Anda di halaman 1dari 14

Sari Pustaka Kepada Yth :

DIVISI GASTRO-HEPATOLOGI

TERAPI ERADIKASI GASTRITIS HELICOBACTER PYLORI PADA ANAK


Penyaji : Miky Akbar
Hari/Tanggal : Senin, 28 Oktober 2019
Pembimbing : dr. Supriatmo, M.Ked (Ped), Sp.A(K)
Supervisor : Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji, Sp.A (K)
dr. Supriatmo, M.Ked (Ped), Sp.A(K)

PENDAHULUAN
Infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan sebagai salah satu infeksi
yang paling sering di dunia dan berkaitan dengan risiko berbagai gangguan lambung.
Bakteri ini ditemukan di dalam lambung oleh Warren dan Marshall pada tahun 1982
telah membuka wawasan baru tentang penyebab kelainan saluran cerna bagian atas.
Infeksi H.pylori menjadi masalah kesehatan setelah ditemukan perdarahan ulkus dan
kanker lambung pada kasus yang terinfeksi oleh kuman ini. 1
Prevalens H.pylori di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibanding
negara maju. Prevalensi H.pylori pada anak di negara maju diperkirakan sebesar
10%, tetapi dapat mencapai 30-40% pada anak yang berasal dari golongan sosial
ekonomi lemah. Populasi di dunia yang terinfeksi oleh bakteri ini diperkirakan
sebanyak 50%. Prevalens di Asia dilaporkan dari 8.2% sampai 11%, sedangkan di
Jakarta, prevalens infeksi H. pylori berdasarkan pemeriksaan serologi pada 150 murid
Sekolah Dasar didapatkan angka sebesar 27% dan 90% dari mereka yang mempunyai
seropositif ditemukan H. pylori pada lambungnya.1 Laporan terakhir pada tahun 2014
menunjukkan bahwa prevalensi infeksi H. pylori di Indonesia besarnya bervariasi.
Prevalensi di Makassar dilaporkan sebesar 55%, Solo 51,8%, Yogyakarta 30,6%,
Surabaya 23,5%, dan yang terendah di Jakarta sebesar 8%.2
Keluhan nyeri perut pada anak merupakan gejala yang sangat umum pada
sebagian besar anak usia sekolah dasar. Hampir sebagian besar anak dengan keluhan
nyeri perut dianggap hal biasa oleh orang tua nya dan tidak dibawa berobat konsultasi
dengan dokter terkait keluhan tersebut meskipun keluhan nya terkadang memberat,
hal ini yang dapat menimbulkan nyeri perut berulang (recurrent abdominal pain)
yang mungkin dianggap keluarga sebagai keluhan ini biasa.3 Biasanya hanya ketika
efek nyeri yang sudah menimbulkan komplikasi pada anak, keluarga baru
membutuhkan pertolongan medis. Nyeri perut berulang merupakan keluhan yang
sering timbul pada anak dalam praktik sebagai dokter umum, dokter spesialis anak
maupun subspesialis gastroenterologi anak. Sejak tahun 1958, kondisi nyeri perut
berulang masih belum dipahami dengan baik oleh karena banyak faktor yang terlibat.
Gejalanya cenderung tidak khas dan hasil pemeriksaan jarang menunjukkan adanya

1
penyakit organik. Oleh karena itu, sakit perut berulang pada anak oleh beberapa
peneliti dianggap sebagai gejala klinis yang berhubungan dengan infeksi H.pylori.4
Keluhan lain yang sering disampaikan oleh anak yang terinfeksi H.pylori adalah nyeri
di daerah epigastrium, terbangun pada malam hari, dan sering muntah. Refluks
gastroesofagus dan gagal tumbuh (failure to thrive) merupakan dua keadaan lain yang
pernah dilaporkan pada anak terinfeksi H.pylori.5
Sampai sejauh ini belum ada kesepakatan dari para ahli gastroenterologi
tentang pengobatan infeksi H. pylori pada anak. Pemilihan terapi eradikasi lini
pertama yang paling tepat sangat penting. Tidak ada regimen pengobatan yang
menjamin penyembuhan infeksi H. pylori pada 100% pasien. Berbagai jenis obat
yang pernah digunakan adalah bismut, ranitidin, H2 antagonis, proton pump inhibitor
(PPI), dan beberapa antibiotik. Terapi yang diberikan sebaiknya sederhana, dapat
ditoleransi dengan baik, dan memiliki tingkat eradikasi lebih dari 80%. 1

Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah menjelaskan terapi eradikasi
gastritis infeksi Helicobacter Pylori pada anak.
Gastritis Helicobacter Pylori
H.pylori merupakan bakteri berbentuk spiral, gram negatif, yang sering ditemukan di
permukaan epitel lambung. H.pylori dianggap merupakan infeksi bakteri yang paling
sering di dunia. Secara klinis, semua manusia yang terinfeksi organisme ini dapat
memiliki gejala gastritis yang dapat bertahan selama bertahun-tahun dan dapat
berkembang menjadi inflamasi kronik. Infeksi H.pylori dikenal berhubungan dengan
berbagai risiko terjadinya gastritis kronik, penyakit ulkus peptikum / peptic ulcer
disease (PUD) baik di lambung maupun duodenum, gastric mucosal-associated
lymphoid tissue (MALT) lymphoma, dan adenokarsinoma lambung. Isolasi organisme
ini oleh Warren, dkk. Pada tahun 1983 telah mengubah secara bermakna cara terapi
ulkus peptikum. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa gaster
sebagai respon terhadap jejas / injury yang dapat bersifat akut ataupun kronik.
Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis histologis, bukan
klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi untuk mendeskripsikan
gastritis. Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan pada kedalaman
rusaknya mukosa. Ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis, sedangkan
gastritis tidak.6
Kolonisasi H. pylori pada awalnya menyebabkan gastritis superfisial akut
yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil antara permukaan dan sel epitel foveolar di
dalam gastric pits. Epitel permukaan gaster menunjukkan perubahan degeneratif
dengan hilangnya musin dan peningkatan eksfoliasi. Pada awalnya yang terkena
hanya mukosa antrum, dan kemudian meluas ke mukosa korpus.7 Infiltrasi
limfoplasmasitik meningkat setelah 11-14 hari dan lamina propria akan mengalami
edema. Infeksi H. pylori kronik ditandai dengan infiltrasi mononuklear, predileksi

2
foveolar, agregat limfoid serta infiltrasi neutrofil aktif pada zona proliferatif mukosa
gaster, interstisial, dan epitel foveolar. Gastritis H. pylori kronik dominan terdapat di
antrum.8
H. pylori dapat menangkal lingkungan sangat asam, karena memiliki aktivitas
urease yang tinggi. Urease ini mengubah urea di asam lambung menjadi amonia yang
bersifat alkali dan karbondioksida yang dapat meningkatkan pH, sehingga
memungkinkan pertumbuhan bakteri. 9,10

Gambar 1. Morfologi H.pylori9

Patogenesis Infeksi H. pylori


Secara umum gastritis terjadi karena ketidakseimbangan faktor agresif dan defensif.
Faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang termasuk faktor agresif
antara lain adalah asam gaster, pepsin, refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID,
kortikosteroid, H. pylori, dan adanya radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif
antara lain adalah mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin,
fosfolipid, mukus, bikarbonat, dan motilitas saluran pencernaan.11 H. pylori tinggal di
lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. Permukaan H. pylori dilapisi dengan
urease dan protein yang tahan panas. H. pylori menghasilkan sejumlah besar urease
yang terlokalisasi di permukaan yang bertindak sebagai faktor penting untuk
berkolonisasi. Menggunakan enzim ini bakteri memecah urea untuk melepaskan
amonia, menyebabkan peningkatan pH antrum lambung untuk bakteri bertahan hidup
di lingkungan asam. Enzim ini penting untuk kolonisasi bakteri dan merupakan
penanda tidak langsung untuk keberadaan bakteri. Terdapat empat langkah
patogenesis sangat penting untuk kolonisasi H.pylori :12
1. Bertahan hidup di bawah kondisi lambung yang asam
2. Gerakan menuju sel epitel melalui flagella-mediated motilitas
3. Menempel pada reseptor inang oleh adhesin
4. Menyebabkan kerusakan jaringan oleh pelepasan toksin

3
.
Gambar 2. Virulensi Kuman H.pylori12
H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H. pylori dapat
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik
terhadap neutrofil dan monosit. Pada kondisi in vivo, infeksi H. pylori di mukosa
gaster melalui cytotoxin gen A (CagA) dan vacuolating cytotoxin gen A (VacA) dapat
menginduksi produksi sitokin interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8 dan tumor necrosis
factor-alpha (TNF-α). IL-1 atau TNF-α sendiri ataupun TNF-α yang bersinergis
dengan interferon-gamma (IFN-γ) dapat menginduksi produksi IL-8 di sel gaster.
Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster yang berkepanjangan dapat menyebabkan
rekrutmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi dan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan sehingga menimbulkan gejala klinis.12

Diagnosis Infeksi H.pylori


Pada anak infeksi H. pylori lebih sering berhubungan dengan gastritis dibandingkan
dengan ulkus peptikum. Secara umum manifestasi klinis dari infeksi H. pylori pada
anak antara lain sakit perut berulang, nyeri di daerah epigastrium, muntah, gangguan
absorbsi dengan penurunan berat badan, anemia defisiensi besi, diare berulang,
malnutrisi.13 Pada anak berlaku ketentuan untuk tidak melakukan pemeriksaan
diagnostik apapun kecuali ingin melakukan terapi. Berbagai metode baik yang
bersifat invasif maupun non-invasif dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
infeksi H. pylori. Metode invasif meliputi endoskopi dan biopsi yang diikuti oleh
pemeriksaan histologi, biakan, uji urease, dan Polymerase Chain Reaction (PCR),
sedangkan metode non-invasif meliputi serologi dan uji C-urea napas. Pemilihan jenis
uji diagnostik sangat bergantung kepada keberadaan alat diagnostik pada suatu pusat
pelayanan kesehatan, masalah klinis yang diperlihatkan, dan biaya. Pada anak dengan
gejala klinis dispepsia dianjurkan untuk menggunakan uji tapis yang bersifat non-
invasif. Pemeriksaan invasif dilakukan hanya pada kasus yang memperlihatkan gejala
klinis cukup kuat untuk dilanjutkan pada terapi.1

Tatalaksana Infeksi H.pylori


Pemberian terapi infeksi H. pylori sebagai eradikasi sebaiknya sederhana, dapat
ditoleransi dengan baik, menggunakan kombinasi 3 jenis obat dan memiliki tingkat
eradikasi lebih dari 80%. Infeksi H. pylori dapat diobati dengan kombinasi 2-3

4
antibiotik bersama dengan PPI, diminum bersamaan atau berurutan, selama 3 sampai
14 hari. Selain untuk mencegah terjadinya resistensi, penggunaan berbagai jenis obat
akan memberikan hasil yang lebih efektif, karena terdapat mekanisme sinergis dari
obat-obat tersebut.1

1. Terapi lini pertama1,14,15

a. Clarithromycin-based triple therapy


Terapi lini pertama menggunakan PPI atau ranitidin kombinasi dengan clarithromycin
dan amoxicillin. Tingkat eradikasi yang dicapai dengan menggunakan kombinasi 3
jenis obat (PPI, clarithromycin 350-500 mg dan amoxicillin 1 g) sebesar 87 - 92%,
sedangkan bila hanya menggunakan 2 jenis obat (PPI dan amoksisilin) sebesar 70%. 1
Alternatif kombinasi antibiotik menggunakan clarithromycin dan metronidazole dapat
diberikan pada mereka yang alergi penicillin. Semua terapi tersebut diberikan 2 kali
sehari, direkomendasikan selama 7-14 hari. Terapi alternatif kombinasi amoxicillin
dan metronidazole dapat diberikan apabila terdapat resistensi terhadap klaritromisin.
Menurut American College of Gastroenterology guidelines (ACG) lama pemberian
triple therapy adalah 10-14 hari, sedangkan menurut the Maastricht III Consensus
Report guidelines adalah 7 hari.14 Regimen ini sebaiknya tidak digunakan di daerah
yang memiliki tingkat resistensi clarithromycin diatas 15%. Semua pasien sebaiknya
ditanya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya terutama golongan makrolid, jika
didapatkan adanya penggunaan antibiotik tersebut, penggunaan clarithromycin- triple
therapy sebaiknya dihindarkan.15 Beberapa pilihan dalam terapi lini pertama dengan
kombinasi 2 antibiotik terdapat dalam tabel 1, sedangkan pemilihan regimen terbaik
sebagai terapi eradikasi H. pylori terdapat pada gambar 3.

Tabel 1. Terapi Lini Pertama infeksi yang H. pylori pada Anak16

5
Gambar 3. Skema pemilihan regimen terapi eradikasi infeksi H.Pylori55

2. Terapi Lini Kedua1,14-16


a.Bismuth quadruple therapy
Bismuth salt telah banyak digunakan lebih dari 20 tahun sebagai eradikasi H. pylori.16
Quadruple therapy terdiri dari tetracycline 500 mg empat kali sehari, metronidazole
250 mg empat kali sehari, bismuth salt 120 mg empat kali sehari, dan PPI 2 kali
sehari. Quadruple therapy dianggap lebih efektif dibandingkan terapi lini pertama,
sehingga dapat digunakan pada pasien yang gagal eradikasi menggunakan terapi lini
pertama.14
Kesulitan utama terapi ini adalah bismuth salts tidak terdapat di beberapa
negara termasuk Amerika Serikat, tetracycline dan metronidazole lebih sering
mengakibatkan efek samping dan interaksi dibandingkan antibiotik lain. Kombinasi
amoksisilin, bismut, dan metronidazol juga memberikan tingkat eradikasi yang tinggi,
yaitu sebesar 96%. Oleh karena itu, kombinasi 3 jenis obat yang menggunakan PPI
atau bismut direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama. Dalam penggunaannya,
PPI lebih mudah diteloransi oleh anak dibanding dengan bismut. Bismut-salisilat
tidak dianjurkan penggunaannya pada anak berumur di bawah 16 tahun karena
ditakutkan terjadinya sindrom Reye.1 Kegagalan terapi sering berhubungan dengan
resistensi H. pylori terhadap clarithromycin, metronidazole atau keduanya. Apabila
terapi ini gagal, pasien dievaluasi dengan pendekatan per kasus.14 Tingkat eradikasi
regimen ini yaitu 91%. Sebuah penelitian meta-analisis menyebutkan perbandingan

6
tingkat eradikasi bismuth quadruple therapy dengan clarithromycin-based triple
therapy yaitu 77,6% pada bismuth quadruple therapy dan 68,9% pada
clarithromycin-based triple therapy.15

b. Sequential therapy
Regimen ini terdiri dari PPI ditambah amoxicillin 1 g dua kali sehari selama 5 hari
diikuti dengan PPI ditambah clarithromycin 500 mg dua kali sehari dan imidazole
agent (misalnya: tinidazole 500 mg dua kali sehari) selama 5 hari berikutnya (hari ke
6-10) dan dapar digunakan sebagai alternatif dari clarithromycin- triple therapy.14
Terapi ini sudah digunakan sejak tahun 2000 sebagai alternatif dari terapi kombinasi
clarithromycin. Tingkat eradikasi regimen ini yaitu 84,3%.15

c. Concomitant therapy
Regimen ini terdiri dari PPI, clarithromycin 500 mg, amoxicillin 1 g, nitroimidazole
500 mg (tinidazole atau metronidazole) diberikan selama 3–10 hari. Tingkat
eradikasi regimen ini yaitu 88%. Sebuah penelitian randomised control trial (RCT)
menyebutkan perbandingan tingkat eradikasi concomitant therapy dengan
clarithromycin-based triple therapy yaitu 90% pada concomitant therapy dan 78%
pada clarithromycin-based triple therapy, sehingga regimen ini dapat digunakan
sebagai terapi alternatif bila terdapat resistensi terhadap clarithromycin. Concomitant
therapy dapat dipertimbangkan sebagai lini pertama pada daerah yang resistensi
dengan clarithromycin seperti Amerika Utara, bila regimen ini digunakan sebagai lini
pertama maka durasi pemberian yang dianjurkan selama 10-14 hari.15

d. Hybrid therapy
Regimen ini terdiri dari PPI, amoxicillin selama 7 hari dilanjutkan dengan PPI,
clarithromycin dan nitroimidazole selama 7 hari. Tingkat eradikasi regimen ini yaitu
88.6%.15 Beberapa pilihan dalam terapi lini kedua dengan kombinasi 3 antibiotik
terdapat dalam tabel 2.

Tabel 2. Regimen kombinasi antibiotik infeksi H. pylori yang direkomendasikan.15

Regimen Drugs (doses) Dosing Duration


Frequency (days)

Bismuth quadruple PPI (standard dose) BID 10–14


Bismuth subcitrate (120–300 mg)
or subsalicylate (300 mg) QID
Tetracycline (500 mg) QID
Metronidazole (250–500 mg) QID (250)
TID to QID (500)
Concomitant PPI (standard dose) BID 10–14
Clarithromycin (500 mg)

7
Amoxicillin (1 grm)
Nitroimidazole (500 mg)
Sequential PPI (standard dose) + BID 5-7
Amoxicillin (1 grm)
PPI, Clarithromycin (500 mg) + BID 5–7
Nitroimidazole (500 mg)
Hybrid PPI (standard dose)+Amox (1 grm) BID 7
PPI, Amox, Clarithromycin (500 mg), BID 7
Nitroimidazole (500 mg)
Levofloxacin PPI (standard dose) BID 10–14
Triple Levofloxacin (500 mg) QD
Amox (1 grm) BID
Levofloxacin PPI (standard or double dose)+ BID 5–7
sequential Amoxicillin (1gram)
PPI, Amoxicillin, BID 5-7
Levofloxacin 500 mg ,
Nitroimidazole (500 mg)
LOAD Levofloxacin (250 mg) QD 7–10
PPI (double dose) QD
Nitazoxanide (500 mg) BID
Doxycycline (100 mg) QD

BID, twice daily; FDA, Food and Drug Administration; PPI, proton pump inhibitor; TID,
three times daily; QD, once daily; QID, four times daily.
a Several PPI, clarithromycin, and amoxicillin combinations have achieved FDA approval.
PPI, clarithromycin and metronidazole is not an FDA-approved treatment
regimen.
b PPI, bismuth, tetracycline, and metronidazole prescribed separately is not an FDA-
approved treatment regimen. However, Pylera, a combination product containing
bismuth subcitrate, tetracycline, and metronidazole combined with a PPI for 10 days is an
FDA-approved treatment regimen.
c Metronidazole or tinidazole.

3. Lini Ketiga/Rescue/Salvage Therapy

Reinfeksi H pylori mungkin jarang ditemukan, dan bila ditemukan lebih merupakan
suatu rekrudensi akibat terapi yang gagal. Kejadian reinfeksi umumnya berhubungan
dengan efektivitas terapi yang diberikan kurang optimal. Infeksi H. pylori yang
menetap setelah dua kali pemberian terapi sebaiknya dirujuk ke ahli gastro-hepatologi
anak dengan fasilitas kultur H. pylori dan uji resistensi untuk antibiotik selanjutnya.1
Regimen alternatif untuk terapi lini ketiga adalah PPI dosis tinggi ditambah antibiotik

8
golongan quinolone (levofloxacin, moxifloxacin), tetracycline, rifabutin, dan
furazolidone. Terapi ini dipilih berdasarkan hasil uji resistensi. Regimen lain yang
dapat dipilih sebagai salvage therapy untuk eradikasi H. pylori adalah:14

a. Tripel therapy yang belum digunakan

b. Levofloxacin-based triple therapy

Levofloxacin merupakan antibiotik golongan flouroquinolone yang efektif terhadap


bakteri gram positif dan gram negatif termasuk H. pylori. Regimen ini telah
digunakan sebagai lini pertama dan salvage therapy bila terjadi kegagalan terapi
eradiksi. Levofloxacin dapat dikombinasikan amoxicillin sebagai sequential therapy
yaitu PPI, amoxicillin selama 5-7 hari dilanjutkan dengan PPI, levofloxacin, dan
nitroimidazole selama 5-7 hari atau dapat dikombinasikan dengan quadruple therapy
yaitu PPI, levofloxacin, nitazoxanide, dan doxycycline selama 7-10 hari. Penelitian
meta-analisis menyebutkan tingkat eradikasi levofloxacin triple therapy selama 7 hari
yaitu 79% dan clarithromycin triple therapy selama 7 hari yaitu 81%, Regimen lini
pertama dalam quadruple therapy disebut sebagai LOAD terdiri dari PPI,
levofloxacin, nitazoxanide (alinia), dan doxycycline. Tingkat eradikasi LOAD yang
diberikan selama 7 atau 10 hari di Amerika Serikat sebesar 90%.15 Penggunaan
regimen ini sebaiknya tidak diberikan pada anak dibawah 14 tahun oleh karena efek
samping yang ditimbulkan.16

c.Rifabutin-based triple therapy

Rifabutin dan rifampicin-based therapy merupakan komponen anti-tuberkulosis,


efektif dalam kombinasi dengan PPI dan amoxicillin. Namun, harus diperhatikan
karena penggunaan rifabutin dapat berhubungan dengan resistensi mycobacteria pada
pasien terinfeksi mycobacteria sebelumnya. Rifabutin juga berhubungan dengan efek
samping seperti myelotoxicity, leukopenia, dan trombositopenia.14

Sebuah survei multicenter di Eropa yang dilakukan tahun 2008 sampai 2009,
dilaporkan tingkat resistensi metronidazole sebesar 35%, klaritromisin sebesar 17,5%
dan levofloxacin sebesar 14%. Resistensi dikaitkan dengan riwayat penggunaan
antibiotic golongan kuinolon dan makrolida jangka panjang, 15 Eradikasi dikatakan
berhasil apabila ditemukan gambaran histologi yang normal, atau hasil biakan
jaringan biopsi dan uji urea napas negatif. Uji diagnostik yang bersifat non invasif
lebih dianjurkan. Sebagai uji baku digunakan uji urea napas. Evaluasi hasil eradikasi
sebaiknya tidak dilakukan sebelum 4 minggu karena dapat memberikan hasil negatif
palsu. Pemeriksaan serologi yang memperlihatkan penurunan kadar antibodi sebesar
50% sebagai petanda keberhasilan eliminasi bakteri harus dilakukan pada 6 bulan
setelah eradikasi. Apabila eradikasi yang diberikan tidak memberikan hasil optimal,
biakan dan uji resistensi diperlukan untuk menentukan jenis antibiotik selanjutnya.1

9
Kesimpulan

Nyeri perut berulang merupakan keluhan yang sering timbul pada anak dalam praktik
keseharian sebagai dokter umum, dokter spesialis anak maupun subspesialis
gastroenterologi anak. Hal ini dapat diakibatkan oleh infeksi H.Pylori. Infeksi
H.Pylori lebih sering berhubungan dengan gastritis dibandingkan dengan ulkus
peptikum. Secara klinis sulit membedakan gastritis yang terinfeksi H.Pylori dengan
yang tidak terinfeksi H.Pylori. Pada anak berlaku ketentuan untuk tidak melakukan
pemeriksaan diagnostik apapun kecuali ingin melakukan terapi. Berbagai metode
baik yang bersifat invasif maupun non-invasif dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis infeksi H. pylori. Kombinasi 2 atau 3 jenis pemeriksaan akan meningkatkan
nilai sensitivitas dan spesifitas uji diagnostik H.pylori. Terapi eradikasi infeksi
H.Pylori dapat menggunakan kombinasi 2-3 antibiotik bersama dengan PPI (proton
pump inhibitor), dapat diminum bersamaan atau secara berurutan, untuk periode
mulai dari 3 hingga 14 hari. Riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya serta riwayat
alergi pada pasien sangat penting dalam keberhasilan terapi eradikasi. Tidak ada
regimen pengobatan yang menjamin penyembuhan infeksi H. pylori pada 100%
pasien. Eradikasi dikatakan berhasil apabila ditemukan gambaran histologi yang
normal, atau hasil biakan jaringan biopsi dan uji urea napas negatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hegar B, Infeksi Helicobacter pylori pada anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No 2,


Agustus 2000.

10
2. Uwan WB, Syam AF, Lesmana CRA, Rumende CM. Perbedaan Prevalensi Infeksi
Helicobacter pylori antara Etnis Tionghoa dan Dayak dengan Sindrom Dispepsia. J
Penyakit Dalam Indonesia. 2016;Volume 3, No 1.

3. Boediarto A, Juffrie M, Oswari H, Soenarto S. Buku Ajar gastroentero-hepatologi.


Jakarta: UKK-gastroentero-hepatologi IDAI:2010.149-65.

4.Plunkett A, Beattie RM. Recurrent abdominal pain in childhood. J R Soc Med.


2005;98:101–106.

5. Giuseppina OD, Palli, Saieva C, Chiorboli E, Bona. Short stature and Helicobacter
pylori infection in Italian children: prospective multicentre hospital based casecontrol
study. BMJ. 1998;Volume 317.

6. Toljamo K. Gastric erosions – clinical significance and pathology. A long-term


follow-up study. University of Oulu, Finland:Acta Univ Oul; 2012.p 1-80.

7. Kusters JG, van Vliet AH, Kuipers EJ. Pathogenesis of Helicobacter pylori
infection. Clin Microbiol Rev. 2006; 19(3):449–90.

8. Kayaçetin S, Güreşçi S. What is gastritis? What is gastropathy? How is it


classified? Turk J Gastroenterol. 2014;25:233–47.

9. Švagelj B, Brkic H, Cvrkovic M, Svagel M, Terzice V, Brkic N. The prevalence


and characteristics of Helicobacter pylori-associated gastritis in dyspeptic patients in
Eastern Croatia, determined by immunohistochemistry. Period biol. Vol 119, No 1,
2017.
10. Wiepjes, M. The spiral morphology of Helicobacter pylori. Department of
Pathology Fujita Health University School of Medicine (2008) [Online]. Available
at : http://tolweb.org/treehouses/?treehouse_id=4722
11.Junior MF, Batista SA, Barbuto RC, Gomes AD, Queiroz DMM, Araujo ID, et al.
Helicobacter pylori Containing More Phosphorylation Sites of the CagA Protein
Induces Greater Reduction of Gastric Mucins. AJMAH. 2017;5(4):1-9.
12.Kao,C,Y. Sheu,B,S. Wu,J,J. Helicobacter pylori infection: An overview of
bacterial virulence factors and pathogenesis. Biomed J. 2016:39,14-23.
13. A Giovanny, dkk, 2016, Profil endoskopi gastrointestinal di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Januari 2016 – Agustus 2016 , Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 2.

14.Watanabe K, et al. Accuracy of Endoscopic Diagnosis of Helicobacter Pylori


Infection According to lLvel of Endoscopic Experience and The Effect of Training.
BMC Gastroenterology. 2013, 13:128

11
15.Putri CY, Arnelis, Asterina. Gambaran klinis dan endoskopi saluran cerna bagian
atas pasien dyspepsia di bagian RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016;5:345-6

16. Kalach,N. Bontemsb,P. Cadranelb,S. Advances in the treatment of Helicobacter


pylori infection in children. Annals of Gastroenterology. 2014:27,1-9.
17. Ball,T,M. Shapiro,D,E. Monheim,C,J. Weydert,J,A. A Pilot Study of the Use of
Guided Imagery for the Treatment of Recurrent Abdominal Pain in Children. Clin
Pediatr. 2003;42:527-532.

18. Chey,WD. Leontiadis,G. Howden, CW. Moss, SF. ACG Clinical Guideline:
Treatment of Helicobacter pylori Infection. Am J Gastroenterol 2017; 112:212–238.

19. Rajindrajith S, Devanarayana NM, Silva HJ. Helicobacter Pylori Infection in


Children. The Saudi Journal of Gastroenterology. Volume 15, Number 2,April 2009.

20. Pratama,H. Eradikasi Helicobacter pylori. CDK-243/ vol. 43 no. 8 th. 2016.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hegar B, Infeksi Helicobacter pylori pada anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No 2,


Agustus 2000.

2. Uwan WB, Syam AF, Lesmana CRA, Rumende CM. Perbedaan Prevalensi Infeksi
Helicobacter pylori antara Etnis Tionghoa dan Dayak dengan Sindrom Dispepsia. J
Penyakit Dalam Indonesia. 2016;Volume 3, No 1.

3. Boediarto A, Juffrie M, Oswari H, Soenarto S. Buku Ajar gastroentero-hepatologi.


Jakarta: UKK-gastroentero-hepatologi IDAI:2010.149-65.

4.Plunkett A, Beattie RM. Recurrent abdominal pain in childhood. J R Soc Med.


2005;98:101–106.

5. Giuseppina OD, Palli, Saieva C, Chiorboli E, Bona. Short stature and Helicobacter
pylori infection in Italian children: prospective multicentre hospital based casecontrol
study. BMJ. 1998;Volume 317.

6. Toljamo K. Gastric erosions – clinical significance and pathology. A long-term


follow-up study. University of Oulu, Finland:Acta Univ Oul; 2012.p 1-80.

7. Kusters JG, van Vliet AH, Kuipers EJ. Pathogenesis of Helicobacter pylori
infection. Clin Microbiol Rev. 2006; 19(3):449–90.

12
8. Kayaçetin S, Güreşçi S. What is gastritis? What is gastropathy? How is it
classified? Turk J Gastroenterol. 2014;25:233–47.

9. Švagelj B, Brkic H, Cvrkovic M, Svagel M, Terzice V, Brkic N. The prevalence


and characteristics of Helicobacter pylori-associated gastritis in dyspeptic patients in
Eastern Croatia, determined by immunohistochemistry. Period biol. Vol 119, No 1,
2017.
10. Wiepjes, M. The spiral morphology of Helicobacter pylori. Department of
Pathology Fujita Health University School of Medicine (2008) [Online]. Available
at : http://tolweb.org/treehouses/?treehouse_id=4722
11.Junior MF, Batista SA, Barbuto RC, Gomes AD, Queiroz DMM, Araujo ID, et al.
Helicobacter pylori Containing More Phosphorylation Sites of the CagA Protein
Induces Greater Reduction of Gastric Mucins. AJMAH. 2017;5(4):1-9.
12.Kao,C,Y. Sheu,B,S. Wu,J,J. Helicobacter pylori infection: An overview of
bacterial virulence factors and pathogenesis. Biomed J. 2016:39,14-23.
13. Putri CY, Arnelis, Asterina. Gambaran klinis dan endoskopi saluran cerna bagian
atas pasien dyspepsia di bagian RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016;5:345-6

14. Pratama,H. Eradikasi Helicobacter pylori. CDK-243/ vol. 43 no. 8 th. 2016.

15. Chey,WD. Leontiadis,G. Howden, CW. Moss, SF. ACG Clinical Guideline:
Treatment of Helicobacter pylori Infection. Am J Gastroenterol 2017; 112:212–238.

16. Kalach,N. Bontemsb,P. Cadranelb,S. Advances in the treatment of Helicobacter


pylori infection in children. Annals of Gastroenterology. 2014:27,1-9.
17. Rajindrajith S, Devanarayana NM, Silva HJ. Helicobacter Pylori Infection in
Children. The Saudi Journal of Gastroenterology. Volume 15, Number 2,April 2009.

18. Ball,T,M. Shapiro,D,E. Monheim,C,J. Weydert,J,A. A Pilot Study of the Use of


Guided Imagery for the Treatment of Recurrent Abdominal Pain in Children. Clin
Pediatr. 2003;42:527-532.

16.

17.

18.

13
14

Anda mungkin juga menyukai