2. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin/ type I
Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama
Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk
mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-
anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan
b. Diabetes Mellitus type II
Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan
nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu sebagai berikut.
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada
orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas
c. Diabetes Mellitus type lain
Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-
lain. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
d. Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan,
tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat
sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS).
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus
3. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus
adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda
dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya. Menurut banyak ahli beberapa faktor
yang sering dianggap penyebab yaitu :
a. Diabetes Melitus tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Melitus)
1) Faktor Genetik / Herediter
2) Faktor Imunologi
3) Faktor Lingkungan atau Infeksi Virus
b. Diabetes Melitus tipe II (NDDM)
1) Usia
2) Obesitas
3) Nutrisi
4) Stres
5) Hormonal
4. Patofisiologi
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan karena sel-sel beta pancreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disipman dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa yang cukup tinggi, ginjal tidak dapat kembali menyerap glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria).
Ketika glukosa yang diekskresi dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
mengakibatkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunya simpana kalori. Gejalan lainya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Proses seperti ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia dan terjadi pemecahan lemak yang
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecah lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic yang diakibatkan dapat mengakibatkan
tanda dan gejalan seperti nyeri abdominal, mula, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubhan kesadaran,
koma bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normlanya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Akibatnya terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progesif maka awitan Diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala yang di alami pasien bersifat ringan dan mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, lukia yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi). Penyakit ini juga membuat
gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah diseluruh tubuh
(angiopati diabetic) dan berjalan kronis terbagi menjadi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) di sebut makroangiopati. Pada pembuluh
darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ada 3 problem utama yang
terjadi bila kekurangan atau tanpa insulin :
1) Penurunaan penggunaan glukosa
2) Peningkatan mobilisasi lemak
3) Peningkatan penggunaan protein
5. Pathway
Diabetes Melitus tipe I Diabetes Melitus tipe II
Faktor genetik / herediter Faktor imunologi Infeksi virus / lingkungan Usia Obesitas Stres Hormonal
Produksi insulin ↓
Kurang Pengetahuan
B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)
Sirkulasi
Poliuria Fungsi darah ↓
ginjal ↓ Polifagia Lemak Protein ATP ↓
Dehidrasi Polidipsi lisis lisis di
otot
Eritropoitin ↓
Kekurangan
volume cairan Eritrosit ↓ Lemah Letih Lesu
BB ↓ Badan keton ↑
Protein di darah ↓ O2 ke sel ↓ Suplai O2 ke otak ↓ Organ reproduksi Sistem sensori persepsi
Resiko infeksi
6. Gejala Klinis
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian adalah :
a. Keluhan Klasik
1) Banyak Kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akang sangat mengganggu penderita, terutama pada
waktu malam hari
2) Banyak Minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita banyak minum
3) Banyak Makan (Polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita DM
karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga
timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa
lapar itu penderita banyak makan
4) Penurunan Berat Badan dan Rasa Lelah
Penerunan berat badan yang berlangsung relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang
menyebabkan penurunan prestasi. Hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan
hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan
otot sehingga menjadi kurus.
b. Keluhan Lain
1) Gangguan Saraf Tepi / Kesemutan
2) Gangguan Pengelihatan
3) Gatal atau Bisul
4) Gangguan Ereksi
5) Keputihan
7. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dilakukan oleh tim kesehatan yaitu,
a. Kadar Glukosa
1) Gula darah sewaktu/ random >200mg/dl
2) Gula darah puasa / nuchter >140mg/dl
3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200mg/dl
b. Aseton plasma dengan hasil (+) yang mencolok
c. Asam lemak bebas terlihat peningkatan lipid dan kolesterol
d. Osmolaritas serum dengan hasil >330 osm/l
e. Urinalisis dengan hasil mengalami proteinuria, ketonuria, dan
glukosuria
8. Penatalaksanaan
a. Diet
Pada penderita DM disepakati pemberian kalori 50-60% yang bersal
dari :
1) Karbohidrat 60-70%
2) Protein 12-20%
3) Lemak 20-30%
b. Obat Hipoglikemik (OHO)
1) Sulfonylurea
Bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan
sekresi insulin sebgai akibat rangsangan glukosa
2) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal
3) Inhibitor alfa glukosidase
Menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pasca prandial
4) Insulin sensiting agent (thoazahdine diones)
Thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga
bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia
5) Insulin
Insulin oral atau suntikan dimulai dari dosis rendah, lalu dinaikan
perlahan sedikit demi sedikit sesuai dengan hasil pemeriksaan gula
darah pasien, dengan indikasi :
a) DM dengan berat badan menurun dengan cepat
b) Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar
c) DM yang mengalami stres berat (infeksi sitemik, operasi berat
dll)
d) DM dengan kehamilan atau DM gastasional yang tidak
terkendali dalam pola makan
e) DM tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dengan dosis maksimal (kontraindikasi dengan obat tersebut)
c. Latihan
1) Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju
metabolism istirahat, dapat menurunkan BB, stress dan
menyegarkan tubuh.
2) Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah
dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta
pada saat pengendalian metabolism buruk
3) Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah
melakukan latihan
d. Pemantauan
e. Pemantauan dari kadarg gula/glukosa darah dengan rutin
f. Terapi
g. Pendidikan atau penyuluhan DM
9. Komplikasi
a. Komplikasi metabolic
1) Koteasidosis diabetic
2) HHNK (hiperglikemik hiperosmolar non ketotik)
b. Komplikasi umum
1) Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata)
2) Neuropati
3) Makrovaskular (MCL, Stroke, penyakit vaskuler perifer)
2. Diagnosa
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemia d.d kadar
glukosa dalam darah/ urin tinggi, lelah, lesu
b. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun
c. Perfusi perifer tidak efektif b/d hiperglikemia d.d pengisian kapiler >3
detik, nadi perifer menurun, akral teraba dingin, warna kulit pucat
d. Risiko infeksi b.d penyakit kronis
e. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan
masalah yang dihadapi.
f. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi d.d kerusakan
jaringan/ lapisan kulit
g. Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d mengeluh lelah, tampak lesu, tidak
mampu mempertahankan aktifitas fisik
3. Intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan,
serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA