Promkes Hiv Belum Fix
Promkes Hiv Belum Fix
DISUSUN OLEH:
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan proposal promosi kesehatan
ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Promosi Kesehatan dengan judul
“Promosi Kesehatan Penyakit HIV-AIDS Serta Pengaruh Stigma Diskriminasi Terhadap
ODHA”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari sisi materi dan penulisan nya. Kami dengan rendah hati dan tangan terbuka
menerima berbagai masukan maupun saran yang bersifat membangun yang diharapkan
berguna bagi seluruh pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I...................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................ 1
B. Tujuan......................................................................................................................... 3
C. Rumusn masalah.........................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................... 5
A. Definisi......................................................................................................................... 5
B. Etiologi......................................................................................................................... 5
C. Patofisiologi................................................................................................................. 6
D. Faktor Resiko..............................................................................................................7
E. Klasifikasi..................................................................................................................... 7
F. Manifestasi Klinis.........................................................................................................8
G. Progresivitas Miopia....................................................................................................9
H. Komplikasi Miopia......................................................................................................10
I. Penatalaksanaan dan Pencegahan Miopia Pada Anak.............................................11
BAB III.................................................................................................................................. 14
A. Satuan Acara Penyuluhan.........................................................................................14
B. Tujuan....................................................................................................................... 14
C. Pokok Materi Penyuluhan..........................................................................................14
D. Kegiatan Belajar Mengajar.........................................................................................15
E. Media dan Sumber....................................................................................................15
F. Evaluasi..................................................................................................................... 15
G. Materi Penyuluhan.....................................................................................................15
BAB IV.................................................................................................................................. 19
A. Kesimpulan................................................................................................................ 19
B. Saran......................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut data terbaru World HealthOrganisation (WHO) dan United
NationsInternational Children’s Emergency Fund(UNICEF) pada tahun 2013, wilayahAsia
Tenggara memiliki jumlah penderitaHuman Immunodefi ciency Virus & AcquiredImmune
Defi ciency Syndrome (HIVdan AIDS) sebanyak 940.000 orang, danwilayah Asia
Tenggara menduduki pe ringkatke dua kasus HIV dan AIDS di duniasetelah wilayah
Afrika yang memilikijumlah orang dengan HIV dan AIDS(ODHA) sebanyak 7.580.000
orang.
Data statistik kasus HIV dan AIDS diIndonesia menunjukan bahwa nilai tertinggidari
jumlah komulatif kasus AIDSbanyak terjadi di usia 20-29 tahun yaituse banyak 15.305
orang. Sesuai denganbesarnya penduduk usia muda, pemerintahIndonesia menghadapi
beberapa masalahdalam menentukan berbagai kebijakan danprogram, khususnya
masalah yang berhubungandengan kesehatan reproduksiremaja. Maka sangat penting
bahwa usahauntuk menjangkau remaja dan pemudatersebut dalam penyampaian
informasidan penyediaan layanan harus disesuaikandengan kebutuhan mereka.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak danmasa
dewasa, yang dimulai pada usia 11atau 12 tahun sampai 20 tahun, yaitumenjelang masa
dewasa muda. Masaremaja sering digambarkan sebagai masayang paling indah, dan
tidak dapatterlupakan karena penuh dengankegembiraan dan tantangan. Masa
remajajuga identik dengan kata ‘pemberontakan’,dalam istilah psikologi sering
disebutsebagai masa storm and stress karenabanyaknya goncangan-goncangan
danperubahan-perubahan yang cukup radikaldari masa sebelumnya (Soetjiningsih,2004).
Kematangan yang sehat pada remajadapat dicapai melalui bimbingan tentang
diri dan lingkungannya. Dalam proses perkembangan itu tidak selalu berjalandalam alur
yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilaiyang dianut, karena
banyak faktor yangmenghambat. Dalam kondisi seperti inilah,banyak remaja yang
meresponnya dengansikap dan perilaku yang kurang wajar danbahkan amoral yang
memicu timbulnyakenakalan pada remaja, sepertikriminalitas, meminum minuman
keras,penyalahgunaan obat terlarang, tawurandan hubungan seksual tanpa nikah yang
berisiko tinggi tertular penyakit HIV (Soetjiningsih, 2004).
Kenakalan remaja dapatdidefinisikan sebagai kelainan tingkahlaku atau tindakan
remaja yang bersifatantisosial, melanggar norma sosial, agamaserta ketentuan hukum
yang berlaku dalammasyarakat yang dapat menimbulkanberbagai masalah, seperti
masalahkesehatan (Poltekkes Depkes Jakarta I,2010). Permasalahan kesehatan
remajayang dihadapi salah satunya adalahHIV/AIDS yang kasusnya terus meningkatdari
tahun ketahun. Kasus HumanImmunodeficiency Virus (HIV) diIndonesia secara komulatif
hinggaSeptember 2012 tercatat 92.251 kasus. Sementara kasus
AcquiredImmunodeficiency Syndrom (AIDS) diIndonesia secara komulatif dari tahun1987
hingga September 2012 tercatat39.434 kasus, dengan kondisi yangmemprihatinkan
karena proporsi terbesarterdapat pada usia muda dan produktifyaitu 20-29 tahun
sebanyak 16.680 kasus(42,3%) dari total kasus AIDS(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
HIV merupakan singkatan dariHuman Immunodeficiency Virus, dalambahasa
Indonesia berarti virus penyebabmenurunnya kekebalan tubuh manusia.HIV adalah virus
yang menyerang sistemkekebalan tubuh dan kemudianmenimbulkan AIDS. AIDS
(AcquiredImmune Deficiency Syndrome), merupakankumpulan gejala penyakit yang
timbulakibat menurunnya sistem kekebalantubuh manusia yang disebabkan oleh virus
HIV (Maryunani & Aeman, 2009). Data dari Dinas Kesehatan ProvinsiRiau, jumlah kasus
HIV/AIDSberdasarkan Kabupaten/Kota secarakumulatif sejak kasus ini ditemukanhingga
Juni 2013, tercatat 470 (41,4%)kasus HIV dan 511 (55,1%) kasus AIDS dikota
Pekanbaru. Dimana hal tersebutmerupakan jumlah kasus yang tertinggi dipropinsi Riau,
sehingga menempatkankota Pekanbaru pada urutan pertama kasusterbanyak di propinsi
Riau. Data menurutkelompok umur, diketahui bahwa kasusHIV dan AIDS pada usia
muda danproduktif selalu menunjukkan proporsibesar yaitu pada usia 25-29 tahun,
denganjumlah 310 (27,3%) kasus HIV dan 249(26,8%) kasus AIDS. Dilihat dari
hasiltersebut maka penderita mulai terjangkitHIV pada usia remaja karena masainkubasi
penyakit ini membutuhkan waktu5-10 tahun, yang artinya remaja memilikiancaman paling
besar untuk terinfeksiHIV/AIDS (Dinas Kesehatan ProvinsiRiau, 2013).
Sekitar 50% laki-laki dan perempuanmengalami stigma dan perlakuan
diskriminasiterkait dengan status HIV-nya di 35% negara didunia. Akibat dari adanya
stigma dan diskriminasi,ODHA cenderung dikucilkan oleh keluarga,teman-temannya dan
lingkungan yang lebih luas.Pada sisi lain mereka juga mengalami diskriminasidalam
pelayanan kesehatan, pendidikan danhak-hak lainnya. Indeks stigma terhadap
ODHAmengindikasikan bahwa 1 dari 8 ODHA tidakmendapat pelayanan kesehatan
karena stigma dan diskriminasi.
Pollak (1992) menyebutkan bahwa sejarah HIV-AIDS yang identik dengan kelompok
yangterdiskriminasi seperti kelompok homoseksualdan pecandu narkoba menyebabkan
munculnyastigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Stigmamuncul karena melihat HIV-
AIDS dapat terjadipada kelompok yang memiliki perilaku berbeda dengan masyarakat
kebanyakan. Stigma merupakan atribut, perilaku, ataureputasi sosial yang
mendiskreditkan dengan cara tertentu.
Menurut Corrigan dan Klein stigmamemiliki dua pemahaman sudut pandang,
yaitustigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri(self stigma). Stigma masyarakat
terjadi ketikamasyarakat umum setuju dengan stereotipe burukseseorang (misal,
penyakit mental, pecandu, dll)dan self stigma adalah konsekuensi dari orangyang
distigmakan menerapkan stigma untuk dirimereka sendiri.
Anak dengan HIV merupakan kelompok rentan yang perlu dilindungi, mengingat
orang tua mereka sering kali sudah meninggal karena HIV/AIDS sehingga menjadi beban
keluarga atau kerabat. Berdasarkan Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyatakan bahwa segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu program pengobatan anak khususnya
anak dengan HIV merupakan salah satu bentuk perlindungan anak.
Didukung oleh kesiapan tenaga medis dan apoteker dalam mendukung keberhasilan
terapi. Studi yang dilakukan oleh UNICEF dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS untuk
mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh adanya diskriminasi,
kesulitan keuangan keluarga, kesehatan anak yang buruk dan kebutuhan untuk merawat
orang tua yang juga terinfeksi HIV-AIDS
Berdasarkan latarbelakang di atas kita akan membahas cara mengurangi stigma
negatif terhadapa penderita HIV-AIDS.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
TINJUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiencyvirus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirusdan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baruyang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogendibandingkaan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebutHIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidakada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejalaflulikes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidakada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringatmalam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesimulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertamakali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor padaberbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, priamaupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
3. Manifestasi Klinis
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang
berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati
umum
c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem
imun atau kekebalan
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat
berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan
kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya
sarcoma kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit
infeksi sekunder (Soedarto, 2009).
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut,
dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada
tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk
melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi.
Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang
muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali.
Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah cukup tinggi. Oleh karena
itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga
beberapa minggu, yang meliputi:
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat
berlangsung hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin
berkembang dan merusak kekebalan tubuh.
Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan
gejala apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami
sejumlah gejala, seperti:
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin
berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS.
Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah,
sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifatpenelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan
untukmendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memantauperkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi
HumanImmunodeficiency Virus (HIV)
1) Serologis
a) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.Hasiltes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa
b) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus(HIV)
c) Sel T limfosit : Penurunan jumlah total
d) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>
e) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor padasel helper ( T8
ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
f) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus(HIV) Peningkatan
nilai kuantitatif protein mengidentifikasiprogresi infeksi.
g) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal ataumendekati normal
h) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi selperifer
monoseluler.
i) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkinpositif
2) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3) Tes Lainnya
a) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahaplanjut atau
adanya komplikasi lain
b) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentukpneumonia lainnya.
d) Biopsi
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaankerusakan paru-
paru.
b. TesHIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurangdari 1%
penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telahmenjalani tes HIV, dan
persentasenya bahkan lebih sedikit lagi dipedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita
mengandung di perkotaan yangmendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh
bimbingan tentangAIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka.
Angka inibahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.
Dengandemikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang
digunakanuntuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa
kontaminasiHIV-nya.Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian
Westernblot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma,
cairanmulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antarainfeksi
dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi(window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnyamengapa dibutuhkan waktu 3-6
bulan untuk mengetahui serokonversi danhasil positif tes. Terdapat pula tes-tes
komersial untuk mendeteksi antigenHIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang
dapat digunakan untukmendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapatterdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak
disetujui secara khususuntuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara
rutin di negaranegara maju.
c. USG Abdomen
d. Rongen Thorak
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Aspek Psikologis, meliputi :
a) Perawatan personal dan dihargai
b) Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalahmasalahnya
c) Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d) Tindak lanjut medis
e) Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f) Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
2) Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentukdukungan dari
lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosialmeliputi 3 hal:
a) Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai,dan
diperhatikan.
b) Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dannasehat.
c) Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatubarang dalam
mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrabatau kualitas
hubungan perkawinan dan keluarga barangkalimerupakan sumber dukungan
sosial yang paling penting.House (2006) membedakan empat jenis dimensi
dukungansocial :
- Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatianterhadap pasien
dengan HIV AIDS yang bersangkutan
- Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positifuntuk orang lain itu,
dorongan maju atau persetujuandengan gagasan atau perasaan individu
danperbandingan positif orang itu dengan orang lain
- Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberipinjaman uang,
kepada penderita HIV AIDS yangmembutuhkan untuk pengobatannya
- Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.
b. Penatalaksaan Medis
1) Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), makaterapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
a) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksiopurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalianinfeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dankomplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasiendilingkungan perawatan kritis.
b) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yangefektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviralHuman
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambatenzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDSyang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasiendengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positifasimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imundengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantaireproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosin
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
d) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut sepertiinterferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapatmenggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitianuntuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakiaoral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HumanImmunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahankepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, danisolasi social.Enselophaty akut, karena reaksi
terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakitkepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
danmaranik endokarditis.Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan
HumanImmunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan
beratbadan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,
keletihan dan gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitiskarena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus denganefek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
7. Cara Penularan
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh seperti darah,
semen, cairan vagina, dan ASI. Terinfeksi tidaknya seseorang tergantung pada status
imunitas, gizi, kesehatan umum dan usia serta jenis kelamin merupakan faktor risiko.
Seseorang akan berisiko tinggi terinfeksi HIV bila bertukar darah dengan orang yang
terinfeksi, pemakaian jarum suntik yang bergantian terutama pada pengguna narkoba,
hubungan seksual (Corwin, 2009).
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh seperti
darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat dalam saliva, air mata, dan urin
(sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat didalam air mata dan keringat. Pria
yang sudah disunat memiliki risiko HIV yang lebih kecil dibandingkan dengan pria
yang tidak disunat. Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
1) Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI)
2) Angka transmisi mencapai 20-50%
3) Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga
4) Laporan lain menyatakan risiko penularan malalui ASI adalah 11-29%
5) Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada
duakelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi
dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya,
melaporkan bahwa angka penularan HIV pada bayi yang belum disusui adalah
14% (yang diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan
persalinan), dan angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya
disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya
selama 6-15 bulan.
b. Jarum suntik
1) Prevalensi 5-10%
2) Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena
penyalahgunaan obat
3) Di antara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, pengguna
obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di Bogor 25% dan di Bali
53%.
c. Transfusi darah
1) Risiko penularan sebesar 90%
2) Prevalensi 3-5%
d. Hubungan seksual
1) Prevalensi 70-80%
2) Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim
3) Model penularan ini adalah yang tersering didunia. Akhir-akhir ini dengan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom,
maka penularan melalui jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh
penularan melalui jalur penasun (pengguna narkoba suntik) (Widoyono, 2011).
8. Edukasi dan promosi kesehatan HIV
Edukasi dan promosi kesehatan mengenai bahaya HIV (human immunodeficiency
virus) sepatutnya diberikan sejak dini, seiring dengan pemberian pendidikan seksual.
Hal ini perlu dimulai sejak masa sekolah sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan
dalam menghindari perilaku berisiko. Menurut Permenkes No. 21 Tahun 2013 yang
mengatur mengenai penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, promosi kesehatan
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai
pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi.
Upaya edukasi dan promosi kesehatan ini perlu diberikan untuk seluruh lapisan
masyarakat, terutama pada populasi kunci, yakni:
a. Pengguna NAPZA suntik
b. Pekerja seks (PS) langsung maupun tidak langsung
c. Pelanggan/pasangan seks PS
d. Homoseksual, waria, Laki pelanggan/pasangan Seks dengan sesama Laki (LSL)
e. Warga binaan pemasyarakatan
b. Secara umum
Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E) yaitu:
A: Abstinence – memilih untuk tidak melakukan hubungan seks berisiko tinggi,
terutama seks pranikah
B: Be faithful – saling setia
C: Condom – menggunakan kondom secara konsisten dan benar
D: Drugs – menolak penggunaan NAPZA
E: Equipment – jangan pakai jarum suntik bersama
c. Untuk pengguna Napza
Pecandu yang IDU dapat terbebas dari penularan HIV/AIDS jika: mulai berhenti
menggunakan Napza sebelum terinfeksi, tidak memakai jarum suntik bersama.
d. Untuk remaja
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, menghindari penggunaan
obat-obatan terlarang dan jarum suntik, tato dan tindik, tidak melakukan kontak
langsung percampuran darah dengan orang yang sudah terpapar HIV, menghindari
perilaku yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak sehat dan tidak
bertanggung jawab (Hasdianah & Dewi, 2014).
B. KONSEP STIGMA
1. Definisi
Menurut Lacko, Gronholm, Hankir, Pingani, dan Corrigan dalam Fiorillo, Volpe, dan
Bhugra (2016) stigma berhubungan dengan kehidupan sosial yang biasanya ditujukan
kepada orang-orang yang dipandang berbeda, diantaranya seperti menjadi korban
kejahatan, kemiskinan, serta orang yang berpenyakitan salah satunya orang HIV. Orang
yang mendapat stigma dilabelkan atau ditandai sebagai orang yang bersalah.
Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan
atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan
yang buruk atau dengan kata lain stigma adalah ciri negatif yang menempel pada
pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
a. Terhadap penyakitnya
- Isu tentang penyakit mematikan
- Ganas tidak ada obat
- Penuh penderitaan dan mengerikan
b. Stigma terhadap perolehan penyakit
- Aktivitas sosial
- Narkoba suntik
- Homoseks
Stigma pada ODHA berdampak luas pada penderita, teman, keluarga, perawat atau
dokter.
3. Tipe-Tipe Stigma
Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 5 tipe
stigma sebagai berikut :
a. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki keluarga
atau teman yang sakit fisik ataupun mental. Salah satu contoh kata-katanya adalah
“saya tidak mau tinggal bersama dengan orang HIV”.
b. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan yang menolak
orang berpenyakitan. Misalnya, perusahaan X menolak memiliki pekerja HIV.
c. Self-stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri seseorang yang
memiliki penyakit. Contohnya seperti pasien HIV yang merasa bahwa dirinya sudah
tidak berharga di dunia karena orang-orang disekitarnya menjauhi dirinya.
d. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada stigma
terhadap dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas. Misalnya seorang
wanita tidak ingin mencari pekerjaan dikarenakan takut status HIV dirinya diketahui
dan dijauhi oleh rekan kerjanya.
e. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami diskriminasi dari orang
lain. Contohnya seperti pasien HIV diperlakukan tidak ramah dibandingkan dengan
pasien yang tidak HIV diperlakukan ramah oleh tenaga kesehatan.
f. Label avoidance, dimana seseorang tidak berpartisipasi dalam pelayanan
kesehatan untuk menghindari status dirinya sebagai orang yang memiliki penyakit.
Salah satu contoh adalah pasien menyembunyikan obatnya.
B. Tujuan
1. Pengertian HIV-AIDS
2. Penyebab HIV-AIDS
3. Manifestasi Klinis HIV-AIDS
4. Cara Penularan dan Upaya Pencegahan Penularan HIV-AIDS
5. Pengertian Stigma, Diskriminasi Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stigma
Terhadap Orang dengan HIV-AIDS
6. Cara menghadapi Stigma dan Diskriminasi
F. Evaluasi
2. Penyebab HIV-AIDS
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV).Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi
akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV.
Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk
antibodi untuk melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena
gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan
kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah
cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada tahap
ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung
hingga beberapa minggu, yang meliputi:
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin
berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu
AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak
parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.
a. Terhadap penyakitnya
- Isu tentang penyakit mematikan
- Ganas tidak ada obat
- Penuh penderitaan dan mengerikan
b. Stigma terhadap perolehan penyakit
- Aktivitas sosial
- Narkoba suntik
- Homoseks
A. Kesimpulan
HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di dunia,
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV).Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : Periode jendela.
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi (tidak ada gejala). Fase infeksi HIV
primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes illness. Infeksi asimtomatik
lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. Supresi imun simtomatik diatas
3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati,
lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. AIDS Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari
kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor
pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. Manifestasinya AIDS
dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala
minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti kanker,
malnutrisi berat, atau etiologi lainnya. AIDS dicurigai pada anak bila terdapat paling
sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab
imunosupresi yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10
minggu sampai 10 tahun. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam
waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut
limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam
sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru. Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS
membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah
diketahui HIV positif. Pemeriksaan penunjang bisa di lakukan tes Laboratorium,
neurologis diantaranya EEG, MRI, CT Scan otak, EMG, tes lainnya sinar X dada, tes
fungsi pulmonal, skan gallium, biopsi, brankoskopi / pencucian trakeobronkial, USG
abdimen, Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western blot,
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah
kering, atau urin pasien. Penatalakasanaan keperawatannya bisa di kaji aspek
psikologis dan sosial. Penata laksanaan medisnya pengendalian infeksi opurtunistik,
Terapi AZT (Azidotimidin), terapi antivirus baru,vaksin dan rekonstruksi virus.Makanan
untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde)
dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin.
Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai
tambahan atau sebagai makanan utama.
Komplikasi pada penderita HIV yaitu oral lesi, neurologik, gastrointestinal, penyakit
anorekta, respirasi, dermatologik, sensorik. Edukasi dan promosi kesehatan mengenai
bahaya HIV (human immunodeficiency virus) sepatutnya diberikan sejak dini, seiring
dengan pemberian pendidikan seksual. Hal ini perlu dimulai sejak masa sekolah
sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menghindari perilaku berisiko.
Upaya edukasi dan promosi kesehatan ini perlu diberikan untuk seluruh lapisan
masyarakat, terutama pada populasi kunci, yakni: Pengguna NAPZA suntik, Pekerja
seks (PS) langsung maupun tidak langsung, Pelanggan/pasangan seks PS
Homoseksual, waria , Laki pelanggan/pasangan Seks dengan sesama Laki (LSL),
Warga binaan pemasyarakatan.Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
dilakukan melalui upaya: Tidak melakukan hubungan seksual (abstinensia), Setia
dengan pasangan (be faithful),Menggunakan kondom secara konsisten (condom
use),Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no drug),Meningkatkan kemampuan
pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati infeksi menular seksual (IMS) sedini
mungkin (edukasi).Setiap orang terinfeksi HIV wajib mendapatkan konseling pasca
diagnosis HIV, diregistrasi secara nasional dan mendapatkan pengobatan. Rehabilitasi
ditujukan untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi produktif secara ekonomis
dan sosial.
B. Saran
Diharapkan masyarakat luas lebih banyak mencari info tentang HIV/AIDS agar dapat
mengetahui pentingnya pengetahuan tentang HIV/AIDS serta mampu mencegah
perilaku negatif yang dapat berpengaruh pada penyebaran HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
- Dapertemen kesehatan RI. 2007 . Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV
pada
- orang dewasa dan Remaja Edisi Kedua, Jakarta
- Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di
Sumatra
- Barat Sampai dengan 2016.
- Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia
- Triwulan IV, bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011
- Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill
- Companies. Jakarta, Gramedia
- Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta :
EGC
- Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan
Sosial.
- Surabaya
- Pohan H.T .2009. Infeksi dibalik ancaman HIV . Jakarta. Farmacia
- Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV
- dan Terap Antiretroviral. Jakarta
- KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual.
- Jakarta
- Yayasan Spiritia. (2009). Dasar AIDS. Jakarta
LAMPIRAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri hilang
Lain-lain sebutkan.................................................
9. NUTRISI
(Lingkari skor sesuai dengan jawaban, total skor adalah jumlah skor yang dilingkari)
N Parameter Skor
o
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan dalam 6 bulan
terakhir?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih longgar 2
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
2. Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu makan?
a. Tidak 0
b. Ya 1
+
Total skor
3. Pasien dengan diagnosa khusus : Tidak Ya ( DM Ginjal Hati Jantung
Paru Stroke Kanker Penurunan Imunitas Geriatri Lain-lain....................)
Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis / kondisi khusus dilakukan pengkajian lanjut
oleh Tim Terapi Gizi
Sudah dilaporkan ke Tim Terapi Gizi : Tidak Ya, tanggal & jam................................................
(........................................................) (.........................................................)
CONTOH KASUS
LEAFLET/POSTER