Ditenggelamkan
Tatapan Tini melekat pada Lelaki yang tidur pulas di sebelahnya. Tangan
lelaki itu merangkulnya, tak ada helai benang nyang memisahkan mereka, kasur
pun porak poranda, badai ekstase telah terjadi malam tadi di sebuah kamar rumah
yang Sukanto siapkan sedari dulu untuk anak semata wayangnya ketika menikah.
Tini pun harus beranjak dari posisi nyamanya, memang ranjang adalah tempat
paling nikmat ketika mereka berdua ada di atasnya. Semerbak harum makanan
membuat Sutarjo terjaga dari tidurnya, lalu ia memakai pakaian sederhananya dan
membereskan kasur akibat perbuatannya dengan Tini semalam.
Tini memasak makanan kesukaan Sutarjo agar lelaki itu dapat bahagia di pagi
hari. Tini benci melihat lelaki itu bersedih maka dari itu Tini akan selalu membuat
Sutarjo bahagia. Sutarjo sangat beruntung dapat memiliki perempuan yang akan
selalu membuatnya bahagia. Perempuan itu pun memanggil Sutarjo agar bergegas
menuju dapur.
Akhirnya makanan telah siap dihidangkan, Tina pun mempersilahkan sutarjo
untuk melahap makanan yang berada di meja makan. Sutarjo memeluk Tini lalu
menyingkirkan makanan itu dan entah untuk keberapa kalinya Ssutarjo
membenamkan bibirnya di bibir Tini, makanan yang dihidangkan dapat
menunggu. Dan dapur pun menjadi saksi badai ekstase lanjutan yang dilakukan
kedua insan yang dimabuk asmara tersebut.
Tiga hari berlalu, di bulan Maret tahun 1929. Belanda menerjunkan ratusan
antek-anteknya untuk membuat masyarakat Karangnangka dan masyarakat
Pedukuhan sekitarnya termasuk pedukuhan Pecikalan. Berita itu pun terdengar
Sutarjo, lalu ia pamit pada pujaan hatinya yang telah hamil beberapa minggu
semenjak mereka bersatu. Antek-antek yang diperintahkan Barend Dedrick
seorang pemimpin mereka, menyisir rumah demi rumah untuk mengumpilkan
para pemuda desa untuk dipekerjakan membangun bendungan.
Keputusan sepihak Belanda menimbulkan kekacauan di pedukuhan-
pedukuhan tersebut. Dikumpulkannya seluruh pemuda di sebuah tanah lapanng di
tengah pedukuhan-pedukuhan itu, termasuk Sutarjo dan Adirman di dalamnya.
Saat situasi semakin memanas terdapat salah satu pemuda yang memberontak
seketika antek Belanda pun menembaknya dibagian kepala.
“Lihat itu, dia masti karena melawan kami, kalian mau nasibnya sama dengan
mereka?’ Ucap Herlod Karel salah satu antek Belanda.
“Belanda Asu.” Teriak Pemuda lainnya lalu ia disiksa sampai tak berdaya
dibuat antek Belanda.
“Sudah Man, kita diam terlebih dahulu, jangan melawan mereka.” Bisik
Sutarjo pada Adirman.
“Iya iya, nanti kita lawan mereka secara halus.” Balas Adirman.
Hari tu pun menjadi hari paling buruk yang dilalui Sutarjo, Adirman dan
seluruh pemuda dari berbagai Pedukuhan Sekitar Karangnangka. Mereka
diperbudak mulai hari itu juga untuk membangun bendungan di hulu sungai
pemali.
Tini yang sedang mengandung anak pertama hasil perbuatannya dengan
Sutarjo malam itu, terlihat sangat setres. Datanglah seorang lelaki, Tini Harap
Sutarjo dan ternyata adalah ayahnya sendiri, lalu memeluknya erat. Lalu Sukanto
menyuruh buah hatinya untuk beristirahat lalu ia membuatkan Tini minum.
“Sudah makan?” sambil menaruh gelas berisikan jamu.
“Belum pak, aku tak enak makan karena memikirkan Sutarjo.” Balas Tini.
“Kamu harus makan demi kesehatan calon anakmu, nanti aku panggilkan
orang untuk menemanimu di sini.” Lelaki itu menawarkan
“Baiklah aku sangat kesepian.” Tini mengamini.
“bapak pergi dulu, untuk menjemput Bibi.” Pamit Sukanto.
Tak berapa lama datanglah seorang perempuan yang akan menemaninya
beberapa hari kedepan atau mungkin sapai kelahiran calon anaknya. Tini sangat
sedih karena ditinggalkan lelaki yang menurutnya melankholis itu. Ia harus tenang
dan dabar juga jangan sampai setres demi kebaikan calon anaknya.
Malam ketiga puluh Sutarjo tak menemani isterinya di istana mereka yang
sederhana. Begitu pun Tini sangat merindukan Sutarjo, ia tak rela bila Sutarjo tak
balik lagi untuk hidup bersamanya. Pernikahan yang masih seumur jagung pun
belum harusnya sedang senang-senangnya. Namun bagi Sutarjo dan Tini tidak.
Bintang ditatap Sutarjo ia dapat melihat Tini di antara taburan cahaya, Namun
tak tak dapat menghapus rindunya pada Tini. Malam ini Sutarjo dan Adirman
bertemu di sebuah tempat di belakang tebing yang cukup dekat dari perkemahan
Belanda dan para pemuda pekerja.
“Man, aku sudah lelah disini, kerja tidak dikasih upah dan anu
menghawatirkan Tini dan calon anak aku. Bagaimana kalau malam ini kita kabur
saja?” Rencana Sutarjo paparkan.
“Gila kamu Jo, bagaimana kita bisa kabur lihat mereka, penjagaannya sangat
ketat.” Ujar Adirman.
“Halah aku tak peduli, asalkan aku bisa bertemu Tini.” Napsu menguasai
Sutarjo
“Lalu bagaimana dengan aku?’ Tanya Adirma “Apakah aku harus ikut
denganmu.” Lanjut adirman menunjukan bahwa dia sahabat sejati bagi Sutarjo.
“Tak usahlah, gini saja jika aku tidak balik ke sini selama satu minggu ke
depan, berarti aku telah tewas di tangan Belanda atau dimakan hewan buas dan
aku akan pergi pulang besok dini hari.” Jelasnya.
“Baiklah jika itu keputusanmu, hati-hati sobat.” Mereka saling berjabat dan
berpelukan saling menenangkan lalu mereka saling meninggalkan.
Smalaman Sutarjo tak tidur ia terus mencari celah untuk kabur menuju
istananya. Ia pun melewati bukit, lembah, sungai, ia tak melewati jalan biasanya
karena takut ketahuan antek-antek Belanda yang akan membunuhnya di tempat.
Fajar pun menujukan wajahnya namun ia masih beristirahat sejenak untuk
mengumpulkan
Fajar pun menujukan wajahnya namun ia masih beristirahat sejenak untuk
mengumpulkan tenaga dan melanjutkan perjalanan. Dilihatnya jalan dan terdapat
beberapa antek Belanda yang berjaga. Tak lama kemudian ia mengambil jalan lain
untukk ia lewati, namun ia terpeleset dan membuat sntek belanda menyadari
bahwa ada seorang lelaki yang hendak kabur. Terdengarlah tembakan peringatan
untuk menyuruh Sutarjo berhenti berlari, dibidiknya Sutarjo dan peluru berhasil
mendarat di tangannya. Sutarjo masih terus berlari dan sembunyilah ia di sebuah
gua yang cukup aman,
Matahari membakar hutan kala sutarjo membersihkan luka bekas tembakan
yang disaratkan antek Belanda. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki
menginjak dedaunan kering dan percakapan orang asing. Sutarjo sesaat terdiam
kala tiga antek Belanda itu berada di pintu masuk gua, lalu memasukinya. Sutarjo
berada di balik batuan gua yang cukup menutupi tubuhnya dari pantauan salah
satu antek tersebut. Jarak antek Belanda semakin dekat dengannya dan ia hanya
bisa terdiam dan hampir putus asa. Tiba-tiba sebuah batuan di langit langit gua
menimpa antek itu dan cukup untuk membuatnya berhenti bernapas. Dua antek
yang menunggu di luar pun memeriksa dan ditemukan temannya telah tewas
dengan kepala pecah, lalu kedua antek tersebut pun pergi meninggalkan
temannya.
Setelah dua antek tersebut pergi lumayan jauh, Sutarjo pun pergi dan
membawa senjata api yang ditinggalkan kedua antek tersebut bersama jasad
temannya. Langkah demi langkah beriringan dengan bau anyir dari darah yang
telah tehenti berkucur. Semangatnya terus membara hingga dilihatnya istana dia
dan pujaan hatinya. Lalu ia bergegas menuju istana itu dan ditemui isteri yang
langsung memeluknya di ruang tengah rumah, Sutarjo tak mengidahkan luka yang
di deritanya, ia langsung membenamkan kembali bibirnya di bibir Tini untuk
pertama kalnya setelah ia lalui panjnagya hari tanpa Tini di sampingnya.
Dari luar terdengar Seorang antek berteriak menyebut nama Sutarjo yang
membawa Adirman, lalu Sutarjo pun memperhatikan mereka dan langsung
mengekekusi antek yang telah menyiksa dahabatnya. Dan Sutarjo keluar rumah
untuk menolong Adirman, namun dia tertangkap oleh antek Belanda dan mereka
langsung di eksekusi di tempat. Tini hanya terdiam dengan hati sehancur-
hancurnya dan air mata mengalir deras-sederasnya.
Hari ini sangat kelam bagi Tini, Germo, dan Sukanto serta keluarga. Kni tini
menjalani hari sebagai janda setelah ditinggal suaminya yang dikubur suaminya
tadi sore hari bresama dengan sahabatnya, Adirman. Hari itu pula ia membenci
bahkan sangat semua tentang Belanda.
Sembilan bulan berlalu dan buah hati pun telah berhenti menjadi benalu
dalam tubuh sang ibu. Ia menamai anak lelaki itu Aswangga Ismoyono, yang
memiliki arti orang yang gesit dengan keteguhan pada dirinya. Anak itu tumbuh
diiringi oleh prmbangunan bendungan yang dibangun oleh warga pedukuhan-
pedukuhan sekitar. Tiga bulan anak itu lahir ke dunia ini, lahir pula bangunan
yang membendung huluu sungai pemali dan mereka dan Seluruh warga
pedukuhan yang di tenggelamkan seperti pedukuhan Karangnangka, Pecikalan,
Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, dan Karangsempu,
harus angkat kaki dari kediaman mereka dan membangun pedukuhan baru di atas
bukit.
Akhirnya pertengahan tahun 1930 waaduk itu pun terlihat setelah orang
Belanda menamainya waduk Penjalin. Luasnya 1,25 Km persegi dan memiliki
nilai guna sebagai pengairan sawah seluas 20.000 Hektar persegi. Pemuda yang
menjadi budak pun dibunuh dengan cara di tenggelamkan di waduk Penjalin.
Setahun Kemudian telah terbangun Pedukuhan-pedukuhan yang di tengelamkan
dengan wajah yang baru dan tempat yang baru.
Sejarah tak mungkin mereka lupakan begitu saja, anak cucu warga didoktrin
untuk membenci Belanda. Waktu mungkiin menggoreskan luka yang sangat
dalam dan warga pedukuhan-pedukuhan tersebut yang kehilangan keluarganya
hanya bisa bersabar dan mengikhlaskan anggota keluarganya pergi menemui
Tuhan. Mereka harus menjalani hidup denagan tekanan dari Belanda entah
sampai kapan mereka tak tahu. Yang mereka inginkan hanyalah hidup tenag
seperti dahulu kala sebelum Belanda datang dan menghancurkannya. Dan Tini
menatap buah hatinya, kenangan tentang lelaki lusuh itu selalu tinggal
bersamanya. Kini, kejak dari segala jejak hadir di raut wajah makhluk mungil
yang sedang tertidur di pangkuannya. Bukan lagi hal yang perlu diratapi,
melainkan sebagai hal yang wajib disyukuri.
Rifky Yoga Prasetya, biasa disapa “Yoga”, ialah seorang lelaki kelahiran 5
Januari 2002. Akan menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Bumiayu,
tempat yang menurutnya sebagai tempat yang istimewa. Ia memiliki hobi
fotogeafi dan menciptakan puisi, ia telah menuai hasil dari karyanya yaitu Jura
lomba cipta puisi nasional melalui penilaian Rekam Jejak, yang hadiahnya adalah
liburan ke Singapura, Malaysia, dan Thailan sembari menulis buku bersama Wira
Nagara dan beberapa delapan pemenang lainnya. Karya-karyanya dapat anda lihat
pada instagram @r_prasetya_ dan @r.prasetya_.
Terimakasih pada orang tua, keluarga, kerabat, sahabat, teman-teman, dan
semuanya orang yang saya kenal saya ucap terimakasih.
MASA DEPAN YANG
DITEGGELAMKAN
Oleh :