Anda di halaman 1dari 16

PERANAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP

HUBUNGAN ANTAR BANGSA

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Hubungan


Internasional Pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan 
Dosen : Amar Ma'ruf M.Pd

Disusun Oleh :
 Lan Lan Risdiana

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2011
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
          Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur
dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.
          Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar
negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau
hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
          Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
a.  Negara dengan negara
b. Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
          Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri
atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang
satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
          Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum
Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia
yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-
negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi.
          Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah
”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan
kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan. Dan lazimnya hal demikian
itu akan diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan de facto tetap (konsuler) sampai pada
akhirnya berupa de jure penuh (perwakilan diplomatik) yang bersifat bilateral.
          Hubungan kerjasama antar negara (internasional) di dunia diperlukan guna memenuhi
kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata pergaulan internasional, di
samping demi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan setiap
manusia dan negara di dunia. Setiap negara sudah barang tentu memiliki kelebihan, kekurangan
dan kepentingan yang berbeda. Hal-hal inilah yang mendorong dilakukannya hubungan dan
kerjasama internasional.
          Kerjasama antar bangsa di dunia didasari atas sikap saling menghormati dan saling
menguntungkan. Kerjasama internasional antara lain bertujuan untuk:
a.  Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
b. Menciptakan saling pengertian antar bangsa dalam membina dan menegakkan perdamaian dunia.
c.  Menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.
          Suatu hubungan antar bangsa dan negara (internasional) akan dapat berlangsung dengan
baik, manakala terdapat pedoman-pedoman yang dijadikan sebagai landasan berpijak. Pedoman-
pedoman internasional, harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan hubungan baik tertulis
maupun yang tidak tertulis.
Munculnya subyek hukum bukan negara sebagai salah satu subyek hukum Internasional adalah
tidak terlepas dari perkembangan hukum Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya
keberadaan organisasi Internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus
yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek hukum internasional
yang bukan negara. Diantaranya adalah vatikan atau tahta suci, Palang Merah Internasional,
Pemberontak atau Belligerent. Bahkan  pada perkembangannya tindakan individu yang mewakili
negara dan bertindak dalam kapasitasnya sebagai wakil negara juga dianggap sebagai subyek
hukum Internasional bukan negara.

1.2     Tujuan Penulisan
          Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a.    Menjelaskan tentang peranan hukum internasional dalam hubungan antar bangsa.
b.    Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah hubungan internasional

  
BAB II
ISI

2.1     Hukum Internasional
A. Asal Mula Hukum internasional
          Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM, dengan
istilahIus Gentium (hukum antar bangsa).
          Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter Gentium ialah hukum yang
diterapkan bagi kaula negara (orang asing), yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
          Kemudian berkembang menjadi Volkernrecht (bahasa Jerman), Droit des Gens (bahasa
Prancis) dan Law of Nations atau International Law (Bahasa Inggis).
          Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat
dibedakan dalam
2 (dua) hal, yaitu :
  Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antar
warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa).
  Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dan
negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
B. Sifat Hukum Internasional
     Hukum internasional memiliki sifat-sifat antara lain:
  Tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif yang kuat
  HI bersifat koordinatif tidak Sub ordinatif.
  HI tidak memiliki badan-badan legeslatif dan yudikatif dan kekuasaan Polisional.
  Tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat Internasional sebagai kaidah Hukum Nasional.
C. Sistem Hukum Internasional
     Sistem hukum internasional, adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas
internasional (semua negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan diataati oleh setiap negara.
     Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama
oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
     Kepatuhan terhadap sistem hukum internasional tersebut, adakalanya karena negara tersebut
terlibat langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal meratifikasinya.
D. Hukum Internasional Dalam Arti Modern
     Terwujudnya Hukum Internasional yang kita kenal sekarang mrp hasil konferensi di Wina
1969.
Hukum Tertulis :
  Bahwa ruang lingkup hukum internasional hanya berlaku utk perjanjian-perjanjian antar negara.
  Menghasilkan suatu perjanjian tertulis yang dikenal dengan nama Vienna Convention on the Law
of Treaties.
  Perjanjian Internasional tertulis tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional
danyurisprudensi atau prinsip-prinsip hukum umum.
Hukum Tidak Tertulis :
  Masih terdapat hukum kebiasaan internasional (hukum tidak tertulis) yg ruang lingkupnya hanya
utk perjanjian antar negara.
  Perjanjian-perjanjian antar negara dengan subjek hukum lain, ada pengaturan tersendiri seperti
perjanjian antar negara dan organisasi-organisasi internasional.
  Dalam perjanjian tidak tertulis (International Agreement Not in Written Form), contohnya adalah
Prancis (1973) mengadakan percobaan nuklir di Atol Aruboa yg banyak menuai protes dari
negara lain bahkan, masalahnya diajukan kepada Mahkamah Internasional di Den Haag.
  Selanjutnya negara Prancis tidak lagi melakukan percobaan sejenis dan bila ingkar janji, negara
lain dapat menuduh, memprotes dan mengadakan tuntutan.
E.  Asas-asas Hukum Internasional
          Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap negara harus memperhatikan asas-asas
hukum internasional :
1.    Asas Teritorial
2.    Asas Kebangsaan
3.    Asas Kepentingan Umum
Asas lain sebagai berikut :
1.    Pacta sunt servanda
2.    Egality rights
3.    Reciprositas
4.    Courtesy
5.    Right sig stantibus
F.   Sumber hukum internasional
          Mochtar kusumaatmadja, membedakan sumber hukum dalam arti material dan sumber
hukum dalam arti formal.
  Dalam arti material :
     Adalah sumber hukum yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
  Dalam arti formal :
     Adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum
internasional.
          Sumber-sumber hukum internasional sesuai Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38,
sebagai berikut :
1.    Perjanjian Internasional (Traktat = Treaty),
2.    Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sbg hukum,
3.    Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab,
4.    Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai
negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
5.    Pendapat-pendapat para ahli hukum terkemuka.
 G. Subjek Hukum Internasional
1.    Negara
2.    Tahta Suci
3.    Palang Merah Internasional
4.    Organisasi Internasional
5.    Orang Perseorangan
6.    Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa

2.2     Hubungan Internasional
A  Faktor Penyebab Hubungan Internasional
          Salah satu faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah kekayaan alam dan
perkembangan industri yang tidak merata. Hal tersebut mendorong kerjasamaantar negara dan
antar individu yang tunduk pada hukum yang dianut negaranya masing-masing.
B  Pengertian Hubungan Internasional
          Hubungan internasional merupakan hubungan antar negara atau antarindividu dari negara
yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam. Hubungan
internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (RENSTRA)
adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara tersebut.
          Hubungan internasional dapat dipandang sebagai fenomena sosial maupun sebagai disiplin
ilmu atau bidang studi. Sebagai fenomena sosial, hubungan internasional mencakup aspek yang
sangat luas, yaitu kehidupan sosial umat manusia yang bersifat internasional dan kompleks.
Seperti yang dikatakan oleh John Houston (1972), bahwa fenomena hubungan internasional
dapat menyangkut konferensi-konferensi internasional, kedatangan dan kepergian para diplomat,
penandatanganan perjanjian-perjanjian, pengembangan kekuatan militer, dan arus perdagangan
internasional.
          Menurut Coulumbis dan Wolfe (1981), fenomena-fenomena yang merupakan ruang
lingkup hubungan internasional diantaranya perang, konferensi internasional, diplomasi,
spionase, olimpiade, perdagangan, bantuan luar negeri, imigrasi, pariwisata, pembajakan,
penyakit menular, revolusi kekerasan. Sebagai fenomena sosial, ruang lingkup hubungan
internasional sangat jamak, alias tidak berurusan dengan masalah-masalah politik saja. Namun
seiring perkembangan zaman ruang lingkup hubungan internasional juga berkembang yaitu
menyangkut masalah-masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, alih teknologi, kebudayaan,
kerja sama keamanan dan kejahatan internasional.
          Hubungan internasional sebagai disiplin ilmu atau bidang studi, diantaranya meliputi
berbagai spesialisasi seperti politik internasional, politik luar negeri, ekonomi internasional,
ekonomi politik internasional, organisasi internasional, hukum internasional, komunikasi
internasional, administrasi internasional, kriminologi internasional, sejarah diplomasi, studi
wilayah, military science, manajemen internasional, kebudayaan antar bangsa, dan lain
sebagainya.
C  Pentingnya Hubungan Internasional Bagi Suatu Negara
          Secara kodrati, manusia adalah sebagai makhluk individu, sosial, dan ciptaan Tuhan.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan dan membentuk berbagai persekutuan hidup
untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Sifat alamiah manusia adalah hidup berkelompok, saling
menghormati, bergantung, dan saling bekerja sama. Seperti halnya dalam hubungan antarbangsa,
suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati, bekerja sama secara adil dan damai
untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa. Hubungan antarbangsa di sini disebut sebagai
hubungan internasional.
          Bangsa Indonesia dalam membina hubungan internasional menerapkan prinsip-prinsip
politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama
untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Prinsip bebas artinya
Indonesia bebas menentukan sikap dan pandangannya terhadap masalah-masalah internasional
dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis bertentangan
(Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Adapun prinsip aktif berarti Indonesia
aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia dan
aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
          Dalam membina hubungan internasional indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan
persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum
sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Untuk menciptakan perdamaian dunia
yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang
bebas dan aktif.
D Sarana-sarana Hubungan Internasional
          Suatu hubungan antar bangsa dan negara (internasional) akan dapat berlangsung dengan
baik, manakala terdapat pedoman-pedoman yang dijadikan sebagai landasan berpijak. Pedoman-
pedoman internasional, harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan hubungan baik tertulis
maupun yang tidak tertulis. Beberapa sarana penting dalam membangun hubungan internasional
adalah sebagai berikut :
a.    Asas-Asas Hubungan Internasional
Menurut Hugo de Groot, bahwa dalam hubungan internasional asas persamaan derajat
merupakan dasar yang menjadi kemauan bebas dan persetujuan dari beberapa atau semua negara.
Tujuannya adalah untuk kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri di dalamnya.
Dalam hubungan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada daerah dan ruang
lingkup berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara masing-masing.
Ada 3 (tiga) asas dalam hubungan internasional yang antara satu dengan lainnyan saling
mempengaruhi :
Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara
melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi,
terhadap semua barang atau orang yang berada  di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing
(internasional) sepenuhnya.
 Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap
warga negara di manapun ia berada, tetap menapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini
mempunyai kekuatan exteritorial. Artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi
warga negaranya, walaupun berada di negara asing.
Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan
dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada
batas-batas wilayah suatu negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan antar
bangsa (internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara dengan negara lain perlua ada
hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional. Walaupun demikian,
kerapkali masih terdapat masalah dan pertikaian-pertikaian yang perlu dipecahkan. Misalnya
persoalan dwi-kewarganegaraan, batas-batas negara, wajib militer dan wajib pajak.
b.   Faktor-faktor Penentu Dalam Hubungan Internasional
Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasional, baik secara
bilateral maupun multilateral adalah sebagai berikut, 1) Kekuatan Nasional (National Power), 2)
Jumlah Penduduk, 3) Sumber Daya, dan 4) Letak Geografis. Berdasarkan faktor-faktor tersebut
maka dapat difahami bagaimana suatu negara dalam mengadakan hubungan internasional.

2.3     Peranan Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional


          Dalam hubungan internasional, hukum internasional memiliki peran sebagai berikut:
a.    Sebagai Aturan/acuan dalam Melakukan Perjanjian Internasional
b.    Sebagai Proses dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional di Mahkamah Internasional
c.    Sebagai langkah dalam menjaga perdamaian dunia.
 a.    Perjanjian Internasional
          Menurut Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL. M perjanjian internasional adalah
perjanian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum
tertentu.
          Klasifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan atas:
A.  Menurut Subjeknya
1.    Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
2.    Perjanjian internasional antar negara dan subjek hukum internasional lainnya, seperti antara
organisasi internasional Tahta Suci (Vatican) dengan organisasi Uni Eropa.
3.    Perjanjian antar sesama subjek hukum internasional selain negara, seperti antara suatu organisasi
internasional dan organisasi internasional lainnya. Contoh: Kerjasama ASEAN dan Uni Eropa
B.  Menurut Isinya
1.    Segi politis, seperti Pakta Pertahanan dan Pakta Perdamaian. Contoh: Nato, ANZUS, dan
SEATO.
2.    Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh: CGI, IMF, IBRD, dan
sebagainya.
3.    Segi hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia – RRC), ekstradisi dan sebagainya.
4.    Segi batas wilayah, seperti laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
5.    Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS, dan
sebagainya.
C.  Menurut Proses/Tahapan Pembentukannya
1.    Perjanian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan dan
ratifikasi
2.    Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan
penandatanganan (biasanya digunakan) kata persetujuan dan agreemaent).
D.  Menurut Fungsinya
1.    Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanian yang melakukan
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan
(bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contoh: konfernsi Wina
tahun 1958 tentang hubungan diplomatik. Konvensi Montego tentang Hukum laut internasional
tahun1982, dan sebagainya.
2.    Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). Contoh:
Perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, perjanjian batas
wilayah, pemberantasan penyeludupan-penyelundupan dan sebagainya.

          Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional


adalah sebagai berikut :
1.    Perundingan (Negotiation).
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu.
Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih
dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam
melaksanakan negosiasi, suatu negara yang dapat diwakili oleh pejabat yang dapat  menunjukkan
surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara,
kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.
2.    Penandatanganan (Signature).
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala
pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian
sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan
lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negaranya.
3.    Pengesahan (Retification).
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila  telah disahkan oleh
badan yang berwenang di negaranya.Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara
dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi.
          Konvensi Wina (tahun 1969) pasal 24 menyebutkan bahwa mulai berlakunya sebuah
Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:
1.    Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
2.    Pada saat peserta perjanjian mengikat diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak disebut
saat berlakunya.
Persetujuan untuk mengikat diri tersebut dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung pada
persetujuan mereka. Misalnya, dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta
(accesion), ataupun pernyataan menerima (acceptence) dan dapat juga dengan cara pertukaran
naskah yang sudah ditandatangani.

      Hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional, unsur-unsur yang


penting dalam persyaratan adalah:
1.    Harus dinyatakan secara formal/ resmi, dan
2.    Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.

          Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini :


1.    Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.
2.    Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan
diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
3.    Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku,
maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian
menentukan lain.
4.    Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan
suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-
fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya
perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
          Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum
Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.
1.    Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
2.    Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
3.    Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
4.    Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
5.    Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
6.    Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah
dipenuhi.
7.    Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh
pihak lain.

          Pelaksanaan Perjanjian Internasional dapat dilakukan dengan cara:


1.    Ketaatan Terhadap Perjanjian
  Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servada). Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan karena
merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan
mengikat.
  Kesadaran hukum nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan-ketentuan perjanjian
internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya. Perjanjian internasional merupakan bagian
dari hukum nasionalnya.
2.    Penerapan Perjanjian
  Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah
diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian
sudah dimulai sebelum ratifikasi.
  Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta, kecuali
bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dari wilayah
suatu negara, seperti perjanjian perbatasan.
  Perjanjian penyusul (successive treaty).  Pada dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak
sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaruan.
3.    Penafsiran Ketentuan Perjanjian
Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan solusi atas kasus-kasus
hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran atas aspek-aspek pengkajian dan penjelasan
perjanjian tersebut. Penafsiran dalam prakteknya dilakukan dengan menggunakan tiga metode.
Adapun metode-metode itu seperti berikut.
  Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan
pekerjaan persiapan.
  Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran menurut ahli yang
umum dari kosa-katanya.
  Metode dari aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.
4.    Kedudukan Negara Bukan Peserta
Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhuinya.
Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez,
Panama, Selat Malaka dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila
  Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu, dan
  Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

          Pembatalan Perjanjian Internasional dapat dilakukan:


          Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian
internasional dapat batal antara lain sebagai berikut.
1.    Negara peserta atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
2.    Adanya unsur kesalahn (error)  pada saat perjanjian itu dibuat.
3.    Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu
pembentukan perjanjian.
4.    Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
5.    Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan
ancaman maupun penggunaan kekuatan.
6.    Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

     Jenis – Jenis Perjanjian Internasional dapat dibedakn antara lain:


1.    Perjanjian Bilateral
Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang
menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat
“tertutup.” Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian
tersebut.
Ada  beberapa contoh yang dapat disampaikan sebagai gambaran konkrit dari perjanjian
bilateral.
  Perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC (Republika Rakyat Cina) pada tahun 1955
tentang penyelesaian “dwikewarganegaraan”.
  Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai tentang “Garis Batas Laut Andaman” di sebalah
utara Selat Malaka pada tahun 1971.
  Perjanjian “ekstradisi” antara Republik Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974.
  Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai pertahanan dan keamanan wilayah
kedua negara pada tanggal 16 Desember 1995.
2.    Perjanjian Multilateral
Perjanjian ini sering disebut sebagai law making treaties karena biasanya mengatur hal-hal yang
menyangkut kepentingan umum dan bersifat “terbuka.” Perjanjian multilateral tidak saja
mengatur kepentingan negara-negara yang mengadakannya, melainkan juga kepentingan negara
lain yang turut (bukan peserta) dalam perjanjian multilateral tersebut.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa contoh tentang perjanjian multilateral seperti berikut.
  Konvensi Jenewa, tahun 1949 tentang “Perlindungan Korban Perang”.
  Konvensi Wina, tahun 1961, tentang “Hubungan Diplomatik”.
  Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 tentang “Laut Teritorial, Zona Bersebelahan,
Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Benua”.

b.   Penyelesaian Sengketa Internasional di Mahkamah Internasional


          Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antarnegara baik
yang berupa masalah :
  Wilayah,
  Warganegara,
  Hak Asasi Manusia,
  Terorisme, dll.
  Faktor politis atau perbatasan wilayah, mrp faktor potensial timbulnya ketegangan dan sengketa
internasional yg dapat memicu terjadi perang terbuka.

          Beberapa Faktor Penyebab terjadinya sengketa internasional antara lain:


  Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian)
  Hak Atas Suatu Wilayah Teritorial
  Pengembangan Senjata Nuklir atau Senjata Biologi
  Permasalahan Terorisme
  Ketidakpuasan Terhadap Rezim Yang Berkuasa.
  Adanya Hegemoni (pengaruh kekuatan) Amerika.
          Peran mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
  Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional, dikenal
dengan istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengkataan
internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan.
  Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi mencakup proses kelembagaan yang
dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase dilakukan melalui prosedur ad hoc.
          Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan upaya-upaya penyelesaian
Internasional.
  Advisory Opinion, suatu opini hukum yang dibuat oleh pengadilan dalam melarasi permasalahan
yang diajukan oleh lembaga berwenang.
  Compromis, suatu kesepakatan awal di anatara pihak yang bersengketa yang menetapkan
ketentuan ihwal persengketaan yang akan diselesaikan, melalui :
      Penetapan ihwal persengketaan,
      Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan
      Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam menentukan kasus.
      Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui otoritasnya seperti yang ditentukan
oleh pihak yang bersangkutan dalam compromis.
  Ex Aequo Et Bono, asas untuk menetapkan keputusan oleh pengadilan internasional atas dasar
keadilan dan keterbukaan.
          Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa Internasional melalui
Mahkamah Internasional.
  Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan sementara dalam
bentuk ordonasi(melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil
menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
  Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau
tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil keputusan
untuk mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di mahkamah, tidak
menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan.
          Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa Internasional melalui
Mahkamah Internasional.
  Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan sementara dalam
bentuk ordonasi(melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil
menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
  Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau
tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil keputusan
untuk mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di mahkamah, tidak
menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan.
          Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan suara mayoritas dari hakim-
hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara ketua atau wakilnya yg menentukan.
Terdiri dari 3 bagian :
  Pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa, serta
wakil-wakilnya, analisis mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang
bersengketa.
  Kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi mahkamah yang merupakan suatu keharusan
karena penyelesaian yuridiksional sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang
lebih luas dari sengketa dan karena itu, perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa.
  Ketiga berisi dispositif, yaitu berisikan keputusan mahkamah yang mengikat negara-negara yang
bersengketa.

c.    Peranan Hukum dalam Menjaga Perdamaian Dunia


          Permasalahan yang terjadi antara satu negara dengan negara yang lain atau satu negara
dengan dan banyak negara akan dapat menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam
kaitannya dengan hak suatu negara atau banyak negara, maupun dengan kebiasaan seorang
kepala negara, diploatik atau duta besar.
          Semua subjek ini mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, yang dalam
pelaksanaannya harus mengikuti permainanan internasionaldan mengikuti aturan yang telah
disepakati secara bersamaatau secara internasional. Suatu negara yang telah membina hubungan
kerja dengan negara lain, haruslah mempunyaikorps diplomatik pada negara yang bersangkutan.
Seorang diplomat harus tunduk pada hukum diplomatik yang telah ditentukan secara
internasional.
          Berikut ini adalah contoh mengenai peranan hukum internasional (berdasarkan sumber-
sumbernya dalam menjaga perdamaian dunia:
1.    Perjanjian pemamfaatan benua Antartika secara damai (Antartic Treaty) pada tahun 1959.
2.    Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian (Non-Proliferation Treaty) pada
tahun 1968.
3.    Perjanjian damai Dayton (Ohio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan pihak serbia, Muslim
Bosnia, dan Kroasia mematuhinya. Untuk mengatasi perjanjian tersebut. NATO menempatkan
pasukannya guna menegakan hukum internasional yang telah disepakati.

 
BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
            Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan
aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa
atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
          Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah
”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan
kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan. Dan lazimnya hal demikian
itu akan diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan de facto tetap (konsuler) sampai pada
akhirnya berupa de jure penuh (perwakilan diplomatik) yang bersifat bilateral.
          Hubungan kerjasama antar negara (internasional) di dunia diperlukan guna memenuhi
kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata pergaulan internasional, di
samping demi terciptanya perdamaian dan kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan setiap
manusia dan negara di dunia.

3.2         Saran
          Bagi dunia pendidikan hendaklah pendidikan tentang hukum dan hubungan internasional
termasuk peranan hukum internasional bagi hubungan internasional dapat diterapkan bagi anak
didik sejak dini supaya mereka dapat memahami arti pentingnya bukan hanya hanya tahu saja.
DAFTAR PUSTAKA

          Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XI. Jakarta. PT Gelora


Aksara Prataman.
          http://masniam.wordpress.com/2010/04/23/Hukum dan hubungan internasional/

          http://mirisa.wordpress.com/2007/10/13/k hubungan internasional

Anda mungkin juga menyukai