BAB IV : Tax Planning PPh Pasal 22, Pasal 23/26, dan PPH Final
Oleh:
I Gusti Bagus Satya Bramasiwi
1833122114
F3
Cara seperti ini dikenal dengan nama sistem withholding tax. Dengan
cara ini, pemerintah akan lebih mudah dan hemat mengumpulkan pajak tanpa
upaya dan biaya besar. Berbeda dengan self assessment, yang memberi
kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan kewajiban perpajaknnya sendiri.
Dalam praktiknya, masih saja kita temukan banyak wajib pajak yang tidak
memiliki informasi lengkap mengenai pajak apa saja yang harus dipotong atau
dipungut. Sehingga ketika wajib pajak melaksanakan transaksi pembayaran dan
tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh, maka konsekuensi yang
harus dihadapinya adalah, wajib pajak tersebut akan dikenai tagihan atas pajak
yang tidak/kurang dipungut/dipotong, ditambahdengan sanksi administrasi.
Rate yang berbeda ini mendorong adanya tax planning, sehingga dalam
melakukanimpor, tax planner sering merekomendasikan impor dengan API.
Akibatnya banyak orangyang memfasilitasi penggunaan (peminjaman) API,
dengan menggunakan API pengusaha yang seharusnya menggunakan tarif
pajak 7,5% menjadi 2,5%. Hal ini dapat menghemat cash flow perusahaan selama
masa tertentu, walaupun pada akhirnya PPh Pasal22 ini akan menjadi kredit pajak
dari PPh Badan yang terutang dalam SPT Tahunan PPhbadan (bila perusahaan
dapat profit).
Dalam dunia shipping (laut dan udara), ada istilah “hadling fee”, yakni
jumlah feeyang harus dibayar berdasarkan perjanjian handling fee antara importir
yang mempunyaiAPI dengan pemilik barang atas jasa yang diberikan. Atas
pengenaan handling fee tersebut, dipotong PPh Pasal 23. Cara ini dapat dipakai
oleh orang atau perusahaan yang tidak mempunyai API dengan “meminjam”
bendera perusahaan yang punya API untukmengeluarkan barang impornya
dengan kompensasi pemberian “hadling fee”. Bilabenefitnya (5%) lebih
besar dari cost of handling fee yang dikeluarkan (misalnya 1,5% -2%), maka si
pemilik barang masih bisa memperoleh tax saving dalam PPh Pasal 22sebesar
3% - 3,5% dari harga barang impor. Cara ini juga dapat menghemat cash flow
untuk masa tertentu, karena kredit pajak dari PPh Pasal 22 tersebut hanya
akanmenyebabkan lebih bayar.
Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan atau jasa yang atas
imbalannya semata-mata dikenakan PPh final, tidak dikenai PPh Pasal 22
impor.
WP dapat meminta surat keterangan bebas atas impor barang yang
bersangkutan.
Jika kemudian diketahui bahwa atas impor tersebut tidka
digunakan untukkegiatan yang tidak dikenakan PPh fibal, maka PPh
Pasal 22 yang terutang akan ditagih beserta dengan sanksi bunganya.
b) PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD
Atas pembayaran untuk pembelian atau penyerahan barang yang dibebankan
keAPBN/D, besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah sebesar 1,5 %
dari harga beli yang dipungut pada saat pembayaran. Pemungutan dilakukan
oleh Ditjen Anggaran, Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN), atau
BUMN/D yang dananya berasal dari APBN/D.
PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit pajak bagi wajib pajak penjual
dan harus disetor oleh pemungut dengan menggunakan SSP atas nama Wajib
Pajak yang dipungut (penjual).
UU PPh yang baru No. 36 Tahun 2008 telah menurunkan Tarif PPh Pasal
23 yang semula15% menjadi:
Seperti pengajuan SKB PPh Pasal 22 yang telah dibahas di atas, ketentuan
yang sama berlaku juga pada PPh Pasal 23. Tax planner yang baik akan selalu
memanfaatkan momentum pengajuan permohonan SKB PPh Pasal 23 tersebut
agar tidak terjadi lebih bayar pajak penghasilan.
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Bentuk usaha tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan dalam negeri.
4. Orang pribadi sebagai WPDN yang ditunuk DJP, yaitu:
Akuntan, arsitek, dokter, PPAT (kecuali camat), pengacara,
konsultan yangmelakukan pekerjaan bebas.
Orang pribadi yang menjalankan usaha dan yang
menyelenggarakan pembukuan.
Subjek Pajak PPh Pasal 23/26
Jumlah biaya bunga yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto PT ABC
adalah Rp125.000.000 (= Rp 100.000.000 + Rp 25.000.000).
Analisis Ekualisasi Objek PPh Pasal 23 pada SPT Tahunan PPh Badan
dengan SPT Masa PPh Pasal 23
1. Dikenakan sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas
penghasilan WPLN yang berupa:
a. Bunga, deviden, royalty, sewa dan imbalan lain sehubungan
dengan penggunaan harta.
b. Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUT,
kecuali ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
1) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan
kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam
bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
pesertapendiri.
2) Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara
aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak perusahaan
tersebut didirikan.
3) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau
paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima
atau diperolehnya penghasilan tersebut.
4) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
paling singkat dalam jangka waktu 2 tahun sesudah
perusahaan tersebut telah berproduksi komersial.
(Lihat PMK No. 257/PMK.03/2008)
2. Dikenakan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
dan bersifat final atas penghasilan WPLN berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia (20% x 25%
x harga jual).
b. Premi asuransi yang dibayarkan ke luar negeri:
1) Premi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di luar negeri oleh tertanggung (20% x
50% jumlah premi).
2) Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN
oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia (20% x 10% x jumlah premi).
3) Premi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi LN, oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia (20% x 5% x jumlah premi).
Penggunaan Metode Groos Up atas Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 dan PPh
Pasal 26 yang Ditanggung oleh Pemberi Penghasilan/Pemberi Kerja
Pokok Perubahan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Atas Objek Pasal 4 Ayat (2)
Menegaskan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang baru, yang selama ini tidak
secara eksplisit diatur dalam ketentuan, seperti bunga obligasi dan Surat Utang
Negara. Berbeda dengan Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan, sehingga pasar obligasi Reksadana bergairah;
bunga dan atau diskonto dari obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak
secara gradual dikenai PPh Pasal 4 (2) Final sebagaiberikut:
1. PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri, tarif pajaknya 1,8% dari
peredaran bruto dan bersifat tidak final.
2. PPh Final Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, tarif pajaknya 1,2%
dari peredaran bruto bersifat final.
3. PPh Final Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri, tarif
pajaknya 2,64% dari peredaran bruto bersifat final.
4. PPh Final atas Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor
Perwakilan Dagang di Indonesia, tarif pajaknya 0,44% dari nilai ekspor
bruto bersifat final.
5. Penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha pengeboran
minyak dan gas bumi, tarifnya 15% dari peredaran bruto, bersifat tidak
final.