Anda di halaman 1dari 11

Nama : Diosa Lara Indah Musa

NIM : A031181324
RMK 6 Perpajakan I

“PPH PASAL 25 DAN PPH PASAL 29 (28A)”

PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25, disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No
36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri
dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak yang terutang.
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap
pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.PPh Pasal 25 harus
dibayarkan/disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir. Sementara untuk penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25 paling lambat 20 hari
setelah masa pajak berakhir.

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya..Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak
akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila
selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak
meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.Besarnya angsuran pajak dalam
tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25
ayat 1) adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu
dikurangi dengan:
a.       PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta 
b.      PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c.       PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009
sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta
yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
         Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
         Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
         Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
         Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat
dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009             Rp 50.000.000,00
Kredit pajak:
            PPh Pasal 21                           Rp 15.000.000,00
            PPh Pasal 22                           Rp 10.000.000,00
            PPh Pasal 23                           Rp   2.500.000,00
            PPh Pasal 24                           Rp   7.500.000,00
Total kredit pajak                                                                    Rp 35.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran                                                 Rp 15.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal
25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:
            Rp 15.000.000,00 : 12            = Rp 1.250.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT
Tahunan PPh
Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak
badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25
ayat 1).
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-
bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib Pajak pada bulan Februari
2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar pada bulan Januari 2010 adalah
sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.

PPh Pasal 29
Pajak penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun pajak
berjalan melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun
yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain PPh pasal 29 ini adalah Pajak
Penghasilan Kurang Bayar yang harus disetor oleh Wajib Pajak ke Kas Negara melalui Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari jumlah kredit
yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak, maka akan timbul lebih bayar pajak, yang disebut sebagai Pajak Penghasilan pasal
28A.
Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT Amanah mencatat peredaran bruto sebesar Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila pada tahun 2011 perusahaan telah dipotong
dan dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.2.000.000 (dua juta rupiah), PPh pasal 23
Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah), maka bisa dilihat perhitungan PPh pasal 25 dan PPh pasal
28A dan pasal 29-nya sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00


PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 Rp. 2.000.000,00
PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 5.000.000,00
Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29) Rp. 20.000.000,00
Apabila penghasilan yang diterima oleh PT. Amanah seluruhnya bersifat teratur,
maka angsuran PPh pasal 25 tahun 2012 sebesar Rp. 20.000.000,00 : 12 =Rp. 1.666.667,00.
Diasumsikan pada contoh diatas, selain transaksi yang telah terjadi dari peredaran
bruto tersebut terdapat pula penyerahan Barang Kena Pajak ke Kemeteriaan Sosial sebesar
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sehingga terdapat pemungutan PPh pasal 22 yang
dilakukan oleh Bendaharawan Kementeriaan Sosial sebesar 1,5% x Rp. 2.000.000,00 = Rp.
30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) sehingga penghitungan Pajak Terutang Tahunan PT.
Amanah akan berubah menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00


PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 Rp. 32.000.000,00
PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 35.000.000,00

Pajak Lebih Bayar (PPh pasal 28A) (Rp. 10.000.000,00)

Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak berlangsung
kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka perhitungan PPh pasal 25 untuk tahun berikutnya bagi
wajib pajak tersebut diperoleh dari selisih atas penghasilan kena pajak dikurangi dengan
kredit pajak yang dipotong oleh pihak lain dibagi dengan jumlah bulan dalam tahun berjalan.
Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT.Pilar melakukan kegiatan usaha sejak tanggal 1
Juli dan pada tahun tersebut melaporkan Pajak Penghasilan Terutangnya berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebesar Rp. 50.000.000,00 (ima puluh juta
rupiah). Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain sejumlah Rp. 35.000.000,00 (tiga
puluh lima juta rupiah), sehingga PPh kurang bayarnya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah). Pajak penghasilan pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh PT. Pilar pada tahun
2012 adalah sebesar Rp. 15.000.000,00 : 6 = Rp. 2.500.000,00.

Jurnal untuk PPh Pasal 28A Lebih Bayar


PPh Pasal 28A untuk lebih bayar. Contoh Soal:
Diketahui:
PPh Terutang Rp.30.000.000
Piutang PPh Pasal 22 Rp.1.000.000
Piutang PPh Pasal 23 Rp.2.000.000
Piutang PPh Pasal 24 Rp.12.000.000
Piutang PPh Pasal 25 Rp.20.000.000
Ditanyakan:
1 Hitung Kurang/Lebih Bayar
2 Buatlah jurnalnya
Jawaban:

1. Menghitung Kurang/Lebih Bayar


PPh Terutang                                 Rp.30.000.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 22   Rp.  1.000.000
PPh Pasal 23   Rp  .2.000.000
PPh Pasal 24   Rp.12.000.000
PPh Pasal 25   Rp.20.000.000      Rp.35.000.000
Lebih Bayar                                  Rp.  5.000.000

2. Jurnal-Jurnal:
• Pencatatan saat pada timbul hutang pajak:
Ikhtisar Laba/Rugi               Rp.30.000.000
     Utang PPh Pasal 17                                 Rp.30.000.000
• Pencatatan hutang PPh Pasal 28A:
Utang PPh Pasal 17            Rp.30.000.000
Piutang PPh Pasal 28A       Rp.  5.000.000
     Piutang PPh Pasal 22                              Rp.  1.000.000
     Piutang PPh Pasal 23                              Rp.  2.000.000
     Piutang PPh Pasal 24                              Rp.12.000.000
     Piutang PPh Pasal 25                              Rp.20.000.000
• Pencatatan pada saat pembayaran PPh Pasal 28A:
Kas/Bank                          Rp.5.000.000
     Piutang PPh Pasal 28A                           Rp.5.000.000

Keterangan, bila:
PPh Terutang > Kredit Pajak (maka Kurang Bayar (PPh Pasal 29))
PPh Terutang < Kredit Pajak (maka Lebih Bayar (PPh Pasal 28A))
PPh Terutang = Kredit Pajak (Nihil)
Kredit-kredit Pajak
Pengertian Kredit Pajak
Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah
dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat
penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak),
terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.
           Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final,
tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk pajak penghasilan yang
dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri. Pajak penghasilan yang
telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan dengan pajak penghasilan yang terhutang di
Indonesia, bila telah ada perjanjian kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan
antara Indonesia dengan Negara lain. Bila belum ada perjanjian pajak, maka wajib pajak
tidak dapat melakukan kredit pajak. Perhitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan
terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri diatur
dalam pasal 24.

Dasar Hukum
·         UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
·         UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
·         Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri

Perlakuan Dalam Praktek


Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 UU PPh dinyatakan bahwa:
• Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu
memperhatikan dasar pengakuan penghasilan. Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh
pengertian bahwa:
1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat dibayar
(cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan diakui pada saat
terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak penghasilan di luar negeri ini
bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar atau terutang (accrual basis) oleh wajib
pajak
2. Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai pengurang
(kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun pajak yang sama
3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang
4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak

Penggabungan Penghasilan
        Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau diperoleh
di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, guna
menentukan jumlah pajak penghasilan yang terutang pada tahun pajak berdasarkan tarif
normal (pasal 17). Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan
ketentuan berikut :
• Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun
pajak diperolehnya penghasilan tersebut
• Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut.
• Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam
tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

        Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit. Kredit pajak luar negeri
lebih lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002. Pajak
penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Apabila pajak atas penghasilan
dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka
pajak yang terutang menurut UU ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
       Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka pengitungan kredit
pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak dikalikan dengan pajak
yang terutang atas Penghasilan kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang
atas Penghasilan Kena pajak dalam hal Penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan
luar negeri.

Jenis-Jenis Kredit Pajak


Dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh)
 Kredit Pajak PPh Pasal 22.
 Kredit Pajak PPh Pasal 23.
 Kredit Pajak PPh Pasal 24.
 Kredit Pajak PPh Pasal 25.
 Kredit Pajak PPh Pasal 26.

PPh Pasal 22
         Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak ini berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain.
Tarif Pajak
Ø  Atas Impor:
            1. Ada API (Angka Pengenal Impor)à 2.5% x nilai impor (CIF + BM)
            2. Tdk ada API à 7.5% x nilai impor
            3. Lelang à 7.5% x harga jual lelang
Ø  Atas pembelian barang yang dipungut oleh Pemungut Pajak:
            1.5% x harga pembelian
Ø  Yang wajib dipungut oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul:
0.5% x harga pembelian (tdk termasuk PPN)
Ø  Atas penjualan hasil produksi atau pembelian yang dilakukan oleh badan usaha yang
bergerak di bidang tertentu:
1.    Di bidang industri semen: 0.25% x DPP PPN
2.    Di bidang industri baja: 0.3% x DPP PPN
3.    Di bidang industri kertas: 0.1% x DPP PPN
4.    Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor: 0.45% x DPP PPN
5.    Tarif PPh Pasal 22 yang ditetapkan untuk Pertamina dan Badan Usaha lainnya yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak:
                           
                             SPBU Swasta                   SPBU Pertamina
 
   Premix        0.3% x penjualan              0.25% x penjualan
   Solar           0.3% x penjualan              0.25% x penjualan
   Premix      0.3% x penjualan               0.25% x penjualan
   Super TT
   Minyak tanah                                    0.3% x penjualan
   Gas LPG                                         0.3% x penjualan
   Pelumas                                           0.3% x penjualan

PPh Pasal 23
         Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal, penyerahan jasa atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps. 21 yang dibayarkan atau
terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan,
BUT.
Saat terutangnya pajak
       Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan bersangkutan, mana yang terjadi terlebih dulu.
Pemotong Pajak
Ø  Badan Pemerintah
Ø  Subjek Pajak badan dalam negeri
Ø  Penyelenggara kegiatan
Ø  BUT
Ø  Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu (akuntan, arsitek, dokter, notaris, orang
pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran
berupa sewa).
Tarif Pajak
Ø  15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain yang
telah dipotong PPh ps. 21 (yang diperoleh oleh WP badan dalam negeri berkenaan dengan
suatu kegiatan yang diselenggarakan)
Ø  15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan bangunanà final tax)
Ø  imbalan sehubungan dengan jasa lain, misal jasa manajemen, jasa kesehatan, dll. sebesar
2%

PPh Pasal 24
         PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri
dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di
Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan
per country limitation.
Penggabungan Penghasila yang berasal dari LN dilakukan sbb:
Ø  Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis)
Ø  Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis)
Ø  Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan .

Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
Ø  Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri
Ø  ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif pasal 17
Ø  Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan
kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation):
        Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas
maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.
Rugi Usaha di Luar Negeri
        Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di
luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri
(Indonesia).

PPh Pasal 25
          Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan
yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir tahun
berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal 25.

PPh Pasal 26
Bagi subjek pajak orang pribadi luar negeri yang dalam suatu tahun pajak berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bagi Bentuk Usaha Tetap yang terkena penerapan
force of attraction.

Anda mungkin juga menyukai