Anda di halaman 1dari 29

HUKUM ISLAM

Pertemuan I – 15 February 2021

Pengertian Hukum Islam


Ajaran Agama Islam
1. Akidah → mengenai keyakinan/tauhid/mengenai Tuhan, siapa yang harus diyakini
di dalam islam yang diperTuhankan adalah Allah

2. Akhlak
a. Ajaran mengenai bagaimana seseorang berperilaku baik menurut Tuhan
b. Akhlak menjadi baik untuk manusia apabila manusia sudah membudayakan
c. Sumber dari aturan adalah wahyu yang tertua dalam al-quran (disampaikan oleh
malaikat jibril ke nabi Muhammad) hadis (wahyu tapi diwujudkan dengan bahasa
nabi Muhammad/perkataan nabi)

3. Syariah  berisi hukum melalui dalil, semua perintah-perintah dan larang yang sifatnya
lahiriah disebut dengan hukum (syariah)
Syariah kadang sulit untuk dilaksanakan secara langsung, sehingga perlu diperinci dg
tindakan
a. bagaimana cara menikah
b. bagaimana cara membagi waris
Aturan-aturan/ syariah-syariah/perintah-perintah tersebut diperinci dengan ilmu fikih dan
disebut fiqih
misal
a. perintah sholat (syariah)
b. tata cara sholat → gerakan sholat (fiqih)

4. Fiqih
a. Fiqih disesuaikan dengan adat dan aturan masyarakat dan disebut muamalah
b. Fikih yang menyesuaikan dengan kondisi masyarakat disebut muamalah (fiqih
mengenai hubungan antar manusia) contoh: perdagangan → karena sekarang ada jual
beli online, maka aturan mengalami penyesuaian dan perubahan
c. Fikih terbuka semuanya boleh, kecuali hal-hal extreme spt perdagangan narkoba,
perdagangan manusia dsb
Muamalah ini berkembang – Fiqih muamalah yang berkembang akhirnya menjadi
hukum negara, yaitu berkaitan dengan hukum perdata

Fikih tetap adalah fiqih yang tidak bisa mengalamu perkembangan, aturannya strict
contohnya fiqih mengenai ibadah, tidak dapat disesuaikan maupun menyesuaikan, tidak akan
berubah. Fiqih tetap jika mendapat perubahan dsb justru akan menjadi bid’ah atau aturan
yang diada-adakan.

Download di pstore
Kompilasi hukum islam
Hukum ekonomi syariah
UU mengenai zakat, wakaf
Pertemuan II – 18 February 2021

1. Mampu menjelaskan karakteristik Hukum Islam (universalitas dll)


2. Mampu menyebutkan ruang lingkup Hukum Islam (keluasan cakupan pembidangan)

Kerangka ajaran Islam dibagi menjadi tiga:


1. Akidah
2. Syariah
3. Akhlak
Yang pokok dalam agama islam adalah syariah, Syariah → larangan dan perintah yang
bersifat lahiriah yang ada di dalam al-quran dan ak-hadist. Masyarakat dunia mengartikan
syariah sebagai hukum tetapi sebenarnya memang scr harfiah berarti hukum tetapi hukum
syariat islam harus dilaksanakan oleh masyarakat dan diperlukan fiqih untuk
melaksanakannya.
Hukum dalam syariah islam dilaksanakan oleh masyarakat menggunakan fiqih  fiqih
merupakan syariah yang diperinci sehingga tidak boleh menyimpang dari syariat, contoh
syariat dalam hadist mengenai orang menikah, syariat tersebut diperinci dengan fiqih melalui
penjelasan lebih lanjut seperti apa syarat menikah dan apa rukun menikah agar pernikahannya
sah.
Syariah (sholat, menikah, zakat, haji, dsb)  Fiqih (cara sholat, cara berhaji, cara berzakat)
 Hukum Islam
Hal yang akan dipelajari bukan fiqih dan syariah khusus tetapi syriah yang terkait badah
umum (muamalah). Muamalah merupakan hubungan antara manusia dengan manusia,
fiqihnya disebut fiqih muamalah.
Di Indonesia ada 14 kitab fiqih dari 4 mahzab yaitu
- Syafi’i
- Hambali
- Maliki (peraturan berhaji)
- Hanafi
Ketika di Indonesia menerapkan kitab fiqih, kitab fiqih tercipta melalui proses ijtihad para
ulama yang hafal qur’an. Fiqih diperlukan karena syariah terlalu umum dan luas, syariah
yang memuat penjelasan terperinci hanyalah hukum waris dalam surah An-nisa’.
Sumber hukum islam:
a. Syriat (Al-Quran dan Al-Hadist)
b. Fiqih
Penerapan di dalam masyarakat, antara aturan dan penerapan sering berbeda, aturan ini
disebut hukum islam. Hukum islam merupakan syariah dan fiqih yang telah diterapkan di
masyarakat.
Fiqih dibedakan menjadi:
a. Aturan-aturan hukum yang mengatur mengenai perbuatan manusia (Hukum Taklifi)
b. Aturan-aturan mengenai kemudahan dan keringanan (Hukum Wad'i)

1. Mampu menjelaskan karakteristik Hukum Islam (universalitas dll)


Pada hukum taklifi terdapat kategori hukum → perintah atau larangan yang sangat kuat
yang kemudian dirumuskan menjadi sebuah hukum, dibedakan dalam lima kategori (Al-
Ahkam Al-Khamsah)
1. Hukum Halal/Jaiz
2. Hukum Wajib
3. Hukum Sunnah
4. Hukum Makruh
5. Hukum Haram
Sifat Hukum Islam → Sifat hukum dapat berubah tergantung kepada illah, illah
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang bisa memberikan pengaruh kepada hukum
Contoh:
 Hukum Menikah adalah wajib, tetapi bisa berubah menjadi halal pada orang-
orang yang masih sangat muda, bisa menjadi haram pada seseorang yang telah
memiliki istri empat
 Poligami → boleh bukan sunnah, merupakan salah satu bentuk flexibilitas dalam
islam
 Sholat berjamaah di masjid, sebelum pandemi sunnah hukumnya, kemudian bisa
menjadi halal

2. Mampu menyebutkan ruang lingkup Hukum Islam (keluasan cakupan pembidangan)


Al-Ahkam Al-Khamsah bertindak sebagai simbol di dalam masyarakat, dengan
mengkotak-kotakkan perbuatan melalui pelabelan halal dan haram tanpa kita harus
mengetahui secara detail hukum dari perkara tersebut. Ketika masuk ke dalam masyarakat
dan dilaksanakan maka akan menjadi jiwa masyarakat, saat dilaksanakan menjadi jiwa
masyarakat ini hukum islam bersifat living law → yaitu hukum yang hidup di dalam
masyarakat, sehingga hukum nasional akan berkiblat atau memperhitungkan hukum
islam.
Di Indonesia kemudian dibuat kompilasi hukum islam, yaitu:
1. Hukum waris
2. Hukum zakat
3. Hukum perkawinan
Kompilasi hukum islam diambil dalam peradilan agama, hakim tidak perlu membuka
peraturan fiqih yang banyak tetapi cukup menggunakan kompilasi hukum islam.
Kompilasi hukum islam mengambil dari fiqih → fiqih mengambil dari syariah → syariah
mengambil dari al-quran dan al-hadist

Pertemuan III – 22 February 2021


Materi:
1. Kedudukan Hukum Islam dengan Kerangka Agama Islam
2. Perbedaan syariah dan fiqih
3. Hukum islam dalam bentuk yuridis formal
Kerangka agama islam:
a. Akidah
b. Syariah
c. Akhlak
Kerangka berarti susunan dasar, kerangka dalam agama islam merupakan aqidah,
syariah, dan akhlak, tetapi kerangka yang utama adalah iman, iman kepada Allah,
malaikat, kitab, nabi dan rasul, hari akhir, qodo’ dan qadar, yang lebih utama lagi adalah
iman kepada Allah dan hari akhir. Kerangka kedua adalah syariah, syariah merupakan
perintah secara lahiriah ada di dalam al-quran dan hadist. Kerangka ketiga adalah akhlak
yang merupakan nilai perbuatan yang baik menurut Allah.

1. Kedudukan Hukum Islam dengan Kerangka Agama Islam


Kedudukan hukum islam jika didudukkan dalam kerangka agama islam hanya akan
fokus pada syariah karena syariah merupakan sumber hukum islam yang bersumber dari
al-quran dan al-hadist. Saat membicaraan tentang kedudukan hukum islam dengan
kerangka agama islam, maka sama dengan kedudukan hukum islam terhadap syariah. Jika
dianalogikan, syariah adalah UUD sedangkan hukum islam adalah Perda. Hukum islam
tidak boleh menyimpang/menyalahi syariah karena hukum islam merupakan aturan yang
digunakan untuk melaksanakan syariah dan fiqih.
Syariah merupakan konstitusi kehidupan manusia, karena manusia diciptakan oleh
Allah, Allah membuat konstitusi bagi manusia sebagai landasan hidupnya. Konsitusi
Allah berbeda dengan yang dibuat oleh manusia karena konstitusi yang dibuat manusia
bukan agama sedangkan di syariah merupakan konstitusi yang menjadi agama (dinul
islam).
Kedudukan hukum islam di Indonesia menjadi hukum nasional atau hukum positif
(hukum yang berlaku di wilayah negara tertentu). Terkait kedudukan hukum islam dalam
kerangka agama islam, hukum islam tidak bisa menyimpang karena berada pada tingkat
paling bawah yaitu sebagai peraturan pelaksanaan. Namun, di negara minoritas
muslim/sekuler tidak ada hukum islam yang dijadikan hukum nasional, masyarakat tetap
menjalankan syariah islam dengan berpegang pada fiqih.
Hukum islam dilaksanakan untuk melaksanakan fiqih, fiqih bersifat universal (di
seluruh dunia) sehingga perlu suatu peraturan yang lebih sepsifik untuk menjalankannya,
maka dari itu hukum islam disetiap negara berbeda-beda. Kompilasi hukum islam yang
dibuat dari 14 kitab fiqih berasal dari ijtihad para ulama di Indonesia. Ijtihad ini hanya
berlaku di Indonesia karena Malaysia menggunakan hanun (perundang-undangan) hukum
islam yang diadopsi dari Arab Saudi, di Malaysia seperti cara berpakaian juga lebih di
atur. Comparatively di Indonesia hanya menggunakan hukum islam yang dilaksanakan
oleh masyraakat Indonesia yang dirangkum dalam kompilasi hukum islam, contohnya
kompilasi hukum ekonomi islam, UU zakat dan wakaf.

2. Perbedaan Syariah dan Fiqih


Syariah akan diperinci ke dalam  fiqih diperinci ke dalam  hukum islam
 Hukum islam dalam arti luas dapat diartikan sebagai syariah dan fiqih.
 Namun dalam pembelajaran di Fakultas Hukum, Hukum islam dimaknai dalam artian
yang lebih sempit, hukum islam merupakan aturan-aturan hukum yang dibuat oleh
negara untuk melaksanakan syariah islam, untuk agama lain tidak ada hukum agama
karena tidak ada fiqih atau aturan khusus hanya konstitusi umum (tidak ada
perundang-undangan khusus) shg digunakan peraturan hukum perdata barat/hukum
adat.

Fiqih merupakan syariah yang diperinci. Ketika syariah diperinci, jumlahnya lebih
banyak tetapi aturannya fokusnya lebih sedikit, fiqih akan lebih focus pada aturan
tertentu. Contoh: fiqih sholat, fiqih pidana (jinazad), syiar, fiqih-fiqih merupakan UU
yang sifatnya universal, dan keberlakuan disuatu tempat berdasarkan pemberlakuan
hukum islamnya, missal jinazad hanya berlaku di Aceh.

3. Hukum Islam dalam Bentuk Yuridis Formal


Adapun hukum Islam dari aspek formal yuridis lebih berkaitan dengan pengaturan
antar muslim satu dengan yang lainya atau orang muslim dengan benda (muamalah).
Wilayah hukum ini bisa menjadi hukum positif (hukum yang diberlakukan di suatu
negara) jika sudah menjadi aturan yang dibuat oleh negara dalam bentuk undang-undang
atau peraturan lainya. Adapun jika udh dibuat yuridis formal dan terdapat pelanggaran,
maka sanksi yang yang diberikan bersifat memaksa. Dalam hal ini, berbeda dengan
hukum yang pertama (hukum normatif), karena tidak mempunyai sanksi hukum secara
pasti. Contoh hukum Islam yang berupa yuridis formal misalnya hukum wakaf, hukum
zakat, hukum ekonomi syari‟ah dan hukum perkawinan.
Salah satu realisasi hukum islam dalam konsep yuridis formal adalah adanya sistem
peradilan di Indonesia, kedudukan Pengadilan Agama semakin kokoh dan mempunyai
kedudukan yang sama dengan pengadilan-pengadikan yang lain sehingga sudah tidak
mengenal adanya quasi peradilan/ pseudo peradilan.

Pertemuan IV – 25 February 2021

1. Hubungan hukum Islam dengan Hukum Adat dan Hukum Barat.


2. Peran Hukum Islam dalam Pembentukan Hukum Nasional

Hubungan hukum islam dengan hukum adat


Adat merupakan kebiasaan yang diulang-ulang oleh masyarakat, hukum islam dapat
menjadi penyempurnaan dari hukum adat sehingga praktek dari hukum adat tidak
menyimpang dari aqidah islam. Hukum islam ini sangat spesifik karena hanya berlaku
bagi masyarakat adat beragama islam.
Hukum islam merupakan hukum yang digunakan pemerintah untuk menjalankan syriah
dan fiqih, hubungan dengan hukum adat, hukum islam merupakan hukum yang telah
dilaksanakan sebagai suatu kebiasaan dan diulang-ulang (living law) oleh masyarakat.
Hukum islam merupakan bagian dari sistem hukum nasional disamping hukum adat dan
hukum barat. Dari sudut pandang hukum islam, hukum islam memberi nilai bagi hukum
adat, dari sudut pandang hukum adat, hukum islam merupakan bagian dari hukum adat.

Hubungan hukum islam dengan hukum barat

Peran hukum islam dalam pembentukan hukum nasional


a. Pertama, hukum Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum
positif. Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum
positif bagi umat Islam.
b. Kedua, hukum Islam berperan sebagai sumber roh, nilai, atau menjiwai hukum
nasional yang memberikan kontribusi terhadap aturan hukum yang dibuat. Oleh
karena aturan hukum tersebut bersifat umum, tidak memandang perbedaan agama,
maka nilai-nilai hukum Islam dapat berlaku pula bagi seluruh warga negara. Oleh
karena itu, nilai yang termuat di dalam perundang-undangan Indonesia tidak
bertentangan dengan hukum islam.

Peristiwa Hukum dan Perbuatan Hukum


Peristiwa hukum : Kelahiran (pembuatan akta) dan kematian (waris)
Perbuatan hukum : Pernikahan, perceraian, pembagian warisan (yg disengaja
kejadiannya)

Pertemuan V – 1 March 2021

1. Keterjagaan validitas sumber-sumber utama hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Al


hadist
Al-Quran
 Menurut KBBI, validitas berarti sifat benar menurut barang bukti yang ada/logika
berpikir/kekuatan hukum. Apakah al-quran dan al-hadist memiliki sifat kebenaran?
Berdasarkan logika untuk mencari Allah (Tuhan) yang benar.
 Di dalam hidup kita perlu mencari validitas mengenai Tuhan, alam semesta, dan diri kita
sendiri. Perlu mencari validitas Tuhan karena segala hal bisa diperTuhankan (animime,
dinamisme, dsb).

Validitas merupakan suatu kebenaran mengenai barang bukti yang ada.


Syarat berpikir logika
1. Tuhan adalah Sang Pencipta/Kreator/Al-Khaliq
 Tuhan sebagai Sang Kreator atau memiliki teori kebenaran.
 Kebenaran yang ada merupakan kebenaran yang dapat dibuktikan secara logika.
Seperti kisah Nabi Ibrahim dalam perjalanaNya mencari Tuhan, Nabi Ibrahim
berpikir bahwa matahari yang besar dan bersinar adalah Tuhan, tetapi matahari
kemudian tenggelam
 Tuhan adalah sang pencipta, yang bisa menciptakan manusia, langi, bumi dan
seisinya.
2. Unik – Esa tidak berbilang dan tunggal tidak ada duanya
 Allah itu Esa
 Dalam Al-Quran dikatakan bahwa Allah itu eda dan tempat kita bergantung, Allah
tidak berserikat atau tidak ada duanya
3. Tuhan harus bersifat disting (sifat unik berbeda dari yang lain)
 Di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Tuhan memang berbeda dari makhluk,
manusia, atau alam semesta.
 Sehingga apabila suatu kitab membawa kebenaran maka harus menjelaskan jika
Tuhan itu disting (berbeda dengan manusia).
 Di dalam Al-Quran memang dijelaskan jika Tuhan tidak menyerupai apapun dan
berbeda dengan makhluk.
4. Bersifat universal
 Tuhan untuk seluruh alam semesta bukan untuk kaum-kaum tertentu saja
 Tuhan merupakan Tuhan seluruh manusia dan alam semesta, untuk seluruh makhluk
yang diciptakan oleh Allah.
 Di dalam al-quran ditemukan sebuah ayat (Alhamdulillah hirabbin’alamin) segala puji
bagi Allah, Tuhan seluruh alam semesta
Jika kebenaran bisa dicapai di dalam Al-Quran maka Al-Quran itu benar. Oleh karennaya,
Tuhan yang disebutkan juga benar. Akan tetapi, jika Al-Quran itu salah, maka Tuhan yang
memiliki logica filosofis tadi salah. Kebenaran dari Tuhan dapat diyakini apabila Tuhan yang
dituliskan di dalam al-quran memenuhi empat kriteria tersebut.

Apakah kebenaran al-quran terjaga? Ya, kebenaran al-quran terjaga melalui:


Validitas Al-Quran terjaga karena, ada beberapa usaha untuk mencegah kerusakan Al-Quran
1. Sebagai wahyu yang diturunkan kepada nabi yang tidak bisa membaca dan menulis (nabi
umi).
Kebenaran yang diturunkan melalui nabi bisa terjaga karena tidak bisa dikarang atau
dibuat. Nabi merupakan orang biasa yang mendapatkan wahyu, maka yang ditulisa adalah
benar merupakan wahyu dari Tuhan.
2. Adanya penghafalan Al-Quran (hafidz)
Dalam generasi berikutnya ada penghafal Al-Quran (hafidz) yang snagat banyak, yang
memiliki kemmapuan luar biasa, bahkan bisa menghafalkan hingga 30 juz.
3. Penelitian di setiap terbitan Al-Quran
Usaha terhadap pemalsuan Al-Quran sellau bisa diatasi oleh masyarakat islam dengan
cara meneliti atau melakukan penelitian setiap terbitan Al-Quran karena sudah banyak
penghafal yang hafal bahkan sampai tanda baca dan goretan Al-Quran)

Al-Hadist
 Hadist adalah perkataan, perbuatan, dan penyaksian, yang diberitakan. dari Nabi
Muhammad. Ada yang ditanggapi secara positif (diperbolehkan) dan ada yang negatif
(dilarang).
 Hadist ada 2 macam:
a. Hadist mutawatil adalah hadist yang disaksikan oleh banyak orang, pada saat Nabi
melakukan suatu perkataan atau perbuatan, banyak orang yang menjadi saksi atau
sanad (sumber yang menyaksikan kebenaran itu dan menjaga kebenarannya).
Semakin banyak yang menjadi sanad, maka kebenarannya juga semakin mutlak
(soheh).
b. Hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh satu orang periwayat (perawi) yang
sanadnya hanya ada 1 orang aja. Tapi, 1 orang tersebut tingkatannya juga berbeda-
beda, ada yang tidak mungkin berbohong seperti Aisyah dan Fatimah, ada juga yang
diragukan. Maka, apabila orang tersebut ada pada tingkatan tertinggi (disoheh) maka
akan semakin dipercayai kebenarannya. Ada juga tingkatan dibawahnya yaitu orang
biasa (hasan), bawah (dhaif) yang semakin lemah atau kurang dipercayai. Sanad harus
diurut sesuai pada tingkatannya, sanad harus benar-benar pantas.

Penjagaan Hadist dilakukan melalui


1. Sannat : Orang yang menyaksikan perbuatan atau mendengar perkataan Nabi
Muhammad, jika banyak saksi di situ maka bisa disebut merupakan hadist yang sahih
2. Perawi : Dilihat dari periwayat hadist, misalkan Abu Daud, Bukhari, Muslim
itu adalah yang kuat periwayatnya. Jika perawi bersambung maka hadistnya kuat jika
perawinya putus maka lemah.
3. Matan : bunyi hadist, penjagaan hadist dengan matan yaitu melihat hadist
melalui redaksinya
“Muhammad tidak mengatakan sesuatu atau berbuat sesuatu kecuali itu adalah wahyu”
Kebenaran dari suatu hadist merupakan perkataan dari Nabi Muhammad SAW yang berupa
wahyu yang diucapkan dalam redaksi biasa (bukan redaksi Al-Quran), tapi disini juga ada
hidayah dan ilhamiah untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari masyarakat, maka Nabi
melakukan perbuatan-perbuatan itu karena wahyu.
- Salah satu perkataan Al-Quran bahwa Nabi Muhammad tidak berbuat segala sesuatu
selain wahyu yang disebut hadist. Karena Al-Quran udah benar, maka Nabi
Muhammad juga benar dalam menulis hadist karena dikatakan bahwa Nabi
Muhammad mengucapkan wahyu.

Hadist Ahad– Hadist yang diriwayatkan oleh satu sannat tetapi tingkatan sannat ini berbeda-
beda, ada yang tidak mungkin berbohong spt Aisyah r.a. istri Nabi Muhammad S.A.W atau
ada juga yang lemah dari orang yang kurang terpercaya.

Pertemuan VI – 3 Maret 2021


1. Kategori Hukum Al Ahkam Al Khamsah.
2. Metode-metode dalam Ijtihad.
3. Proses terbentuknya mahzab.
1. Kategori Hukum Al Ahkam Al Khamsah.
Kategori berarti penggolongan atau pengklasifikasian, setiap perkara ada penggolongan
hukumnya berkaitan dengan hukum taklifi/sah dan tidaknya suatu perbuatan. Hal ini
berkaitan mengenai unsur-unsur pokok, rukun, atau syarat sah dari terjadinya suatu perkara.
Contoh adalah perkawinan, agar sah harus ada mas kawin, saksi, ijab dan qobul. Setiap
perbuatan ada penggolongan hukum – disebut al-ahkam al-qomsah
1. Boleh/Halal : Setiap perbuatan yang dibolehkan oleh hukum (syar’at) atau
perbuatan yang tidak ditemukan larangannya di dalam Al-Quran. Hukum ini digolongkan
untuk perbuatan/taklifi yang muamalah, contohnya adalah jual beli, semua jual beli
diperbolehkan kecuali jual beli yg dilarang.
2. Haram : Setiap perbuatan yang dilarang oleh syariat atau setiap perbuatan
yang diminta untuk ditinggalkan.
3. Wajib : Semua perbuatan/taklifi yang diperintahkan oleh syari’at.
4. Sunnah : Perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan
5. Makruh : Perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan
Di dalam hukum taklifi ada yang aturan yang menjadi rukum (syarat sah/tidaknya) suatu
perkara ada yang sunnah.
Jika di muamalah (ibadah umum) semuanya diperbolehkan kecuali yang dilarang,
tetapi di ibadah khusus semua perbuatan dilarang kecuali yang diperintahkan (sholat
sudah ada perintah untuk gerakannya dan bacaannya, pelaksanaan ibadahnya harus sesuai
dengan dasarnya atau perintahnya)
Mengenai qunut – ini mahdzab hukumnya, Rasulullah pernah melakukannya tetapi juga
pernah tidak melakukannya, sehingga menjadi Sunnah
2. Metode-metode dalam Ijtihad.
Ijtihad merupakan penggunaan akal/ro’yu untuk menetapkan hukum (haram, halal,
Sunnah, wajib) atas suatu perkara yang masih samar/abu-abu tetapi sesungguhnya telah diatur
di dalam Al-Quran dan Al-Hadist tetapi belum ditegaskan.
Sumber hukum pertama adalah Al-Quran, tetapi jika tidak ditemukan perincian maka
berpedoman pada Al-Hadist, tetapi jika di Al-Hadist masih belum cukup menjelaskan maka
menggunakan sumber ijtihad.
Karena memerlukan akal untuk menentukkan ijtihad maka dibutuhkan metode
berikut:
a. Ijma’ : Metode ijtihad berdasarkan kesepakatan para ulama untuk menetapkan
hukum atas suatu perkara berdasarkan dalil Al-Quran dan Al-Hadist. Misalkan
mengenai perkara khamr, di Indonesia adanya beer, vodka dsb, ini memiliki sifat
mirip dengan khamr yaitu memabukkan. Maka dari itu ada kesepakatan dari para
ulama untuk segala yang memabukkan maka hukumnya haram.
Misal mengenai jual beli yang halal jika tidak dilarang dalam syariat, maka muncul
ijma’ mengenai hukum jual beli online atau forex
b. Kias/analogi
Misal, ada satu masalah yang belum pernah ada, maka dalam kasus yang sudah
pernah ada akan dianalogikan dan menemukan titik tengah. Seperti dulu kita adanya
kendaraan kuda dan itu halal, sama dengan mobil yang saat ini kita gunakan sebagai
kendaraan juga halal. Jadi, kuda dianalogikan sebagai mobil.
c. Maslahah wal Mursalah
Metode ijtihad dengan menggunakan fiqih lunak. Ditetapkan hukum atas suatu
perkara/hal bersandarkan pada kebermanfaatan dan kegunaannya.
d. Urf’
Urf’ dimaknai sebagai adat kebiasaan. Suatu atau atau kebiasaan boleh untuk
dilakukan selama perkara itu menyimpang dari kaidah dan syariat islam atau tidak.

Pertemuan VII – 8 March 2021

1. Sejarah pembentukan hukum Islam dari sejak masa Nabi sampai terkini.
2. Teori-teori berlakunya hukum Islam
Sejarah pembentukan hukum Islam dari sejak masa Nabi sampai terkini
1. Perkembangan hukum islam sejalan dengan perkembangan agama islam. Ketika zaman
nabi belum mendapatkan wahyu maka hukum islam juga belum ada. Hal ini karena
hukum islam lahir dari ajaran tauhid/hukum Allah, bukan hukum buatan manusia.
2. Seiring berjalannya waktu, setelah ajaran tauhid, muncul aqidah, syariah, dan akhlak
untuk menuntun.pedoman manusia. Kunci utama dari ajaran tauhid adalah untuk
menyembah kepada Allah yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita (dari
sebelumnya menyembah berhala).
3. Hukum Islam dihadirkan Allah saat manusia membutuhkan, contoh hukum waris yang
diturunkan pada surah An-Nisaa ayat 7 yang dijelaskan lebih rinci pada ayat 11-12. Pada
masa itu, wanita tidak mendapatkan hak waris tetapi kemudian dikeluarkan hukum islam
yang menjelaskan perkara pembagian warisan yaitu bagi laki-laki ada peninggalannya,
bagi wanita juga ada.
Di hukum adat zaman dulu, wanita tidak punya hak waris sampai munculnya hukum
Islam mengenai wanita (dalam status sbg anak atau saudara) juga mendapatkan waris di
dalam surah An-Nisaa’.
4. Sumber ajaran hukum islam tersebut disempurnakan oleh Allah melalui surah Al-Maidah.
Sempurna bukan dalam hal ayat Al-Quran dan wahyunya, tetapi bersesuaian dengan
hadist juga termasuk sempurna,
Contoh, orang membunuh dan mencuri itu juga ditetapkan oleh Nabi. Semua melalui
proses yang disebut pengadilan juga. Orang gabisa dihukum kalau belum diadili. Dulu,
Nabi yang menjadi hakimnya karena masyarakat hanya percaya kepada Nabi. Kalau
sekarang bahkan pengadilan gaboleh satu orang kecuali hal-hal khusus, haris ganjil, tidak
boleh genap.
5. Hukum Islam setelah Rasulullah wafat
Setelah Rasulullah wafat, maka dilanjutkan oleh sahabat Nabi Muhammad yang disebut
Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib,
Hukum setelah rasulullah wafat mengalami perluasan tetapi tidak tergantikan. Perluasan
merupakan metode untuk menetapkan hukum tetapi tidak menyimpang dari sebelumnya,
Zaman Khalifah Umar juga ada dan mulai muncul Ijtihad yang berbeda dari hukum yang
ada (berbeda dalam arti perluasan dan tidak menyimpang dari awalnya). Maka hal ini
disebut dengan fiqih khusus.
6. Fiqih itu yang nanti berkembang dan menyesuaikan dengan keadaan tetapi tidak boleh
menyimpang dari Al-Quran dan Hadist.
Misalnya, sudah ditetapkan hukum waris dalam ahli fiqih yaitu menetapkan garis
keturunan mengunakan nazar (garis keturunan laki-laki), di Indonesia muncul namanya
warisan bilateral (garis keturunan tidak hanya dari laki-laki) karena menyesuaikan.
7. Hukum islam sebenarnya sudah sangat jelas, tetapi ia mengalami perkembangan dan
penyesuaia dengan kondisi masyarakat setempat (menggunakan metode ijtihad atau
fiqih). Inilah yang disebut perkembangan hukum islam.
Contoh, di masyarakat Kutub Utara kan malam dan siangnya lama banget, bisa jadi siang
itu berbulan-bulan, dst. Para ulama menetapkan ijtihad yang sesuai dengan fiqih dan
sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.

8. Hukum Islam di Indonesia


a. Ketika agama Islam masuk ke Indonesia sebenarnya sudah sempurna, selain dari
akidah yang dibawa oleh ulama, hukumnya udah ada sebenernya. Tapi, karena sistem
yang digunakan Nabi bahwa mendahulukan akidah, jadi waktu zaman Wali Songo
juga gitu, disesuaikan akidah dan masyarakatnya.
Misal hukum waris kalau anaknya perempuan terus, nanti bakal dijadikan hukum
adat, jadi satu dibagi dua.
b. Setiap hukum memerlukan kekuasaan agar hukum dapat berjalan.
c. Di Indonesia, hukum islam telah hadir sebelum kedatangan Belanda. Indonesia
memiliki hindu, budha, animism-dinamisme tetapi masyarakat Indonesia sudah
berbudaya. Jadi agar diterima di Indonesia, Belanda juga harus menggunakan logika
yang benar, tidak bisa bujukan-bujukan saja, mereka juga harus mengenal Tuhan,
d. Pada saat Belanda datang ke Indonesia, Belanda bersifat lunak agar diterima oleh
masyarakat. Oleh karenanya, Belanda menggunakan startegi resepsio incomplexo:
(diterima sebagai hukum oleh masyarakat dan negara). Hukum Islam merupakan
hukum yang diterima sebagai hukum dalam masyarakat Hindia-Belanda. Belanda pun
datang dengan menyokong berlakunya hukum islam di Indonesia.
e. Dalam perkembangannya karena Belanda ingin melemahkan bangsa Indonesia dan
mayoritas masyarakat beragama Indonesia, mereka berusaha menghilangkan agama
Islam dari sistem. Muncul teori resepsi (diteorikan oleh Van Vallen Hoven) yaitu
meniadakan hukum islam dari sistem pemerintahan. Yang tersisa adalah hukum adat.
f. Kemudian, teori ini berkembang sampai lama, tapi malah jadi kontra-produktif.
Awalnya emang oke, tapi lama-lama masyarakat tertekan dan memberontak. Muncul-
lah perjuangan-perjuangan dari masyarakat seperti perang Diponegoro, Padri, dll.
Sampai akhirnya merdeka.
g. Saat sudah merdeka, orang islam ingim hukum islam dikembalikan (teori resepsi
akontrario). Namun, sistem hukum kan gabisa hilang begitu saja, jadi Indonesia tetap
menggunakan hukum Hindia-Belanda meskipun sudah merdeka, karena kalau ga ada
yang mengatur maka semuanya rusak sehingga diputuskan jika hukum adat hanya
bisa berlaku kalau sesuai dengan hukum islam.
h. Muncul teori exit (oleh Istantio, pembimbing studi bapaknya di S1, hukum waris
Islam) dan sampai sekarang masih berkembang. Bahwa, hukum Islam merupakan
hukum yang menjadi hukum nasional. Bukan cuma menjadi sumber, karena kalo
sumber kan berarti cuma nilainya aja. Pada dasarnya, hukum Islam menjadi sumber
dan menjadi hukum nasional itu sendiri. Hukum Islam adalah hukum yang
menjalankan atau melaksanakan syariah dan fiqih.
Contoh, perbankan syariah juga ada hukumnya. Itu hukum Islam dan dipakai sebagai
sumber menjalankan syariah itu dan perkembangannya.
i. Pada saat yang sama, hukum Islam menjadi sumber hukum nasional, seperti hukum
pidana, perdata, dll. Memang, hukum pidana secara lengkap ga selalu berhubungan
langsung, tapi NILAI-nya itu ada.

SEMANGAT SIS!!!! DOAIN AKU CEPET DAPET DOI YA… xixixi

Pertemuan VIII – 15 Maret 2021


1. Kedudukan Hukum Ekonomi Islam dalam Hukum Islam
2. Hukum ekonomi Islam dalam Hukum Islam dan perkembangannya dalam skala
global dan nasional

1. Kedudukan Hukum Ekonomi Islam dalam Hukum Islam


Hukum islam adalah aturan hukum yang digunakan untuk melaksanakan syariah atau fiqih.
Ekonomi syariah adalah aturan fiqih normatif mengenai ekonomi yang sudah. Sistem
ekonomi syariah tidak akan bisa hidup dan dipakai masyraakat apabila tanpa ada hukum
(legal standing). Aturan/hukum tersebut merupakan sistem yang menggerakkan ekonomi
masyarakat. Hukum merupakan kekuatan yang digunakkan untuk mengerakkan fiqih islam
(fiqih perbankan syariah), fiqih tidak bisa hidup di dalam masyarakat jika tidak ada hukum.

ekonomi syariah → hukum ekonomis syariah → hukum islam

Ekonomi syariah bisa bergerak jika ada hukumnya, karena jika tidak ada hukumnya tidak
akan berlaku mengikat jika terjadi suatu pelanggaran.
Setelah bank Indonesia menggunakan sistem bagi hasil sebagai implementasi hukum syariah,
sektor perbankan mulai muncul sistem wakaf, zakat, dsb serta muncul perundang-undangan
UU No. 1 tahun 2004.

Karakteristik dari asas hukum ekonomi islam


Karakter
1. Iktisab Rabbani: Hukum ekonomi islam berada dalam unsur ketuhanan. Di dalam hukum
islam ada aturan khas yang turun dari Tuhan langsung meskipun hukum ekonomi islam
masuk sebagai muamalah (perbuatan dengan manusia). Seluruh ajaran muamalah boleh
(ibahan/kebolehan) kecuali yang dilarang
2. Ikhsisab Insani : Untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hukum ekonomi syariah diatur
sesuai dengan kebutuhan manusia
3. Iktisab akhlak : Hukum ekonomi islam seharusnya memuliakan manusia melalui
larangan dan pengaturan dalam hal mereka menempatkan hak dan kuajibannya.
4. Iktisan Quatt afiah: Hukum

1. Asas mad’al ibahah


2. Asas kebebasan berkontrak/Magda Ulya’ Attaqut
Dalam pengertian perdata bahwa setiap orang yang melakukan perjanjian, masing-masing
memiliki kebebasan untuk memilih aturan mana yang akan dipilih kontrak mana yang
akan disepakati.
Perbedaan dengan perdata
Dalam hukum perdata semua orang bebas meletakkan hukumnya, saat orang itu kuat,
otomatis ia memiliki kebebasan dalam membuat kebijakan dan menindas orang yang
lemah. Bagaimana cara agar seimbang?
Di islam diberi hukum dengan asas kebebasan berkontrak, orang diberikan kebebasan
untuk memilik hukum mana yang akan mereka implementasikan, sesuai dengan kaidah
islam.
Jadi perbedaannya, orang tidak memiliki kebebasan dalam membuat hukum sendiri dalam
berkontrak tetapi diberi kebebasan untuk memilih hukum islam yang mana.
3. Asas konsensualitas : Jika sudah disepakati maka akan menjadi hukum, aturan
ekonomi syariah berubah menjadi hukum karena adanya asas konsensualitas.
4. Asas pengikatan : Jaji itu mengikat pihak yang berkontrak berlandaskan al-quran
5. Asas keseimbangan : yang didahulukan kewajibannya lalu baru hak akan mengikuti
6. Asas kemaslahatan : asas yang menyatakan bahwa hukum ekonomi islam tidak
memberatkan pihak lain yang berkontrak

Pertemuan IX
Hukum Islam 9
1. Macam-macam akad syariah:
- Wadiah: Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai
barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
 Akad yang dilandaskan kepada tabungan, akad penitipan uang.
- Mudharabah: Akad kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (malik,
shahibul mal, atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak
kedua ('amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana
dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian
ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
 Akad yang dilandaskan kepada kerjasama.
- Musyarakah: Akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk usaha
tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana masing-masing.
Gaboleh ada penyimpangan.
- Murabahah: Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai keuntungan yang disepakati.
- Salam: Akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang
disepakati.
- Istisna': Akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni') dan penjual
atau pembuat (shani').
- Ijarah: Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikian barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik: Akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
- Qardh: Akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah
wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah
disepakati.
- Kapalah: berlandaskan jaminan satu pihak kepada pihak lain.
- Hapi: pembiayaan kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam waktu
yang relatif pendek.
2. Akad berdasarkan jenis ada 3 macam:
- Berdasarkan dipenuhi atau tidak dipenuhinya suatu rukun dan syaratnya
perbuatan hukum (sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum). Bisa
menimbulkan akad-akad baru dalam perbankan, misalnya pembiayaan syariah.
Dasar utamanya adalah bagaimana para pihak memenuhi syarat dan rukunnya.
- Berdasarkan prinsip syariah yang sudah ada namanya. Bai, hibah, gadai,
dsb.
Murobahah, salam, istisna
- Disandarkan pada barang yang diserahkan atau tidak itu berupa barang yang
berwujud atau tidak berwujud.
3. Penjelasan poin 1 dan 2:
- Bertujuan untuk menghimpun dana
 Wadiah atau titipan. Titipan itu bisa berarti tabungan, pinjaman.
Tapi, titipan dalam bentuk wadiah artinya orang menitipkan barang
kepada orang lain tanpa ada upah (wadiah murni). Jadi, ketika orang
menaruh uangnya di bank, ga ada bunganya (dan sebaliknya). Wadiah
bisa menjadi ijaroh apabila bank mensyaratkan adanya upah/ujroh
(imbalan dalam sifat administrative, hanya berlaku sekali, dan tidak
berkelanjutan), beda sama bunga (diperjanjikan berdasarkan jumlah
pinjamannya yang secara dinamis akan mengikuti waktu, masuknya ke
riba).
o Jadi, bakal ada pilihan wadiah/ijaroh. Kalau wadiah ya ga ada
bunganya sama sekali, bener-bener cuma titip aja. Kalau ijaroh,
kita dapat bagian lagi karena ijaroh ada ujroh/imbalan.
 Yang didasarkan pada tabungan juga ada Mudharabah atau akad
kerjasama. Mudharobah adalah Kerjasama antara 2 pihak, yang mana
yang satu adalah sebagai penyandang dana dan satunya adalah
pengusaha. Kalau penyandang dana, baisanya adalah bank yang bebagi
modal. Atau, jika sohibulmal/penyandang dana adalah nasabah dan
muthorib/pengusahanya adalah bank dan nanti keuntungannya akan
dibagi 2 sesuai dengan nisbah (pembagian keuntungan dengan
persentase). Tabungan dengan cara ini harus disepakati kedua belah
pihak.
 Kekurangannya adalah kerugian finansial harus ditanggung bersama-
sama (antara penyandang dana dan pemberi modal). Kita harus siap
kalau banknya bangkrut dan kita mengalami kerugian bahkan.
 Kalau bank yang menjadi pengusahanya, itu masuk ke dalam
deposito. Deposito ini berdasarkan dari prinsip mudharobah.
 Kalau bank yang menjadi penyandang dana, maka Akad
Mudharabah juga pada dasarnya digunakan untuk pembiayaan modal
kerja. Bisa juga tabungan. Akad mudharabah bisa menjadi asas modal
kerja. Ada penetapan sesuai dengan isbah, jadi ga riba.
 Contohnya: namanya “KUR” kredit usaha rakyat, tapi akadnya adalah
syar’I, yaitu akad mudharabah. Ada kerjasama antara 2 pihak, yaitu
bank (sohibulmal atau pemilik harta yang menjadi
penyandang/penyedia dana) dan pihak lain (muthorib/nasabah yang
memiliki keahlian yang bisa mengelola suatu usaha yang produktif
dan halal). Dana keuntungan akan dibagi berdasarkan kesepakatan
pada perjanjian di awal akad.
 KUR (kredit usaha rakyat) adalah adaptasi dari mudharabah.
- Akad yang berbasis kepada jual beli atau al-bay. Ada 3 akad yang sering
digunakan:
 Murobahah: akad jual beli barang (bai, dibaca bek) pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dinyatakan terlebih
dahulu, keuntungannya berapa. Misal, kredit perumahan rakyat (KPR),
dalam pembiayaan KPR tersebut sudah dihitung berapa harga
rumahnya dan bank beli dari pengembang. Kemudian, bank
menjualnya lagi kepada nasabah dan harga jual yang diberikan bank itu
sudah disepakati (harga beli + keuntungan) sejak awal. Pembayarannya
bisa dilakukan dengan cara dicicil/diangsur, tapi angsurannya itu udah
ga ada bunganya lagi.
o Sebenarnya bank kan bisa pakai kredit multi bunga yang ada
bunganya. Tapi, ada perbedaannya yaitu ketika terjadi
sengketa (penyelesaian sengketa) dan sifat bunganya adalah
riba karena tidak disepakati diawal dan dalam wujud
persentase. Sedangkan, riba bukan riba kalau udah
disepakati di awal (murobahah).
 Salam: pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sementara
pembayarannya dilakukan dimuka. Tapi, spesifikasi barangnya udah
dijelaskan terlebih dahulu.
o Jual beli dengan cara pemesanan, dimana pembeli memberikan
uang lebih dahulu terhadap barang yang sudah disebutkan,
kemudian barang itu dikirim.
o Lembaga keuangan/bank ini bertindak sebagai pembeli produk
dan memberikan uangnya lebih dahulu sedangkan nasabah
menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya
(pembiayaan pertanian).
o Pada prinsipnya, pembelian jual beli online (yang bukan COD)
adalah adaptasi dari prinsip Salam ini.
 Istisna: jual beli barang dalam bentuk pemesanan, pembuatan barang
yang didasarkan pada persyaratan serta kriteria tertentu. Pola
pembayaran dapat dilakukan dengan kesepakatan, baik di depan
maupun di belakang.
4. Ketika misalnya di dalam KUR orang tidak bisa menjual sapinya atau sapinya mati di
tengah jalan, maka yang menjadi masalah perbedaan dengan pinjaman di bank
konvensional adalah penyelesaian sengketanya. Kan ketika peminjaman mudarobah
dan ada jaminannya. Jaminan pada bank konvensional umumnya selalu akan dijual
atau disita oleh bank dalam penyelesaian sengketanya. Misal, sertifikat tanah yang
dijadikan jaminan maka rumah tsb dijual atau dilelang. Kalau mudharobah dan terjadi
wanprestasi, yang menyelesaikan sengketanya adalah pihak nasabah akan menjual
sendiri dan bayar utangnya kepada bank. Jadi, yang ini lebih memanusiakan orang
karena memang tujuannya adalah untuk akhlak.
5. Sebelum kita melihat jenis-jenisnya, kita lihat logikanya dulu bahwa asas kebebasan
berkontrak (pertemuan sebelumnya). Dimana, asas kebebasan berkontrak didasarkan
pada kebebasan untuk memilih (hak-hak) sistem atau prinsip-prinsip hubungan bisnis
dalam syariah, yaitu bisa menggunakan prinsip bay (dibaca baih atau bek) dan tidak
boleh menyimpang dan hakim bisa mengadili dengan prinsip tsb.
6. Prinsip/asas musyarokah (berasal dari kata sirkah), yaitu hubungan serikat antara 2
orang (ada 2 pemodal yang keuntungannya kemudian disepakati terlebih dahulu.
Misal, bank melakukan pembiayaan property pada pengembang dan membiayai
pengembang, maka pengembangnya punya modal berapa dulu dan disetor kebank.
Kemudian, bank menunjuk pihak pengembang tersebut untuk membangun rumah.
Pada prinsip syariah, gaboleh ada penyimpangan dalam hal ini, misalnya
penyimpangan ketika pengembang ga setor uang dulu kepada bank (misal modal
pengembangan property 10M, maka pengembang harus bayar 30%) maka ga ada
serikat dan ga bisa disebut musyarokah.
7. Yang disebut akad/prinsip syariah:
- Gaboleh ada riba,
- Gaboleh ada meisir (judi atau untung-untungan),
- Gaboleh ada goror (penipuan).
-
Pertemuan X – 22 Maret 2021

Kedudukan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum di Indonesia


Dalam sistem katatanegaraan Indonesia, ada tiga kekuasaan yang bergerak sendiri-sendiri,
yaitu eksekutif, yudikatif, fan legislatih. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh kekuasaan
yudikatif, penjelasan mengenai sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia ada pada Pasal 24
(2) UUD NRI tetapi diperlukan adanya aturan lain dibawahnya untuk mengatur lebih lanjut
kedudukannya.
Sebelumnya peradilan agama dibawah kementerian agama (UU No. 7 Tahun 1989) tetapi
selanjutnya dialihkan dibawah Mahkamah Agung (UU No. 6 Tahun 2003) dialihkan karena
ditakuberada di bawah pihak eksekutif dan untuk pengesahan putusan (missal cerai) harus
meminta pengesahan ke Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, dipindahkan di bawah
Mahkamah Agung sehingga Pengadilan Agama menjadi lembaga peradilan yang mandiri.
Jika tidak puas dengan hasilnya bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama dan
kasasi di Mahkamah Agung.
Kompetensi di Pengadilan
a. Kompetensi absolut
Kewenangan pengadilan agama untuk memutus sesuatu didasarkan pada perkaranya:
 Perkawinan.
 Kewarisan.
 Wasiat.
 Hibah.
 Wakaf.
 Zakat.
 Infaq.
 Shadaqah.
 Ekonomi syari’ah
Pengadilan agama mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara yang berkaitan
Pasal 49 ayat 1 UU. No
Asas personalitas keislaman berarti bahwa Pengadilan Agama dikhususkan untuk
orang-orang yang beragama islam.
b. Kompetensi relative
Pengadilan memiliki kewenangan untuk mengadili orang-orang berdasarkan wilayah
yuridiksi tertentu.
Kedudukan Pengadilan Agama saat ini setara dengan pengadilan lain (berada di bawah
Mahkamah Agung), sehingga putusannya memiliki ketetapan hukum yang sah. Kedudukan
Pengadilan Agama menjadi semakin kuat karena berada di bawah MA

25 Maret 2021
Jika ada sebuah konflik terutama perdata (sengketa) di Indonesia, penyelesaiannya akan
dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi) dan jalur luar pengadilan (non litigasi). Dalam
penyelesaian sengketa ada tiga macam:
1. Ajudikatif : ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah/ win-lose proses
peradilan melalui pengadilan seperti ini
2. Konsensualis : win-win solutions
3. Tuasi : di tengah-tengah win-win solutions dan win-lose solutions, sebenanya
win-win solutions tetapi terkadang juga ada yang dirugikan
Tiga macam penyelesaian sengketa ini yang membedakan litigasi dan non litigasi. Dalam
kasus sengketa syariah, peradilannya dapat dilakukan melalui litigasi di Pengadilan Agama
→ pasti akana ada yang menang dan kalah. Namun, sebelum memasuki pengadilan, dapat
dilakukan upaya non litigasi, diatur dalam UU No. 30 Tahun 2008 tentang ADR (Alternative
Dispute Resolutions).
Kewenangan BASARNAS adalah mengadili perkara ekonomi syariah. BASARNAS bisa
mengabitrase (menyelesaikan dg cara non litigasi) dan keputusannya wajib dipakai (dulu
harus disahkan di pengadilan, sekarang menjadi keputusan yang final). BASARNAS akan
membuat proses peradilan menjadi lebih cepat.
MA pernah memutuskan untuk mengadakan peradilan sederhana oleh peradilan umum
berbasis litigasi untuk menyelesaikan perkara perdata ringan.

RPS 12 – 25 Maret 2021


1. Pengertian perkawinan dan tujuan perkawinan menurut hukum islam

1. Pengertian perkawinan berdasarkan hukum islam


a. Pak Edy:
Perkawinan hukum islam adalah akad yang sangat kuat (lisaqon qolidhon) antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang kekal dan bahagia berdasarkan keimanan untuk
membentuk keluarga.
b. Pasal 1 UU No. 74 Tahun 1974
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
c. Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.
Perkawinan dilihat dari dua dimenasi
a. Dimensi Hukum → akad dilakukan dengan memenuhi seluruh unsur hukum, jika
tidak dipenuhi semua, maka pernikahan tidak akan sah
1) Mempelai
2) Wali
3) Saksi
4) Ijab dan qobul
b. Perkawinan berdasarkan dimensi agama: Dengan ijab dan qobul berarti disaksikan
oleh Allah melalui saksi yang dihadirkan, sehingga sebenarnya hakikatnya ikatan
perkawinan tidak boleh diputuskan.
Tujuan : membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.
2. Hukum Perkawinan berdasarkan
a. Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Perkawinan
sah jika dijalankan berdasarkan hukum dan agama masing-masing. Hukum
agama islam yang mengesahkan perkawinan dinamakan hukum perkawinan
islam. Hukum perkawinan islam ada di kompilasi hukum islam buku I.
b. Pasal 2 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pencatatan perkawinan tidak masuk hukum perkawinan tetapi hukum
administrasi negara sehingga pernikahan yang tidak dicatatkan tetap sah.
Jika sudah sah pernikahannya, apa gunanya pencatatan? → Pernikahan tidak
mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum,
sehingga jika terjadi konflik hak dan kewajiban suami/istri (contoh perkara
warisan, nafkah anak, pembagian harta bersama) tidak bisa di sengketakan.
Jika suatu pernikahan belum dicatatkan dan ingin pernikahannya memiliki
kekuatan hukum, dapat diajukan proses pencatatan melalui pengadilan, isbath
nikah (Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam).
Konklusi:
Perkawinan siri sah secara hukum dan agama tetapi tidak memiliki pencatatan
yang bisa memberikan kekuatan hukum.

 Negara sekuler selalu memisahkan urusan negara dengan urusan agama. Oleh karena hal
itu akan muncul pemahaman bahwa akan sah secara acara atau sah secara negara.
Padahal, dijelaskan pada Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974bahwa “pernikahan adalah
sah jika dilakukan menurut agama masing-masing.”
 Negara Indonesia menganut supremasi of law, sehingga saat dikatakan bahwa pernikahan
menurut agama adalah sah, maka negara juga harus mengakui ke-sah-an nya.
 Tidaklah pencatatan perkawinan menajdi syarat sah pernikahan tetapi yang bisa
dicatatkan adalah perkawinan yang sah.
 Jika perkawinan
 Isbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut
syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Pegawai
Pencatat nikah yang berwenang.
 Yang perlu dicatatkan tidak hanya perkawinan islam tetapi perkawinan semua agama,
berdasarkan agamanya masing-masing.
 Pencatatan nikah agama islam ada pada UU No. 22 tahun 1948 tentang pencatatan nikah.
Agama non islam dicatatkan di kantor catatan sipil dan orang beragama islam dicatatkan
di kantor urusan agama (KUA).
 Pengadilan agama menggunakan kompilasi hukum islam sebagai dasar hukum materiil.
 Sahnya perkawinan menurut hukum perkawinan islam (Pasal 14 Kompilasi Hukum
Islam):
a. Calon Suami;
b. Calon Istri;
c. Wali nikah;
d. Dua orang saksi dan;
e. Ijab dan Kabul.
Jika salah satu unsur tidak dilengkapi maka pernikahan dihitung tidak ada perkawinan.
Jika semua unsur-unsur dipenuhi tetapi tidak sesuai persyaratan maka pernikahan tidak
sah
 Putusnya perkawinan terjadi karena (Pasal 113 KHI):
a. Perceraian
b. Kematian
c. Gugatan pengadilan
 Pasal 114 KHI: menyatakan putusnya perkawinan karena perceraian bisa karena gugat
cerai atau karena talak (HARUS disertai alasan perceraian yang dicantumkan dalam surat
gugatan yang menunjuk pada pasal 116).
Pasal 114 KHI menyatakan “putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian
dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.” (HARUS disertai alasan
perceraian yang dicantumkan dalam surat gugatan yang menunjuk pada pasal 116).
 Perceraian harus disertai alasan yang kuat, alasan sersebut ada di Pasal 116 KHI:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan,
b. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya,
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung,
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak lain,
e. Salah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri,
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,
g. Suami menlanggar taklik talak,
h. Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah tangga.
 Perceraian yang tidak dilaksanakan di dalam pengadilan maka adalah sebuah perceraian
yang belum terjadi karena sebetulnya diperlukan sebuah sidang di Pengadilan. Di
pengadilan akan diputuskan perkawinannya putus atau tidak. Karena saat zaman nabi,
perceraian pun harus mendapat keputusan dari nabi sebagai hakim.
Pasal 7 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam: Untuk pernikahan siri jika ingin melakukan
perceraian dengan memenuhi KHI, perkawinannya harus dicatatkan terlebih dahulu
(dilakukan isbat nikah) baru mengajukkan perceraian tetapi proses bisa dilakukan dengan
mudah.
KHI merupakan kumpulan dari 14 kitab fiqih.

1 April 2021
Perkawinan adalah perjanjian/perikatan yang sangat kuat, bedanya dengan perikatan biasa
adalah adanya kebebasan berkontrak, perjanjian perkawinan sudah ada perjanjian yang diatur
dalam hukum perkawinan sedangkan perjanjian biasa. Jika terjadi penyimpangan dari
perjanjian yang sudah diatur maka akan ada perubahan hukum di dalam perkawinan,
misal perwakinan kontrak → sah tetapi haram hukumnya. Perkawinan kontrak secara
secara hukum materiil sah (karena memenuhi syarat) tetapi secara hukum taklifi adalah
haram karena terdapat penyimpangan.
Karena tujuan dari membangun pernikahan adalah untuk selamanya mencapai sakinah,
mawadah, dan warohmah, tidak boleh terikat kontrak. Jikalaupun bercerai itu karena
mungkin tidak bisa memenuhi hak dan kewajiban bukan karena sebuah kesepakatan di depan.
Karena makna sakinah, mawadah, warohmah adalah
Hak dan Kewajiban Suami/Isteri menurut Pasal 77 KHI:
(1) Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat
(2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir bathin yang satui kepada yang lain;
Jika sudah sanggup menikah → berarti harus siap untuk mencintai pasangannya.
(3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka,
baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agamanya;
(4) suami isteri wajib memelihara kehormatannya;
(5) jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Agama
Kewajiban Suami-Pasal 80
(1) Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetap mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh sumai isteri bersama.
(2) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya
(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan
belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) sesuai dengan penghasislannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendididkan bagi anak.
(5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
(6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana
tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.
Kewajiban Isteri
(1) Kewajibn utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam
yang dibenarkan oleh hukum islam.
(2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
sebaikbaiknya.
Dalam berumah tangga, suami istri memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketika di luar
rumah istri adalah wanita yang memiliki kesamaan hak dalam sistem social, tetapi ketika
berumah tangga harus mengikuti sistem hukum perkawinan, keadilannya merupakan
keseimbangan hak dan kewajiban dari suami-istri. Suami/istri harus memenuhi kewajibannya
terlebih dahulu baru hak mengikuti, jika salah satu tidak bisa memenuhi kewajibannya maka
harus berlapang hati jangan menuntut hak untuk dipenuhi, contoh suami tidak bisa
memberikan nafkah, option istri ada dua bercerai atau memaafkan.

Kenapa Ada Perceraian? Peceraian merupakan pintu darurat apabila ada hak/kewajiban dari
suami/istri yang tidak dipenuhi, halal tetapi dibenci oleh Allah.
Putusnya pernikahan terjadi jika: (Pasal 113)
1. Meninggal
2. Bercerai
3. Keputusan Pengadilan
Sebab terjadinya perceraian: (Pasal 114): Putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Pasal 118 - Talak Raj`I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujujk
selamaisteri dalam masa iddah.

Anda mungkin juga menyukai