Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM ANASTEASI LOKAL

OLEH :
NAMA : Iriksan Wiraputra
NIM : P07120119065

KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


MATARAM PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN T/A 2020/2021
LAPORAN PRAKTIKUM ANASTESI LOKAL

BAB I

A. Pendahuluan
Anastesi lokal atau bius lokal adalah obat yang menyebabkan tidak adanya
sesnsasi nyeri. Ketika digunakan pada jalur saraf spesifik, kelumpuhan juga bisa
sewaktu-waktu terjadi.
Anastesi lokal merupakan prosedur pemberian obat-obatan yang dapat memblokir
semesntara rasa nyeri dan sesnsasi pada area tubuh terntentu selama operasi. Prosedur ini
akan membuat area tubuh mati rasa. Pasien akan tetap sadar dan mungkin merasakan
sedikit tekanan selama operasi dilakukan, namun tidak akan merasa nyeri sama sekali.
Obat-obatan anatesi menghentikan sinyal saraf dari pusat rasa sakit sehingga pasien tidak
akan merasa sakit selama operasi. Efek dari anastesi lokal hanya bertahan beberapa saat,
sehingga prosedur ini biasanya dilakukan untuk operasi kecil yang tidak membutuhkan
rawat inap paskkaoperasi.
B. Tujuan Percobaan
1. Tujuan Umum
Memahami prinsip kerja dan melatih teknik anestesi lokal sederhana
2. Tujuan Khusus
 Melakukan tindakan anestesi permukaan pada manusia.
 Melakukan tindakan anestesi blok pada n. Ischiadicus katak sebagai dasar
 pemahaman dalam melakukan anestesi blok pada saraf tertentu manusia.
 Melakukan anestesi spinal pada katak dan menjelaskan kegunaan anestesi
spinal pada manusia.
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Alat penggantung katak
2. Alat perusak otak katak
3. Gunting lurus
4. Pinset bedah
5. Spuit tuberkulin 1cc
6. Beaker glass
7. Pipet tetes
8. Bahan
9. Kapas
10. Alkohol 70%
11. RL
12. HCl 1 N
13. Lidokain HCl
14. Etil klorida 100 gr
D. Cara Kerja
1. Anestesi permukaan:
 Semprotkan etil klorida pada tangan probandus.
 Sensitisasi setiap 30 detik.
 Berikan penilaian terhadap sensitibilitas probandus.
2. Anestesi spinal:
 Rusak otak katak dengan cara menusuk melalui foramen oksipitalis magnum,
kemudian kepalanya pada batas mandibula dipotong
 Gantungkan katak pada standar dengan cara menyangkutkan mandibula.
 Salah satu kaki katak direndam ke dalam larutan HCl, akan terlihat kaki katak
tertarik ke atas secara refleks. Catat waktu.
 Segera setelah kaki katak tertarik, cucilah kaki tersebut dengan air agar kaki
katak tidak rusak terbakar. Ulangi hal yang sama pada kaki satunya.
 Setelah itu suntikkan larutan lidokain HCl sebanyak 0,1 cc dalam salah satu
sisi medulla spinalis.
 Setelah terjadi keadaan anestesi, celupkan kaki katak yang sebelah lagi ke
larutan HCl dan catat hasilnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anestesi Lokal
Anestesi local adalah obat yang digunakan untuk mencegah resa nyeri dengan cara
membok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat anestesi local tersebut
bekerja didalam akson dengan membentuk beberapa molekul terionisasi yang akan
memblok kanan Na+ sehingga potensial aksi tidak mungkin terjadi (Raharjo,2009).
Struktur kimia anestesi local berupa ester atau amida dari derivate benzene
sederhana. Rumus dasarnya berupa gugus amin hidrofil gugus antara, dan gugus residu
aromatic lipofil. Gugus amin hidrofil berupa amin tersier atau sekunder, sedangkan gugus
antara dan gugus aromatil kipofil dihubungkan dengan ikatan amida atau ikatan ester
yang akan menentukan sifat farmakologi obat anestesi local (Raharjo,2009).
Yang termasuk obat anestesi local ester berupa prokain, klorofokain, benzokain,
kokain dan tetrakain. Sedangkan yang berupa goloanestesi local golongan amid adalah
lidokain, bupivakain, mepivakain, prilokain dan dibukain (Raharjo,2009).

Terdapat beberapa sifat anestesi local, berupa: (Raharjo,2009)


 Tidak iritasi dan merusak jaringan
 Batas keamanan obat lebar
 Waktu kerja obat lama
 Masa pemulihan tidak terlalu lama
 Larut dalam air
 Stabil dalam larutan
 Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan

B. Cara kerja anastesi


Farmakokinetik obat anestesi local golongan amid lebih sering dibahas, berbeda
dengan golongan ester karena obat tipe ester lebih cepat dipecah dalam plasma. Meski
begitu, absorbsi dan distribusi yang paling dipandang untuk menentukan akhir masa kerja
anelgesik local dibanding aspek farmakokinetik lainnya. Fakmakokinetik tersebut berupa:
1. Absorbbsi
Absorbsi anestesi local dari tempat penyuntikan dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti dosis, tempat penyuntikan, ikatan obat dengan jaringan, aliran
darah settempat, penggunaan fasokontriktor dan sifat fisikokimiawi obat. Jika
anestesi dilakukan pada tempat yang vaskularisasinya banyak, makan kadar obat
yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian anestes local pada
tempat yang perfusinya buruk seperti tendon, dermis atau lemak subkutan
(Katzung, 2010).
2. Distribusi
Anestesi lokal tipe amid terdistribusi luas setelah pemberian bolum
intravena. Fase distribusi terjadi awal cepat jika melibatkan organ yang
perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung. Sedangkan fase
distribusinya lebih lambat jika melibatkan jaringan yang perfusinya sedang
seperti otot dan saluran cerna (Katzung, 2010).
3. Metabolisme dan ekskresi
Anestesi local tipe amida akan diubah dalam hati sedangkan tipe ester akan
diubah dalam plasma menjadu metabolit yang lebih larut dalam air sehingga
bisa dikskresikan dalam urin (Katzung, 2010).
Anestesi local tipe ester sangat cepat dihidrolisis dalam darah oleh
butirilkolinesterase menjadi metabolit yang tidak aktif, sehingga obat – obat tipe ester
seperti prokain adan kloropokain memiliki waktuparuh yang sangat singkat, kurang dari
1 menit. Sedangkan Anestesi local tipe amida akan dihidrolisis oleh isozim microsomal
hati sitokrom P450 (Katzung, 2010).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil pengamatan

Obat Onset (menit) Durasi (menit) Dosis (maksimum)


Lidokain 5 30-60 4,5
Bupivakain 10-15 200
Prkain 15-20 7
Tetrakain 15 1,5

b. Pembahasan
Pada praktikum di atas, ada dua jenis anastesi yang dilakukan. Anestesi
permukaan dan anestesi spinal. Anastesi spinal (blokade subarachnoid atau
intratechal) merupakan anestesi blok yang luas. Anestesi spinal sesudah
penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi lebih dulu yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis, dan diikuti dengan saraf rasa dingin, panas, raba, dan tekanan
dalam, yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar dan
prioreseptif. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya
(Farmakologi FK UI, 2009).
Anestesi spinal membutuhkan anestetik lokal untuk diinjeksikan pada ruang
subarakhnoid setinggi ruang lumbal tiga atau empat. Jika anestetik lokal
diberikan terllalu tinggi pada kolumna spinalis, maka dapat mempengaruhi otot –
otot pernapasan dan dapat terjadi distres atau gagal pernapasan. Sakit kepala
mungkin timbul setelah pemberian anestesi spinal, mungkin karena penurunan
tekanan cairan serebrospinal akibat bocornya cairan pada tempat jarum
disuntikkan. Berbagai tempat pada kolumna spinalis dapat dipakai untuk
memblok saraf dengan anestetik lokal. Blok spinal adalah penetrasi anestetik ke
dalam membran subarakhnoid, lapisan kedua dari korda spinalis.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Prinsip kerja pada anestesi lokal sederhana ada beberapa macam, pada anestesi spinal
dengan anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarachnoid, pada anestesi epidural
dengan anestesi lokal disuntikan ke ruang epidural, pada anestesi kaudal dengan
anestesi lokal disuntikan ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus sakralis, dan pada
anestesi permukaan dengan disemprotkan pada permukaan kulit.
2. Anestesi spinal (blockade intratechal ) adalah teknik anestesi blok, dimana obat
anestesi diinjeksikan kedalam cairan serebrospinal dalam ruang subarachnoid.
3. Anestesi permukaan dilakukan dengan cara memberikan larutan anestesi pada mukosa
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas M, Mohamed H, Rabea N, Abrar E, Al-Hindi S, and Hasan AA. Complications of
Circumcision in Male Children: Report of Sixty-one Cases. Bahrain Medical Bulletin.
2010: 32; 1-5.
Bisono.2003. Petunjuk PRaktis Operasi Kecil . Jakarta:EGC
Hutcheson JC. Male Neonatal Circumcision: Indications, Controversies, and Complications.
Urologic Clinics of North America. 2004: 31; 461-467.
Karakata S dan Bachsinar B. Sirkumsisi edisi 1. Jakarta: Hipokrates, 2004.
Karakata S dan Bachsinar B. Bedah Minor edisi 2. Jakarta: Hipokrates, 2005. hal 148-54.
Katzung, B.G.; E.T. Akporiaye; M.J. Aminoff; et al. 2006. Basic and Clinical Pharmacology.
10th Edition. New York : McGraw - Hill.
Latief, Said A. dkk. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI.
Muhiman, Muhardi dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta: CV. Infomedika.
Rahardjo, Rio.

Anda mungkin juga menyukai