Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK SKIN AND SPECIAL SENSE (SSS)

Grup 10
01071180040 Brigitta Isabella Bunga S.
01071180086 Celine Chrystelle
01071180204 Cristy Cristhalia Calista Evangelique
Hermawan
01071180198 Diedre Karenina Noorkalam
01071180192 Jeremy Christian
01071180115 Novaliana Rachma Munarisya
01071180208 Priskila Samantha Nauli Simanjuntak
01071180042 Shally Chandra
01071180074 Sharon Chen
01071180155 Tasya Anisa Saher

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2021
BAB I

Pendahuluan

Percobaan 1

Eksperimen pertama bertujuan untuk melihat jumlah dan densitas dari reseptor stimulus rasa
sakit, yaitu nosiseptor. Nosiseptor merupakan reseptor yang berfungsi untuk menerima
rangsangan nyeri, khususnya di bagian kulit dan visera. Stimulus nyeri akan terangsang ketika
terdapat kerusakan jaringan. Secara fisiologi, terdapat 4 mekanisme dalam timbulnya nyeri:

1. Transduksi: terjadi dimana ujung saraf aferen menerima dan menerjemahkan stimulus
nyeri ke impuls nosiseptif. Di dalam tubuh kita, terdapat 2 serabut saraf yang merespon
terhadap penerimaan stimulus nyeri, yaitu A-delta dan C. Apabila misalnya kulit tertusuk
benda tajam, maka stimulus nyeri tersebut akan dibawa sebagai impuls nosiseptif ke
serabut aferen A-delta dan C.
2. Transmisi: impuls tadi dibawa ke kornu dorsalis medula spinalis, lalu ke traktus sensorik,
yang kemudian berakhir di otak.
3. Modulasi: proses mengamplifikasi sinyal neural terhadap nyeri, biasanya terjadi di kornu
dorsalis.
4. Persepsi: dari seluruh proses tadi, akan menghasilkan persepsi nyeri, dimana seseorang
akan mengalami atau merasakan nyeri. Reseptor nyeri (nosiseptor) akan menerima
rangsangan nyeri tersebut dan menyalurkannya dalam bentuk persepsi nyeri.

Proses pembentukan nyeri dimulai dengan terdapatnya kerusakan jaringan. Sel yang rusak atau
nekrotik akan mengeluarkan ion K+ dan protein intraseluler. Dengan pelepasan tersebut, jumlah
K+ dan protein ekstraseluler meningkat, yang akan mengakibatkan depolarisasi dari nosiseptor.
Di beberapa keadaan juga akan ada beberapa mikroorganisme yang menginfiltrasi jaringan. Hal
ini akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi. Alhasil, akan terlepas mediator-mediator
nyeri, seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin. Dengan mediator-mediator ini, maka
proses sensitisasi akan terjadi terhadap reseptor nosiseptor dalam menerima rangsangan nyeri.
Selain itu, kerusakan jaringan dapat mengaktivasi faktor-faktor pembekuan darah, yang
mengakibatkan akumulasi dari bradikinin dan serotonin dan menstimulasi nosiseptor. Jika
pembekuan darah terjadi berlebihan, dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah dan
merangsang terjadinya iskemia. Dengan begitu, akan terjadi akumulasi dari K+ dan H+ di
ekstraseluler, yang juga berperan dalam merangsang nosiseptor untuk menerima stimulus nyeri.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 juga memiliki efek vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, yang mendukung pembentukan edema. Sehingga, tekanan di
jaringan mengingat dan merangsang nosiseptor. Semua faktor ini bekerja sama dalam
merangsang nosiseptor untuk menerima stimulus nyeri.

Percobaan 2

Dari beberapa macam nosiseptor di tubuh kita, salah satunya adalah nosiseptor suhu.
Reseptor-reseptor ini dapat ditemukan entah di kulit tak berambut, kulit dengan rambut, hingga
jaringan yang dalam. Suhu dingin (< 20°C) ataupun suhu panas (>45°C) akan mengaktifkan
nosiseptor suhu. Impuls dihantarkan oleh serat (fiber) Aδ dan C, di mana Aδ menghasilkan nyeri
yang lebih cepat dan serat C menghantarkan nyeri yang lebih lambat. Serat Aδ dapat
melokalisasi stimulus sedangkan serat C lebih difus lokalisasinya. Ada banyak reseptor di ujung
saraf nosisepsi, dan mayoritas adalah TRP (Transient receptor potential). Contohnya ada TRPV1
yang dapat aktif oleh suhu panas, dan TRPA1 yang dapat diaktifkan oleh dingin. Reseptor dingin
innocuous dapat ditemukan di ujung dendritik dari serat Aδ dan C, sedangkan reseptor panas
innocuous dapat ditemukan pada serat C. TRPM8 aktif oleh suhu dingin yang sedang. Reseptor
dingin ini tidak aktif pada suhu 40°C, tapi mulai meningkatkan laju tembak (firing rate) saat
suhu <24°C. Di bawah 10°C, akan menyebabkan anestesi lokal. Sementara itu TRPV3 dan
TRPV4 ada di ujung saraf sensori. TRPV3 akan aktif pada suhu 33-39°C, dan TRPV4 akan aktif
pada suhu 25-34°C. Laju tembakan akan meningkat hingga suhu kulit mencapai 45°C. Di atas
45°C, akan terasa nyeri. Percobaan-percobaan pemetaan menunjukkan bahwa kulit memiliki
lokasi-lokasi sensitif panas atau dingin. Ada 4-10 kali lebih banyak reseptor dingin dibanding
dengan reseptor panas. Percobaan ini akan melihat densitas dan distribusi dari reseptor suhu, dan
apakah rasa nyeri atau sentuhan dapat terasa pada area yang sama.
Percobaan 3

Untuk menilai rangsangan taktil di kulit, dapat dilakukan tes diskriminasi dua titik dan distribusi.
Rangsangan sistem taktil ini menggunakan beberapa jenis reseptor. Jenis reseptor yang berbeda
juga merespon stimulus yang berbeda pula, seperti getaran, ketukan atau sentuhan. Ada beberapa
faktor yang menentukan diskriminasi dua titik yaitu kepadatan reseptor sensorik dan ukuran
bidang reseptif saraf. Semakin tinggi jumlah reseptor sensorik di suatu region, semakin akurat
persepsi sensori di regio tersebut. Dimana ujung jari memiliki kepadatan reseptor 3-4 kali lebih
banyak dibandingkan dengan tangan. Setiap neuron memiliki ruang sensori yang spesifik disebut
dengan bidang reseptif saraf (receptive field of neuron). Bidang reseptif saraf ini memiliki ukuran
yang bervariasi. Semakin besar bidang reseptifnya, semakin besar area yang dideteksi
perubahannya namun persepsinya kurang tepat dan sebaliknya. Maka dari itu, regio atau area
dengan diskriminasi dua titik yang paling sensitif adalah memiliki kepadatan reseptor yang tinggi
dengan bidang reseptif yang kecil. Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai diskriminasi dua
titik yaitu lokasi tesnya, jenis kelamin, usia, alat, modalitas tes dan gaya yang diterapkan. Jarak
yang normal dari diskriminasi dua titik adalah 1 mm untuk ujung lidah, 2-4 mm untuk ujung jari,
4-6 mm untuk jari bagian dorsum, 8-12 mm untuk telapak tangan dan 20-30 mm untuk tangan
bagian dorsum.

Percobaan 4

Suhu dapat dirasakan melalui nosiseptor suhu. Ada dua macam nosiseptor suhu, yaitu dingin dan
panas. Suhu dingin di bawah 20°C atau suhu panas di atas 45°C akan mengaktifkan
reseptor-reseptor tersebut. Terdapat dua macam serat (fiber) untuk nosiseptor dingin dan panas.
Reseptor dingin innocuous ditemukan pada serat Aδ dan C, sedangkan reseptor panas innocuous
dapat ditemukan pada serat C. Sementara itu, frekuensi aksi potensi pada saraf sensori dapat
menurun jika stimulus dengan kekuatan konsisten dipertahankan pada sebuah reseptor sensori
(adaptasi). Indera-indera kita bereaksi terutama bukanlah lewat nilai absolut, tetapi perubahan
yang ada. Hal ini akan dibuktikan lewat percobaan yang akan dilakukan. Sementara itu, kita juga
akan melakukan percobaan tentang referred pain menggunakan air dingin. Saat sebuah struktur
dari segmen embrionik yang sama, atau dari dermatom yang sama, serat-serat somatik dan
serat-serat viseral akan bersatu di second-order neuron yang bertempat di dorsal horn yang
sama. Jika ada stimulus viseral yang panjang, ini akan memfasilitasi aktivitas serat somatik yang
akan menstimulasi second-order neuron. Otak tidak dapat membedakan dari mana sumber
stimulusnya, dan akhirnya referred pain terjadi.

Percobaan 5

Percobaan 5 ini bertujuan untuk melihat kecepatan dan kemampuan adaptasi dari reseptor
tekanan di kulit ketika diberikan stimulus tekanan secara konstan. Karena terdapat adaptasi
sensorik, maka reseptor tekanan di kulit akan berhenti memberikan stimulus hingga stimulus
yang diberikan berubah. Secara umum, sistem sensorik kita dapat beradaptasi terhadap stimulus
tertentu. Mereka akan menyesuaikannya berdasarkan keadaan di lingkungan sekitarnya. Di
dalam kulit, terdapat banyak ujung-ujung saraf. Stimulus dari kulit akan merubah respon dari
ujung-ujung saraf tersebut, yang akan merubah reseptor membran dan permeabilitas ionik.
Perubahan ini akan merangsang depolarisasi dari ujung-ujung saraf dan mengakibatkan aktivasi
dari action potential. Stimulus tersebut akan diubah menjadi sinyal elektronik, yang akan melalui
proses sensory transduction, awal mula dari proses sensorik.

Di sistem somatik sensorik, setiap mekanoreseptor memiliki 2 tipe ciri-ciri, yang bisa dibagi
berdasarkan seberapa cepat mereka dapat beradaptasi dengan stimulus di lingkungannya. Ada
yang bisa beradaptasi dengan cepat (phasic), dan ada yang beradaptasi dengan lambat (tonic).
Reseptor yang beradaptasi cepat dapat merespon terhadap sebuah stimulus secara maksimal,
namun dengan durasi yang cepat. Bila stimulus tersebut menetap, maka responnya menurun.
Sedangkan reseptor yang beradaptasi lambat terus merespon terhadap stimulus tersebut, tetapi
tidak semaksimal reseptor yang beradaptasi cepat. Bila stimulus tersebuh menetap, maka
responnya masih tetap berjalan. Oleh karena itu, eksperimen mini dilakukan untuk melihat
kemampuan mekanoreseptor di kolit untuk beradaptasi terhadap stimulus tekanan yang menetap
atau konstan.
Percobaan 6

Untuk mengetahui atau memeriksa kemampuan dalam melokalisasi sensasi sentuhan pada kulit,
dapat dilakukan tes lokalisasi taktil. Kulit memiliki banyak aliran saraf aferen, namun kepadatan
sangat bervariasi dari satu area ke area lainnya. Bagian kulit yang secara aktif sangat berkaitan
dengan sentuhan yaitu pada telapak tangan dimana ini reseptor sentuhannya cukup banyak.
Beberapa reseptor yang terlibat pada persepsi taktil ini adalah merkel disks, meissner's
corpuscles dan ujung saraf bebas (free nerve endings). Impuls sentuhan dibawa oleh serat
bermielin yang besar di kedua sistem spinothalamic dan kolom dorsal (dorsal column).
Kepadatan reseptor sentuhan, berpengaruh terhadap rangsangan taktil. Semakin besar kepadatan
reseptor taktil, semakin meningkat juga kapasitas untuk merasakan. Respon neuron sensorik
terhadap informasi sensorik hanya terbatas pada area permukaan kulit di sekitarnya yang disebut
lapangan reseptif. Semakin kecil lapangan reseptif, semakin besar ketajamannya.
BAB II

Laporan Praktikum

I. Percobaan 1

Alat dan Bahan :

1. Drywall tape.
2. Ballpoint.
3. Jarum.

Metode :

1. Jika tersedia drywall tape, dapat digunakan untuk melakukan eksperimen ini tetapi jika
tidak tersedia bisa langsung menggambar kotak-kotak dengan ballpoint.
2. Gambar kotak dengan ballpoint di bagian ventral lengan, dengan ukuran 1,5 cm X 1,5
cm, sebanyak 8 X 8 kotak. Total kotak adalah 64 buah. Seperti gambar berikut,

3. Sentuhkan jarum ke bagian dalam kotak. Saat jarum disentuhkan ke lengan, subjek harus
menutup mata. Tanyakan kepada subjek apa yang dirasakan, terasa nyeri tertusuk atau
hanya sentuhan biasa. Pengujian dilakukan di setiap kotak-kotak tersebut, setiap kotak
hanya disentuh satu kali.
4. Masukkan hasil pada kotak-kotak di lembar penelitian. Kotak yang terasa sakit diberi
tanda “X” dengan menggunakan tinta merah, sedangkan kotak yang tidak terasa sakit
diberi tanda “O” dengan menggunakan tinta biru.
Hasil :

Keterangan:

X = Sakit

O = Tidak sakit

Pertanyaan:

1. Jelaskan densitas dan distribusi sensasi pada setiap stimulus.

Bagian yang terasa sakit berarti terdapatnya pain receptor sedangkan kotak yang tidak nyeri
hanya seperti disentuh berarti terdapat touch receptor. Dengan begitu pada eksperimen ini
didapatkan densitas dan distribusi pada kotak 8X8 seperti berikut,

● 29 X -> 29 kotak terasa nyeri -> 29 pain receptor (45,31% proporsi).


● 35 O -> 35 kotak terasa tidak nyeri -> 35 touch receptor (54,69%).

2. Diskusikan implikasi ini pada organisme.


Kulit merupakan tempat dimana reseptor berada, terdiri atas struktur saraf sensori yang bisa
mendeteksi sentuhan, suhu, dan nyeri. Adanya reseptor nyeri membantu kita terhindar dari
keadaan lingkungan yang membahayakan dan berguna sebagai defense mechanism. Ketika kita
menyentuh benda tajam, reseptor nyeri akan menangkapnya. Lalu tubuh akan segera bereaksi
akan stimulus tersebut, sehingga kerusakkan jaringan yang parah dapat terhindari. Dalam hal ini
kulit menjadi tembok proteksi bagi tubuh bagian dalam dengan lingkungan luar, reseptor pada
kulit lah yang memberikan informasi akan lingkungan sekitar kepada otak. [1,2]

3. Sensation mapping mengindikasikan apa? (pikirkan fisiologi)?

Sensation mapping menunjukkan area pada otak tempat dimana respon terhadap stimulasi
sensorik terjadi. Melalui mapping tersebut kita dapat mengetahui jalur syaraf antara organ
sensorik menuju otak lalu ke organ yang menerima stimulus motorik, ini akan membentuk pola
tersendiri pada otak. Misalnya, pada map dapat terlihat bagian otak mana yang akan menerima
stimulus sensorik dari kulit yaitu lobus parietal sedangkan bagian lobus temporal tempat dimana
stimulus atau informasi pendengaran dari telinga diterima.

Sensory map ini terdapat 2 tipe:

-Topographic map. Permukaan tubuh dijadikan mapping pada otak. Contohnya, internal
somatosensory homunculus,.

-Computational map. Contohnya, Jeffres Map.

4. Diskusikan “homunculus” yang berkaitan dengan sensory neurons.

Homunculus merupakan bahasa latin yang memiliki arti “manusia kecil”. Secara fisiologis,
Homunculus digunakan untuk mendeskripsikan area pada otak, menunjukkan distribusi sensory
input yang menuju korteks somatosensorik dari berbagai organ di tubuh(somatosensory
homunculus) dan juga distribusi motor output yang berasal dari korteks motorik primer menuju
berbagai bagian di tubuh(motor homunculus).[3] Berikut gambaran dari homuncu
II. Percobaan 2 : Uji Pemetaan Densitas Reseptor Temperatur dan Distribusi

Alat dan Bahan :

1. Probe tumpul dingin


2. Probe tumpul panas

Metode :

1. Ulangi langkah 1 dan 2 pada eksperimen I.


2. Ulangi langkah 3 pada eksperimen I dengan diganti menggunakan probe dingin
atau panas.
3. Catat hasil pengamatan.

Hasil :
Keterangan :

H = Hot

C = Cold

O = Touch

Pertanyaan :

1. Ukur dimensi kisi individu. Bandingkan dimensi ini dengan Estimasi area yang
terbentang oleh satu reseptor dingin (~ 1.5mm).

Dimensi masing-masing bingkai adalah 0,5 cm x 0,5 cm. Rentang satu reseptor
dingin ini masing-masing sekitar 1,5 mm.

Perbandingan dari dimensi dengan satu reseptor dingin yaitu 0,5 cm : 0,15 cm =
10 : 3.

Kepadatan reseptor ini berbeda-beda sesuai dengan lokasi kulit manusia. Menurut
Adair, Robert (1999), terdapat lebih banyak reseptor dingin daripada reseptor
hangat. Menurut hasil subjek, sesuai dengan teori, harus ada tiga atau empat
reseptor dingin di setiap kisi, tanpa reseptor dingin di kisi yang tidak merasakan
sensasi dingin.

2. Jika subjek melaporkan sensasi dingin ketika dua kotak yang berdekatan
dirangsang, berapa banyak reseptor dingin yang mungkin terlibat? Bagaimana
dengan tiga kotak petak yang berdekatan?

Jalan dari serat reseptor suhu individu tidak bercabang banyak atau lebar.
Sebaliknya, ujung setiap serat membentuk titik sensitif kecil yang terpisah dari
titik sensitif serat yang berada disebelahnya. Luas total kulit yang ditempati oleh
ujung reseptor dari serat saraf yang sensitif terhadap suhu relatif kecil (diameter ~
1 mm).
Di sebagian besar area tubuh, terdapat 3 - 10 kali lebih banyak titik sensitif dingin
daripada titik sensitif panas. Setiap kotak besarnya 0.5cm2. Span reseptor dingin
biasanya 0.15cm yang artinya jika ada 2 kotak terstimulasi ada 6 reseptor yang
terstimulasi (dari 0.5x2:0.15). Sehingga, apabila ada 3 kotak terstimulasi berarti
ada 10 reseptor dingin yang terstimulasi (dari 0.5x3:0.15)

3. Laporkan jumlah total reseptor dingin / panas dalam kisi 8x8.

C/H = 2

Cold = 28

Heat = 21

Touch = 13

4. Laporkan kepadatan reseptor dingin / panas dalam kisi 8x8.

Reseptor dingin ada 28 sehingga jika dibandingan dengan hasil C/H sebanyak 2
menjadi 14. Sehingga luas kepadatannya yaitu 14 : 16cm2 = 0.875/cm2.

Sedangkan reseptor panas ada 21 jika dibandingkan dengan hasil C/H sebanyak 2
menjadi 10.5. Sehingga luas kepadatannya yaitu 10.5 : 16cm2 = 0.656/cm2.

Untuk presentase C/H yaitu 2 : 64 x 100% = 3.125%.

5. Berapa proporsi kotak bingkai yang sensitif terhadap dingin / panas? Apakah
daerah masing-masing ini juga sensitif terhadap rasa sakit atau sentuhan?

Proporsi C/H yaitu = 2:64

Membandingkan percobaan pertama dan kedua, masing-masing area yang sensitif


terhadap dingin / panas berbeda dengan area yang sensitif terhadap nyeri /
sentuhan.
6. Apa implikasi dari hasil Anda atas pertanyaan di atas?

Kulit kita memiliki berbagai daerah reseptor. Reseptor yang ada memiliki daerah
tertentu yang juga memiliki fungsi masing - masing. Misalnya ada reseptor suhu
untuk merasakan panas dan dingin, reseptor sentuhan, dan reseptor nyeri. Ada
juga proprioseptor untuk area persepsi dan lokasi. Reseptor ini berguna untuk
menerima rangsangan untuk diteruskan ke sistem saraf pusat untuk diproses.
Dalam percobaan ini kami jadi mengetahui bahwa adanya perbedaan penyebaran
pada area kulit yang sensitif terhadap suhu dan sentuhan secara tidak teratur /
irregular. Sehingga ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan mekanisme dari
penyebaran nervus yang ada di masing-masing individu.

III. Percobaan 3 : Uji Diskriminasi Dua Titik dan Distribusi

Alat dan Bahan:

1. Caliper atau jangka sorong

Metode:

1. Mulai dengan caliper yang diatur dengan jarak 80 mm. Dengan mata subjek yang
tertutup, sisi dorsal (belakang) dari tangan subjek disentuh dan subjek diminta
melaporkan apakah satu atau dua titik yang terasa.
2. Prosedur ini diulangi sembari mengurangi pengaturan caliper dengan
pertambahan 10 mm sampai hanya 1 stimulus yang dirasakan. Selama prosedur,
sentuh tangan pasangan Anda dengan satu ujung caliper pada interval acak. Ini
akan mencegah subjek menebak stimulus apa yang akan diberikan.
3. Jarak di mana hanya satu stimulus yang terasa dicatat. Ini dikenal sebagai titik
kritis.
4. Percobaan ini dilanjutkan pada bagian tubuh lainnya: telapak tangan, ujung jari
telunjuk, lengan bawah, lengan atas, tulang kering, belakang leher. Perhatikan
bahwa ada beberapa bagian tubuh yang lebih sensitif dan dapat menghasilkan titik
kritis yang sangat kecil. Dalam kasus demikian, pengurangan dari penyebaran
caliper dilakukan dalam interval yang lebih kecil, seperti 1 mm.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1. Hasil Percobaan 3

Bagian Tubuh Jarak (mm)


Body Area Distance

Punggung tangan / Back of hand 10 mm

Telapak tangan / Palm of same hand 7 mm

Ujung jari telunjuk / Index fingertip 2 mm

Lengan bawah / Forearm 36 mm

Lengan atas / Upper arm 43 mm

Tulang kering / Shin 32 mm

Belakang leher / Back of neck 20 mm

Tabel 3.2. Interpretasi Hasil

Klasifikasi Titik yang terukur

Normal < 6 mm

Cukup 6 - 10 mm

Buruk 11 - 15 mm

Protektif Satu titik terasa


Anestetik Tidak ada titik yang terasa

Jawaban Pertanyaan

1. Diskusikan bagaimana diskriminasi dua titik bervariasi di setiap regio.

Uji diskriminasi dua titik menilai fungsi dari sistem taktil yang mencakup
beberapa jenis reseptor. Jenis reseptor yang berbeda merespon terhadap stimulus
yang berbeda, contohnya seperti sentuhan, getaran, tekanan, atau ketukan.

Reseptor sentuhan yang terdistribusi secara tidak merata di seluruh tubuh


membuat masing-masing bagian tubuh memiliki tingkat sensitivitas terhadap
sentuhan yang berbeda-beda. Bagian tubuh yang memiliki reseptor terbanyak dan
paling sensitif terhadap sentuhan adalah bagian tubuh dengan glabrous skin
seperti pada lidah dan ujung jari. Setiap ujung jari memiliki lebih dari 3.000
reseptor sentuhan, yang merespon terutama pada rangsangan tekanan.(1,2)
Sebaliknya, bagian tubuh yang lebih berambut dan proksimal seperti pada lengan,
tungkai, dan batang tubuh, dipersarafi dengan lebih sedikit reseptor.(2,3) Seluruh
batang tubuh hanya memiliki reseptor sentuhan sebanyak jumlah reseptor
sentuhan pada satu tangan.

Sesuai dengan landasan teori di atas, hasil penelitian menunjukkan bahwa ujung
jari telunjuk merupakan bagian tubuh yang paling sensitif, dengan titik kritis yang
tercatat sebesar 2 mm. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan dari titik kritis dari bagian tubuh distal ke proksimal. Bagian tubuh
distal dengan glabrous skin seperti ujung jari, telapak tangan, dan lengan bawah,
lebih sensitif terhadap sentuhan dibanding bagian tubuh pada proksimal yang
berambut seperti punggung tangan, lengan atas, leher, dan tulang kering.
2. Usulkan bagaimana diskriminasi dua titik mungkin adalah adaptasi untuk bagian
tubuh yang diuji.

Titik kritis yang tercatat sebagai hasil uji diskriminasi dua titik mencerminkan
kepadatan reseptor sentuhan di masing-masing bagian tubuh. Semakin kecil titik
kritis pada suatu bagian tubuh, semakin tinggi kepadatan dan jumlah reseptor
sentuhan pada bagian tubuh tersebut. Seperti yang telah dijabarkan di atas, titik
kritis terkecil ditemukan pada ujung jari, sesuai dengan landasan teori yang
mengatakan bahwa reseptor sentuhan, khususnya Merkel’s disc, paling banyak
terdapat pada ujung jari. Hal ini memungkinkan ujung jari untuk mempunyai
ketajaman dalam mendeteksi fitur spasial seperti membaca titik Braille serta
membedakan tekstur permukaan.

IV. Percobaan 4

Alat dan Bahan:

Percobaan tangan dalam container dengan 3 suhu suhu berbeda:

- Container (3 buah)
- Air pada container (masing-masing dengan suhu panas, suhu dingin, dan suhu
ruangan)

Percobaan siku dalam air es:

- Es dan air es (masukkan dalam container)

Metode:

Percobaan tangan dalam container dengan 3 suhu suhu berbeda:

1. Sediakan air dengan suhu panas, suhu dingin, dan suhu ruangan pada 3 container
yang berbeda.
2. Subjek diminta untuk meletakkan tangannya selama 10 detik ke dalam baskom
pada urutan yang telah ditentukan.
3. Kemudian observasi perubahan relatif pada suhu yang dirasakan tersebut.
4. Antara eksperimen berikutnya diberikan jeda 1 menit sehingga subjek dapat
mengembalikan suhu awal.

Percobaan siku dalam air es:

1. Sediakan container dengan es dan air esnya.


2. Instruksikan subjek untuk meletakkan sikunya ke dalam air berisikan es selama 2
menit.
3. Catat lokasi dan tipe sensasi pada 0 detik, 60 detik, dan 120 detik.

Hasil dan Pembahasan:


Hand in the beakers

Treatment Sensation
sequence

Tepid-hot-cold Painful

Tepid-cold-hot Very hot

Hot-tepid-cold Cold

Hot-cold-tepid Tepid but warmer

Cold-tepid-hot Hot

Cold-hot-cold Very cold

Elbow in ice water

Time Location Sensation

0s Elbow cold
60 s 2 cm from Elbow cold

120 s 4 cm from Elbow cold

Jawaban Pertanyaan:

1. Diskusikan perubahan sensasi yang dirasakan selama tes 3 container.

Selama tes 3 container, pada percobaan pertama (tepid-hot-cold) ketika tangan


subjek diletakkan pada suhu awal normal, lalu dipindahkan ke suhu panas, lalu
suhu dingin, subjek merasakan sensasi sakit pada tangannya, ini menunjukkan
bahwa perubahan stimulus drastis pada tubuh subjek (perpindahan suhu air)
menyebabkan timbulnya respon mekanisme proteksi tubuh yaitu rasa sakit. Pada
percobaan ketiga (hot-tepid-cold) subjek merasakan tangannya menjadi dingin
dan pada percobaan kelima (cold-tepid-hot) subjek merasakan tangannya menjadi
panas. Pada kedua percobaan ini hasil yang dirasakan oleh subjek sesuai dengan
suhu sesungguhnya dari suhu air pada container tersebut, ini menunjukkan bahwa
air dengan suhu normal yang diletakkan pada urutan kedua membantu
menetralkan suhu awal sehingga tangan subjek dapat merasakan suhu air akhir
yang sesuai dengan suhu sesungguhnya.

Pada percobaan kedua (tepid-cold-hot), keempat (hot-cold-tepid), dan keenam


(cold-hot-cold), setelah subjek meletakkan tangan kedalam air dingin lalu air
panas, subjek merasakan air panas tersebut lebih panas dari suhu sesungguhnya.
Setelah meletakkan tangan pada air dingin lalu air dengan suhu normal, subjek
merasakan air dengan suhu normal menjadi lebih hangat. Setelah meletakkan
tangan pada air panas lalu air dingin, subjek merasakan air dingin tersebut
menjadi semakin dingin. Percobaan ini menunjukkan bahwa kondisi suhu tangan
sebelum mendapatkan stimulus pada container terakhir dapat mempengaruhi
sensasi akhir yang dirasakan oleh subjek dan sensasi yang dirasakan tidak selalu
sesuai dengan suhu sesungguhnya. Keenam percobaan ini juga menunjukkan
bahwa tubuh subjek beradaptasi dengan stimulus lingkungan disekitarnya.

2. Apakah sensasi termal anda selalu menunjukkan suhu absolut suatu benda?
Mengapa?

Berdasarkan percobaan diatas, sensasi termal tidak selalu menunjukkan suhu


absolut suatu benda karena kondisi awal suhu tubuh dapat mempengaruhi sensasi
termal yang akan dirasakan.

3. Diskusikan lokasi sensasi yang dirasakan selama tes 2 menit

Selama tes 2 menit, suhu dingin yang dirasakan oleh subjek semakin lama
semakin menjalar ke atas. Ini menunjukkan bahwa suhu pada air mempengaruhi
suhu pada tubuh subjek.

4. Apakah sistem sensor termal anda menunjukkan adaptasi? Jelaskan ini dalam
istilah rangsangan ke reseptor.

Ya, berdasarkan kedua percobaan diatas sensor termal pada tubuh menunjukkan
adaptasi pada lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan oleh termoreseptor yang
dimiliki tubuh manusia. Termoreseptor merupakan sel saraf yang sensitif terhadap
perubahan suhu yang terdiri dari reseptor panas (ruffini) dan dingin (krause) yang
terdapat pada ujung saraf tubuh manusia. Jalur termoreseptor di otak akan
berjalan dari sumsum tulang belakang melalui talamus ke korteks somatosensori.
Informasi hangat dan dingin yang berasal dari wajah akan mengalir melalui salah
satu saraf kranial dan menuju ke otak. Yang kemudian rangsangan-rangsangan
tersebut akan diproses oleh tubuh melalui sistem hemostasis yaitu usaha tubuh
dalam mempertahankan lingkungan internal yang stabil dan relatif konstan
sehingga dapat menghasilkan berbagai perubahan pada tubuh yang merupakan
respon adaptasi dari lingkungan luar tubuh.
Rangsangan dingin atau panas yang dapat ditoleransi dapat dengan cepat
berkembang menjadi rangsangan yang jauh lebih intens yang tidak dapat lagi
ditoleransi. Setiap rangsangan yang terlalu kuat dapat dianggap sebagai
nyeri/sakit karena sensasi suhu bekerja di sepanjang jalur yang sama dengan
pembawa sensasi nyeri. Sehingga hal ini dapat menjelaskan mengapa pada
percobaan pertama 3 container, perubahan suhu ekstrim dapat menimbulkan rasa
sakit pada subjek.

V. Percobaan 5

Alat dan Bahan:

1. Cork

Metode:

1. Letakan cork pada lengan tangan partner anda dan pastikan waktu yang dibutuhkan untuk
sensasi awal dari tekanan cork mulai hingga mereda
2. Ulang langkah 1 sebanyak 2 kali dan hitung rata-rata waktu yang diperlukan.

Hasil dan Pembahasan:

Trial Time (s)

1 3.13

2 2.33

3 2.15

Mean 2.54

Pertanyaan:

1. Is there much variability in recognition time among trials?


Tidak, karena objek yang diberikan sama sehingga tubuh sudah mengenali. Meskipun
jika mencoba membedakan stimulus yang masuk, tidak akan begitu mempengaruhi
hasilnya karena adaptasi stimulus yang masuk ditanggapi secara tidak sadar.

2. How does adaptation correlated with receptor density, if at all?

Tactile system, yang diaktifkan dalam uji diskriminasi dua titik, menggunakan beberapa
jenis reseptor. Tactile sensory reseptor dapat didefinisikan sebagai ujung perifer dari
neuron sensorik dan struktur aksesorisnya, yang mungkin merupakan bagian dari sel saraf
atau berasal dari jaringan epitel atau ikat. Jenis reseptor yang berbeda menanggapi
berbagai jenis rangsangan, seperti getaran, tekanan, atau ketukan, dan mengubahnya
menjadi sinyal listrik.
Beberapa area kulit memiliki sensitivitas sentuhan yang lebih besar daripada area lainnya.
Semakin banyak jumlah reseptor kulit di suatu area (reseptor density), semakin besar
sensitivitas taktil area tersebut. Ukuran area yang menerima informasi sensorik dari area
tubuh tertentu berbanding lurus dengan kepadatan reseptor kulit. Uji diskriminasi dua
titik adalah ukuran tidak langsung dari kepadatan reseptor kulit

3. What are some evolutionary advantages of sensory adaptation? disadvantages?

Keuntungan dari sensory adaptation, otak dapat lebih peka terhadap perubahan disekitar.
Contohnya ketika berada di ruangan gelap atau pergi keluar saat malam hari. Mata
perlahan akan menyesuaikan dengan keadaan dimana pupil akan membesar agar lebih
banyak cahaya yang masuk. Sebaliknya, ketika keadaan sekitar terlalu terang, maka pupil
akan mengecil.

Kerugian masih dapat mungkin terjadi karena seringnya dengan sadar membuat
keputusan untuk mengabaikan rangsangan berbahaya. Contohnya, efek adaptasi dapat
diamati untuk semua indra. Contohnya indra kimiawi, efeknya adalah rangsangan bau
atau rasa yang konstan akan dianggap menurun intensitasnya sementara kepekaan
terhadap rangsangan itu juga menurun.

VI. Percobaan 6
Alat dan Bahan

1. Kain penutup mata


2. Pulpen
3. Penggaris

Metode

1. Tutup kedua mata subjek selama percobaan menggunakan kain penutup, subjek harus
menutup matanya selama mengikuti percobaan.
2. Gunakan tangan non-dominan sebagai tangan yang akan digunakan dalam percobaan, lalu
berikan tanda pada tangan subjek menggunakan pulpen.
3. Dengan menggunakan pulpen yang lain, subjek diminta untuk memberikan tanda titik di
tempat yang telah dibuat sebelumnya.
4. Jarak titik yang dibuat oleh peneliti dan subjek diukur menggunakan penggaris dan dicatat
dalam tabel.
5. Ulangi tes sebanyak 2 kali untuk setiap bagian tangan dan hitung rata-rata jarak yang
tercatat.
6. Buatlah catatan yang menunjukkan kesalahan di jarak masing-masing 5 percobaan untuk
setiap daerah, termasuk 3 bagian daerah tangan subjek (telapak tangan, ujung jari dan lengan
bawah bagian dalam)

Hasil dan Pembahasan

Palm of hand Fingertip Inner forearm

Trial Error (mm) Error (mm) Error (mm)

1 10 7 20

2 10 4 5

3 5 2 4

Mean 8.34 4.34 9.67


Sequence Error (mm)

Palm of hand Fingertip Inner forearm

1 8.34 4.34 9.67

2 8.78 4.25 10.12

3 7.75 5.56 9.45

4 6.8 3.92 8.98

5 7.75 4.56 9.98

Setiap regio memiliki kepadatan atau densitas reseptor mekanik yang berbeda. Hal ini dapat
dilihat pada hasil rata-rata error yang tercatat, dimana rata-rata error paling besar terdapat pada
lengan bawah bagian dalam yaitu sebesar 9.67, diikuti dengan telapak tangan sebesar 8.34 dan
paling kecil pada ujung jari sebesar 4.34. Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kepadatan reseptor mekanik terbesar terdapat pada regio ujung jari yang memiliki jumlah
error terkecil.
Selain itu dapat ditemukan bahwa tingkat error semakin menurun seiring dengan pengulangan
eksperimen, meskipun tidak terdapat pada seluruh sekuensi.

Jawaban Pertanyaan :

1. Apakah kesalahan lokalisasi taktil berbeda pada setiap regio? Bagaimana? Mengapa hal
tersebut terjadi?

Berdasarkan data yang tercatat dalam eksperimen, kesalahan dalam pelokalan titik pulpen
berbeda-beda berdasarkan regio. Mean error ditemukan paling kecil pada bagian ujung jari
dan paling besar pada lengan bawah bagian dalam. Hal ini sesuai dengan teori, dimana
kesalahan harus terkecil di ujung jari dan terbesar di lengan bawah bagian dalam karena
perbedaan dalam kepadatan mechanoreceptor. Kepadatan mechanoreceptor yang lebih
tinggi akan menunjukkan ketajaman pelokalan yang lebih tinggi.

2. Apakah kemampuan lokalisasi taktil pada suatu regio berkaitan dengan titik sensitif pada
regio tersebut? Mengapa atau mengapa tidak?

Ya. Setiap regio memiliki kepadatan reseptor mekanik yang berbeda, dimana semakin besar
kepadatannya, akan semakin mempresentasikan bagian tubuh yang diinervasi. Dengan
tingginya densitas reseptor mekanik pada suatu regio, neuron yang menginervasi akan
memiliki bidang reseptif yang semakin kecil dan memiliki volume korteks yang besar dalam
mewakili regio tersebut.

3. Apakah pembelajaran atau pengalaman mempengaruhi keakuratan lokalisasi taktil?

Ya, pengalaman akan mempengaruhi keakuratan lokalisasi taktil. Hal ini sesuai dengan
hasil dari penelitian yang menunjukkan berkurangnya jumlah error, meskipun tidak pada
semua sekuen. Secara konklusi, akurasi dalam lokalisasi taktil dapat ditingkatkan melalui
pengulangan paparan stimuli.

4. Apakah lokalisasi taktil layak digunakan? Bagaimana dan mengapa?

Ya, lokalisasi taktil layak digunakan dalam pemeriksaan neurologis guna membantu
diagnosis kelainan pada jaras sensorik. Namun, pemeriksaan ini akan sangat bergantung
pada keterampilan dan ketelitian penguji dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan.
BAB III

Kesimpulan

Dari praktikum yang telah kami lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada kulit
manusia memiliki tiga reseptor utama yang dimana meliputi nosiseptor, mekanoreseptor dan
termoreseptor. Nosipter bertanggung jawab untuk meneruskan sinyal dari rasa sakit yang
ditimbulkan serta berkaitan dengan tekanan, suhu dan juga zat kimia. Mekanoreseptor
bertanggung jawab dalam stimulus sentuhan, tekanan, getaran dan regangan, sedangkan
termoreseptor bertanggung jawab dalam stimulus perubahan suhu. Juga terdapat proprioseptor,
yang dimana memiliki fungsi untuk mendeteksi posisi daripada anggota tubuh masing-masing.

Pada percobaan pertama dapat disimpulkan bahwa sensation mapping dapat memberikan
gambaran dari suatu pola yang spesifik daripada otak yang dimana terdapat respon terhadap
stimulasi sensorik maupun motorik dapat terjadi pada tubuhå. Pada percobaan kedua dapat
disimpulkan bahwa adanya persebaran yang tidak teratur/ irregular yang beragam pada kulit
yang sensitif terhadap suhu dan juga sentuhan yang dapat menunjukan bahwa adanya perbedaan
mekanisme dari penyebaran nervus pada masing-masing individu. Pada percobaan ketiga dapat
disimpulkan bahwa, akibat reseptor sentuhan yang terdistribusi tidak merata pada bagian tubuh
dan juga hanya bagian tubuh dengan glabrous skin yang merupakan daerah paling sensitif, pada
percobaan dapat terlihat bahwa pada ujung jari telunjuk merupakan bagian tubuh yang paling
sensitif yang mengarah bahwa adanya peningkatan dari titik kritis dari bagian tubuh distal ke
proksimal.

Pada percobaan keempat dapat disimpulkan bahwa adanya adaptasi dalam thermal
sensory system dengan menerima stimulus dan juga bereaksi dengan cara yang bertahap. Pada
percobaan kelima mengenai dapat disimpulkan bahwa adanya proses adaptasi daripada reseptor
sensorik yang dapat terlihat dalam respons yang berlangsung dengan cepat pada saat stimulus
dideteksi untuk pertama kali, namun dikarenakan dilakukannya pemberian secara terus-menerus,
maka respon dari reseptor pun akan menjadi lambat. Pada percobaan keenam dapat disimpulkan
bahwa, adanya mean error yang berbeda-beda dimana mean error paling kecil ditemukan pada
bagian ujung jari sedangkan paling besar pada lengan bawah bagian dalam. Dimana menunjukan
apabila bagian tubuh yang memiliki kulit lebih tebal cenderung memiliki mekanoreseptor yang
lebih besar juga serta adanya perbedaan dalam kepadatan mekanoreseptor. Keenam percobaan
yang telah kelompok kami lakukan dapat digunakan dalam metode pemeriksaan untuk
mengevaluasi fungsi reseptor sensorik yang dimana dapat memberikan gambaran permasalahan
apabila mengalami kerusakan pada sistem saraf pusat.
BAB IV

Referensi

1. Anand, N., 2021. [online] TeachMe Physiology. Available at:


<https://teachmephysiology.com/nervous-system/sensory-system/sensory-acuity/>.
2. Bahrudin, M., 2021. Patofisiologi Nyeri. [online] Ejournal.umm.ac.id. Available at:
<https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/5449/5246>.
3. Barret, K., Barman, S., Brooks, H. and Yuan, J., 2021. Somatosensory
Neurotransmission: Touch, Pain, & Temperature | Ganong's Review of Medical
Physiology, 26e | AccessMedicine | McGraw-Hill Medical. [online]
Accessmedicine.mhmedical.com. Available at:
<https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2525§ionid=204291198>.
4. Betts, J., Young, K., Wise, J., Johnson, E., Poe, B., Kruse, D., Korol, O., Johnson, J.,
Womble, M. and DeSaix, P., n.d. Functions of the Integumentary System. [online]
Opentextbc.ca. Available at:
<https://opentextbc.ca/anatomyandphysiologyopenstax/chapter/functions-of-the-integum
entary-system/>.
5. Bigley, G., n.d. Sensation. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK390/>.
6. Faculty.washington.edu. n.d. Neuroscience for Kids - Two Point Discrimination. [online]
Available at: <https://faculty.washington.edu/chudler/twopt.html>
7. Faculty.weber.edu. n.d. [online] Available at:
<https://faculty.weber.edu/btrask/a06-sensation.pdf>.
8. Hancock, E., n.d. Johns Hopkins Magazine - April 1995 Issue. [online] Pages.jh.edu.
Available at: <https://pages.jh.edu/jhumag/495web/touch.html>.
9. Johansson, R. and Vallbo, A., 1979. Tactile sensibility in the human hand: relative and
absolute densities of four types of mechanoreceptive units in glabrous skin. The Journal
of Physiology, 286(1), pp.283-300.
10. Khan Academy. n.d. Homeostasis (article) | Human body systems | Khan Academy.
[online] Available at:
<https://www.khanacademy.org/science/high-school-biology/hs-human-body-systems/hs-
body-structure-and-homeostasis/a/homeostasis>.
11. Molnar, C. and Gair, J., 2021. 17.2 Somatosensation. [online] Opentextbc.ca. Available
at: <https://opentextbc.ca/biology/chapter/17-2-somatosensation/#navigation>.
12. Molnar, C., n.d. [online] Available at:
<https://opentextbc.ca/biology/chapter/17-2-somatosensation/#navigation>.
13. Purves, D., Augustine, G., Fitzpatrick, D., Katz, L., LaMantia, A., McNamara, J. and
Williams, S., n.d. Cutaneous and Subcutaneous Somatic Sensory Receptors. [online]
Ncbi.nlm.nih.gov. Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11162/>.
14. Sciensation.org. n.d. Sciensation (Ciênsação) hands-on experiment for the classroom:
Temperature perception. [online] Available at:
<https://sciensation.org/hands-on_experiments/e5003b_temperaturePerception.html>.
15. Sherwood, L., n.d. Human physiology.
16. Thermoreception [Internet]. 2020 [cited 2021 Apr 16]. Available from:
https://bio.libretexts.org/@go/page/13953
17. Wiley, J., 2010. Encyclopedia of life sciences. Chichester: John Wiley.
18. WON, S., KIM, H., KIM, M. and KIM, K., 2017. Two-point discrimination values vary
depending on test site, sex and test modality in the orofacial region: a preliminary study.
Journal of Applied Oral Science, [online] 25(4), pp.427-435. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5595116/>.
19. Yam, M., Loh, Y., Tan, C., Khadijah Adam, S., Abdul Manan, N. and Basir, R., 2018.
General Pathways of Pain Sensation and the Major Neurotransmitters Involved in Pain
Regulation. International Journal of Molecular Sciences, [online] 19(8), p.2164.
Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6121522/>.

Anda mungkin juga menyukai