Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka.


Penelitian tentang pentanahan gedung telah beberapa kali dilakukan
sebelumnya. Wahyono(2013) berpendapat bahwa penambahan jumlah elektroda
batang akan memperkecil nilai hambatan pembumian dan nilai hambatan pembumian
pada tanah liat lebih besar dibanding nilai hambatan pembumian pada tanah rawa.
Martin, Yul (2010) berpendapat bahwa impedansi pembumian batang tunggal
yang diukur dengan sumber implus memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan
dengan resistan yang diukur dengan sumber DC.Penambahan kedalaman elektroda
pembumian menyebabkan nilai impedansi pembumian semakin kecil. Kedalaman
elektroda mulai dari 2 meter samnpai 6 meter menyebabkan penurunan impedansi
pembumian rata-rata sebesar 5,25 ohm untuk setiap penambahan 1 meter kedalaman
elektroda pembumian.
Bandri, Sepannur (2012) berpendapat bahwa sistem pentanahan yang
digunakan dalam perencanaan instalasi penangkal petir adalah penanaman elektroda
pentanahan secara horizontal didalam tanah yang dipasang secara paralel kedalaman
2,4 meter sebanyak 8 titik, setiap titiknya menggunakan dua batang elektroda
pentanahan, sehingga elektroda pentanahan yang digunakan sebanyak 16 batang.
Hamid, Muhammad Kamal (2016) berpendapat bahwa setelah melakukan
pengukuran nilai pengukuran yang diperoleh sebesar 2 Ohm dengan menggunakan 4
elektroda batang, dengan nilai hambatan sebesar 2 Ohm sudah dapat digunakan
sesuai dengan standar PUIL 2000 dengan nilai hambatan maksimum 5 Ohm.
Umar (2012) berpendapat bahwa dalam sistem telekomunikasi terjadinya
sedikit gangguan saja yang mengakibatkan gagalnya sistem komunikasi dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar dari segi materiil, terutama bila terjadi
pada suatu sistem yang besar yang mengakibatkan terjadinya gangguan yang
mungkin terjadi dalam satu kota besar. Saat terjadi gangguan, arus gangguan akan
dialirkan ke tanah akan menimbulkan perbedaan tegangan pada permukaan tanah
yang disebabkan karena adanya hambatan tanah.
Atmam, (2015) berpendapat bahwa pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam
awan, antara awan dengan awan dan antara awan dengan bumi tergantung dari
kemampuan udara dalam menahan beda potensial yang terjadi. Petir yang kita kenal
sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan tertentu menginduksi muatan yang
ada di bumi. Bila muatan di dalam awan bertambah besar, maka muatan induksi pun
makin besar pula sehingga beda potensial antara awan dengan bumi juga makin
besar.
Yuniarti, Nurhening (2017) berpendapat bahwa pembangunan gedung
bertingkat menjadi solusi karena semakin sempitnya lahan tanah di indonesia. Namun
disisi lain, dengan semakin banyak berdirinya bangunan bertingkat, beberapa
permasalahan mengenai keamanan bangunan menjadi penting untuk diperhatikan,
karena bangunan bertingkat lebih rawan mengalami gangguan, baik gangguan secara
mekanik maupun gangguan alam. Salah satu gangguan alam yang sering terjadi
adalah sambaran petir dan itu memiliki resiko lebih besar mengalami kerusakan
akibat terkena sambaran petir.
Solichan, Ahmad (2010) berpendapat bahwa sistem pengetanahan yang baik
diperlukan baik untuk proteksi terhadap petir maupun untuk pengetanahan titik netral
dari suatu sistem tenaga listrik.Sistem pengetanahan tersebut sering mendapat injeksi
arus, impuls dengan frekuensi tinggi (petir) atau bentuk arusnya berubah terhadap
waktu.Perilaku hambatan dalam suatu sistem pentanahan tergantung pada nilai
frekuensi dari arus yang dialirkan ke sistem pentanahan yang sudah terpasang.
2.2 Landasan teori.
Pembahasan yang berkaitan dengan evaluasi pentanahan instalasi listrik
gedung Universitas Tidar terhadap surja petir adalah sebagai berikut:
2.2.1 Petir.
Petir adalah suatu fenomena alam, yang pembentukannya berasal dari
terpisahnya muatan di dalam awan kumolonimbus. Awan kumolonimbus adalah
sebuah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi, padat, dan terlibat dalam badai
petir dan cuaca dingin lainnya. Umumnya muatan negatif terkumpul dibagian bawah
dan ini menyebabkan terinduksinya muatan positif di atas permukaan tanah, sehingga
membentuk 2 medan listrik antara awan dan tanah. Terdapat 2 teori yang mendasari
proses terjadinya petir:
1. proses ionisasi;
Sambaranpetir merupakan peristiwa alam yaitu proses pelepasan muatan
listrik (Electrical Discharge) yang terjadi di atmosfer, hal ini disebabkan
berkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan, ion listrik dihasilkan
oleh gesekan antar awan dan juga kejadian ionisasi ini disebabkan oleh perubahan
bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan padat (es) menjadi
cair. Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang
berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan ion
tersebut akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menyambar permukaan
bumi maka inilah yang disebut petir.
2. gesekan antar awan;
Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin, selama proses
bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu dengan yang lainya, dari proses
ini terlahir elektron-elektron bebas yang memenuhi permukaan awan. Proses ini bisa
di simulasikan secara sederhana pada sebuah penggaris plastik yang digosokkan pada
rambut maka penggaris ini akan mampu menarik potongan kertas. Pada suatu saat
awan ini akan terkumpul disebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi
karena elektron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga
memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi.
Ancaman sambaran petir pada peralatan perlu diwaspadai dan upaya
perlindungan terhadap instalasi, bangunan yang berisikan peralatan elektronik seperti
pada peralatan elektronik yang ada di industri, bank, militer,perlu ditingkatkan
keamanan pada peralatan elektronik. Sambaran petir pada jarak kurang lebih 1,5 km
sudah dapat merusak sistem elektronika dan peralatan (Ariesta, Riza, 2010).
3. sambaran petir;
Sambaran petir ada dua yaitu sambaran petir langsung dan tidak langsung.
a. sambaran petir langsung;
Sambaran petir langsung yaitu ketika sambaran petir tersebut langsung
menyambar bagian jaringan instalasi listrik ataupun alat-alat listrik yang ada di bumi,
seperti kabel-kabel jaringan, transformer, tiang listrik, dan lainnya.Dampak dari
sambaran petir secara langsung ini memiliki bahaya atau resiko yang sangat besar dan
bahkan dapat menyebabkan ledakan, kebakaran dan kerusakan yang fatal terhadap
jaringan listrik yang ada di bumi.Karena, sambaran petir langsung menyambar pada
bagian jaringan, kabel – kabel, alat alat listrik akan mengalirkan tegangan listrik yang
jauh lebih besar melebihi kemampuan hantar perlengkapan listrik yang ada di
bumi.Saat petir menyambar kabel jaringan listrik, kabel tersebut akan dialiri tegangan
listrik yang sangat besar bahkan jauh melebihi kemampuan hantar kabel tersebut.Jika
kabel tersebut tak mampu menerima sambaran petir langsung tersebut, dapat
mengakibatkan kabel terbakar dan terputus atau melebur.Namun saat kabel listrik
yang terkena sambaran listrik tersebut belum sempat melebur atau terputus, listrik
bertegangan yang sangat tinggi dari sambaran petir tersebut akan dialirkan dan
diterima oleh peralatan listrik lainnya.Hal ini juga akan menyebabkan kerusakan fatal
terhadap peralatan-peralatan listrik tersebut.
b. sambaran petir tidak langsung;
Sambaran petir tidak langsung yaitu, saat sambaran petir yang mengarah ke
bumi, namun tidak secara langsung mengenai bagian dari jaringan atau instalasi
listrik yang ada di bumi.Namun induksi dari energi listrik yang dimiliki petir tersebut
sempat menembus atau mengalir ke jaringan kabel listrik atau peralatan listrik yang
ada diarea sambaran petir. Hal ini juga dapat menyebabkan kerusakan terhadap
instalasi listrik dan alat-alat listrik yang menerima induksi petir tersebut, meski
kerusakan yang diakibatkan sambaran listrik tidak langsung ini tidak separah
sambaran listrik langsung.
2.2.2 Pentanahan.
Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan
sistem badan peralatan dan instalasi dengan bumi atau tanah, sehingga dapat
mengamankan manusia dari sengatan listrik dan mengamankan komponen-komponen
instalasi dari bahaya tegangan lebih (Solichan, Achmad 2010).
Agar sistem pentanahan dapat bekerja secara efektif, sistem pentanahan harus
memenuhi persyaratan berikut :
1. membuat jalur resistan ke tanah untuk pengamanan personil dan peralatan
dengan menggunakan rangkaian yang efektif;
2. dapat melawan dan menyebarkan gangguan berulang dan arus akibat surja
hubung;
3. menggunakan bahan-bahan tahan korosi terhadap berbagai kondisi kimiawi
tanah;
4. menggunakan sistem mekanik yang kuat namun mudah dalam pelayanan.
2.2.3 Tujuan pentanahan.
Adapun tujuan pentanahan secara umum adalah :
1. menjamin keselamatan orang dari sengatan listrik akibat tegangan berlebihdalam
keadaan normal atau tidak dari tegangan sentuh dan tegangan langkah;
2. menjamin kerja dan mencegah kerusakan perlatan listrik atau elektronik;
3. menyalurkan sambaran petir ketanah;
4. menyetabilkan teganggan dan memperkecil kemungkinan terjadinya flashover.
2.2.4 Syarat-syarat pentanahan yang efektif.
Hambatan pentanahan harus memenuhi syarat yang diijinkan untuk
pemakaian elektroda yang ditanam dalam tanah harus :
a. tahan korosi;
b. cukup kuat.
Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah disekelilingnya.
Hambatan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.
2.2.5 Faktor-faktor yang menentukan hambatan pentanahan.
Hambatan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :
a. hambatan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke peralatan
yang ditanahkan;
b. tahan kontak antara elektroda dengan tanah;
c. hambatan dari massa tanah sekeliling elektroda.
Namun demikian pada prakteknya hambatan elektroda dapat diabaikan, akan
tetapi hambatan kawat penghantar yang menghubungkan keperalatan akan
mempunyai impedansi yang tinggi terhadap impuls frekuensi tinggi, misal pada saat
terjadi lightningdischarge. Untuk menghindarinya, sambungan ini diusahakan dibuat
sependek mungkin.Dari ketiga faktor tersebut yang dominan pengaruhnya adalah
hambatan sekeliling elektroda atau dengan kata lain hambatan jenis tanah (ρ).
2.2.6 Batasan hambatanpentanahan untuk bangunan.
Seperti yang diketahui bahwa prinsip dan teori dari setiap pentanahan adalah
sama yaitu sistem yang dibuat harus diusahakan mempunyai hambatan pentanah yang
sekecil mungkin. Tujuannya adalah agar bila terjadi arus gangguan, dapat mengalir
ke dalam tanah secara cepat dan dalam jumlah yang besar. Jika nilai resistansi
pembumian terlalu besar akan berdampak negatif pada komponen dari
instalasitersebut. Begitu juga bila pembumian (grounding)tidak sempurna akan
menimbulkan arus sisa atau arus ikutan yang merusak komponen - komponen
penyusun, terutama komponen elektronik yang sangat peka terhadap arus. Jadi
instalasi penangkal petir harus berfungsi sempurna dan harus mempunyai nilai
hambatan kecil bahkan jauh di bawah satu ohm atau mendekati nilai nol. Secara
umum untuk menghasilkan nilai yang lebih kecil diperlukan biaya yang lebih besar
dan sebaliknya, sehingga sebelum dibuat instalasi sistem pentanahan perlu
dipertimbangkan fungsi dan efek ekonomisnya serta disesuaikan dengan
keperluannya. Karena arus dan tegangan petir sangat besar maka tidak mungkin
ditentukan batasan tegangan sentuh yang dapat mengimbas peralatan maupun
personil di dalamnya. Oleh sebab itu ditentukan standar kelayakan pentanahan untuk
bangunan yaitu harus bisa memiliki hambatansebaran maksimal 3 Ω dan bila di
bawah 3 Ω lebih baik. Namun untuk memberikan tingkat perlindungan yang lebih
baik, besarnya hambatan pentanahan juga ditentukan berdasarkan pada fungsi dari
gedung tersebut (Suyamto, 2015).
2.2.7 Karakteristik tanah.
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material
yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel
padat tersebut. Material endapan yang disebut tanah dapat terdiri tiga bagian, yaitu :
a. butiran tanahnya (soil), ukuran markroskopis atau mikroskopis;
b. ruang pori (void), merupakan ruang terbuka antara butiran tanah;
c. air(water), yang mengisi pori-pori (air pori) dalam keadaan jenuh atau sebagian.
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami
proses pembentukan lanjutan. Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik
dan mineral. Tanah nonorganik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga
mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik terbentuk dari pemadatan terhadap
bahan organik yang terdegradasi. Warna tanah merupakan ciri utama yang paling
mudah di ingat orang. Warna tanah sangat bervariasi mulai dari hitam kelam, coklat,
merah bata, jingga kuning hingga putih. Selain itu dapat memiliki lapisan-lapisan
dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau
pencucian. Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali mengandung bahan organik
yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-
rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh adanya belerang dan nitrogen. Warna
tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi
yang tinggi, pembentukanwarna yang berbeda terjadi karena pengaruh proses kimia.
Pada saat oksidatif menghasilkan warna yang sama atau perubahan warna yang
bertahap, sedangkan pada saat reduktif lebih cenderungkepada pola warna yang
bertotol-totol (Jamaludin, 2017). Nilai hamabatan jenis tanah dari berbagai jenis
tanah bisa dilihat Tabel 2.1.

Tabel 2. 1Nilai hambatan jenis tanah dari berbagai jenis tanah

No Jenis tanah Hambatan jenis tanah (ohm meter)


1 Tanah yang mengandung air garam 5-6
2 Rawa 30
3 Tanah liat 100
4 Pasir basah 200
5 Batu- batu kerikil basah 500
6 Pasir dan batu kerikil kering 1000
7 Batu 5000
Sumber: PUIL 2000

2.2.8 Metode proteksi petir.


Dalam perencanaan sistem proteksi petir biasanya didasari dengan jangkauan
perlindungan yang ingin dicapai. Jangkauan perlindungan tersebut dapat dianalisa
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode jala/sangkar faraday (faraday
cage), metode sudut perlindungan, metode franklin, dan metode bola bergulir (rolling
sphere) yang dijelaskan dibawah ini dan ditunjukan pada Gambar 2.1.
1. metode jala/sangkar (faraday cage) merupakan metode pengaturan posisi
penangkal petir yang berupa penghantar-penghantar yang disusun seperti
jala/sangkar dengan analisa perlindungannya berdasarkan lebar jala/sangkar yang
mencakup permukaan struktur;
2. metode sudut perlindungan merupakan metode pengaturan posisi penangkal petir
berdasarkan ketinggian terminal udara itu sendiri. Pada metode ini, ketinggian
penangkal petir vertikal sangat mempengaruhi besar sudut perlindungan dan zona
proteksinya;
3. metode Franklin merupakan metode pengaturan posisi penangkal petir
berdasarkan konduktor yang mampu melindungi wilayah dalam bentuk
kerucut/lancip dengan ketinggian sebanding dengan radius bagian atasnya;
4. metode bola bergulir (rolling sphere) merupakan metode dengan meletakan suatu
bola dengan radius tertentu yang bergulir diatas tanah, disekeliling strutur objek,
diatas struktur objek, kesegala arah hingga bertemu dengan permukaan tanah atau
struktur yang berhubungan dengan permukaan tanah.

Sumber : Zoro Reynaldo


Gambar 2. 1Metode penentuan posisi penangkal petir

2.2.9 Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000)


Nilai standar mengacu pada Persyaratan Umum Instalasi Listrik atau PUIL
2000 (peraturan yang sesuai dan berlaku hingga saat ini) yaitu kurang dari atau sama
dengan 5 ohm. Dijelaskan bahwa nilai sebesar 5 ohm merupakan nilai maksimal atau
batas tertinggi dari hasil resistans pembumian (grounding) yang masih
ditoleransi.Nilai yang berada pada range 0-5 ohm adalah nilai aman dari suatu
instalasi pembumian (grounding). Namun begitu, untuk daerah yang resistans jenis
tanahnya sangat tinggi, resistans pembumian total seluruh sistem boleh mencapai 10
ohm (PUIL 2000 : 68). Nilai tersebut berlaku untuk seluruh sistem dan instalasi yang
terdapat pembumian (grounding) di dalamnya.
2.2.10 Hambatan jenis tanah.
Hambatan jenis tanah suatu daerah diberbagai tempat tidaklah sama,
tergantung dari beberapa faktor yaitu: jenis tanah, lapisan tanah, kelembaban tanah
dan temperatur. Adapun kesulitan yang biasanya dijumpai pada saat pengukuran jenis
tanah adalah bahwa dalam kenyataannya komposisi tanah tidak sama, sehingga pada
suatu lapisan tanah mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan hambatan
jenis yang berbeda.
2.2.11 Bahaya-bahaya yang timbul pada saat gangguan tanah.
Bahaya-bahaya yang mungkin dapat timbul oleh tegangan maupun arus listrik
yang mengalair terhadap manusia mulai dari ringan sampai yang paling berat yaitu
terkejut, pingsan atau mati, yang meliputi :
a. tegangan dan kondisi orang terhadap tegangan tersebut;
b. besarnya arus yang melewati tubuh manusia;
c. jenis arus, searah atau bolak-balik.
2.2.12 Jenis Sistem Pentanahan.
Sistem pentanahan yang mmenggunakan elektroda pentanahan yang ditanam
langsung ke dalam tanah terdiri dari berbagai macam cara, antara lain : pentanahan
rod, pentanahan grid, dan pentanahan kombinasi grid-rod (Hutauruk, 1991) yang
dapat dijelaskan dibawah ini :
1. Single Grounding Rod
Sistem pentanahan yang hanya terdiri atas satu buah titik penancapan batang
(rod) pelepas arus atau ground rod di dalam tanah dengan kedalaman tertentu (misal
6 meter). Untuk daerah yang memiliki karakteristik tanah yang konduktif, biasanya
mudah untuk didapatkan hambatan pentanahan sebaran tanah di bawah 5 ohm dengan
satu buah ground rod seperti yang ditunjukan Gambar 2.2.

Gambar 2. 2Single grounding rod

2. Paralel Grounding Rod / Grid


Jika sistem single grounding rod masih mendapatkan hasil kurang baik (nilai
hambatan>5 ohm), maka perlu ditambahkan ground rod ke dalam tanah yang jarak
antar batang minimal 2 meter dan dihubungkan dengan kabel BC/BCC. Penambahan
ground rod dapat juga ditanam mendatar dengan kedalaman tertentu, bisa
mengelilingi bangunan membentuk cincin atau cakar ayam seperti pada Gambar 2.3.
Kedua teknik ini bisa diterapkan secara bersamaan dengan acuan hambatan
sebaran/resistansi kurang dari 5 ohm setelah pengukuran dengan Earth Ground
Tester.

Gambar 2. 3Paralel grounding rod


3. Multi Grounding System / Grid-Rod
Bila didapati kondisi tanah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. kering atau air tanah dalam;
b. kandungan logam sedikit;
c. basa (berkapur);
d. pasir dan berpori (porous).
Maka penggunaan 2 cara sebelumnya akan sulit dan besar kemungkinan akan
gagal untuk mendapatkan resistansi kecil. Maka dari itu teknis yang digunakan adalah
dengan caragrid-rod atau mengkombinasikan metode grid dan rod yang bertujuan
agar diperoleh nilai hambatan pentanahan yang paling kecil. Gambar 2.4
menjelaskan tentang ground rod penangkal petir ditancapkan pada daerah titik logam
dan di kisaran kabel penghubung antar ground rod nya. Tanah humus yaitu tanah dari
kotoran ternak dan tanah liat sawah cukup memenuhi standar hantar tanah yang baik.

Gambar 2. 4Multi grounding system

2.2.13 Elektroda pentanahan.


Elektroda pentanahan adalah suatu penghantar yang membuat kontak
langsung dengan tanah dengan menanamkannya dalam tanah, sehingga diperoleh
jalan mengalirnya arus petir ke tanah. Elektroda –elektroda ini dapat digunakan
secara tunggal maupun multiple dan juga secara gabungan dari ketiga jenis. Pada
dasarnya ada tiga jenis elektrodayang digunakan pada sistem pentanahan yaitu:
a. elektroda batang;
Elektroda batang terbuat dari batang atau pipa logam yang ditanam vertikal di
dalam tanah. Biasanya dibuat dari bahan tembaga, stainless steel atau galvanised
steel. Perlu diperhatikan pula dalam pemilihan bahan agar terhindar dari galvanic
couple yang dapat menyebabkan korosi. Pemasangan elektroda dilakukan dengan
cara dimasukkan tegak lurus ke dalam tanah dan panjangnya disesuaikan
denganhambatanpentanahan yang diperlukan. Jenis elektroda batang seperti terlihat
pada Gambar 2.5 :

Sumber : (Andi Syofian, 2013)


Gambar 2. 5Elektroda batang

b. elektroda pelat.
Bentuk elektroda pelat biasanya empat persegi panjang yang terbuat dari
tembaga, timah atau pelat baja yang ditanam di dalam tanah. Cara penanaman
biasanya secara vertikal, sebab dengan menanam secara horizontal hasilnya tidak
berbeda jauh dengan vertikal. Penanaman secara vertical adalah lebih praktis dan
ekonomis. Jenis elektroda pelat seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Sumber : (Andi Syofian, 2013)
Gambar 2. 6Elektroda plat
c. elektroda pita.
Elektroda jenis ini terbuat dari bahan metal berbentuk pita atau juga kawat
BBC yang di tanam di dalam tanah secara horisontal sedalam ±2 feet. Elektroda pita
ini bisa dipasang p ada struktur tanah yang mempunyai hambatan jenis rendah pada
permukaan dan pada daerah yang tidak mengalami kekeringan. Hal ini cocok untuk
daerah-daerah pegunungan dimana harga hambatanjenis tanah makin tinggi dengan
kedalaman. Jenis elektroda pita seperti terlihat pada Gambar 2.7:

Sumber : (Andi Syofian, 2013)


Gambar 2. 7Elektroda pita
Dalam sistem pentanahan sangat diperlukan elektroda pentanahan, yang mana
macam dan bentuk elektroda yang digunakan dipilih sedemikian rupa, sehingga
hambatan pentanahan yang dihasilkan lebih kecil daripada yang diperbolehkan (PUIL
2000). Untuk mendapatkan hambatan pentanahan yang serendah mungkin, diperlukan
beberapa persyaratan elektroda yang harus dipenuhi :
1. hambatan elektroda pentanahan harus lebih kecil daripada harga yang
direkomendasikan;
2. elektroda pentanahan harus mampu dialiri arus hubung singkat yang besar;
3. elektroda pentanahan harus mempunyai sifat kimia yang baik sehiingga tidak
mudah mengalami korosi.
Mengacu pada NEC code (1987, 250-83-3) dan IEEE C2 :National Electrical
Safety Code (2007-094-23) mengenai standar elektroda pentanahan yaitu :
1. panjang batang elektroda pentanahan tidak kurang dari atau minimum 2,44
meter (8 kaki). Bahan jenis elektroda dari besi, timah dilapisi baja, atau baja utuh
dengan diameter penampang tidak kurang dari atau minimal 15,87 mm (0,625
inch). Untuk elektroda berbahan tembaga, baja digalvanisasi, atau baja berlapis
tembaga diameter penampang tidak kurang dari atau minimum 12,7 mm (0,5
inch);
2. pemasangan elektroda yang dirangkai secara paralel bisa digunakan untuk
mengurangi nilai hambatan pentanahan. Jarak antara batang elektroda
pentanahan satu dengan yang lainnya tidak kurang dari atau minimal 1,8 meter (6
kaki);
3. kedalaman batang elektroda tidak kurang dari atau minimal 2,44 meter (8 kaki).
Bahan konduktor merupakan bahan yang digunakan sebagai elektroda
pentanahan, berdasarkan ketentuan bahan tersebut adalah besi, alumunium, dan
tembaga. Dari ketiga jenis bahan tersebut ditinjau dari sifat mekanis, elektris, dan
kimiawi, maka tembaga mempunyai keunggulan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan yang lain.
Pada umumnya elektroda pentanahan ditanam sejajar satu sama lainnya,
dalam beberapa meter ke dalam tanah. Untuk memperkecil harga hambatan
pentanahannya diperluas daerah pentanahan, karena cara ini lebih mudah
dibandingkan dengan cara memperdalam konduktor.
Ada empat variabel yang mempengaruhi hambatan sistem pentanahan yaitu
sebagai berikut :
1. panjang/kedalaman elektroda;
2. diameter elektroda;
3. jumlah elektroda;
4. desain elektroda pentanahan.
Untuk memilih macam/jenis elektroda pentanahan yang akan dipakai harus
diperhatikan terlebih dahulu kondisi setempat, sifat tanah, dan nilai hambatan
pentanahan yang di perbolehkan. Permukaan elektroda pentanahan harus terhubung
baik dengan tanah disekitarnya. Batu dan kerikil yang langsung mengenai elektroda
pentanahan akan memperbesar nilai hambatan pentanahan.
Jika kondisi tanah efektif, elektroda batang ditanam tegak lurus ke dalam
tanah dan panjangnya disesuaikan dengan hambatan pentanahan yang dikehendaki.
Jika beberapa elektroda dibutuhkan untuk mendapatkan nilai hambatan pentanahan
yang rendah, jarak antara elektroda tersebut minimum harus dua kali kali panjangnya.
Untuk melakukan perhitungan hambatan pentanahan elektroda dapat menggunakan
persamaan dalam IEEE Std 142-2007 yang dikembangkan oleh Profesor H. B.
Dwight, yaitu :

1. Pentanahan satu batang elektroda


Gambar pentanahan satu batang elektroda dapat dilihat pada Gambar 2.8
dibawah ini .

Gambar 2. 8Pentanahan dengan satu batang elektroda


Hambatan kawat penghantar dapat dihitung dengan rumus dibawah
𝑙
R= 𝜌 𝑎 ………………………………………………………………….(2.1)

Hambatan pentanahan dengan satu batang elektroda dapat dihitung dengan


persamaan 2.1berikut :
𝜌 4𝐿
𝑅= 𝐼𝑛 − 𝑄 ............................................................................. (2.2)
2𝜋𝐿 𝑎

Keterangan :
ρ = hambatan jenis tanah (ohm-cm);
l = panjang elektroda pentanahan (m);
a = diameter elektroda (m);
R = hambatan pentanahan untuk elektroda ke tanah (ohm);
Q = konstanta (1).
2. Pentanahan dua batang elektroda
Jika dua batang elektroda batang ditanam sejajar didalam tanah dengan jarak
antar elektroda S, maka hambatan pentanahan denga dua batang elektroda dapat
dihitung melalui persamaan 2.2 dibawah ini.
𝜌 4𝐿 𝑆 𝑆 2 +4𝐿2
𝑅= 𝐼𝑛 − 1 + 𝐼𝑛(2𝐿 + 𝑆 2 +4𝐿2 ) +2𝐿 − .................... (2.3)
4𝜋𝐿 𝑎 2𝐿

Keterangan :
S = jarak ke dua elektroda
Dibawah ini adalah Gambar 2.9 yang menjelaskan tentang konstruksi dari
bagian dalam 2 batang elektroda yang ditanam didalam tanah.
Gambar 2. 9Dua batang elektroda ditanam sejajar dalam tanah

3. Pentanahan dengan beberapa batang elektroda


Jika susunan batang-batang elektroda yang ditanam tegak lurus ke dalam
tanah dalam jumlah yang lebih banyak, maka hambatan pentanahn akan semakin
kecil dan distribusi tegangan pada permukaan tanah akan lebih merata. Gambar 2.8
dibawah ini menjelaskan tentang bentuk fisik elektroda batang yang ditanam tegak
lurus dengan 3 buah batang elektroda.
Nilai hambatan pentanahan untuk beberapa batang elektroda yang ditanam
tegak lurus ke dalam tanah dengan elektroda menembus lapisan tanah aling
bawah/kedua, dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3 berikut.
𝜌 4𝐿
𝑥𝐼𝑛 −𝑄
2𝜋𝐿 𝑎
𝑅= 𝑥𝐹 ................................................................................ (2.4)
n

Keterangan :
n = jumlah elektroda batang;
F = faktor perkalian (tabel 2.2).
Gambar 2.10 dibawah ini menggambarkan bentuk dari penanaman beberapa
elektroda batang.

Gambar 2. 10Beberapa elektroda batang ditanam tegak lurus dalam tanah

Tabel 2.2 dibawah ini menunjukan faktor perkalian (F) jumlah batang
elektroda pentanahan menurut IEEE Std 142-2007, (IEEE Recommended Practice for
Grounding of Industrial and Commercial Power Systems).
Tabel 2. 2Faktor perkalian elektroda batang

Jumlah Elektroda Batang F

2 1,16

3 1,29

4 1,36

8 1,68

12 1,80

16 1,92

20 2,00

24 2,16

Sumber : (IEEE Std 142-2007)


Untuk mendesain sistem pentanahan pemasangan beberapa elektroda
pentanahan dengan cara paralel/grid, penentuan banyaknya jumlah elektroda
pentanahan dapat dicari menggunakan persamaan 2.4 berikut ini :
𝑅𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝑅𝑝𝑎𝑟𝑎𝑟𝑒𝑙 = 𝑥𝐹 ............................................................ (2.5)
𝑛

Keterangan :
Rterukur = nilai hambatan pentanahan terukur (ohm);
n = jumlah elektoda pentanahan;
F = faktor perkalian.
Metode-metode yang digunakan dalam mereduksi nilai R (resistansi) untuk
elektroda batang pentanahan, telah direkomendasikan menurutIEEE Std. 142-1982,
yaitu :
1. penambahan jumlah batang pentanahan;
2. memperpanjang ukuran/diameter batang pentanahan;
3. membuat perlakuan terhadap tanah (soil treatment) terbagi atas :
 metode bak ukur (container method)
 metode parit (trench method)
4. menggunakan batang pentanahan khusus;
5. metode kombinasi.
Tabel 2.3 dibawah ini menunjukan ukuran minimum elektroda pentanahan sesuai
dengan PUIL 2000 :
Tabel 2. 3Ukuran minimum elektroda pentanahan

1 2 3
Bahan jenis Baja digalvanisasi
No Baja berlapis
elektroda dengan proses Tembaga
tembaga
pemanasan
- Pita baja 100 mm2 Pita tembaga 50
setebal minimum 3 50 mm2 mm2 tebal
mm minimum 2 mm
1 Elektroda pita
- Penghantar pilin Penghantar pilin
2
95 mm (bukan 35 mm2 (bukan
kawat halus) kawat halus)
- Pipa baja 25 mm
- Baja profit (mm) Baja berdiameter
L 65 x 65 x 7, U 15 mm dilapisi
2 Elektroda batang
6,5, T 6 x 50 x 3 tembaga setebal
- Batang profil lain 250 μm
yang setaraf
Pelat besi tebal 3 Pelat tembaga
2
3 Elektroda pelat mm luas 0,5 m tebal 2 mm luas
sampai 1 m2 0,5 m2 sampai 1m
Sumber : (PUIL 2000)
Sedangkan Tabel 2.4 dibawah ini menjelaskan tentang hambatan pentanahan
pada hambatan jenis tanah ρ1= 100 ohm-meter sesuai dengan PUIL 2000.
Tabel 2. 4Hambatan pentanahan pada resistans p1 = 100 ohm-meter
Plat vertikal
dengan sisi
atas ± 1 m
Jenis Pita penghantar pilin Batang atau pipa
dibawah
elektroda
permukaan
tanah

Panjang (m) Panjang (m) Ukuran (m2)

10 25 50 100 1 2 3 5 0,5x1 1x1

Resistans
pembumian 20 10 5 3 70 40 30 20 35 25
(Ω)
Sumber :(PUIL 2000)

2.2.14 Metode Pengukuran Hambatan Pentanahan.


Faktor keseimbangan antara hambatan pentanahan dan tanah di sekelilingnya
adalah hambatan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Nilai hambatan jenis
tanah pada suatu daerah di berbagai tempat tidaklah sama, tergantung dari beberapa
faktor, yaitu jenis tanah, lapisan tanah, kelembaban tanah, kadar keasaman, dan
temperatur. Adapun kesulitan yang biasanya dijumpai pada saat pengukuran
hambatan petanahan adalah bahwa dalam kenyataannya komposisi tanah tidak sama,
sehingga pada suatu lapisan tanah mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan
hambatan jenis yang berbeda.
Harga hambatan jenis tanah pada kedalaman yang terbatas sangatlah
tergantung dengan keadaan cuaca.Untuk mendapatkan hambatan jenis tanah rata-rata,
maka diperlukan suatu perencanaan dan pengukuran dalam jangka waktu tertentu,
misalnya selama 1 tahun sekali.Biasanya hambatan jenis tanah juga tergantung dari
tingginya permukaan air yang konstan.Untuk mengurangi variasi hambatan jenis
tanah akibat pengaruh musim, pentanahan dapat dilakukan dengan menanamkan
elektroda pentanahan mencapai kedalaman dimana terdapat air yang konstan.Tabel
2.1 dibawah ini menunjukan harga-harga hambatan jenis tanah (ρ) dari berbagai jenis
tanah (PUIL 2000).
Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam pengukuran hambatan pentanahan
yang mengacu dari (IEEE Std 81-2012, Guide for Measuring Earth Resistivity,
Ground Impedance, and Earth Surface Potentials of a Grounding System) , yaitu :
1. Metode tiga titik (three-point methode);
Metode tiga titik (three-point methode) adalah metode yang paling sering
digunakan dalam pengukuran hambatan pentanahan, dimaksudkan untuk mengukur
hambatan pentanahan. Misalkan tiga buah batang elektroda pentanahan yang terdiri
dari 1 batang elektroda utama yang hambatannya hendak diukur dan batang elektroda
2 dan 3 sebagai batang elektroda pembantu pada Gambar 2.11. Dalam metodeini
pengukuran hambatan pentanahan diulangi beberapa kali dengan menambah
kedalaman batang elektroda utama yang hambatannya hendak diukur.Metode tiga
titik memberikan informasi yang berguna tentang sifat tanah disekitar batang
elektroda yang ditanam.Jika volume besar (luas dan kedalaman) tanah yang diuji,
maka lebih baik menggunakan metode empat titik, karena batang elektroda yang
panjang tidak efektif pada beberapa kondisi tanah.

Sumber : (Ponadi, 2014)


Gambar 2. 11Rangkaian pengukuran hambatan pentanahan dengan metode tiga titik

2. metode empat titik.


Metode yang baik untuk mengukur hambatan tanah dalam volume besar (luas
dan kedalaman) adalah metode empat titik. Prinsip kerja empat titik adalah apabila
arus masuk ketanah melalui salah satu elektroda dan kembali ke elektroda yang lain
yang cukup jauh, maka diameter konduktor dapat diabaikan dan arus yang masuk ke
tanah mengalir secara radial. Dengan mengukur besar arus dan tegangannya, maka
diperoleh nilai hambatan (R) yang diterangkan pada Gambar 2.12.

Sumber : (Ponadi, 2014)


Gambar 2. 12Rangkaian pengukuran hambatan pentanahan dengan empat titik

Adapun metode pengujian yang sering digunakan untuk menghitung


hambatan pentanahan adalah metode Wenner yang dikembangkan oleh Dr. Frank
Wenner (F. Wenner, A Method of Measuring) yang diterangkan pada persamaan 2.6
berikut ini :
ρ = 2 .π .a . R .......................................................................................... (2.6)
keterangan :
ρ = hambatan jenis rata-rata tanah (ohm-meter).
a = jarak antar batang elektroda yang dekat (meter).
R = besar hambatan yang terukur (ohm).

Anda mungkin juga menyukai