Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai


saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama
di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25
juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50%
penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi
osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang
terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada
kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis.
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada
wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita,
termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi.
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko
terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit
keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak
dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh
hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50
tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita,
pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada
wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen.
Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis
datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan
naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan
menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi

1
24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah
penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat
meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di
Indonesia:
 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%,
 sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita
53,6%, pria 38%.
 Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia
kemungkinan terjadi di Asia pada 2050.
 Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis
atau keretakan tulang.
 Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. (depkes, 2006).

Berdasarkan data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di


Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita
osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Osteoporosis ?
2. Apa saja Klasifikasi Osteoporosis ?
3. Bagaimana Etiologi Osteoporosis ?
4. Apa faktor-faktor penyebab resiko Osteoporosis ?
5. Bagaimana patofisiologi Osteoporosis ?
6. Manifestasi Klinik dari Osteoporosis seperti apa ?
7. Bagaiaman Pemeriksaan diagnostik Osteoporosis ?
8. Bagaiamana Penatalaksanaan Osteoporosis ?
9. Bagaimana Pencegahan Osteoporosis ?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
 Masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak bahaya dari
penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan
sebelum terjadinya penyakit osteoporosis.
 Untuk memperkecil angka osteoporosis khususnya di NAD dan
Indonesia umumnya.
 Untuk mengetahui konsep penyakit Osteoporosis.
 Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pengobatan pada
penderita Osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
 Untuk menyelesaikan tugas perkuliahan mata ajar Trend Disease.
 Untuk menambah nilai di mata ajar Trend Disease pada semester I.
D. Manfaat
Menambah pemahaman dan pengetahuan mahasiswa tentang
penyakit Osteoporosis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa


tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis
normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang
menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan
pengaruh pada tulang normal.
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat
khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya
menimbulkan kerapuhan tulang.

B. Klasifikasi

1. Osteoporosis Primer
 Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita
pascamenopause.
 Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun
wanita
2. Osteoporosis Skunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
 Kelainan hepar
 Kegagalan ginjal kronis
 Kurang gerak
 Kebiasaan minum alkohol
 Pemakai obat-obatan atau corticosteroid
 Kelebihan kafein

4
 Merokok
3. Osteoporosis Idiopatik
Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di
temukan pada Usia kanak-kanak (juvenil), Usia remaja (adolesen),
Pria usia pertengah.

C. Etiologi

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen


(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul
lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko
yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit
putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada
wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami
osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya
atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal)
dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan
dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan

5
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.

D. Faktor – Faktor Resiko Penyebab Osteoporosis

1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Di Ubah


a. Faktor Mekanis Atau Usia Lanjut
Faktor mekanis merupakan faktor yang terpenting dalarn
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya
usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan
bertambahnya usia, dan karena massa tulang merupakan fungsi
beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun
dengan bertambahnya usia.
b. Jenis Kelamin
Osreoporosis tiga kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria, perbedaan ini disebabkan oleh faktor
hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.
c. Faktor Genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang
cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat
dan berat dari pada bangsa kulit putih. Jadi seseorang yang
mempunyai tulang kuat biasanya jarang terserang osteoporosis.
d. Riwayat Keluarga Atau Keturunan
Riwayat keluarga juga mempengaruhi penyakit osteoporosis,
pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-
anak yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang
sama.

6
e. Bentuk Tubuh
Kerangka tubuh dan skoliosis vertebra yang lemah juga dapat
menyebabkan penyakit osteoporesis. Keadaan ini terutama
terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan identitas
tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan keadaan
tubuh yng tidak ideal.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah
a. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya uisia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting, wanita-wanita
pada masa pascamenopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi berkurang maka
kemungkinan terjadinya osteoporosis ada, pada wanita dalam
masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang dan ekskresi melalui
urin yang bertambah dapat menyebabkan kekurangan atau
kehilangan estrogen serta pergeseran keseimbangan kalsium
sejumlah 25 mg per sehari pada masa menopause.
b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya
protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan
tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor

7
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja.
Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif.
c. Estrogen
Berkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan
oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
d. Rokok Dan Kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,
akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
e. Alkohol
Alkoholi merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan pengguna alkohol mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan
pasti tentang pengguna alkohol.
f. Gaya hidup.
Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan
penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi
resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan
penentu dari puncak massa tulang.

8
E. Patofisiologi

Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi
secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini,
misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka
akan terjadi penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian
korteks dan lebih dini pd bagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik
wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks
sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda.
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang
berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %. Penurunan massa tulang
lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris,
dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah
vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.

F. Manifestasi Klinis

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat
fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
1. Nyeri timbul mendadak.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh
karena melakukan aktivitas.
5. Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan non-invasif yaitu ;


1. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk
memeriksa kalsium total dan massa tulang.

9
2. Pemeriksaan absorpsiometri.
3. Pemeriksaan komputer tomografi (CT).
4. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
5. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan
kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini
tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers
osteocalein (GIA protein).

H. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua


wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi
kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca
menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang
bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga
digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium
dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah
yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan
testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang
panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang
pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada
kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan
obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi
fisik. Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis
meliputi:

10
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk
mengurangi nyeri punggung.
e. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis
(mis. Rokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam
aktifitas fisik).
f. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.

I. Pencegahan

1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan


mengkonsumsi kalsium yang cukup.
2. Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif,
terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar
umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D
setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium.
Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis
harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
3. Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan
meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan
kepadatan tulang.
4. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada
wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi
sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah
menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah
menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan
mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat

11
menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif
daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak
memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah
osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan
sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
5. Hindari :
 Makanan tinggi protein.
 Minum alkohol.
 Merokok.
 Minum kopi.
 Minum antasida yang mengandung aluminium.

12
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL

A. Pendahuluan

Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat ganggua


metabolisme dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan
zat-zat yang diperlukan untuk pematangan tulang. Pada osteoporosis
terjadi pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang
dibandingkan dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan
tulang menjadi lebih ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun
mungkin zat-zat mineral untuk pembentukan tulang di dalam darah masih
dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh tulang
dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.

B. Pembahasan

1. Osteoporosis Primer
Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis
menderita osteoporosis primer. Pada wanita dengan fraktur kompresi
karena osteoporosis primer didapat masa tulang kortikal dan trabekular
yang kurang. Jumlah trabekula yang kurang dan pertanda
biokimiawiserta histologik merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang
yang meningkat dibandingkan kontrol pada umur yang sama.
- Tipe 1 :
Osteoporosis tipe 1 disebut juga postemenoposal osteoporosis.
Osteoporosis tipe ini bisa terjadi pada dewasa muda dan usia tua,
baik laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan usia antara 51-
57 tahun beresiko 6 kali lebih banyak dari pada laki-laki dengan
kelompok umur yang sama. Tipe osteoporosis ini berkaitan dengan
perubahan hormon setelah menoupause dan banyak dikaitkan

13
dengan patah tulang pada ujung tulang tulang pengumpil lengan
bawah.
- Tipe 2 :
Osteoporosis tipe 2, disebut juga senile osteoporosis (involutional
osteoporosis). Tipe 2 ini banyak ditemui paada usia diatas 70 tahun
dan dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan laki-
laki pada umur yang sama. Kelainan pertulangan terjadi pada
bagian kortek maupun dibagian trabikula. Tipe ini sering dikaitkan
dengan patah tulang kering dekat sendi lutu, tulang lengan atas
dekat sendi bahu, dan patah tulang paha dekat sendi panggul.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5 % dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan
40-45% pria, dengan gejalanya berupa fraktur pada vetebra dua atau
lebih. Diantara kelainan yang paling sering terjadi adalah pada
pengobatan dengan steroid, meloma, metastasis ke tulang, operasi pada
lambung, terapi antikovulsan, dan hipogonadisme pada pria.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor diluar tulang.
3. Faktor resiko osteoporosis
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah
terjadinya fraktur tulang yang apabila tidak ditangani dengan tuntas
sampai dengan rehabilitas, gangguan fungsi aktivitas dari tingkat
sederhana sampai berat dan mengalami keterbatasan dalam
bersosialisasi yang ujungnya dapat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya.
Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakkan menjadi faktor resiko
yang sifatnya dapat diubah dan tidak dapat diubah. Untuk yang tidak
dapat diubah yaitu gender perempuan: pada umumnya perempuan
memiliki tulang yang lebih ringan dan lebih kecil dibandingkan laki-
laki, usia lanjut, riwayat osteoporosis dalam keluarga: umumnya tipe
perawakan tubuh dalam anggota keluarga saling mirip satu dengan

14
lainnys. Ras: perempuan Asia dan kaukasia lebih mudah terkena
osteoporosis dibandingkan perempuan Afrika. Bentuk badan : semakin
kecil dan kurus tubuh seseorang, semakin beresiko mengalami
osteoporosis. Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare
kronis, penyakit ginjal dan hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah
diantaranya : berhenti merokok, kurangi konsumsi alkohol, segera atasi
kekurangan asupan kalsium, lakukan program latihan fisik, menambah
berat badan bagi yang kekurangan berat badan (kurus), hindari
pengunaan obat-obatan steroid, fenobarbital, fenitoin.
4. Upaya Pencegahan Osteoporosis
- Pencegahan primer :
1. Kalsium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari
ataupun dari tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali
pada pasien dengan hiperkalesemia atau nefolitiasis. Dalam
suatu penelitian dikatakan bahwa perempuan yang melakukan
diet vegetarian lebih dari 20 tahun mengalami kehilangan
mineral tulang lebih rendah yaitu sebesar 18% dibandingkan
perempuan non vegetarian sebesar 35%.
2. Latihan fisik (exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada
anggota tubuh atau gerak penekanan pada aksis tulang seperti
jalan, joging, akrobik, atau jalan naik turun bukit.
- Pencegahan sekunder
1. Konsumsi kalsium tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada priode menopause, 1200-
1500 mg/hr, untuk mencegah negative kalsium balance.
Pemberian kalsium tanpa penambahan estrogen dikatakan
kurang efektif untuk mencegah kehilangan masa tulang pada
awal periode menopause.

15
2. Estrogen reflancement terapi (ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko
osteoporosis. Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada
mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan resiko
fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan
vetebra.
3. Latihan fisik (exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan
individual. Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan
tarikan pada aksis tulang.
4. Pemberian kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat
meningkatkan masa tulang apabila digunakan selama 2 tahun.
Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek
peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin di
indikasikan bagi pasien yang tidak dapat menggunakan ERT,
pasien pascamenopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan
nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang
mendapat terapi kortikosteroid dalam waktu lama.
5. Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vit D dan tiazid, tergantung
kepada kebutuhan pasien. Vit D membantu tubuh menyerap
dan memanfaatkan kalsium. 25 hidroksi vit D dianjurkan
diminum setiap hari bagi pasien yang mengunakan suplemen
kalsium.
- Pencegahan tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan
dibiarkan imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun
rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif
dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat
adalah bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa
gejala dantidak terdeteksi sampai timbul gejala nyeri mikrofraktur atau
karena patah tulang anggota gerak. Karena begitu tinggi morbiditas yang
terkait dengan patah tulang, maka upaya pencegahan merupakan prioritas.
Upaya pencegahan dimulai dengan promosi, memberi pemahaman kepada
masyarakat luas bahwa osteoporosis dapat dicegah dari kanak-kanak
dengan asupan kalsium yang cukup. Pola hidup aktif juga merupakan hal
penting untuk menghindari osteoporosis.
Manusia lanjut usia atau (lansia) beresiko menderita osteoporosis,
sehingga setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai
osteoporosis, apalgi jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan
kesehatan seperti mata, jantung, dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70
tahun, lebih dari 30% perempuan menderita osteoporosis dan insidennya
meningkat menjadi 70% pada usia 80 tahun ke atas. Hal ini berkaitan
dengan defisiensi estrogen pada masa menopause dan penurunan masa
tulang karena proses penuaan. Pada laki-laki osteoporosis lebih
dikarenakan proses usia lanjut, sehingga insidennya tidak sebanyak
perempuan.
B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat memahami
tentang Faktor-faktor resiko penyebab osteoporosis dan upaya
pencegahannya. Tentunya sebagai bahan pelajaran mata kuliah Trend
Disease. Diharapkan pembaca juga dapat memahami dan menjadikan
materi ini untuk pembelajaran.

17

Anda mungkin juga menyukai