dan mensintesiskan berbagai pandangan
dan pendapat siswa lain dalam kelompok,
3. Siswa belajar memilih beberapa alternative yang tersedia untuk menguji
pendapat atau gagasannya atau gagasan orang lain,
4. Siswa melaksanakan berbagai ragam tugas yang selalu disesuiakan dengan
kemampuan tiap-tiap anggota kelompok, namun dibantu oleh siswa lain
dalam satu kelompok,
5. Setiap anggota kelompok dievaluasi berdasarkan kriteria tertentu.

Lie (Sadia, 2014) mengemukakan lima ciri utama pembelajaran kooperatif


sebagai berikut
1. Saling Ketergantungan Secara Positif
Tujuan masing-masing kelompok adalah mengoptimalkan
kemampuan belajar setiap anggotanya dan jika mungkin sampai di atas
batas kemampuan tiap-tiap individu bersangkutan. Keberhasilan
kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk
mencapai kelompok kerja yang efektif, guru hendaknya menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar anggota yang lain dapat
mencapai tujuannya. Setiap anggota kelompok memperoleh nilai
dirinya sendiri dan nilai kelompok.
2. Tanggung jawab Perorangan.
Setiap anggota kelompok harus berusaha semaksimal mungkin
tetap utuh dalam satu ikatan kelompok. Jika tugas dan model penilaian
dibuat berdasarkan model pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa
akan merasa bertanggungjawab untuk berusaha melakukan yang
terbaik.
3. Tatap Muka
Tiap-tiap anggota kelompok bekerjasama saling bertemu muka
dan berdiskusi untuk menghasilkan prestasi akademik yang terbaik,
baik secara individu maupun kelompok
4. Komunikasi antar Kelompok
Setiap kelompok dianjurkan keterampilan sosial untuk
digunakan dalam mengkoordinasikan upaya mereka secara bersama-
sama. Siswa ditargetkan memiliki keterampilan berkomunikasi yang
efektif. Misalnya bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain
tanpa menyinggung perasaan lawan bicaranya.
5. Evaluasi Proses Kelompok (Group Process Evaluation)
Setiap kelompok diwajibkan melakukan evaluasi diri (self-
evaluation) tentang keberhasilan belajar mereka. Guru perlu
merancang alokasi waktu khusus bagi kelompok untuk melakukan
evaluasi terhadap kinerja kelompok bersangkutan, agar mereka bisa
bekerjasama secara lebih efektif.
D. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
Urutan langkah-langkah prilaku guru menurut model pembelajaran
kooperatif yang diuraiakan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku guru


Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa belajar.
memotivasi siswa
Fase 2: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Menyajikan informasi
Fase 3: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
Mengorganisasikan siswa ke
membantu setiap kelompok agar melakukan
dalam kelompok-kelompok
transisi secara efisien.
belajar
Fase 4: Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
Evaluasi
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
Memberikan penghargaan
kelompok.

E. Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Ada empat tipe dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model


Students Teams Achievement Division ( STAD ) , Jigsaw Team, Group
investigation, dan The Structure Approach.

1. Students Team Achievement Division ( STAD )


Pengertian division adalah ‘Giving different kind of work to different
people, occording to their capabilities”, maksudnya memberikan tugas yang
berbeda kepada setiap individu berdasarkan kapabilitasnya. Jadi, frasa Student
Team Achievement Divisions dapat diartikan sebagai kelompok siswa yang diberi
tugas berbeda berdasarkan kapabilitasnya untuk mencapai prestasi terbaik.
Menurut Slavin (1986) Students Teams-Achievement Division (STAD) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus
mencurahkan perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja
mereka di dalam tim.
2. Anggota tim terdiri dari empat atau lima orang, mereka
heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik, jenis kelamin, status
sosial, dan etnis.
3. Setelah satu atau dua kali pertemuan diadakan tes individual
yang harus dikerjakan siswa sendiri-sendiri.
4. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar
kerja siswa.
5. Penempatan siswa dalam tim lebih baik dilakukan oleh guru
daripada mereka memilih sendiri.
2. Pendekatan Jigsaw
Pendekatan Jigsaw pertama kali dikemukakan oleh Elliot Aronson pada
tahun 1978 di University of Texas, dan kemudian diadaptasikan oleh Slavin
dan John Hopkins.
 Pendekatan Jigsaw dalam Penanaman Konsep
Dalam penanaman konsep pada kelompok Jigsaw, siswa dibagi
sebanyak 5 atau 6 orang secara heterogen. Bahan ajar diberikan
kepada siswa dalam bentuk teks.Karakteristik pendekatan Jigsaw
dalam pembelajaran bahwa setiap anggota kelompok, mempelajari dan
atau mengerjakan salah satu bagian informasi yang berbeda dari yang
lainnya. Begitu juga setiap anggota kelompok tergantung kepada
anggota yang lain untuk dapat mempelajari secara utuh informasi atau
permasalahan yang sedang dibahas. Model pendekatan ini dapat
ditinjau dari 2 segi, segi Sharing ideas dansegi specialist. Jika ditinjau
dari segi sharing ideas, setiap anggota kelompok berbagi informasi
dengan anggota kelompok yang lain dalam melengkapi kebutuhan
informasi. Jika ditinjau dari segi specialist, setiap anggota kelompok
menjadi ahli informasi, sehingga lebih bertanggung jawab dan
menghargai masing–masing anggotanya.
 Pendekatan Jigsaw Dalam Praktikum
Pendekatan Jigsaw dapat diterapkan dalam suatu praktikum,
misalnya praktikum fisika. Dalam hal ini dapat dilakukan atau
dikembangkan 10 topik praktikum yang dibagi dalam 5 kelompok
praktikum sedangkan pelaksanaanya dilakukan dengan sistem rolling.
Sesuai dengan topik praktikum yang ada, maka mahasiswa dibagi
dalam lima kelompok, misalnya diberi nama I, II, III, IV, dan V.
Masing-masing kelompok mempunyai anggota a, b, c, d, dan e.
Anggota masing-masing kelompok yang nomornya sama, misalnya
Ia, IIa, IIIa, IVa, dan Va dikumpulkan, demikian juga dengan
anggota Ib, IIb, IIIb, IVb, dan Vb. Kelompok ini mempelajari salah
satu topik secara tuntas pada kegiatan praktikum, dan mereka
dipersiapkan sebagai “seorang ahli” pada topik tersebut yang akan
membimbing temannya saat praktikum dilaksanakan di kelompok
asal.Setelah mereka kembali ke kelompok asal, maka masing–masing
anggota kelompok telah belajar dengan tuntas salah satu topik
praktikum.

3. Model Group Investigation

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran


kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini
dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw,
siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat
pada guru. Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen.
Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan
keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu.
Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan
yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

4. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-


kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain,
namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas
yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan
pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen
ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan
lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripadapenghargaan
individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan
isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan
keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang
terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time
token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk
mengajarkan keterampilan sosial. Berikut akan dijelaskan secara singkat
terkait think-pair-share dan numbered-head-together.
1). Think-Pair- Share (TPS)

TPS atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis


pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki
siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan
lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan
individual. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara ekplisit untuk
memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain. Misalkan seorang guru baru saja
menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu
tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah dikemukakan. Dan guru
menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa
yang telah dijelaskan atau dialami. Guru perlu menerapkan langkah-
langkah seperti berikut.

Tahap-1: Thinking (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu


yang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta
untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara
mandiri untuk beberapa saat.

Tahap-2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan


dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan yang lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap ide. Biasanya
guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap-3: Sharing (berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta


kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa
yang telah mereka bicarakan. Ini dapat dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melapor.
2). Numbered-Head-Together (NHT)

NHT atau Penomeran-Berfikir-Bersama merupakan jenis


pembelajaran kooperatif yang sejenis dengan TPS, dan dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh
kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut. Tahap
1: Penomeran. Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3-5
orang dimana setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5. Tahap 2:
Mengajukan Pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada
siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, pertanyaan dapat amat spesifik dan
dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan. Tahap 3: Berfikir
Bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itu dan meyakini tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban
itu. Tahap 4: Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif


STAD Jigsaw Penyelidikan Pendekatan
kelompok struktur
Tujuan Informasi Informasi akademik Informasi Informasi
kognitif akademik sederhana akademik tingkat akademik
sederhana tinggi dan
keterampilan sederhana

Inkuiri
Tujuan Kerja Kerja kelompok Kerja dalam Keterampilan
kelompok
Social dan kerja sama kelompok kelompok dan
dan kerja
sama kompleks keterampilan
sosial
Struktur Kelompok Kelompok belajar Kelompok Bervariasi, berdua,
Tim belajar heterogen dengan belajar dengan 5- bertiga, kelompok
6 orang 4-6 orang anggota
heterogen 5-6 orang
dengan anggota
anggota, homogen
4-5 orang
menggunakan
anggota
pola “kelompok
asal” dan
“kelompok ahli”
Pemilihan Biasanya Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru
guru
topik
pelajaran
Tugas Siswa dapat Siswa Siswa Siswa
Utama menggunak mempelajari menyelesaikan mengerjakan
an
materi dalam inkuiri kompleks tugas-tugas
lembar
kegiatan “kelompok ahli”, sosial dan

dan saling kemudian kognitif

membantu membantu
untuk anggota
menuntaska “kelompok asal”
n
mempelajari
materi
belajarnya materi itu
Penilaian Tes Bervariasi, dapat Menyelesaikan Bervariasi
mingguan
berupa tes proyek dan
mingguan
menulis laporan,
dapat
menggunakan tes
uraian.
Pengakuan Lembar Publikasi lain Lembar Bervariasi
pengetahuan
dan pengakuan dan
publikasi publikasi lain
lain

F. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam Proses Pembelajaran


Fisika
Pembelajaran Kooperatif dilaksanakan dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen. Berikut contoh penerapan pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran fisika adalah sebagai berikut :
1. Perpindahan Kalor
Setelah guru memberikan motivasi berupa apersepsi terhadap
siswa, misalnya guru memberikan fenomena perpindahan kalor dalam
kehidupan sehari hari. Siswa akan termotivasi untuk memahami secara
mendalam materi yang akan dibahas. Selanjutnya guru membagi siswa
menjadi 5-6 orang perkelompok, dimana masing-masing kelompok
akan diberikan sub bab berupa teks untuk didiskusikan bersama
kelompoknya. Misalnya materi Perpindahan kalor, akan dibagi
menjadi sub materi Perpindahan kalor secara konveksi Perpindahan
kalor secara konduksi, Perpindahan kalor secara radiasi, dan
penerapan perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari. Setiap
kelompok wajib memahami sub materi yang dibagikan guru,
kelompok ini disebut dengan kelompok ahli. Lalu, setiap anggota
kelompok ahli membagi dirinya menjadi kelompok baru dengan sub
materi yang berbeda. Sehingga anggota ahli tersebut bertugas untuk
mengajarkan anggota lainnya. Setelah terlaksana, maka siswa akan
diberikan tugas berupa kuis individu tentang materi perpindahan kalor
2. Hukum Newton
Setelah guru memberikan motivasi berupa apersepsi terhadap
siswa, misalnya “Mengapa badan kita akan terdorong ke belakang
ketika kita berada di dalam bus yang mulanya diam, kemudia tiba tiba
bus bergerak,?”. Sehingga siswa akan termotivasi untuk memahami
secara mendalam materi yang akan dibahas. Selanjutnya guru
membagi siswa menjadi 5-6 orang perkelompok, dimana masing-
masing kelompok akan diberikan sub bab berupa teks untuk
didiskusikan bersama kelompoknya. Misalnya materi Hukum newton,
akan dibagi menjadi sub materi Hukum I Newton, Hukum II Newton,
Hukum III Newton, dan penerapan hukum Newton dalam keidupan
sehari-hari. Setiap kelompok wajib memahami sub materi yang
dibagikan guru, kelompok ini disebut dengan kelompok ahli. Lalu,
setiap anggota kelompok ahli membagi dirinya menjadi kelompok
baru dengan sub materi yang berbeda. Sehingga anggota ahli tersebut
bertugas untuk mengajarkan anggota lainnya. Setelah terlaksana, maka
siswa akan diberikan tugas berupa kuis individu tentang materi Hukum
Newton.

G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif.


a. Kelebihan :
1) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar.
2) Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau
gagasan.
3) Dapat meningkatkan kemampuan siswa.
4) Siswa lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
5) Siswa lebih memahami materi.
6) Siswa lebih menguasai materi.
7) Siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
8) Materi yang diajarkan pada siswa dapat merata.
9) Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif.
b. Kekurangan :
1) Siswa tidak memiliki rasa percaya diri
2) Siswa aktif lebih mendominasi diskusi
3) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah sulit
menjelaskan materi
4) Siswa yang cerdas cendrung merasa bosan
5) Siswa yang tidak terbiasa berkompetinsi sulit mengikuti proses
pembelajaran
6) Penugasan anggota kelompok menjadi tim ahli sering tidak sesuai
dengan kemampuan
7) Kondisi kelas yang ramai membuat siswa kurang berkonsentrasi
8) Kurang nya anggota kelompok menimbulkan masalah
9) Kondisi kelas yang tidak mumpuni(sempit) , metode sulit di jalankan
Membutuhkan waktu lama
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Sadia, I W. 2014. Model-Model Pembelajaran Kontruktivisme. Singaraja:


UNDIKSHA.
Lie, A. 2006. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative di Ruang–ruang
kelas. Jakarta : Pt Grasindo.

Anggraeni, Wlini. 2016. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.


[Online]. Tersedia : http://repository.unpas.ac.id/12653/5/BAB
%202%20Welini.pdf. [diakses pada 22 Mei 2019]

Muslikhah. 2010. PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL STAD

DENGAN MEDIA CETAK (LKS) DAN VIDEO DITINJAU DARI GAYA


BERPIKIR DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA. [online]. Tersedia:
https://www.academia.edu/24791465/PEMBELAJARAN_BIOLOGI_MENGG
UNAKAN_MODEL_STAD_DENGAN_MEDIA_CETAK_LKS_DAN_VIDEO
_DITINJAU_DARI_GAYA_BERPIKIR_DAN_INTERAKSI_SOSIAL_SISWA
_PROGRAM_PASCASARJANA_UNIVERSITAS_SEBELAS_MARET_SUR
AKARTA_2010 . [ diakses pada tanggal 22 mei 2019]

Anda mungkin juga menyukai