b. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi dermatofitosis cukup tinggi di dalam masyarakat baik di
dalam maupun diluar negeri. Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh
dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak.
Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di negara
berkembang. Berdasarkan urutan kejadian dermatofitosis, tinea korporis (57%), tinea
unguinum (20%), tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak 1%
tipe lainnya. Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis. Di
Kroasia dilaporkan prevalensi dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan meningkat
menjadi 73% pada tahun 2001.
c. Etiologi
Kebanyakan tinea kruris disebabkan oleh Species Tricophyton rubrum dan
Epidermophyton floccosum, dimana E. floccosum merupakan spesies yang paling sering
menyebabkan terjadinya epidemi. T. Mentagrophytes dan T. verrucosum jarang
menyebabkan tinea kruris. Tinea Kruris seperti halnya tinea korporis, menyebar melalui
kontak langsung ataupun kontak dengan peralatan yang terkontaminasi, dan dapat
mengalami eksaserbasi karena adanya oklusi dan lingkungan yang hangat, serta iklim
yang lembab. Autoinfeksi dapat terjadi dari sumber penularan yang jauh letaknya seperti
tinea pedis,yangsering disebabkan oleh T. rubrum atau T. mentagrophytes.
d. Gejala Klinis
- Rasa gatal yang meningkat saat berkeringat atau terbakar pada daerah lipat paha,
genital, sekitar anus dan daerah perineum.
- Berupa lesi yang berbentuk polisiklik / bulat berbatas tegas, efloresensi
polimorfik, dan tepi lebih aktif.
- Tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang multipel dengan batas tegas dan
tepi meninggi.
- Terdapat central healing yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi,
dengan tepi yang meninggi dan memerah sering ditemukan.
- Pruritus sering ditemukan, seperti halnya nyeri yang disebabkan oleh maserasi
ataupun infeksi sekunder.
- Tinea kruris yang disebabkan oleh E. floccosum paling sering menunjukkan
gambaran central healing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural dan
bagian pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum sering
memberikan gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal,
pantat, dan bagian abdomen bawah.
- Tidak terdapat keterlibatan pada daerah genitalia.
e. Patogenesis
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase,
dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam
untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada
keratin.
Dalam upaya bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk
tersebut, jamur patogen menggunakan beberapa cara:
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat
dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat.
Pada kondisi individu dengan sistem imun yang lemah (immunocompromized),
cenderung mengalami dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian
kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid membawa dapat meningkatkan
kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik.
f. Pemeriksaan Penunjang
- Diagnosis dermatofitosis yang dilakukan secara rutin adalah pemeriksaan
mikroskopik langsung dengan KOH 10-20%.
- Kultur jamur
- Punch Biopsi
- Lampu wood
Sumber:
a. Definisi
Kandidiasis (USA) atau kandidosis (Eropa) merupakan kelompok
penyakit infeksi akut dan kronik di kulit atau diseminata yang disebabkan oleh
ragi, yang tersering adalah Candida albicans.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan. Di Amerika spesies kandida merupakan penyebab umum
kandidosis intertrigo pada orang tua dan pasien diabetes. Spesies kandida merupakan
penyebab keempat infeksi aliran darah pada usia diatas 65 tahun. Di Jepang, Nishimoto
mendapatkan bahwa kandidosis kutis terdapat pada 1% pasien rawat jalan. Dimana paling
banyak menderita kandidosis intertriginosa
c. Etiologi
Genus kandida merupakan grup heterogen kurang lebih 200 spesies ragi. Banyak
spesies Kandida adalah pathogen oportunistik, walaupun sebagian besar tidak
menginfeksi manusia. Beberapa spesies candida menyebabkan manifestasi klinis karena
beberapa kondisi seperti imunosupresi, hospitalisasi yang lama, dan penggunaan
antibiotic sebelumnya.1 Yang paling sering sebagai penyebab adalah Candida albicans
yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal.
Sebagai penyebab penyebab endocarditis kandidosis adalah C. parapsilosis dan penyebab
kandidosis septicemia adalah C.tropicalis
Candida albicans memiliki predileksi berkoloni pada lipatan kulit yang lembab
dan lecet yaitu di wilayah intertriginosa. Lokasi yang umum yaitu pada area genitokrural,
ketiak, pantat, antar jari, dan dibawah payudara. Faktor predisposisi antara lain
kegemukan, menggunakan pakaian yang ketat, dan diabetes mellitus. Kandidosis kutis
tampak sebagai kulit gatal yang eritema dan terdapat maserasi pada area intertriginosa
dengan lesi satelit berupa vesikopustul. Pustule ini pecah dan meniggalkan dasar yang
eritema dengan keloret yang epidermisnya mudah terlepas.
Varian dari kandidosis intertriginosa pantas disebutkan secara khusus, antara lain
candidal diaper dermatitis yang disebabkan oleh kolonisasi ragi dari traktus
gastrointestinal. Oklusi kronis oleh diaper basah mempermudah terjadi infeksi. Lesi
muncul pertama kali di area perianal dan meluas ke perineum dan lipat inguinal yang
tampak sangat eritema. Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang
diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonates sebagai
gejala sisa dermatitis oral dan perianal. Erosio interdigitalis blastomyceticamerujuk pada
kandida interdigital atau infeksi polimokroba dari tangan dan kaki biasanya pada sela jari
3 dan 4. Candida miliaria sering mengenai punggung pasien yang berbaring lama. Lesi
awal berupa vesikopustul yang mengandung sel ragi. Candida juga bisa berkolonisasi dan
menginfeksi kulit di sekitar luka yang ditutup dengan ketat. Antibiotic topical spectrum
luas juga memberi kontribusi tehadap infeksi luka oleh candida.
e. Patogenesis
Candida albicans biasanya ditmukan sebagai saprofit dan berkolonisasi
pada membrane mukosa hewan berdarah panas. Infeksi Candida dapat terjadi,
apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.
1. Faktor endogen
a. Perubahan fisiologik
i. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
ii. Kegemukan, karena banyak keringat
iii. Debilitas
iv. Iatrogenik: radiasi, obat-obatan (glukokortikoid,
antibiotic spectrum luas, tranquilizer, colchicines,
kontrasepsi oral)
v. Endokrinopati: diabetes mellitus, cushing disease,
hipoadrenalisme, hipotiroidismehipoparatiroidisme.
vi. Penyakit kronik: tuberculosis, lupus eritematosus
dengan keadaan umum yang buruk, uremia.
b. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena karena
status imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik: HIV/AIDS, penyakit genetic
d. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisisensi besi, malnutrisi
secara general
2. Faktor eksogen:
a. Iklim panas dan lembab menyebabkan perspirasi
meningkat.
b. Kebersihan kulit.
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama
menyebabkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita.
f. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dalam larutan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.
b. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau
lemari suhu 370, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony.
Koloni berwarna putih dan berbentuk mukoid. Identifikasi Candida albicans
dilakukan dengan membiakkannya pada corn meal agar.
Pada kandidiasis sistemik dengan lesi kulit, diagnosis biasanya dapat
dibuat dengan pemeriksaan histopatologi dan kultur biopsi kulit. Hasil kultur
darah biasanya negative.
c. Pathologi
Kandidiasis superfisial memiliki karakteristik pustul sub korneal.
Organismenya kadang terlihat di dalam pustul namun dapat dilihat di dalam
stratum korneum dengan bantuan pewarnaan Periodik Acid- Schiff (PAS).
Pemeriksaan histologik dari granuloma kandida memperlihatkan papilomatosis
dan hiperkeratosis dan infiltrat dermal yang terdiri dari limfosit, granulosit, sel
plasma dan multinukleated giant cell.
h. Penatalaksanaan
a. Topikal
b. Sistemik
c. Edukasi
i. Edukasi Tambahan untuk Keadaan Kencing Manis
SUMBER:
- Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
- Wirata, Gede. (2017). Kandidosis Kutis. FKUNUD.
- Djuanda, Suria. Hubungan Kelainan Kulit dan Penyakit Sistemik. Dalam :
Djuanda adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 318-326.
- Tin, Melok. Diagnosis And Holistic Management Diabetes Melitus, Manifestasi
Kulit Pada Diabetes Melitus. Seminar Diagnosis and Holistic Management
Diabetes Melitus RSU PKU Muhammadiyah Delanggu; 17 januari 2009.
- Saskia, Tresa. I., Mutiara, Hana. (2015). Infeksi jamur pada penderita diabetes
mellitus. Vol. 4 No. 8. FKUNILA.
- Hartanti., Aditama, Lisa., dkk. (2013). PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
DIABETES MELLITUS Pendekatan Medis, Farmakologis, dan Psikologis.
Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.