Anda di halaman 1dari 6

Bab 6

Fiza : Haloo! Kalian pada bisa diskusi untuk bahas materi tentang kewenangan PA
dalam sistem Peradilan di Indonesia sama KHI dan KHES sebagai hukum materiil dalam
Penegakan Hukum Islam dan sistem peradilan litigasi dan non-litigasi.

Annura : Bisa-bisa fiz, aku juga kurang paham tentang materi itu

Yogi : Iya bener, beberapa materi juga belum terlalu aku pahami

Fiza : Materi apa nih yang sekiranya kesulitan?

Anat : Aku pengen nanya nih, kedudukan Peradilan Agama dalam sistem hukum di
Indonesia itu gimana sih?

Annura : Aku coba jawab ya, kemaren aku udah sempet baca-baca tentang itu.
Kedudukan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum di Indonesia

- Kalau dulu (masa kolonial Belanda), namanya tahkim yaitu penyelesaian sengketa
antara orang islam dan diselesaikan oleh para ahli agama. Dulu ga ada juru sita
dalam susunan pengadilan agamanya.
- Kedudukan peradilan agama jaman sekarang (setelah merdeka) lebih kuat,
mandiri, dan independent, lebih leluasa dalam pengambilan keputusan. Ada juru
sita di dalam UU No.7 Tahun 1989 yang diperbaharui dengan UU No.3 Tahun
2006.
Anat : Landasan hukum tentang peradilan agama di Indonesia apa aja Anat?

Annura : Ada beberapa landasan hukumnya, diantaranya

 UUD 1945 Pasal 24 Ayat 2.

 UU No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman > UU No.48 Tahun 2009.

 Pasal 49 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama > UU No.3 Tahun 2006 > UU
No.50 Tahun 2009.
Najwa : Oiya kemarin aku denger penjelasan kalau kekuasaan kehakiman itu dibagi
menjadi eksekutif, legislative, dan yudikatif ya? Itu pembagiannya gimana ya?

Anat : Untuk kekuasaan yudikatif dipegang oleh MA. Kemudian, untuk


melaksanakannya dibentuk UU-nya, yaitu tentang Kekuasaan Kehakiman (yudikatif).

UU No.48 Tahun 2009 Pasal 10, Pasal 18 Ayat 2 mengatur mengenai kedudukan peradilan
agama, dimana peradilan agama merupakan peradilan yang sejajar dengan peradilan yang lain.
Disebut sejajar karena ketika mengambil keputusan, peradilan agama juga memiliki kewenangan
yang sama untuk memutuskan dan tidak ada pembeda dengan peradilan-peradilan lainnya, udah
SAH keputusannya.

Peradilan agama itu ada dibawah lembaga eksekutif (departemen agama) dulu. Kemudian dalam
UU No.7 Tahun 1989, administrasi keuangannya di departemen agama, tapi sistemnya udah di
bawah MA.

Yogi : Terus perbedaan saat peradilan agama ada di bawah kuasa MA sama department
agama apa?

Najwa : Perbedannya, kalau di departemen agama, itu keputusannya bukan kekuasaan


kehakiman sehingga meskipun udah dapet keputusannya, diperlukan lagi pengesahan ke
pengadilan negeri/umum. Kalau di MA, peradilan agung udah jadi peradilan yang mandiri, baik
peradilan di tingkat kabupaten hingga pusat, merupakan peradilan yang gabisa dicampuri oleh
kekuasaan lain dan tidak dibawahi oleh kekuasaan lain.

Peradilan banding ini yang digunakan untuk melakukan upaya hukum lain apabila di peradilan
negeri atau agama itu dianggap tidak adil atau tidak sesuai. Pengadilan tinggi juga gabisa
dicampuri. Kalau emang ga sesuai para pihak boleh melakukan kasasi lagi ke MA.

Perbedaan peradilan dan pengadilan:

- Peradilan adalah proses dalam mencari keadilan, dimana hakim berperan untuk
mengadili.
- Pengadilan adalah lembaga yang berhak mengadili.

Yogi : Oh iya… skrng udh paham

Fiza : (simpulin sedikit) Berarti pengadilan memiliki kompetensi tertentu untuk


mengadili suatu perkara ya?

Adriel : Iya fiza, kompetensinya itu ada dua


- Absolut yaitu pengadilan punya kewenangan yang didasarkan kepada suatu
perkara menurut obyek, materi, atau pokok sengketa. Jadi, misal perkara pidana
diajukan ke PTUN ya gabisa.
- Relatif yaitu pengadilan punya kewenangan untuk mengadili orang-orang
berdasarkan wilayah yuridiksi tertentu. Setiap daerah memiliki kompetensi
masing-masing.

Evelyn : Paham-paham berarti ada dua kompetensi berbeda ya terkait kewenangan


pengadilan untuk mengadili perkara, Nah, kalau perkara yang diselesaikan melalui Pengadilan
Agama itu perkara apa aja?

Adriel : Kalau perkaranya itu perkara perdata, tapi apa aja aku kurang tahu

Yogi : Aku menambahkan ya, kalau berdasarkan asas personalitas keislaman, asas
utama yang melekat pada Undang-Undang Peradilan Agama yang memberikan makna bahwa
pihak yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Peradilan Agama
adalah hanya mereka yang beragama Islam atau jika perkaranya menyakut dengan keislaman.
Maka menurut Pasal 59 UU No.7 Tahun 1989 yang terus diperbaharui (ada di atas), pengadilan
agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan,

- Waris,

- Wasiat,
- Hibah,

- Wakaf,

- Zakat,

- Infaq,

- Shadaqoh,

- Ekonomi Syariah.

Adriel : Berarti kesimpulannya kedudukan Peradilan Agama dalam sistem hukum di


Indonesia gimana ya?

Fiza : Kedudukan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum di Indonesia


- Melalui UU No.3 Tahun 2006, sudah mandiri dan mutlak berada di bawah MA.
Sehingga, udah ga ada ikut campur dari kekuasaan lain, maka kemandiriannya
semakin kuat dan kedudukannya ga seperti dulu lagi. Perut dan kepalanya ada di
MA (nyambung dan sama kayak poin nomor 3).
- Kalau hukum materiil kita harus bisa memahami perbedaan KHI (kompilasi
hukum islam) dan KHES (kumpulan hukum ekonomi syariah). Kalau hukum
formilnya ada hukum acaranya dan hampir seluruh peradilan itu sama, kecuali
mahkamah militer dan peradilan khusus lainnya.
- KHI merupakan pedoman dalam penyelesaian perkara yang diajukan ke
pengadilan agama untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kedudukannya (KHI memuat aturan seperti hukum
perkawinan, wasiat dan hubah, perwakafan). KHES fungsinya sama tapi lebih
bahas ekonomi syarriah, muamalah maaliyah, KHI jadi dasar hukum berlakunya
adalah Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 dan Perma No.2 Tahun 2008
karena dulu masih dibawah departemen agama. Setelah itu, masalah perkawinan
ga lagi menggunakan fiqih yang tercerai berai, tetapi menggunakan KHI apabila
terjadi perkara. Hukum materiil dipakai jika terjadi sengketa di sana. Jadi, KHI
dijadikan hukum saat peradilan agama sedang mengadili suatu perkara (buku
pertama).
- Dalam KHI ada masalah wakaf (bisa jadi udah meninggal), kalau udah meninggal
dan ga ada sertifikat mengenai wakafnya maka bisa digugat di peradilan agama.
- KHES udah sangat lengkap, membahas juga mengenai akad-akad yang ada (41).

Anat : Kalau praktek di sistem peradilannya gimana nih peran peradilan agama islam di
sistem hukum Indonesia?
Evelyn : Sengketa adalah aktualisasi dari sebuah konflik. Ada 3 macam penyelesaian
sengketa:
- Ajudikatif: penyelesaian dengan win lose (ada yang menang dan kalah, seperti
dalam pengadilan).
- Konsensual: penyelesaian dengan win win
- Kuasiajudikatif: penyelesaian dengan melakukan perundingan dan gugatan dan
hasilnya antara winwin (kebanyakan) dan winlose.
Ketika terjadi sengketa maka sengketa itu (baik dari perbankan atau perusahaan) yang
melibatkan perjanjian kemudian bisa diselesaikan melalui litigasi (penyelesaian sebuah
sengketa melalui proses peradilan) atau peradilan agama. Untuk melalui peradilan agama
harus memenuhi syarat-syarat, harus lengkap dan jelas.
Tapi, mereka bisa menyelesaikan sengketa dengan cara non litigasi (di luar pengadilan)
di dalam UU No.30 Tahun 2008 mengenai AGR, dalam pasal 1 ayat 1 sudah menyatakan
bahwa arbitrase terbagi 2:
- Institusional,
- Adhoc.
Kewenangan Bazarnas adalah untuk menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase (non
litigasi) dan keputusannya harus dipakai karena bersifat final. Arbitrase: konfrontasi,
mediasi. Kelebihannya, penyelesaian perkara lebih cepat waktunya karena ga menumpuk
di MA.

Ada juga yang namanya short cut mengenai peradilan sederhana (adopsi dari Inggris,
Singapore) yang termasuk dalam litigasi.
- Artinya, udah ada keputusan MA yang menjadi terobosan untuk menyelesaikan
sengketa yang sederhana, yaitu PERADILAN SEDERHANA (oleh peradilan
umum dan menggunakan pendaftaran online). Ini termasuk dalam litigasi.
- Fungsinya emang untuk mempercepat perkara karena maksimal hanya 6 bulan.
Sejak dimulai adanya peradilan sederhana, sekarang udah banyak perkara yang
dapat diselesaikan.

Fiza : Nah, melengkapi tuh penjelasan evelyn, jadi kita udah bahas peradilan agama
secara kedudukan dalam sistem hukum Indonesia dan juga secara praktik di sistem hukum
Indonesia. Kesimpulan……………………..
Secara kedudukan
- Di bahwa MA
Secara praktik
- Litigasi
- No Litogasi

Anda mungkin juga menyukai