ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
HALAMAN PENGESAHA
DEWAN PENGUJI
Penguji i: (..............................)
Penguji i: (..............................)
Penguji i: (..............................)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI), khususnya di
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen pada tanggal 4 - 26 Februari 2013 dapat diselesaikan dengan baik.
Praktek Kerja Profesi Apoteker di bidang pemerintahan dilaksanakan
sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Apoteker.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
2. Drs. Sukiman Said Umar, Apt., selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
3. Dra. Kristiana Haryati, Apt., selaku Ka. Sub. Dit. Sertifikasi Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen,
juga selaku pembimbing dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
4. Seluruh staf dan karyawan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, khususnya Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sekaligus pembimbing PKPA di Badan POM RI.
6. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sekaligus pembimbing akademik.
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas
didikan dan bantuannya selama perkuliahan di pendidikan profesi apoteker.
iv Universitas Indonesia
8. Orang tua, kakak, dan adik yang telah memberikan semangat untuk
menyelesaikan perkuliahan di pendidikan profesi apoteker.
9. Seluruh teman-teman Apoteker UI Angkatan 76 yang telah berjuang bersama-
sama melaksanakan PKPA untuk mendapatkan gelar apoteker.
10. Seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan PKPA yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan ini
bukan merupakan hasil yang sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran
yang membangun demi penyempurnaan laporan ini sangat diharapkan. Semoga
ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, khususnya pada
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen ini dapat berguna sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat dalam
rangka pengabdian profesi.
Penyusun
v Universitas Indonesia
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI....................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
LAMPIRAN .................................................................................................... 63
ix Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi
serta sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, dan proses
produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.
Sebagai institusi yang melakukan pengawasan di bidang obat dan
makanan, Badan POM RI memerlukan sumber daya manusia yang tepat dan
sesuai dengan fungsinya. Terkait fungsi pengawasan terhadap produk-produk
kesehatan terrmasuk obat , maka dibutuhkan sumber daya manusia yang
memahami tentang ilmu kefarmasian, yaitu apoteker. Sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial kepada masyarakat, apoteker dapat berperan dalam hal
penyusunan kebijakan atau regulasi serta pelaksanaan pengawasan terhadap
produk-produk kesehatan yang beredar di masyarakat. Hal tersebut dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari produk-produk kesehatan yang tidak memenuhi
syarat.
Oleh karena itu, untuk mengenalkan mahasiswa calon apoteker kepada
tugas, fungsi, serta ruang lingkup kegiatan dari institusi pemerintah di bidang
pengawasan obat dan makanan, maka diselenggarakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia pada
periode 4-26 Februari 2013.
1.2 Tujuan
Berikut ini adalah tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
yang diselenggaraka di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
pada adalah :
1. Tujuan Umum
Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan menjelaskan
peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan menjelaskan
kegiatan dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika,
dan Produk Komplemen Badan POM RI.
Universitas Indonesia
3
1.3 Manfaat
Melalui pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia, diharapkan calon apoteker dapat lebih
siap terjun ke dunia kerja, khususnya dalam bidang pemerintahan yang terkait
dengan pengawasan obat dan makanan.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM BADAN POM RI
4 Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
2. Kredibilitas.
Memiliki kredibilitas yang diakui masyarakat luas, nasional dan internasional.
3. Kecepatan.
Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah.
4. Kerjasama.
Mengutamakan kerjasama tim.
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
proses reformasi birokrasi yang akan dilakukan di Badan POM adalah sebagai
berikut:
1. Kelembagaan: Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).
2. Budaya organisasi: Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi.
3. Ketatalaksanaan: Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif,
efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
4. Regulasi, deregulasi birokrasi: Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang
tindih dan kondusif.
5. Sumber daya manusia: SDM yang berintegrasi, kompetensi, professional,
berkinerja tinggi dan sejahtera
6. Pelayanan publik: Pelayanan publik yang mengedepankan ke empat belas
aspek pelayanan serta mampu memberikan tingkat kepuasan masyarakat yang
tinggi sehingga didapat kepercayaan publik pada Badan POM.
7. Pengawasan dan Akuntabilitas: Keseluruhan proses pengawasan Obat dan
Makanan dan seluruh proses pendukungnya mulai dari perencanaan,
penganggaran, implementasi, administrasi keuangan dan pelaporan
merupakan proses yang akuntabilitasnya terjaga dengan baik, bebas dari
unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme
Pola pikir pencapaian Reformasi Birokrasi Badan POM RI secara
operasional diuraikan pada Gambar 2.1, yaitu dimulai dari penyempurnaan
kebijakan nasional bidang aparatur yang mendorong terciptanya kelembagaan
yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas fungsi Badan POM. Kebijakan
dilaksanakan melalui penataan dan penguatan peraturan perundang-undangan,
organisasi, tata laksana dan SDM serta didukung sistem pengawasan dan
akuntabilitas yang mampu mewujudkan pemerintahan yang berintegritas. Melalui
manajemen perubahan, implementasi hal-hal tersebut di Badan POM akan
mengubah mind set dan cultural set birokrat Badan POM ke arah budaya yang
lebih profesional, produktif, dan akuntabel.
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL,
KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN
3.2 Tugas dan Fungsi Direktorat Inspeksi dan Sertikasi Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Produk Komplemen
i
28 Universitas Indonesia
29
makanan, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional, kosmetik, dan
suplemen makanan.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
34
2. Persiapan pemeriksaan
a. Sub Direktorat Sertifikasi menetapkan tim sertifikasi sarana produksi
dengan menggunakan surat tugas.
b. Tim sertifikasi menyiapkan dokumen dan peralatan terkait pemeriksaan
sarana produksi.
c. Tim sertifikasi melaksanakan rapat persiapan pemeriksaan sarana
produksi untuk menyusun aide memoir, agenda inspeksi, dan rencana
pelaksanaan inspeksi, daftar hadir.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan
a. Tim sertifikasi melakukan opening meeting bersama dengan pihak sarana
produksi.
b. Tim sertifikasi melaksanakan pemeriksaan yang meliputi site vist dan
review dokumen.
c. Tim sertifikasi menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan/atau
daftar periksa serta menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP
dan/atau daftar periksa oleh pemeriksa sarana dan pihak industri.
d. Tim sertifikasi melakukan closing meeting bersama dengan pihak sarana
produksi.
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
37
3.3.4.4 Peneribitan Surat Keteragan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor i
(SKE)
iii
Universitas Indonesia
39
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan
inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi kosmetik.
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
54 Universitas Indonesia
55
Universitas Indonesia
56
Indonesia harus disertai dengan Surat Keterangan Impor (SKI). Saat ini,
pengajuan permohonan SKI dilakukan secara elektronik melalui website Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Surat Keterangan Impor (SKI) dalam bentuk
softcopy dapat dikeluarkan dan diintegrasikan kepada bea cukai oleh Sub
Direktorat Sertifikasi dalam jangka waktu kurang dari 1 hari melalui portal
Indonesian Single Windows (INSW). Sedangkan bentuk hardcopy dari Surat
Keterangan Impor (SKI) dapat diberikan kepada pemohon dalam jangka waktu 1
hari. Alur permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) diberikan pada Lampiran
4.
Untuk mendukung kegiatan ekspor produk kosmetika, obat tradisional,
dan suplemen makanan Indonesia ke luar negeri, Sub Direktorat Sertifikasi juga
memfasilitasi penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE). Surat keterangan ini
dapat berupa Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP), Certificate of Health
(CoH)/To Whom It May Concern (TW), Certificate of Free Sale (CFS), Safety
Data Sheet (SDS), atau Product Description. Pembuatan surat ini bersifat
opsional, tergantung kebijakan dari negeri tujuan ekspor. Alur permohonan Surat
Keterangan Ekspor (SKE) diberikan pada Lampiran 5.
Universitas Indonesia
57
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan
Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat pada
periode 4-26 Februari 2013, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI)
sebagai institusi pemerintah yang resmi mengawasi obat dan makanan di
Indonesia. Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan
dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan.
2. Untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dari akibat
pelanggaran-pelangaran hukum di bidang obat tradisional, kosmetika, dan
produk komplemen, maka Badan POM RI membentuk Direktorat Inspeksi
dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen
dibawah naungan Deputi II (Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Produk Komplemen).
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk
Komplemen terdiri dari 3 sub direktorat, yaitu Sub Direktorat Sertifikasi, Sub
Direktorat Inspeksi Produk I, dan Sub Direktorat Inspeksi Produk II.
4. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan sertifikasi terhadap obat tradisional,
kosmetika, dan suplemen makanan, Sub Direktorat Inspeksi Produk I
melakukan pengawasan terhadap obat tradisional dan suplemen makanan,
sedangkan Sub Direktorat Produk II melakukan pengawasan terhadap
kosmetika.
5. Ruang lingkup kerja Sub Direktorat Sertifikasi terdiri dari pemberian
persetujuan denah bangunan yang juga merupakan persyaratan mendapatkan
izin produksi, pemberian rekomendasi izin produksi, sertifikasi sarana
produksi (CPKB/CPOTB) dan persetujuan fasilitas bersama serta penerbitan
Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE).
58 Universitas Indonesia
59
5.2 Saran
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas
Obat dan Makanan khususnya di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen didominasi oleh penelusuran
literatur (Undang-undang/Peraturan Kepala Badan POM) dan penyusunan laporan
saja. Diharapkan peserta PKPA dapat lebih diiukut sertakan dalam kegiatan dalam
unit-unit kerja yang ada pada direktorat yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
peserta PKPA dapat lebih mudah memahami kegiatan yang dilakukan oleh
masing-masing unit kerja tersebut. Selama pelaksanaan PKPA, peserta hanya
dilibatkan dalam unit kerja penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat
Keterangan Ekspor (SKE) yang berada di bawah Sub Direktorat Sertifikasi,
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen.
Mengingat pekerjaan yang dilakukan pada Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen sangat banyak
sekali, diharapkan dapat dilakukan penambahan sumber daya manusia. Oleh
karena peserta PKPA hanya diikutsertakan dalam kegiatan pada unit kerja
penerbitan SKI dan SKE, adapun saran yang dapat diberikan kepada Sub
Universitas Indonesia
60
Direktorat Sertifikasi adalah agar dapat lebih menertibkan alur pelayanan yang
diberikan. Berdasarkan hasil pengamatan di loket, para pemohon Surat
Keterangan Impor (SKI) dan/atau Surat Keterangan Ekspor (SKE) terlihat kurang
tertib dalam mengantri dan tidak mempedulikan nomor antrian yang sudah
diberikan di awal. Hal ini menyebabkan suasana loket menjadi sedikit kacau.
Diharapkan dapat diterapkan suatu sistem antrian yang dapat menaggulangi
permasalahan tersebut, misalnya dengan membuat alur antrian yang dibatasi
dengan rantai atau sejenis sekat lainnya.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
61 Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
[sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
02001/SK/BPOM, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
64
3 STAFF 5 STAFF
6 STAFF
[sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
02001/SK/BPOM, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
65
[sumber: Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.04.11.03724
tahun 2011, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
66
Keterangan:
CFS : Certificate Of Free
Sale
CoPP : Certificate of
Pharmaceutical Product
TW : To Whom It May
Concern
HC : Health Certificate
[sumber: Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.04.11.03724
tahun 2011, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
67
Pemeriksaan
Industri
produk
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
68
produk
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
69
produk
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
70
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
iii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv
LAMPIRAN .................................................................................................... 25
iii Universitas
Indoenesia
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv Universitas
Indoenesia
BAB 1
PENDAHULUAN
dilakukan untuk menjamin bahwa produk kosmetika yang telah ternotifikasi dan
beredar di masyarakat benar-benar memenuhi persyaratan keamanan, kemanfatan,
mutu, penandaan, dan klaim. Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat
terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu dilakukan
pengawasan untuk mencegah produksi dan peredaran kosmetika yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim
tersebut.
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan
Produk Komplemen yang berada di bawah Deputi II Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen mempunyai Sub Direktorat
Inspeksi Produk II yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan,
perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi kosmetika.
Berdasarkan Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan RI Semester
I Tahun 2012, terkait tugas dan fungsi Sub Direktorat Inspeksi Produk Kosmetika
disebutkan bahwa dari total 8.670 produk kosmetika yang sudah dinotifikasi, telah
dilakukan inspeksi terhadap 62 sarana produksi dan 2300 sarana distribusi
kosmetika. Menurut hasil inspeksi terhadap sarana produksi kosmetika, ditemukan
47 (75,81%) sarana produksi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Sarana
produksi kosmetika tersebut melakukan pelanggaran karena melakukan produksi
terhadap kosmetika yang tidak memiliki izin edar, belum menerapkan Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), tidak melaksanakan administrasi dan
dokumentasi produk yang baik, serta memproduksi produk kosmetika yang
mengandung bahan berbahaya dan tidak memenuhi persyaratan penandaan.
Sedangkan berdasarkan hasil inspeksi terhadap sarana distribusi kosmetika,
ditemukan 718 (31,22%) sarana distribusi kosmetika yang tidak memenuhi
ketentuan. Sarana distribusi kosmetika tersebut melakukan pelanggaran karena
melakukan distribusi produk kosmetika yang tidak memiliki izin edar (termasuk
produk kosmetika palsu), mengandung bahan dilarang, dan tidak memenuhi
persyaratan penandaan.
Menurut data tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih banyak sarana
produksi dan distribusi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Hal ini juga
Universitas Indonesia
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Melakukan kajian terhadap strategi pemberantasan produk kosmetika tidak
memenuhi syarat yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika,
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk
Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2. Memberikan saran dan masukan demi peningkatan pengawasan untuk
melindungi masyarakat dari produk kosmetika yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1175 tahun
2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, disebutkan bahwa Kosmetika adalah
bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi
dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 1745 tahun
2003tentang Kosmetika juga menyebutkan bahwa Kosmetika lisensi adalah
kosmetika yang diproduksi di wilayah Indonesia atas dasar penunjukan atau
persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara asalnya. Kosmetika kontrak adalah
kosmetika yang produksinya dilimpahkan kepada produsen lain berdasarkan
kontrak. Kosmetika impor adalah kosmetika produksi pabrik kosmetika luar
negeri yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.
5 Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
2. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak
diperpanjang.
3. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang.
4. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut turut.
5. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika.
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
BAB 3
KAJIAN DAN PEMBAHASAN
15 Universitas Indonesia
16
dibatasi atau dilarang tersebut. Mungkin hal-hal ini juga merupakan kendala
dalam proses pemeriksaan/inspeksi produk kosmetika pada sarana produksi.
Terkait masalah anggaran pelaksanaan sampling produk kosmetika, selama
ini telah dilakukan metode subsidi silang anggaran sampling. Terhadap anggaran
yang ada, dilakukan alokasi dana berdasarkan analisis resiko untuk produk
kosmetikaIyangInilai ekonomisnya tinggi sampai produk kosmetika yang nilai
ekonomisnya rendah. Namun, seiring dengan sistem perdagangan bebas
kosmerika yang telah berlaku di Indonesia, mulai marak bermunculan kosmetika-
kosmetika impor yang memiliki nilai ekonomis relatif tinggi. Dengan demikian,
dapat dilakukan pengajuan anggaran sampling yang selalu disesuaikan dengan
perkembangan tersebut. Dengan demikian, bentuk pengawasan melalui sampling
produk kosmetika yang benilai ekonomi rendah sampai tinggi dapat dilakukan
dengan maksimal.
Sehubungan dengan begitu banyaknya bahan-bahan yang dibatasi atau
dilarang penggunaannya pada kosmetika, Badan Pengawas Obat dan Makanan
khususnya melalui Pusat Riset Obat dan Makanan yang bekerjasama dengan Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional dapat terus mengembangkan berbagai
metode analisis yang dapat digunakan untuk menguji bahan-bahan yang dibatasi
atau dilarang penggunaannya dalam kosmetika. Selain itu, juga harus selalu
dilakukan pelatihan-pelatihan kepada petugas yang berada di seluruh Balai
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia terkait pengujian
laboratorium yang sangat mendukung pelaksanaan sampling.
produk termasuk kosmetika. Hal ini tentu menjadi kurang efektif jika
pencantuman nomor/kode notifikasi kosmetika tidak dijadikan sebuah kewajiban
pada penandaan produk kosmetik.
Selama ini, pengawasan promosi dan iklan kosmetika hanya dilakukan
setelah promosi dan iklan kosmetika tersebut beredar di media cetak ataupun
media elektronik. Sebaiknya pengawasan juga dilakukan sebelum promosi dan
iklan kosmetika tersebut beredar di media cetak ataupun media elektronik.
Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia No. 3
tahun 2009, sebelum diedarkan/ditayangkan, setiap siaran termasuk iklan harus
mendapatkan izin penyiaran. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 32 tahun 2002 disebutkan bahwa setiap materi iklan yang akan
disiarkan, termasuk iklan yang mempromosikan kosmetik harus memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia.. Alangkah lebih baik jika
Badan Pengawas Obat dan Makanan dapat turut serta berkerja sama dengan
Komisi Penyiaran Indonesia dalam memberikan rekomendasi izin penyiaran iklan,
khususnya iklan kosmetik sebelum iklan kosmetik tersebut disiarkan lewat media
radio atau televisi.
Terkait pengawasan iklan kosmetika yang beredar baik di media cetak dan
elektronik, selama ini acuan yang digunakan adalah Keputusan Menteri Kesehatan
No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan
Minuman. Seiring dengan perkembangan zaman, diharapkan dapat dilakukan
revisi atau penyesuaian pedoman yang digunakan dalam pengawasan iklan .
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.
03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran
Kosmetika disebutkan bahwa pengawasan kosmetika juga dilakukan terhadap
sarana penjualan kosmetika melalui media elektronik. Namun, di dalam peraturan
tersebut tidak diberikan keterangan mengenai tata cara pemeriksaan sarana
penjualan kosmetika melalui media elektonik. Mengingat maraknya penjualan
kosmetika secara on-line, diharapkan Sub Direktorat Inspeksi Kosmetik dapat
membuat pedoman khusus dalam melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap
sarana penjualan kosmetika melalui media elektronik.
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
21 Universitas
Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Report to the
Nation : Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan RI Semester I
Tahun 2012. Diunduh dari http://www.pom.go.id/ppid/rar/Report_smt2.pdf
pada 15 Februari 2013 Pk. 15.00 WIB.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No. 02001/SK/BPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 1745 tahun
2003 tentang Kosmetik. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.12.10.12459 tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika.
Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Notifikasi Kosmetika. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun
HK.03.1.23.12.10.12123 tahun 2010 tentang Pedoman Dokumen Informasi
Produk.iJakarta. iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.
03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan
Peredaran Kosmetika. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. HK.03.1.23.07.11.6662 tahun 2011tahun 2010 tentang Persyaratan
Cemaran Kosmetika. Jakarta.
23Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
25
[sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1175 tahun 2010 tentang Izin
Produksi Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
26
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.12.10.11983
tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Notifikasi Kosmetika, telah diolah kembali]
Universitas Indonesia
27
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.12.10.12459
tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika]
Universitas Indonesia
28
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika]
Universitas Indonesia
29
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika]
Universitas Indonesia
30
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika]
Universitas Indonesia
31
[sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK. 03.1.23.12.11.10052
tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika]
Universitas Indonesia