SERAT KRIDHAMAYA
ii
iii
SERAT KRIDHAMAYA
R. NG. RANGGAWARSITA
2019
iv
v
KATA PENGANTAR
Isi pokok dari serat ini adalah hal-hal yang perlu dimiliki bagi seseorang
yang hendak memasuki kehidupan bermasyarakat. Maka perlu bagi
seseorang untuk memulai kehidupannya dengan menyadari bahwa
kehidupannya adalah perwujudan dari ibadah kepada Tuhan. Perlu baginya
untuk memahami bagaimana menjadi hamba yang benar. Sifat-sifat apa
saja yang perlu diupayakan agar menjadi watak baginya. Cita-cita apa
yang perlu diraih agar kehidupannya kelak sejahtera. Apa saja yang perlu
diminta ketika beribadah kepada Tuhan.
Selebihnya pengkaji tak ingin panjang kata. Sebagai pengkaji kami hanya
mencoba untuk mengartikan kalimat satu per satu sesuai pengertian yang
kami pahami. Sebagaimana yang sudah-sudah kajian ini kami tujukan
kepada anak muda yang di zaman sekarang kurang menguasai bahasa
Jawa dengan baik. Dengan membaca kajian ini, kami berharap kepada
mereka untuk tetap setidak-tidaknya masih “njawani” . Syukur-syukur
kalau kemudian kajian ini membangkitkan minat untuk mempelajari lebih
jauh kazanah pemikiran orang Jawa yang sungguh penuh “kawicaksanan”.
Akhir kata, kami menyadari kajian kami masih jauh memadai untuk bisa
disebut sebagai karya ilmiah. Maka, kami akan merasa sangat berterima
kasih jika para pembaca berkenan memberi masukan dan saran untuk
perbaikan kelak.
Selamat membaca!
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN ix
TRANSLITERASI JAWA-LATIN x
PUPUH KESATU: DHANDHANG GULA 1
Kajian Kridhamaya (1:1-2): Pambuka 2
Kajian Kridhamaya (1:4-6): Mugi Hyang Paring Nugraha 6
Kajian Kridhamaya (1:7-8): Pandhita Yatnajati 11
Kajian Kridhamaya (1:9-10): Cantrik Sang Pandhita 14
Kajian Kridhamaya (1:11-14): Berkah Sang Pandhita 17
Kajian Kridhamaya (1:15-16): Berkah Kang Andayani 23
Kajian Kridhamaya (1:17-24): Cantrik Kang Lelima 27
Kajian Kridhamaya (1:25-29): Samapta Ing Dhawuh 36
Kajian Kridhamaya (1:30-35): Wenang Nampik Lan Milih 41
Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan,
tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis
dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:
Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai
berikut.
= Ha = Da = Pa = Ma
= Na = Ta = Dha = Ga
= Ca = Sa = Ja = Ba
= Ra = Wa = Ya = Tha
= Ka = La = Nya = Nga
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 1
PUPUH KESATU
DHANDHANG GULA
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 2
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 3
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 4
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 5
sarjana, yang sudah ahli cakap dalam segala pengetahuan, karena itu
sangat mengecewakan.
Semua itu terjadi karena tidak mendapat pengajaran dari para sarjana yang
sudah cakap dalam segala pengetahuan. Karena itu karya ini akan sangat
mengecewakan.
Kalimat di atas adalah pembukaan yang berisi tatakrama seorang penulis
besar. Perlu kiranya setiap penulis menyampaikan bahwa apa yang
ditulisnya hanya sumbangsih kecil bagi pengetahuan. Seperti itulah
tatakramanya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 6
Dan lagi saya minta juga, selalu diperhatikan oleh Yang Maha
Kuasa, berilah anugrahnya, agar bisa lestari, dalam saya
menggubah tulisan ini. Selingan di sela-sela bekerja, hanya
daripada menganggur, di rumah membawa kesedihan. Karena dari
sebab kekurangan segalanya, tak ada yang ditunggui.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 7
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 8
Apa yang tertulis ini hanya sebagai sarana untuk menajamkan hati, sebagai
alat untuk latihan secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Panggrenda
maksudnya sebagai gerinda untuk menajamkan sesuatu. Dalam hal ini
adalah hati. Jadi karya tulis ini dimaksudkan sebagai sarana latihan agar
hati menjadi tajam.
Pamintamba (permintaan hamba) antuka (moga mendapat) berkah
(barokah) pamuji (dan doa), sabdaning (dari perkataan) prasiyaksa
(pratyaksa =terang jelas). Permintaan hamba semoga mendapat barokah
dan doa, dari perkataan yang jelas.
Harapannya kepada para pembaca agar mendapat barokah dan doa dari
ahli yang jelas perkataannya. Kami agak kesulitan mengartikan kalimat
ini. Tidak ada kata prasiyaksa dalam kamus-kamus lama. Yang ada adalah
pratyaksa, jelas terang, waspada. Dari redaksi kalimat di atas, sepertinya
obyek yang dituju adalah sekelompok orang yang perkataannya jelas dan
terang, atau para pujangga.
Lawan (dan) malih (lagi) kula (saya) suwun (minta) ugi (juga),
jinampuwa (jinampang = diawasi, diperhatikan) dening (oleh) Hyang
(Yang Maha) Wisesa (Kuasa), paringa (berilah) kanugrahaNe
(anugrahnya), amrih (agar) sageda (bisa) lulus (lestari, terus, stabil),
anggen kula (dalam) manawung (menggubah) tulis (tulisan). Dan lagi
saya minta juga, selalu diperhatikan oleh Yang Maha Kuasa, berilah
anugrahnya, agar bisa lestari, dalam saya menggubah tulisan ini.
Dan lagi harapannya agar selalu diperhatikan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa, agar selalu diberi anugrahNya, sehingga bisa lestari dalam menulis.
Jinampu artinya selalu diawasi dan diperhatikan, dijaga dan dijauhkan dari
segala halangan.
Samben (selingan) selaning (disela-sela) karya (bekerja), mung (hanya)
katimbang (daripada) nganggur (menganggur), neng (di) wisma (rumah)
mengku (membawa) sungkawa (kesedihan). Selingan di sela-sela bekerja,
hanya daripada menganggur, di rumah membawa kesedihan.
Bahwa selain sebagai sarana berlatih, karya ini juga sebagai pengisi waktu
senggang di sela-sela kesibukan bekerja. Daripada di rumah hanya
menganggur dan membawa kesedihan, lebih baik mengisinya dengan
membuat karya tulis.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 9
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 10
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 11
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 12
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 13
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 14
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 15
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 16
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 17
Subur genjah tan wonten kang gering, kang mekaten tarlen sing
berkahnya, pamuji ndika yektine, lan pangestu Sang Wiku, kang
sumebar nyamati wiji, temah saged widada, thukulnya
ngrembuyung, lulusa datanpa sangsaya, kang minangko dados
rarabuking siti, tegal-tegal sedaya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 18
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 19
Pendeta) dihadapi siswanya dua orang, yakni Jiwita dan Rahsaya, dekat
menunduk posisi duduknya.
Kedua siswa, Jiwita dan Rahsaya, duduk menunduk bersiap menerima
perintah sang guru. Amat sangat menghormat mereka dan selalu bersiap
sedia jika sewaktu-waktu dipanggil atau di beri tugas. Demikian
penghormatan seorang siswa di zaman dahulu kepada gurunya.
Sang Wiku (Sang Pendeta) manabdarum (berkata manis), marang
(kepada) cantrik (siwa) ingkang (yang) ngadhepi (menghadap). Sang
Pendeta berkata manis, kepada siswa yang menghadap.
Manabda arum artinya berbicara harum, tidak lazim dalam bahasa
Indonesia kata harum dipakai sebagai sifat dari perkataan. Yang lebih pas
adalah berkata manis. Berkata manis artinya berbicara dengan nada yang
enak terdengar di telinga, nada rendah yang tidak mengagetkan atau
mengusik perasaan yang mendengar.
“Heh (Wahai) cantrik (siswaku) sireku (engkau), apata (apakah) padha
(semua) wus (sudah) lama (lama), sakarone (kalian berdua) anggonmu
(dalam engkau) padha (semua) ngadhepi (menghadap), aneng (ada di)
ngarsa (depan) manira (saya)”. Wahai siswa(ku) engkau, apakah semua
sudah lama, kalian berdua dalam engkau semua menghadap, ada di
depanku?
Kalimat aslinya dalam bahasa Jawa sungguh puitis sehingga pengkaji agak
sulit menerjemahkan perkata. Terjemahan bebasnya kurang lebih; wahai
para siswaku, apakah kaliah sudah lama bersiap di tempat kalian di
depanku ini? Hal ini karena kebiasaan para siswa itu adalah menunggu
sang guru keluar dari langgar untuk memberi mereka wejangan. Sang guru
kadang setelah shalat ashar masih lama berdzikir sehingga tanpa sadar
kalau telah ditunggu oleh para siswanya.
Pun (Si) Jiwita (Jiwita) andheku (tertunduk) sumaji (bersiap), mring
(kepada) Sang (Sang) Dwija (Guru) makaten (demikian) aturnya
(perkataannya), “Dhuh (Duh) Sang (Sang) Widra (bijak?) saestune
(sebenarnya), wau (tadi) saderengipun (sebelum), sang (Sang) Pandhita
(Pendeta) pinarak (duduk) munggwing (di tempat), madyaning (ditengah)
pacrabakan (padepokan), pun cantrik (sang siswa, maksudnya: saya) wus
(sudah) ngantu (menanti), maera (menanti?) rawuh (kedatangan) andika
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 20
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 21
banyak air, disebut juga pari gaga. Selain belajar kepada Sang Pendeta
memang para santri mengerjakan segala urusan di padepokan, termasuk
bertani sederhana. Jadi selain belajar pengetahuan mereka juga terbiasa
melatih kemampuan life skill yang kelak akan sangat berguna jika sudah
terjun ke masyarakat.
Rahsaya (Rahsaya) matur (berkata) ngrerepa (dengan sangat sopan),
“Estunipun (sebenarnya) angsal (berkat mendapat) pangestu (restu) Sang
(Sang) Yogi (Pendeta), sagung (semua) taneman (tanaman) kula (hamba),
subur (subur) genjah (cepat tumbuh) tan (tak) wonten (ada) kang (yang)
gering (kering). Rahsaya berkata dengan sangat sopan, Sebenarnya
berkat mendapat restu paduka Sang Pendeta, semua tanaman saya, subur
cepat tumbuh tak ada yang kering.
Ngrerepa dari kata rerepa artinya berkata dengan sangat sopan dan hati-
hati. Lazimnya dilakukan oleh orang yang posisinya dibawah dari lawan
bicaranya, atau juga sedang berada dalam posisi yang butuh kepada lawan
bicara. Misalnya pada kasus orang yang mengajukan pinjaman utang.
Karena sangat butuh perkataannya ngrerepa agar lawan bicara mau
meminjaminya. Kata genjah artinya cepat, dalam hal kalimat di atas
artinya cepat tumbuh. Dulu di zaman Presiden Soeharto ada pembagian
bibit kelapa genjah, yakni pohon kelapa yang cepat berbuah.
Kang (yang) mekaten (demikian) tarlen (tak lain) sing (dari) berkahnya
(berkahnya), pamuji (doa) ndika (paduka) yektine (sebenarnya), lan (dan)
pangestu (restu) Sang (sang) Wiku (Pendeta), kang (yang) sumebar
(menyebar) nyamati (melingkupi) wiji (benih). Yang demikian tak lain
dari berkahnya, doa paduka sebenarnya, dan restu (paduka) Sang
Pendeta, yang menyebar melingkupi seluruh benih.
Tumbuh suburnya tanaman itu tak lain karena berkah dari Sang Pendeta,
dari doa dan restu yang diberikan kepada para siswanya. Kemuliaan Sang
Pendeta menyebar sampai kepada biji-biji tanaman yang ditanam di
perkebunan padepokan.
Temah (sehingga) saged (bisa) widada (tumbuh tanpa gangguan),
thukulnya (tumbuhnya) ngrembuyung (rimbun), lulusa (terus) datanpa
(tanpa) sangsaya (menderita, gangguan), kang (yang) minangko (sebagai)
dados (jadi) rarabuking (pupuk bagi) siti (tanah), tegal-tegal (tegalan)
sedaya (semuanya). Sehingga bisa tumbuh tanpa gangguan, tumbuhnya
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 22
rimbun, terus tanpa gangguan, (restu itu) yang menjadi pupuk bagi tanah,
tegalan semuanya.
Sehingga karena kemuliaan Sang Pendeta itu tanaman di gunung bisa
tumbuh rimbun daunnya, terus tumbuh tanpa gangguan, tanpa ada hal-hal
yang menghambat tumbuhnya tanaman itu. Widada artinya tanpa ada
gangguan atau halangan yang menimpa. Kemuliaan Sang Pendeta pula
yang membuat tanah-tanah seolah mendapat pupuk sehingga setiap
tanaman yang tumbuh di atasnya menjadi subur.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 23
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 24
pupuk yang membuat tanaman tumbuh dengan cepat. Bait ini melanjutkan
uraian tentang watak Sang Pendeta Yatnajati.
Nggih punika (yaitulah) wawatek (watak) sang (Sang) Yogi (Pendeta),
dennya (karena beliau) tansah (selalu) ambek (berwatak) paramarta
(berbudi baik), mamayu (memperbagus, mempercantik) amrih (agar
supaya) ayune (semua mencapai kebaikannya). Yaitulah watak Sang
Pendeta, karena beliau selalu berwatak baik, memperbagus segala
sesuatu agar semua mencapai kebaikannya.
Paramarta artinya berwatak murah hati dalam kaitan dengan kebaikan
orang lain. Maksudnya diupayakan agar semua orang mencapai
kebaikannya masing-masing. Watak paramarta sering digabungkan dengan
watak adil, ambek adil paramarta, dan menjadi persyaratan bagi watak
seorang raja.
Sadina-dina (sehari-harinya) manggung (dari kata anggung = selalu),
angecani (mengenakkan, membuat nyaman) tyasing (hati dari) sasami
(sesama manusia), sirik (menghindari) weh (memberi) seriking (sakit hati
bagi) lyan (orang lain), mung (hanya) anggung (selalu) anggunggung
(membesarkan hati). Sehari-harinya selalu membuat nyaman hati sesama
manusia, menghindari membuat sakit hati bagi orang lain, hanya selalu
membesarkan hati.
Sehari-harinya Sang Pendeta selalu membuat nyaman orang lain yang
bersamanya. Bukan berarti menjilat atau asal orang senang, tetapi segala
hal selalu diupayakan agar caranya tidak membuat orang sakit hati. Beliau
selalu menghindar cara-cara yang membuat orang lain tersinggung,
termasuk ketika sedang mengajar, memberitahu ataupun sedang melarang.
Dia selalu membesarkan hati orang lain, membuat orang lain merasa
dihargai sehingga segan kepada Sang Pendeta.
Lumuh (enggan) sungkan (tak enak hati) yen (kalau) nacad (mencela),
ala (buruk) becik (baik) sanityasa (selalu) ing (dalam) ngelmi (ilmu,
pengetahuan), met (dicari) susukaning (kesukaan) liliyan (orang lain).
Enggan dan tak enak hati kalau mencela orang lain, buruk dan baik selalu
dalam pengetahuan, dicari upaya agar membuat suka orang lain.
Beliau juga enggan dan tak enak hati kalau sampai mencela orang lain.
Kalau ada keburukan pada orang lain selalu dicarikan cara agar yang
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 25
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 26
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 27
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 28
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 29
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 30
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 31
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 32
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 33
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 34
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 35
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 36
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 37
Demikian ganti yang diceritakan kembali lagi, pada tiga siswa yang
sedang bercakap, ketika beberapa saat sudah waktunya, panggilan
yang ditetapkan, siswa ketiganya berkumpul semua. Citaya dan
Budaya, serta Karsaya itu, segera berangkat bersama-sama, cepat
dipercepat mereka berjalan, angan-angan mereka (agar) segera
sampai.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 38
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 39
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 40
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 41
“Heh ta kabeh bocah telu cantrik, marma sira sun timbali samya,
jatine ana gatine, bocah lima sadarum, ing samengko arsa sun
wangsit, dimen padha mangertiya, lan supaya weruh, tindak becik
miwah ala. Awit kabeh manuswa tumitah urip, wajib nampik
miliha.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 42
yang baik wijib dipakai, yang buruk pantas dibuang, agar selamat
hidupnya. Siswa yang lima tadi, semua menjawab saling sahut,
begini perkataannya, “Duh Sang Maha Pendeta, semua perintah
paduka, semoga saya bisa melakukan, langgeng selamanya.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 43
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 44
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 45
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 46
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 47
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 48
PUPUH KEDUA
PANGKUR
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 49
Dumadi neng ngalam donya, wineruhke lelakon ala becik, lan sira
kinen dudulu, gumlaring ngalam donya. Wit urip puniku wis
ginawe punjul, timbang sarananging gesang, titah liyane sujanmi.
Untung dan celaka bagi manusia, sial-mujur tak lain dari kehendak
Tuhan Yang Maha Benar, makhluk hanya sekadar menjalani, tak
mampu membuat kehendak. Makanya engkau sekarang semua
ingatlah, mengingat asal-usulmu, awal mula engkau dalam hidup.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 50
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 51
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 52
Dibekali engkau dengan pikiran agar mampu membedakan yang baik dan
yang buruk. Dibekali dengan indera agar mampu melihat hikmat dari
hamparan dunia yang luas ini dan mengolahnya untuk kesejahteraan
hidupnya.
Wit (karena) urip (hidupmu) puniku (itu) wis (sudah) ginawe (dibuat)
punjul (lebih), timbang (dibanding) sarananging (sarana dalam) gesang
(hidup), titah (makhluk) liyane (selain) sujanmi (manusia). Karena
hidupmu itu sudah dibuat lebih, dibanding sarana dalam hidup, makhluk
selain manusia.
Manusia di dalam hidup di dunia juga sudah dibuat lebih derajatnya
dibanding makhluk lain. Diberi sarana kehidupan yang lebih baik daripada
makhluk lain selain manusia. Maka sudah sepantasnya jika diberi
kewajiban yang lebih dari makhluk lain itu, dan kewajibannya itu hanya
agar manusia menyembah Tuhan.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 53
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 54
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 55
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 56
Katamana lara penak, bener luput ala tanapi becik, tanggapen lan
sukeng kalbu. Ngudiya eseming tyas, aywa nganti darbe
pangresula kulup, karana eseming nala, iku bangkit maweh
wening,
Kaping pat sembah raga, de tegese sembah raga puniki, wekel kas
sing badanipun, diajek ing panindak, kang saregep tindak kang
jujur, iku wus wajibing panembah, sembah ing raga sejati.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 57
Lah cantrik rehning wus terang, bab panembah konjuk ing Hyang
Widhi, samengko gantya cinatur, sun arsa miterangna, utamaning
watek kang bisa nununtun, widada dumadinira.” Cantrik gangsal
matur “inggih.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 58
Yang keempat sembah raga, adapun artinya sembah raga ini, rajin
kuat badannya, konsisten dalam perilaku, yang guat bertindak jujur,
itu sudah memenuhi kewajiban penyembahan, sembah raga yang
sebenarnya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 59
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 60
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 61
Kalau hati sudah merasa gembira dengan keadaannya tentu mudah untuk
menahan harda, sehingga hati yang gembira mampu memberi terang
kepada kehidupannya. Hati yang terang mampu membedakan baik dan
buruk dan mampu memberi perasaan mudah mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan.
Iku (itu) wus (sudah) dadi (menjadi) panembah (penyembahan),
pikantuke (perolehannya) kanggo (untuk) manggayuh (mencapai)
mamrih (agar), katekana (tercapai) sedyanipun (kehendaknya), sedya
(kehendak) kang (yang) mrih (memperoleh) utama (keutamaan). Itu
sudah menjadi penyembahan, perolehannya untuk mencapai agar,
tercapai kehendaknya, kehendak memperoleh keutamaan.
Keadaan gembira dalam hari itu sudah merupakan bentuk penyembahan,
yang akan membuat manusia mencapai kehendaknya, yakni kehendak
baiknya untuk memperoleh keutamaan. Hati yang gembira membuatnya
mampu menjauhi dari keinginan yang meluap-luap (harda) juga keinginan
yang mengarah kepada keburukan. Dia selalu menjauhi watak nista, dan
tak puas dengan sekadar watak madya. Yang dilakukannya tentu hal-hal
yang utama saja. Watak utama adalah watak yang lebih dari sekadar baik,
watak yang terpuji atau linuwih.
Katekane (sampainya, terlaksananya) sembah jiwa (sembah jiwa)
patrapipun (praktiknya), sadina-dina (dalam keseharian) den bisa (yang
bisa), ngesema (tersenyumlah) rarasing (tulus dari dalam) ati (hati).
Terlaksananya sembah jiwa praktiknya, dalam keseharian yang bisa,
tersenyumlah tulus dari dalam hati.
Raras artinya rasa senang yang lebih dari sengsem. Kata raras biasa
dipakai untuk orang yang jatuh cinta. Orang yang jatuh cinta itu tanpa
sadar akan tersenyum jika melihat yang dicintainya. Seperti itulah yang
dimaksud dari bait ini. Orang yang mampu tersenyum bukan lagi orang
yang senang hati, gembira yang lebih, namun telah mampu membagi
kegembiraan ke sekitarnya. Rasa senang telah menjadi watak baginya,
baik dalam keadaan terjepit maupun longgar, sempit atau sampat (lapang),
repot atau senggang. Semua keadaan tak lagi mempengaruhi jiwanya yang
selalu memancarkan senyum.
Katamana (sedang mengalami) lara (sakit) penak (nyaman), bener
(benar) luput (salah) ala (buruk) tanapi (maupun) becik (baik), tanggapen
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 62
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 63
pada waktu nanti datangnya kematian, semoga menemui rasa unggul pada
akhirnya.
Jernihnya hati adalah penyembahan yang sesungguhnya. Penyembahan
seperti itulah yang dapat dipakai untuk meminta, utamanya nanti ketika
menjelang ajal datang, akhir yang selamat atau disebut sebagai husnul
khatimah. Jika hati telah terbiasa ridha dengan sembah rasa, gembira
dengan sembah cipta dan tersenyum dengan sembah jiwa, maka mudah
baginya menyongsong kepedihan sakaratul maut dengan senyuman pula.
Husnul khatimah baginya.
Kaping pat (yang keempat) sembah raga (sembah raga), de (adapun)
tegese (artinya) sembah raga (sembah raga) puniki (ini), wekel (rajin) kas
(kuat) sing (yang) badanipun (badannya), diajek (konsisten) ing (dalam)
panindak (perilaku), kang (yang) saregep (giat) tindak (bertindak) kang
(yang) jujur (jujur), iku (itu) wus (sudah) wajibing (kewajiban) panembah
(penyembahan), sembah ing raga (sembah raga) sejati (sebenarnya). Yang
keempat sembah raga, adapun artinya sembah raga ini, rajin kuat
badannya, konsisten dalam perilaku, yang guat bertindak jujur, itu sudah
memenuhi kewajiban penyembahan, sembah raga yang sebenarnya.
Sembah raga adalah sembahnya badan ini. Dicirikan perbuatan yang rajin
dan kuat dalam berkarya, konsisten dalam perilaku, giat dalam bertindak
jujur. Segala sikap dan perilaku fisiknya terpuji dan ajeg, tidak angin-
anginan. Jika mampu melakukan ini maka itu sudah memenuhi kewajiban
penyembahan, yakni sembah raga. Karena inti dari sembah raga adalah
memakai tubuh untuk berbuat yang kebaikan dan bermanfaat.
Pikantuke (manfaat, perolehan) sembah raga (sembah raga), pan
(sungguh) kinarya (dipakai) anjangka (menincar, mengupayakan) mring
(kepada) rejeki (rezeki), kadonyan (barang dunia) sasaminipun
(sejenisnya), kang (yang) kanggo (bermanfaat) jroning (dalam) gesang
(kehidupan). Manfaat sembah raga, sungguh dapat dipakai
mengupayakan kepada rezeki, barang dunia sejenisnya, yang bermanfaat
dalam kehidupan.
Karena sifat dari sembah raga yang demikian, termasuk juga ketika
mencari rezeki dengan jalan yang halal adalah sembah raga. Walau barang
yang dicari kelihatannya seperti barang duniawi, tetapi itu bagian dari
penyembahan, yakni sembah raga. Pada prinsipnya sembah raga adalah
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 64
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 65
Lah (lah) cantrik (para siswa) rehning (karena) wus (sudah) terang
(jelas), bab (bab) panembah (penyembahan) konjuk (untuk dihaturkan)
ing (pada) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), samengko (sekarang)
gantya (ganti) cinatur (yang dibicarakan), sun (aku) arsa (hendak)
miterangna (menerangkan), utamaning (utamanya) watek (watak) kang
(yang) bisa (bisa) nununtun (menuntun), widada (keselamatan)
dumadinira (kehidupanmu).” Lah para siswa karena sudah jelas, bab
penyembahan untuk dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar,
sekarang ganti yang dibicarakan, aku hendak menerangkan, utamanya
watak yang bisa menuntun, pada keselamatan kehidupanmu.
Telah jelas keterangan tentang empat macam penyembahan kepada Tuhan,
Sang Pendeta Yatnajati hendak beralih ke wangsit yang lain. Yakni
tentang watak utama yang akan menuntun manusia kepada keselamatan
hidupnya.
Cantrik (sisawa) gangsal (lima) matur (berkata)“inggih (siap).” Siswa
lima berkata, “siap!”
Kelima siswa menyatakan kesiapannya untuk mendengarkan lebih jauh
wangsit yang akan disampaikan Sang Pendeta Yatnajati. Apa saja wangsit
selanjutnya, mari kita nantikan kajian berikutnya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 66
PUPUH KETIGA
SINOM
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 67
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 68
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 69
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 70
itu, yang pertama ikhtiyar, mantap adalah yang kedua, ketiga sungguh-
sungguh adapun yang keempat adalah bertenggang rasa.
Keenam watak itu perinciannya sebagai berikut; yang pertama ikhtiyar,
yang kedua mantap, yang ketiga sungguh-sungguh, adapun yang keempat
adalah konsisten.
Kalimane (kelimanya) angapura (pemaaf), kenenem (keenamnya)
narima (nrima, ridha) kaki (anakku). Kelimanya pemaaf, keenamnya
narima.
Yang kelima adalah pemaaf, mudah memaafkan sesama manusia. Yang
keenam adalah narima. Untuk watak keenam ini susah dicari kata pas
dalam bahasa Indonesia dari kata narima. Kata narima artinya bisa
menerima segala ketentuan Tuhan padanya. Kata yang paling dekat
pengertiannya adalah ridha. Meski ini juga bukan kata asli dalam bahasa
Indonesia. Kalau diterjemahkan dengan kata rela juga kurang pas, karena
kata rela mengandung pengertian mengikhlaskan sesuatu yang hilang dari
kita. Jadi lebih baik tidak usah diterjemahkan saja.
Mangkene (begini) katranganira (penjelasannya), wijange (secara rinci)
sawiji-wiji (satu persatu), den titi (yang teliti) ing (dalam) panampi
(memahami), ywa (jangan) nganti (sampai) ana (ada) tumpang suh (salah
pengertian). Begini penjelasannya, secara rinci satu per satu, yang teliti
dalam memahami, jangan sampai ada salah pengertian.
Adapun pengertian dari keenam watak tersebut di atas adalah seperti yang
akan diterangkan satu persatu dalam bait berikut ini. Perhatikan baik-baik
jangan sampai ada salah pengertian.
Tegese (artinya) tembung (kata) istiyar (istiyar), ngaurip (dalam hidup)
iku (itu) wus (sudah) wajib (wajib), angupaya (mencari) apa (apa) kang
(yang) dadi (menjadi) butuhnya (kebutuhannya). Artinya kata istiyar,
dalam hidup itu sudah menjadi kewajiban, mencari apa yang menjadi
kebutuhannya.
Yang pertama, istiyar dari kata ikhtiyar dalam bahasa Arab sebenarnya
artinya memilih, yakni memilih hal yang lebih baik bagi dirinya. Dalam
bahasa Jawa artinya menjadi condong kepada berusaha (angupaya) untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagaimanapun itu sudah menjadi istilah
dan hendaknya dipahami sesuai maksud dari si penulis. Yakni, istiyar
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 71
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 72
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 73
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 74
niat untuk membalas suatu saat nanti. Memaafkan jauh lebih baik, karena
Tuhan saja Maha Pemaaf (ghafur).
Ywa (jangan) sira (engkau) males (membalas) ngalani (berbuat buruk),
marsudiya (berusahalah) murih (agar) kamot (termuat) bubudenira
(dalam watakmu). Jangan engkau membalas berbuat buruk, berusalah
agar kamot dalam watakmu.
Kamot artinya termuat. Makna kamot adalah mampu menampung
kesalahan orang lain. Setiap kesalahan atau ketidaksempurnaan orang lain
bisa engkau maklumi dan tidak menjadi ganjalan dalam hatimu. Seperti
contohnya ketika engkau bicara dengan anak kecil (atau orang bodoh)
yang tak mengerti sopan santun. Ada kalanya dia mengeluarkan kata yang
kurang pantas kepadamu karena kebodohannya. Namun engkau mampu
memaklumi dan memaafkannya.
Jika hatimu belum mampu memberi maaf untuk hal-hal seperti ini maka
berusahalah untuk melatih diri agar hatimu lapang. Lapang artinya mampu
menampung kesalahan orang lain.
Tetap berusahalah membalas kesalahan orang dengan kebaikan, karena
perilaku mencerminkan watak dari si pelaku. Jika suatu saat engkau
diperlakukan buruk kemudian engkau membalas dengan keburukan,
engkau sama saja buruknya dengan mereka.
Kaping nenem (yang keenam) tembung (kata) narima (narima), tegese
(artinya) mangkene (begini) kaki (anakku), ngaurip (hidup) sayogyanira
(seyogyanya), darbeya (mempunyai) narimeng (menerima terhadap)
takdir (takdir). Yang keenam kata narima, artinya begini anakku, hidup
seyogyanya, mempunyai watak menerima terhadap takdir.
Yang keenam, narima artinya dalam hidup seyogyanya mempunyai watak
menerima terhadap takdir Allah. Takdir itu ada dua qadla dan qadar. Qadla
adalah ketetapan Allah terhadap segala sesuatu di dunia ini. Qadar (kadar)
adalah apa yang diberikan kepada kita sudah ditetapkan ukurannya. Secara
sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.
Sudah menjadi qadla Allah bahwa setiap orang yang berusaha akan
mendapatkan hasil. Dan Allah telah memberi kita keberhasilan yang sesuai
dengan qadar kemampuan kita. Sama-sama menjadi pedagang mungkin
tetanggamu bisa lebih kaya darimu. Karena keberhasilannya sesuai dengan
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 75
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 76
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 77
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 78
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 79
apakah sudah bisa paham, apakah belum tak tahu, silakan ditanya
sendiri. Diceritakan empat siswa, menyambung jawaban dengan
halus, kepada Sang Maha Pendeta, begini perkataannya, “Duh
Sang Junjungan kami, sesungguhnya kami juga sudah paham.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 80
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 81
disertai rasa gembira dalam hati, begini perkataannya, “Hai siswa lima
semuanya, karena engkau sudah, bisa mencakup nasihat, perkataan yang
disampaikan, sekarang aku ganti, menyampaikan dan menjabarkan
ajaran.
Sang Guru merasa gembira hatinya mendengar pengakuan para murid.
Beliau kemudian bermaksud untuk meneruskan ke nasihat selanjutnya.
“Utamaning (seutama-utama) gegayuhan (cita-cita), kang (yang) pantes
(pantas) gagayuh (diraih) dhingin (dahulu), mung (hanya) ana (ada)
patang (empat) prakara (perkara), anggapen (anggaplah, hargailah,
terimalah) ingkang (yang) nastiti (teliti), tancepna (tanamkan) sanubari
(sanubari), cancangen (ikatlah) kenceng (kuat) ing (dalam) kalbu (hati),
mrih (agar) ywa (jangan) nganti (sampai) katriwal (tercecer), kanggowa
(pakailah) salami-lami (selama-lamanya).” Seutama-utama cita-cita,
yang pantas diraih dahulu, hanya ada empat perkata, terimalah yang
teliti, tanamkan dalam sanubari, ikatlah kuat dalam hati, agar jangan
sampai tercecer, pakailah selama-lamanya.
Yakni berlanjut kepada nasihat tentang cita-cita yang pantas untuk
diusahakan dalam kehidupan manusia. Cita-cita tersebut ada empat
macam. Sang Pendeta menekankan agar keempatnya diikat dalam ingatan
baik-baik, jangan sampai terlupakan. Karena sungguh akan sangat
bermanfaat sebagai pegangan kelak ketika sudah memasuki kehidupan
bermasyarakat.
Pan (sungguh) cantrik (siswa) sareng (bersamaa) umatur (menyatakan)
sandika (siap). Sungguh para siswa semua bersamaan menyatakan siap.
Para siswa menyatakan kesanggupan dan kesiapan untuk melaksanakan
perintah Sang Guru.
Ngandika (berkata) malih (lagi) Sang (Sang) Dwija (Guru), “Lah (lah)
saiki (sekarang) sun (aku) murwani (memulai), amedharake
(menjabarkan) warsita (nasihat), prakara (perkata) panggayuh (cita-cita)
becik (baik), padha (semua) kepareng (berkenan) ngarsi (mendekat).”
Berkata lagi Sang Guru, “Lah sekarang aku memulai menjabarkan
nasihat, perkata cita-cita yang baik, silakan semua berkenan mendekat.”
Sang Pendeta menyuruh para siswa untuk mendepat. Tanda bahwa apa
yang disampaikan sangat penting.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 82
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 83
PUPUH KEEMPAT
ASMARADANA
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 84
Kawiryan tegese kaki, kagem ratu lan prentah, yeku drajat kapya
yen, marga wong kagem Sang Nata, tanapi pamarentah, gedhe
cilik sor unggul, nanging wis mengku wibawa.
Tegese wibawa kaki, den ajeki ing sasana, lamun wus darbe
papasthen, balanja sapantesira, tinampan saben candra, dene
pahargyan amung, mayar nora ngrekasa.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 85
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 86
(wibawa). Yaitu derajat sama kalau, menjadi jalan dipakai oleh Sang
Raja, serta pemerintah, besar kecil rendah tinggi, tetapi sudah mempunyai
wibawa.
Kedua jalur itu sama, baik dipakai sebagai punggawa oleh Sang Raja
demikian pula oleh pemerintah Belanda. Asalkan sudah menjadi pejabat
atau kalau zaman dahulu disebut abdi dalem, maka mereka walau kecil
atau besar, pejabat tinggi atau rendah, semua sudah mempunyai wibawa.
Tegese (artinya) wibawa (wibawa) kaki (anakku), den ajeki (yang ajeg)
ing (di) sasana (tempat pertemuan), lamun (kalau) wus (sudah) darbe
(mempunyai) papasthen (jabatan yang pasti), balanja (belanja)
sapantesira (sepantasnya), tinampan (diterima) saben (setiap) candra
(bulan), dene (adapun) pahargyan (perayaan) amung (hanya), mayar
(mudah) nora (tidak) ngrekasa (kesulitan). Artinya wibawa anakku, yang
ajeg di tempat pertemuan, kalau sudah mempunyai jabatan pasti, belanja
sepantasnya, diterima setiap bulan, adapun perayaan hanya, mudah tidak
kesulitan.
Wibawa artinya mempunyai kedudukan sehingga bisa menghadap raja.
Kalau sudah demikian kedudukannya maka harus sering-sering
menghadap dan selalu siap sedia menerima perintah. Kalau sudah
kelihatan prestasinya dan dekat dengan raja maka sudah pasti akan
mendapat belanja sepantasnya. Kebutuhan setiap bulan tercukupi. Kalau
hendak mengikuti perayaan pun mudah, tidak kesulitan. Perayaan adalah
simbol kecukupan seseorang di zaman itu. Setiap pejabat atau priyayi
berlomba mengadakan perayaan dengan mengadakan aneka tontonan
rakyat. Itu simbol kehormatan di zaman itu.
Marmanya (maka dari itu) den sami (semua) ngudi (berusahalah,
mencarilah), mamrih (agar) kagema (dipakai) Sang (Sang) Nata (Raja),
kanggepa (dhargai) ing (pada waktu) salawese (selamanya), norane
(kalau tidak) kagem (dipakai) Sang (Sang) Nata (Raja), kagema
(dipakailah) pamarentah (Pemerintah Belanda), kaparenga (diijinkan)
anggegadhuh (mengelola), nindakake (menjalankan) panguwasa
(kekuasaan). Maka dari itu semua berusahalah, agar dipakai Sang Raja,
dihargai selamanya, kalau tidak dipakai Sang Raja, setidaknya dipakai
Pemerintah, diijinkan mengelola, menjalankan kekuasaan.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 87
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 88
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 89
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 90
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 91
Marmanya weh ruba awit, arep minta pitulungan, apa sing dadi
butuhe. Kang supaya tinuduhan, barang kang durung wikan,
kang wus dadi wajibipun, ingulat tan mrih pinanggya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 92
Karena sudah menjadi pedoman baku bagi orang Jawa, sejak ketika
zaman kuna sampai sekarang, harus mengetahui ilmu gaibnya,
artinya gaib adalah ketetapan Tuhan. Karena itu yang sangat
engkau, berusaha agar mumpuni dalam pengetahuan, sebagai
penguat dalam hidup.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 93
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 94
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 95
Selain rasa terima kasih yang besar mereka juga akan memberi engkau
bebungah, yakni pemberian yang dimaksudkan agar engkau senang karena
dia juga senang. Bebungah adalah pemberian yang dimaksudkan untuk
membagi kegembiraan. Kaena dia merasa senang telah engkau selesaikan
masalahnya, maka dia juga memberimu sesuatu agar engkau juga merasa
senang. Itulah begungah. Maka mereka takkan sayang untuk itu karena
problemnya benar-benar telah tuntas.
Awit (karena) bakuning (pedoman baku bagi) wong (orang) Jawi (Jawa),
duk (ketika) kuna (kuna) prapteng (sampai) samangkya (sekarang), kudu
(harus) weruh (mengetahui) ngelmu (ilmu) gaibe (gaibnya), gaib (gaib)
kodrat (ketetapan Tuhan) tegesira (artinya). Karena sudah menjadi
pedoman baku bagi orang Jawa, sejak ketika zaman kuna sampai
sekarang, harus mengetahui ilmu gaibnya, artinya gaib adalah ketetapan
Tuhan.
Sudah menjadi pedoman baku bagi orang Jawa segala sesuatu harus
dipahami di balik seuatu itu, atau ilmu gaibnya. Yakni isyarat dan maksud
dari ketetapan Tuhan yang terjadi padanya. Dan pengetahuan tentang ini
hanya dimiliki oleh orang yang sempurna pengetahuannya. Kepadanyalah
mereka bertanya.
Marma (karena itu) den bangetsira (yang sangat engkau), mangudi
(berusaha) mrih (agar) lebdeng (lebda ing, mumpuni dalam) kawruh
(pengetahuan), kanggo (sebagai) pikuwating (penguat dalam) gesang
(hidup). Karena itu yang sangat engkau, berusaha agar mumpuni dalam
pengetahuan, sebagai penguat dalam hidup.
Karena itu hendaknya engkau berusaha keras agar mempunyai
pengetahuan yang mumpuni, yang sanggup memberi solusi permasalahan
orang banyak. Pengetahuan itu akan menjadi penguat dalam hidupmu,
menopan kehidupanmu sehingga sejahteralah kamu.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 96
Apa sing kang den senengi, ing mangka sira wus bisa, nuruti apa
karepe, sayekti dahat sukanya, agung pangalemira, mring sira
dene wus besus, bisa anuju sakarsa.
Apa maneh yen wus dadi, barang ingkang sira garap, pasthi ana
lilirune, dhuwit ing sapantesira, tinimbang keh ing karya, wus
jemak mangkono iku, mangkana tinimbanganira.
Kang mangkana iku kaki, manawa uga wus kena, kanggo pikuwat
uripe, sanadyan nora sugiha, nging uripe tan nistha, wit pangane
wus kacakup, nora nganti kakurangan.
Apa yang sing disukai, padahal engkau sudah bisa, menuruti apa
sekehendaknya, sungguh sangat sukanya, besar pujiannya, kepada
engkau yang sudah bisa rapi, bisa menyenangkan sekehendaknya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 97
Apa lagi kalau sudah selesai, barang yang engkau kerjakan, pasti
ada penggantinya, berupa uang dalam kadar sepantasnya,
setimbang banyaknya pekerjaannya. Sudah lazim yang demikian itu,
demikian perbandingannya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 98
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 99
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 100
Dadine banjur netepi, ana paribasan ika, aji godhong jati amoh,
upamane bangsa ganda, ambune arum jamban, tanana kang dadi
wanuh, labet samar yen kakenan.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 101
dalam ilmu pengetahuan, artawan atau kekayaan dalam harta dan guna-
kawignya atau ketrampilan profesional. Rugi karena akan sulit untuk
memenuhi kebutuhan dasar, yakni mencukupi kebutuhan sandang dan
pangan.
Sokur-sokur (syukur-syukur) lamun (kalau) bisa (bisa), papat (empat)
kacukup (tercakup) pisan (sekaligus), orane (kalau tidak) siji (satu) wus
(sudah) lowung (lumayan), ugere (asalkan) bisa (bisa) katekan (tercapai).
Syukur-syukur kalau bisa, empat itu tercakup sekaligus, kalau tidak satu
sudah lumayan, asalkan bisa tercapai.
Usahakan untuk mencapai keempatnya. Syukur-syukur kalau nanti
keempatnya bisa tercakup sekaligus. Kalaupun tidak salah satupun sudah
lumayan, asalkan benar-benar tercapai.
Yen (kalau) tan (tak) kacukupa (tercapai) kaki (anakku), salah (salah) siji
(satu) mbokmanawa (barangkali), uripmu (hidupmu) tiba (jatuh) nisthane
(nista), wit (karena) tuna (tanpa) pambudidaya (kemampuan berupaya),
akale (akalnya) tanpa (tanpa) guna (guna), tanapi (dan juga)
piyandelipun (andalan hidupnya), uripe (hidupnya) temah (akhirnya)
sangsara (sengsara). Kalau tidak tercapai anakku, salah satunya
barangkali, hidupmu jatuh dalam nista, karena tanpa kemampuan
berupaya, akalnya tanpa guna, dan juga andalan, hidupnya akhirnya
sengsara.
Kalau tidak tercapai salah satu dari cita-cita tersebut, barangkali sangat
mungkin hidupmu jatuh dalam lembah nista. Karena tanpa andalan dalam
berupaya. Kemampuan untuk menopang kehidupan tidak ada sehingga
hidup akan sengsara.
Dadine (jadinya) banjur (lalu) netepi (cocok dengan), ana (ada)
paribasan (peribahasa) ika (itu), aji godhong jati amoh (aji godhong jati
amoh artinya; masih lebih berharga daun jati sobek). Jadinya seperti cocok
dengan, peribahasa itu, aji godong jati amoh.
Peribahasa aji godong jati amoh atau aji godong jati aking (kering)
maksudnya menjadi manusia yang tidak berharga, ibarat masih lebih
berharga daun jati yang kering. Karena daun jati yang kering atau sobek
masih bisa dipakai untuk membungkus nasi. Namun kalau manusia yang
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 102
tuna dari empat hal itu mau dikaryakan untuk apa? Malah akan menjadi
beban bagi manusia lain, merepotkan saja.
Upamane (seumpama) bangsa (sebangsa) ganda (bau-bauan), ambune
(baunya) arum (harum) jamban (jamban), tanana (tak ada) kang (yang)
dadi (jadi) wanuh (mengenal), labet (karena) samar (khawatir) yen
(kalau) kakenan (terkena). Seumpama sebangsa bau-bauan, baunya
seperti bau harum jamban, tak ada yang mengenal karena khawatir kalau
terkena.
Seumpama bau maka baunya seperti harum jamban, maksudnya sangat
bau pesing. Takkan ada orang yang mendekat karena khawatir akan
terkena imbasnya. Khawatir kalau malah direpotkan, khawatir kalau justru
mendapat limpahan masalah darinya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 103
Sang Pendeta bersabda lagi, begini perintah Sang Guru, “He siswa
berlima semua, engkau semua dengarkanlah, semua nasihat dariku,
ikatlah semuda dan patuhilah.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 104
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 105
PUPUH KELIMA
POCUNG
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 106
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 107
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 108
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 109
(ada) catur (empat) warna (macam). Sebabnya tak ada sengsara dalam
hidup, karena kuasa Tuhan, bagi siapapun manusia yang bangkit
berusaha, menggapai pada sastrajendra ayuningrat, akan mendapat
anugrah dari Tuhan Maha Agung, ada empat macam.
Kodrat dari kata qudrat adalah salah satu sifat Allah, artinya bahwa Dia
berkuasa mewujudkan sesuatu atau meniadakan sesuatu sesuai
kehendakNya. Maka cara agar mendapat wahyu yang diinginkan hanya
dengan meminta kepadaNya. Dan sudah menjadi kehendakNya bagi
manusia yang berusaha menggapai wahyu akan mendapat anugrahNya
tersebut. Dalam hal wahyu sastrajendra, siapapun yang berhasil
mendapatkannya akan mendapat anugrah berupa empat macam.
Wijange (jelasnya) mangkene (begini) cantrik (siswa), kang (yang)
kapisan (pertama) kaparingan (diberi) kanuragan (kanuragan),
kadwinipun (keduanya) kayuwanan (kayuwanan) kang (yang) tumurun
(tumurun), dene (adapun) katelunya (ketiganya), kabrayan (kabrayan)
ingkang (yang) wus (sudah) mesthi (pasti), kaping (yang ke) pat (empat)
genepe (genapnya) iku (itu) kayuswan (kayuswan). Jelasnya begini
siswaku, yang pertama diberi kanuragan, keduanya kayuwanan yang
diturunkan, adapun ketiganya, kabrayan yang sudah pasti, yang keempat
genapnya itu adalah kayuswan.
Empat macam anugrah yang akan didapat seseorang yang memperolah
wahyu sastrajendra, yakni kanuragan, kayuwanan, kabrayan dan
kayuswan. Masing-masing dari keempat macam itu kami biarkan dalam
bahasa aslinya karena merupakan istilah yang akan diperdalam pada bait
berikutnya. Bagaimana pengertian dari keempat istilah tersebut, nantikan
dalam kajian selanjutnya.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 110
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 111
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 112
Tidak ada gunanya seseorang hebat dan kuat jika keluarga saja tak punya.
Rumah tangga berantakan, pernikahan gagal, anak-anak nakal, dan
sebagainya. Jika engkau mendapat wahyu sastrajendra, maka yang
demikian itu akan terhindar. Keluargamu sejahtera, harmonis, sakinah,
mawadan sehingga mendatangkan rahmah.
Tegese (artinya) bisa (bisa) tumerah (berkembang) tumuruntun
(berturun-turun), uripe (hidupnya) tan (tak) cuwa (kecewa), bisa (bisa)
mencarake (menyebarkan) wiji (keturunan), tutug (puas) nggone (dalam
dia) amengkoni (mengasuh) anak (anak) rayat (istri). Artinya bisa
berkembang berturun-turun, hidupnya tak kecewa, bisa menyebarkan
keturunan, puas dalam dia mengasuh anak istri.
Keturunannya banyak dan berkembang, hidupnya tak mengecewakan.
Anak-cucu menjadi orang yang patut diteladani. Bisa menyebarkan anak
keturunan ke berbagai tempat dengan baik. Dapat mengasuh, mendidik
dan membina keluarga sampai tuntas.
Kaping catur (keempat) tegese (artinya) kayuswan (kayuswan) iku (itu),
antuk (mendapat) kamurahan (kemurahan), palimirmaning (kasih
sayang) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), uripira (hidupmu)
pinaringan (diberikan) urip (hidup) dawa (panjang umur). Keempat
artinya kayuswan itu, mendapat kemurahan, kasih sayang Tuhan Maha
Benar, hidupmu diberikan hidup yang panjang umur.
Anugrah keempat adalah panjang umur. Orang yang panjang umur
sungguh telah diberi kasih sayang Tuhan yang amat banyak. Apalagi jika
dia mampu menggunakan umurnya dengan baik. Untuk beramal shaleh,
membantu sesama yang membutuhkan, mendidik anak-cucu menjadi
orang yang baik.
Bisa (bisa) tutug (tuntas) anggonmu (dalam) ngemong (mengasuh) anak
(anak) putu (cucu). Bisa tuntas dalam engkau mengasuh anak-cucu.
Dengan umur yang panjang itu engkau bisa tuntas dalam mengasuh anak
cucu. Bisa mengalami berbagai peran. Sebagai orang tua, sebagai kakeh,
pengasuh, pelindung, pembina, pengawas, penasihat bagi anak-cucu
keturunannya.
Janma (orang) kang (yang) mangkana (demikian), iku (itu) kena (bisa)
den (di) arani (sebut), urip (hidup) mulya (mulia) sinihan (dikasihi)
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 113
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 114
weh pitutur mrih bisa carem pikirmu, ywa sumelang sira, uger aku
misih urip, nora kewran yen sira mung minta wulang.
Uwitipun seger waluya tan alum, wus rumaos gesang, wit pantuk
dayaning warih, kadya tangi garegah saking kantaka.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 115
Mbok bilih wus kinodrat dening Hyang Ngagung, kula lan pra
kadang, jer wus pinasthi nanggapi, warsitanta sadaya ingkang
kawahya.
hati hamba serta saudara semua, sekarang sudah terang, tidak ada
yang menutupi, ketika sudah menerima nasihat paduka.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 116
“Duh aduh Sang Guru azimat hamba, semua nasihat paduka yang
hamba terima, sepertinya tak ada yang tercecer.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 117
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 118
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 119
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 120
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 121
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 122
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 123
PUPUH KEENAM
MASKUMAMBANG
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 124
Yen wujud dalem buta tan kena jinimpit, adoh tanpantara, cedhak
rumaket neng dhiri, yeku Pangeran sanyata.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 125
Yang ketiga disebut sari dari api, adapun sarananya, rasa terasa
sejati. Ketika taliya sudah lepas,
Menghidupi semua makhluk dunia ini, bisa bersifat lembut, kecil tak
bisa dikenali, dekat dan juga tak bersenggolan.
Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, jauh tanpa antara, dekat
melekat dalam diri, yaitu Tuhan sejati.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 126
(dekat) lawan (dengan) dhiri (diri). Yang disebut kawula itu anakku, lima
indera kehidupan, dekat dengan diri.
Yang disebut dengan kawula itu adalah lima panca indera kehidupan.
Letaknya dekat dengan dirimu. Melekat pada tubuhmu.
Cinancang (diikat) sarining (sari-sari) wanta (angin), wahananane
(sarananya) napas (nafas) sira (kamu) kang (yang) sajati (sejati). Diikat
pada sari-sari angin, sarananya nafasmu yang sejati.
Menyatu karena diikat dengan sari-sari angin, sarana pengikatnya adalah
nafasmu yang sejati.
De (adapun) sarining (sari dari) tirta (air), wahanane (sarananya) yeku
(yaitu) getih (darah), kang (yang) nyrambahi (merambah) angganira
(badanmu). Adapun sari dari air, sarananya yaitu darah, yang merambah
seluruh badanmu.
Adapun sari-sari dari air, sarana pengikatnya yaitu darah, yang mengalir
merambah ke seluruh badanmu.
Kang (yang) katelu (ketiga) ingaranan (disebut) sarining (sari dari) agni
(api), dene (adapun) wahanane (sarananya), rasa (rasa) karasa (terasa)
sejati (sejati). Yang ketiga disebut sari dari api, adapun sarananya, rasa
terasa sejati.
Yang ketiga disebut sari-sari dari api, adapun sarana pengikatnya adalah
rasa yang terasa sejati.
Dupi (ketika) talinya (talinya) wus (sudah) wudhar (lepas), pancadriya
(panca indera) gesang (hidup) pisah (berpisah) lawan (dengan) dhiri
(diri), laju (terus) bali (kembali) marang (kepada), asale (asalnya) purwa
(mula-mula) kang nguni (dahulu), manjing (masuk) alam (ke alam)
langgeng (baka) laya (kematian). Ketika taliya sudah lepas, pancaindera
hidup berpisah dengan diri, lalu terus kembali kepada, asalnya mula-mula
dahulu, masuk ke alam kelanggengan (baka).
Ketika tali pengikat itu lepas, panca indera kehidupan berpisah dengan
diri, lalu terus kembali kepada tempat asalnya mula-mula. Yakni alam
kelanggengan atau alam keabadian.
Nora (tidak) owah (berubah) tetep (tetap) ing (pada) salami-lami
(selamanya), tan (tak) kena (bisa) cinandra (digambarkan), dunung
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 127
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 128
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 129
maka demikian pula orang yang telah mencapai keadaan pamoring kawula
Gusti, akan senantiasa menyebarkan kebaikan sehingga orang sekitarnya
merasa nyaman.
Ananira (adanya) dhingini (mendahului) sagung (segenap) dumadi (yang
ada), kawawa (sanggup) manuksma (menyesuaikan tempat), nora (tidak)
sesek (sesak) ing (di) ngarempit (tempat sempit), datan (tidak) logro
(longgar) ing (di) ngajembar (luas). Adanya mendahului segenap yang
ada, sanggup menyesuaikan tempat, tidak sesak di tempat sempit, tidak
longgar di papan luas.
Dia bisa mengolah keadaan apapun sesuai kondisi di sekitarnya. Serba
enak dan tidak kerepotan. Di tempat sempit tidak sesak, di tempat luas
tidak longgar.
Yen (kalau) wujud (berwujud) lembuta (lembut) tan (tak) kena (bisa)
jinimpit (dijumput), adoh (jauh) tanpantara (tanpa antara), cedhak (dekat)
rumaket (melekat) neng (dalam) dhiri (diri), yeku (yaitu) Pangeran
(Tuhan) sanyata (sejati). Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, jauh
tanpa antara, dekat melekat dalam diri, yaitu Tuhan sejati.
Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, kalau jauh tak terasa ada jarak
antara, kalau dekat tak menyenggol. Dia dekat dalam diri. Itulah sifat-sifat
Tuhan yang sejati.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 130
PUPUH KETUJUH
KINANTHI
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 131
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 132
bisa awet lestari, dalam hamba ikut Sang Pendeta, di dunia sampai
di akhirat, tak hendak meninggalkan. Demikian janji hati, saudara-
saudara dan hamba semuanya.”
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 133
saudara, ketika menerima nasihat, paduka yang terakhir, rasa dalam hati
hamba seperti, disiram air sewindu.
Si Jiwita menyatakan bahwa dia telah menerima dengan baik semua
nasihat yang disampaikan. Mereka kini merasa sangat tenang dan bahagia,
seperti keadaan orang yang mandi dengan air yang didinginkan selama
sewindu. Artinya merasa sangat sejuk dan nyaman dalam hati.
Adhem (dingin) asrep (sejuk) anyrambahi (memenuhi), marang (pada)
saranduning (sekujur) angga (badan). Dingin sejuk memenuhi, pada
sekujur badan.
Kesejukan itu memenuhi seluruh tubuh, merata ke sekujur badan. Rasanya
ces, sangat dingin. Dingin yang menyejukkan.
Sanadyan (walaupun) pra (para) kadang (saudara) ugi (juga), pan
makaten (demikian) ciptanira (pendapatnya), cocog (cocok) sami (sama)
tan (tak) nalisir (berselisih). Walaupun para saudara juga, demikian
pendapatnya, cocok sama tak berselisih.
Demikian pula para saudara-saudara seperguruan Jiwita yang lain,
perasaannya sama dengannya. Tidak ada yang berselisih, semua telah
memahami dan merasa bahwa nasihat itulah yang mereka butuhkan
sebagai pedoman hidup kelak.
Ingkang (yang) mekaten (demikian) puniku (itu), wau (tadi) tetela
(terbukti, ternyata) yen (kalau) antuk (mendapat) sih (kasih),
kanugrahaning (anugrah dari) Pangeran (Tuhan), tinurunan
(diturunkan) wahyu (wahyu) gaib (gaib), kinodrat (diberi kuasa) dening
(oleh) Hyang (Tuhan) Sukma (Maha Suci). Yang demikian itu, terbukti
kalau mendapat kasih anugrah dari Tuhan, diturunkan wahyu gaib, diberi
kuasa oleh Tuhan Maha Suci.
Mereka semua merasa bersyukur karena ternyata mendapat anugrah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa, yakni mendapat nasihat dari Sang Pendeta dan
mereka mampu memahaminya dengan baik.
Kula (hamba) lan (dan) pra (para) kadang (saudara) sami (semua), wus
(sudah) tinakdir (tidakdirkan) ing (oleh) Hyang (Tuhan) Agung (Maha
Agung), kalamun (kalau) saged (bisa) nampeni (menerima), warsita
(nasihat) ndika (paduka) Sang (Sang) Dwija (Guru). Hamba dan para
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 134
saudara semua, sudah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Agung, kalaupun bisa
menerima, nasihat paduka Sang Guru.
Mereka semua merasa bahwa itu takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika
bukan mereka takkan mampu untuk memahami nasihat itu dengan baik.
Mboten (tak) langkung (lebih) mugi-mugi (semoga), angsala (mendapat)
barkah (berkah) andika (paduka), lulus (langgeng) ing (pada) salami-
lami (selamanya), sageda (bisa) awet (awet) lestantun (lestari), nggen
(dalam) kula (hamba) ndherek (ikut) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), neng
(di) donya (dunia) prapteng (sampai) delahan (akhirat), tan (tak)
sumedya (hendak) angoncati (meninggalkan). Tak lebih semoga,
mendapat berkah paduka, langgeng selama-lamanya, bisa awet lestari,
dalam hamba ikut Sang Pendeta, di dunia sampai di akhirat, tak hendak
meninggalkan.
Jiwita menyampaikan harapan agar selalu mendapat berkah dari Sang
Guru, dapat terus mengabdi selama-lamanya. Sampai akhir kehidupan
dunia tetaplah menjadi pengikut Sang Pendeta.
Makaten (demikian) ubayeng (janji) driya driya (hati), kadang-kadang
(saudara-saudara) kula (hamba) sami (semua).” Demikian janji hati,
saudara-saudara dan hamba semuanya.”
Demikian pernyatan para siswa yang diwakili oleh Jiwita.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 135
Kipatna den kongsi jauh, rong bedahat mrih ywa bali, galo keh
tuladhanira, warnane janma kang nyingkir, sinau mulyaning
budaya, tangeh lamun bisa becik.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 136
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 137
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 138
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 139
Buanglah jauh-jauh dengan perasaan jijik sejauh dua bedahat agar watak
buruk itu tak kembali lagi. Di gatra ini ada kata bedahat yang
menunjukkan satuan jarak. Kami belum tahu berapa jauh ukuran bedahat
itu.
Galo (lihat) keh (banyak) tuladhanira (teladannya), warnane (macam)
janma (manusia) kang (yang) nyingkir (menyingkir), sinau (belajar)
mulyaning (mulia dalam) budaya (budi), tangeh (mustahil) lamun (kalau)
bisa (bisa) becik (baik). Lihatlah banyak teladannya, macam-macam
manusia yang menyingkir dari, belajar memuliakan budi, mustahil kalau
bisa baik.
Lihatlah! Banyak teladan tentang watak manusia yang menyingkir dari
tindakan memuliakan diri. Dan mustahil bagi manusia itu bisa berubah
menjadi baik. Usaha terus menerus lah yang membuat kita berhasil
menyingkirkan watak buruk dan meraih watak utama. Karena itu jangan
kasih kendor! Selalu berusahalah menjadi orang berbudi mulia.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 140
Angka seribu delapan ratus lima puluh lima bertepatan, waktu jam
sepuluh pagi, yakni ditandai dengan sengkalan tahun, tata wignya
ngesthi tunggal (1855), ini sebagai pengingat.
bambangkhusenalmarie.wordpress.com
Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 141
Pengkaji
Bambang Khusen Al Marie
bambangkhusenalmarie.wordpress.com