ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
DISUSUN OLEH :
NAMA :MUHAMMAD CHAWARIL
NPP :30.0026
KELAS : F-5
NO ABSEN : 12
1. Etika dan Moral yang Bisa Diimplementasikan Dalam Administrasi Pemerintahan
a. Pentingnya etika dan moral dalam pengambilan keputusan di dalam pemerintahan
Etika berasal dari kata Etik dalam bahasa yunani “Ethos” yang berarti kebiasaan atau tingkah
laku, dalam bahasa Inggris “á Ethis” yang berarti tingkah laku atau perilaku manusia yang
baik sebagai suatu tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada
umumnya. Etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam
hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dan didasari
pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan.
Moral adalah perbuatan, tingkah laku atau ucapan. Moral berasal dari kata “mos” yang
berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan. Sehingga moral merupakan ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan lain-lain
yang meliputi akhlak budi pekerti dan susila. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat. Moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan
sikap seseorang atau suatu kelompok masyarakat yang terungkap dalam sikap perbuatan
lahiriah merupakan ungkapan sepenuh hati karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung
jawabnya.
Antara etika dan moral mempunyai hubungan yang sangat erat, karena antara etika dan moral
memiliki obyek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia untuk
menentukan baik atau buruk dari suatu perbuatan. Namun demikian dalam hal tertentu etika
dan moral memiliki perbedaan. Tolak ukur yang digunakan moral adalah untuk mengukur
tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral pada dasarnya memiliki kesamaan makna, namun dalam pemakaian sehari-
hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan
etika di pakai untuk system nilai yang ada.
Dalam konteks organisasi administrasi pemerintahan pola sikap dan perilaku serta hubungan
antarmanusia pada umumnya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagi aparatur
penyelenggara Negara etika merupkan hal yang sangat penting. Nilai etika tersebut akan
tercermin dalam kewajiban dari aparatur penyelenggara Negara tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang terakumulasi dalam bentuk sikap dan perilaku yang
harus dijaga oleh setiap penyelenggara Negara disetiap level manapun.
Yang dimaksud dengan etika penyelenggara negara adalah nilai moral yang mengikat
penyelenggara negara dalam bersikap, berperilaku, bertindak, dan berucap dalam
melaksanakan tugas, fungsi, peran, wewenang, dan tanggung jawab. Dengan demikian etika
dapat dikatakan sebagai wujud kontrol terhadap aparat penyelenggara negara dalam
melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan. Disamping itu etika bagi aparat
penyelenggara Negara dijadikan sebagai 4 pedoman, acuan, referensi dan juga digunakan
sebagai standar untuk menentukan sikap, perilaku, dan kebijakan.
Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi.
Dengan mengacu pada kedua pendapat ini, maka etika mempunyai fungsi sebagai pedoman,
acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat,
perilaku, dan tindakan birokrasi dinilai baik atau buruk, tidak tercela dan terpuji.
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat dijadikan sebagai acuan, referensi,
penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksananakan tugas dan kewenangannya antara lain
adalah
1. Efisiensi
Tidak boros. Sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka
efisien.
2. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor
Milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.
3. Impersonal
Dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara
kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan impersonal
perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan daripada unsur rasio dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi.
4. Merytal system
Dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak didasarkan atas kekerabatan, namun
berdasarkanpengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), sikap (attitude),
kemampuan (capable), dan pengalaman (experience), sehingga menjadikan yang
bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan
bukan spoil system (adalah sebaliknya).
5. Responsible
Berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya.
6. Accountable
Tanggung jawab yang bersifat obyektif.
7. Responsiveness
Birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat
dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda – nunda waktu atau
memperpanjang alur pelayanan.
Pembuatan keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Sebagian besar
proses administrasi berupa serangkaian pemilihan alternatif tindakan atau pengambilan
keputusan. Waktu yang tersedia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut
seringkali sangat sempit karena permasalahan yang ada membutuhkan penanganan segera.
Sementara itu, pertimbangan efisiensi terkadang tidak memungkinkan bagi para pejabat
pemerintah untuk berlama-lama memikirkan akibat dari suatu keputusan atau mencari
landasan legalitas dari kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
Untuk membuat keputusan, haruslah dilaksanakan dengan hasil pertimbangan yang baik dan
tidak merugikan kedua belah sisi, baik Pemerintah maupun masyarakat, karena hasil
keputusan tidak jarang membawa keributan ataupun demo-demo dari kalangan masyarakat
yang tidak terima dengan keputusan dari pemerintah tersebut.
1. Optimisme
Tidak ditafsirkan sebagai kesenangan untuk menganggap mudah semua masalah, tetapi suatu
kecenderungan untuk berasumsi tentang kemungkinan untuk mendapatkan hasil-hasil yang
positif, yakin bahwa peluang untuk memecahkan persoalan selalu ada.
2. Keberanian (courage)
Sifat ini memerlukan kekuatan pribadi dan komitmen yang benar. Pembuat kebijakan harus
berani menolak tekanan-tekanan yang tidak sah dari para politisi, pengaruh kelompok-
kelompok kepentingan yang kuat atau intimidasi dari para pakar dan orang-orang yang
mengandalkan favoritisme.
3. Keadilan yang berwatak kemurahan hati
Menunjukkan kemampuan untuk menyeimbangkan komitmen atas orang atau kelompok
sasaran dengan perlakuan yang baku, yang sama serta suatu kepekaan atas perbedaan
individual.
4. Permisif
Pemimpin yang mempunyai jenis kepemimpinan permisif akan selalu berkeinginan untuk
membuat setiap orang yang berada dalam kelompok puas. Jenis kepemimpinan seperti ini
menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain,
maka dengan demikian organisasi akan berfungsi.
Dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan pemimpin juga harus memiliki strategi
kepemimpinan untuk mencapai sasaran seperti memiliki visi yang jelas bagi jangka panjang
organisasi yang dipimpinnya untuk itu diperlukan komunikasi yang efektif diantara
pemimpin dengan bawahannya agar tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai
dengan efektif dan tepat sasaran.