Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah
penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat
meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di
Indonesia:
Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%,
sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita
53,6%, pria 38%.
Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia
kemungkinan terjadi di Asia pada 2050.
Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis
atau keretakan tulang.
Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. (depkes, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Osteoporosis ?
2. Apa saja Klasifikasi Osteoporosis ?
3. Bagaimana Etiologi Osteoporosis ?
4. Apa faktor-faktor penyebab resiko Osteoporosis ?
5. Bagaimana patofisiologi Osteoporosis ?
6. Manifestasi Klinik dari Osteoporosis seperti apa ?
7. Bagaiaman Pemeriksaan diagnostik Osteoporosis ?
8. Bagaiamana Penatalaksanaan Osteoporosis ?
9. Bagaimana Pencegahan Osteoporosis ?
2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak bahaya dari
penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan
sebelum terjadinya penyakit osteoporosis.
Untuk memperkecil angka osteoporosis khususnya di NAD dan
Indonesia umumnya.
Untuk mengetahui konsep penyakit Osteoporosis.
Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pengobatan pada
penderita Osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
Untuk menyelesaikan tugas perkuliahan mata ajar Trend Disease.
Untuk menambah nilai di mata ajar Trend Disease pada semester I.
D. Manfaat
Menambah pemahaman dan pengetahuan mahasiswa tentang
penyakit Osteoporosis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Klasifikasi
1. Osteoporosis Primer
Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita
pascamenopause.
Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun
wanita
2. Osteoporosis Skunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan atau corticosteroid
Kelebihan kafein
4
Merokok
3. Osteoporosis Idiopatik
Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di
temukan pada Usia kanak-kanak (juvenil), Usia remaja (adolesen),
Pria usia pertengah.
C. Etiologi
5
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.
6
e. Bentuk Tubuh
Kerangka tubuh dan skoliosis vertebra yang lemah juga dapat
menyebabkan penyakit osteoporesis. Keadaan ini terutama
terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan identitas
tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan keadaan
tubuh yng tidak ideal.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah
a. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya uisia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting, wanita-wanita
pada masa pascamenopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi berkurang maka
kemungkinan terjadinya osteoporosis ada, pada wanita dalam
masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang dan ekskresi melalui
urin yang bertambah dapat menyebabkan kekurangan atau
kehilangan estrogen serta pergeseran keseimbangan kalsium
sejumlah 25 mg per sehari pada masa menopause.
b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya
protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan
tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
7
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja.
Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif.
c. Estrogen
Berkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan
oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
d. Rokok Dan Kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,
akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
e. Alkohol
Alkoholi merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan pengguna alkohol mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan
pasti tentang pengguna alkohol.
f. Gaya hidup.
Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan
penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi
resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan
penentu dari puncak massa tulang.
8
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi
secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini,
misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka
akan terjadi penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian
korteks dan lebih dini pd bagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik
wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks
sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda.
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang
berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %. Penurunan massa tulang
lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris,
dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah
vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
F. Manifestasi Klinis
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat
fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
1. Nyeri timbul mendadak.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh
karena melakukan aktivitas.
5. Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
9
2. Pemeriksaan absorpsiometri.
3. Pemeriksaan komputer tomografi (CT).
4. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
5. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan
kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini
tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers
osteocalein (GIA protein).
H. Penatalaksanaan
10
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk
mengurangi nyeri punggung.
e. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis
(mis. Rokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam
aktifitas fisik).
f. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
I. Pencegahan
11
menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif
daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak
memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah
osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan
sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
5. Hindari :
Makanan tinggi protein.
Minum alkohol.
Merokok.
Minum kopi.
Minum antasida yang mengandung aluminium.
12
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
1. Osteoporosis Primer
Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis
menderita osteoporosis primer. Pada wanita dengan fraktur kompresi
karena osteoporosis primer didapat masa tulang kortikal dan trabekular
yang kurang. Jumlah trabekula yang kurang dan pertanda
biokimiawiserta histologik merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang
yang meningkat dibandingkan kontrol pada umur yang sama.
- Tipe 1 :
Osteoporosis tipe 1 disebut juga postemenoposal osteoporosis.
Osteoporosis tipe ini bisa terjadi pada dewasa muda dan usia tua,
baik laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan usia antara 51-
57 tahun beresiko 6 kali lebih banyak dari pada laki-laki dengan
kelompok umur yang sama. Tipe osteoporosis ini berkaitan dengan
perubahan hormon setelah menoupause dan banyak dikaitkan
13
dengan patah tulang pada ujung tulang tulang pengumpil lengan
bawah.
- Tipe 2 :
Osteoporosis tipe 2, disebut juga senile osteoporosis (involutional
osteoporosis). Tipe 2 ini banyak ditemui paada usia diatas 70 tahun
dan dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan laki-
laki pada umur yang sama. Kelainan pertulangan terjadi pada
bagian kortek maupun dibagian trabikula. Tipe ini sering dikaitkan
dengan patah tulang kering dekat sendi lutu, tulang lengan atas
dekat sendi bahu, dan patah tulang paha dekat sendi panggul.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5 % dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan
40-45% pria, dengan gejalanya berupa fraktur pada vetebra dua atau
lebih. Diantara kelainan yang paling sering terjadi adalah pada
pengobatan dengan steroid, meloma, metastasis ke tulang, operasi pada
lambung, terapi antikovulsan, dan hipogonadisme pada pria.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor diluar tulang.
3. Faktor resiko osteoporosis
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah
terjadinya fraktur tulang yang apabila tidak ditangani dengan tuntas
sampai dengan rehabilitas, gangguan fungsi aktivitas dari tingkat
sederhana sampai berat dan mengalami keterbatasan dalam
bersosialisasi yang ujungnya dapat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya.
Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakkan menjadi faktor resiko
yang sifatnya dapat diubah dan tidak dapat diubah. Untuk yang tidak
dapat diubah yaitu gender perempuan: pada umumnya perempuan
memiliki tulang yang lebih ringan dan lebih kecil dibandingkan laki-
laki, usia lanjut, riwayat osteoporosis dalam keluarga: umumnya tipe
perawakan tubuh dalam anggota keluarga saling mirip satu dengan
14
lainnys. Ras: perempuan Asia dan kaukasia lebih mudah terkena
osteoporosis dibandingkan perempuan Afrika. Bentuk badan : semakin
kecil dan kurus tubuh seseorang, semakin beresiko mengalami
osteoporosis. Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare
kronis, penyakit ginjal dan hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah
diantaranya : berhenti merokok, kurangi konsumsi alkohol, segera atasi
kekurangan asupan kalsium, lakukan program latihan fisik, menambah
berat badan bagi yang kekurangan berat badan (kurus), hindari
pengunaan obat-obatan steroid, fenobarbital, fenitoin.
4. Upaya Pencegahan Osteoporosis
- Pencegahan primer :
1. Kalsium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari
ataupun dari tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali
pada pasien dengan hiperkalesemia atau nefolitiasis. Dalam
suatu penelitian dikatakan bahwa perempuan yang melakukan
diet vegetarian lebih dari 20 tahun mengalami kehilangan
mineral tulang lebih rendah yaitu sebesar 18% dibandingkan
perempuan non vegetarian sebesar 35%.
2. Latihan fisik (exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada
anggota tubuh atau gerak penekanan pada aksis tulang seperti
jalan, joging, akrobik, atau jalan naik turun bukit.
- Pencegahan sekunder
1. Konsumsi kalsium tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada priode menopause, 1200-
1500 mg/hr, untuk mencegah negative kalsium balance.
Pemberian kalsium tanpa penambahan estrogen dikatakan
kurang efektif untuk mencegah kehilangan masa tulang pada
awal periode menopause.
15
2. Estrogen reflancement terapi (ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko
osteoporosis. Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada
mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan resiko
fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan
vetebra.
3. Latihan fisik (exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan
individual. Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan
tarikan pada aksis tulang.
4. Pemberian kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat
meningkatkan masa tulang apabila digunakan selama 2 tahun.
Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek
peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin di
indikasikan bagi pasien yang tidak dapat menggunakan ERT,
pasien pascamenopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan
nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang
mendapat terapi kortikosteroid dalam waktu lama.
5. Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vit D dan tiazid, tergantung
kepada kebutuhan pasien. Vit D membantu tubuh menyerap
dan memanfaatkan kalsium. 25 hidroksi vit D dianjurkan
diminum setiap hari bagi pasien yang mengunakan suplemen
kalsium.
- Pencegahan tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan
dibiarkan imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun
rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif
dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat
adalah bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa
gejala dantidak terdeteksi sampai timbul gejala nyeri mikrofraktur atau
karena patah tulang anggota gerak. Karena begitu tinggi morbiditas yang
terkait dengan patah tulang, maka upaya pencegahan merupakan prioritas.
Upaya pencegahan dimulai dengan promosi, memberi pemahaman kepada
masyarakat luas bahwa osteoporosis dapat dicegah dari kanak-kanak
dengan asupan kalsium yang cukup. Pola hidup aktif juga merupakan hal
penting untuk menghindari osteoporosis.
Manusia lanjut usia atau (lansia) beresiko menderita osteoporosis,
sehingga setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai
osteoporosis, apalgi jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan
kesehatan seperti mata, jantung, dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70
tahun, lebih dari 30% perempuan menderita osteoporosis dan insidennya
meningkat menjadi 70% pada usia 80 tahun ke atas. Hal ini berkaitan
dengan defisiensi estrogen pada masa menopause dan penurunan masa
tulang karena proses penuaan. Pada laki-laki osteoporosis lebih
dikarenakan proses usia lanjut, sehingga insidennya tidak sebanyak
perempuan.
B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat memahami
tentang Faktor-faktor resiko penyebab osteoporosis dan upaya
pencegahannya. Tentunya sebagai bahan pelajaran mata kuliah Trend
Disease. Diharapkan pembaca juga dapat memahami dan menjadikan
materi ini untuk pembelajaran.
17