Anda di halaman 1dari 10

*Makalah Tentang Wakaf Dalam Islam*

D
I

U
N
OLEH

Leli Khairani 1940300009

Dosen Pengampu

Damri Batubara S.H.I. M.A.


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
MANAJEMEN ZAKAT WAKAF
TAHUN AJARAN:2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya,sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah d tentukan dan
tidak terlambat.penulisan makalah ini di buat dengan memenuhi tugas Manajemen Zizwaf di institut
agama islam negeri padangsidimpuan.
Dalam penyusunan makalah ini saya selaku penulis menyadari bahwa dalam penulisan maupun
penyusunan kata ataupun kalimat dan tata letak dalam makalah ini ada kekurangan dan kekhilafan saya
minta maaf.
Untuk kebaikan dan kesempurnaan dalam makalah ini saya mengharapkan kritik dan saran dari
dosen pengampu yang membimbing sehingga dalam pembuatan tugas selanjutnya saya bisa
memperbaikinya.
Dan saya selaku penulis juga mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini kita semua
mendapatkan manfaat baik penulis, pembaca dan mahasiswa.saran dan segenap kritikan bagi saya demi
lebik baiknya makalah ini saya ucapkan terimakasih semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
khususnya menambah wawasan kita,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
1.Wakaf Dalam Islam..................................................................................4

a.Pengertian Dan Dasar Hukum Wakaf.....................................................5

b.Syarat Sah Wakaf.....................................................................................6

c.Macam Macam Wakat............................................................................7


BAB III PENUTUP
1.Kesimpulan..............................................................................................10

2.Daftar Pustaka.........................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari Hukum Islam. Oleh karena itu, apabila
membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada khususnya, tidak
mungkin untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Akan
tetapi, dalam Hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena terdapat banyak
pendapat yang sangat beragam.1 Wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata
kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian, kata ini
berkembang menjadi habbasa dan berartimewakafkan harta karena Allah.

Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqofa (fiil madi ), yaqifu (fiil mudori’), waqfan (isim
masdar) yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan wakaf manurut syara’ adalah menahan harta
yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan
digunakan untuk kebaikan.2 Secara terminologis fiqih tampak diantara para ahli (fuqoha), baik Maliki,
Hanafi, Syafi’i maupun Hambali berbeda pendapat terhadap batasan pendefinisian wakaf.Realitas dan
kenyataan ini disebabkan karena adanya perbedaan landasan dan pemahaman serta
penginterpretasiannya terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam berbagaihadits yang
menerangkan tentang wakaf.

Wakaf sebagai suatu lembaga dalam hukum Islam tidak hanya mengenal 1 (satu) macam wakaf
saja, ada berbagai macam wakaf yang dikenal dalam Islam yang pembedaannya didasarkan atas
beberapa kriteria. Asaf A.A. Fyzee mengutip pendapat Ameer Ali membagi wakaf dalam tiga golongan
yaitu sebagai berikut:

1) Untuk kepentingan yang kaya dan yang miskin dengan tidak berbeda

2) Untuk keperluan yang kaya dan sesudah itu baru untuk yang miskin
3) Untuk keperluan yang miskin semata-mata.

BAB II

PEMBAHASAN

1.Wakaf Dalam Islam

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wakaf

Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari Hukum Islam. Oleh karena itu, apabila
membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada khususnya, tidak
mungkin untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Akan
tetapi, dalam Hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena terdapat banyak
pendapat yang sangat beragam.1 Wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata
kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu ataumemenjarakan. Kemudian, kata ini
berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah.
Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqofa (fiil madi ), yaqifu (fiiil mudori’), waqfan (isim
masdar) yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan wakaf manurut syara’ adalah menahan harta
yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan
digunakan untuk kebaikan.2Secara terminologis fiqih tampak diantara para ahli (fuqoha), baik Maliki,
Hanafi, Syafi’i maupun Hambali berbeda pendapat terhadap batasan pendefinisian wakaf.Realitas dan
kenyataan ini disebabkan karena adanya perbedaan landasan dan pemahaman serta
penginterpretasiannya terhadap ketenntuan ketentuan yang ada dalam berbagaihadits yang
menerangkan tentang wakaf.

1.Dasar Hukum Wakaf

Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf dalam Agama Islam adalah:

‫وا ِم ن شي ٍء فَإِ َّن اللّهب ِه ع ِل‬


ْ ُ‫تنف ق‬
ِ ‫تح بونَ وما‬ ْ ُ‫تنف ق‬
ِ ‫وا ِم ما‬ ْ ْ‫لَن تناُلو‬
ِ ‫االبِرحتى‬
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apasaja yang kamunafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran : 92)

‫ ومماأخرجنالكم من األر‬/‫ياأيهاالذين آمنوا أنفقوا من طيبت ماكسبتم‬


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagiandari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dariapa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, ”. (QS. Al-Baqarah: 267).

‫وتعاونواعلى البروالتقوى والتعاونوا على اإلثم والعدوان واتقوااهللا إناهللا شديدالعقاب‬


Artinya: “………Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2).

Sedangkan hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf adalah:

‫عمر ر ضي اهللا عنهما أن عمر بن الخطاب أصاب أرضا بخيبر فأتى النبي صلى اهللا عليه وسلم‬

‫يستأمره فيها فقال يا رسول اهللا إني أصبت أرضا بخيبر لم أصب ماال قط أنفس عندي منه فما‬

‫تأمر به قال إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها قال فتصدق بها عمر أنه ال يباع وال يوهب‬
‫ وفي سبيل اهللا وابن السبيل والضيف ال‬/‫وال يورث وتصدق بها في الفقراء وفي القربى وفي الرقاب‬

‫غير‬: ‫فحدثت به ابن سرين‬: ‫قال‬. ‫جناح على من وليها أن يأكل منها بالمعروف ويطعم غير متمول‬

)‫ (رواه البخارى‬.‫متماثل ماال‬


Artinya: “Menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Said, menceritakan kepada kami Muhammad ibn
Abdullah al-Anshari, menceritakan kepada kami Ibnu Aun, bahwa dia berkata, Nafi’ telah menceritakan
kepadaku ibn Umar r.a bahwa: “Umar ibn al-Khaththab memperoleh tanah di Khaibar, lalu ia datang
kepada Nabi SAW. untuk minta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata: “Wahai Rasulullah SAW!
Saya memperoleh lahan di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku
melebihi harta tersebut; apa perintah engkau kepadaku mengenainya? Nabi SAW. menjawab: “Jika mau,
kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya”. Ibnu Umar berkata: “Maka Umar
menyedekahkan tanah tersebut (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan,
dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasilnya) kepada fuqara’, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang
tertindas), sabilillah, ibn memakan dari hasil tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan
(kepada yang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata: dalam hadis Ibnu Sirrin
dikatakan: “Tanpa menyimpannya sebagai harta hak milik”. (H.R al-Bukhari) sabil, dan tamu. Tidak
berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari hasil tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan
memberi makan (kepada yang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.

B.Syarat Sah Wakaf

Pelaksanaan wakaf dianggap sah apabila terpenuhi syarat-syarat yaitu:


a. Wakaf harus orang yang sepenuhnya menguasai sebagai pemilik benda yang akan diwakafkan. Si
Wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan atas kehendak sendiri.
b. Benda yang akan diwakafkan harus kekal dzatnya, berarti ketika timbul manfaatnya dzat barang tidak
rusak. Harta wakaf hendaknya disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa dan untuk apa
diwakafkan.

c. Penerima wakaf haruslah orang yang berhak memiliki sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba
sahaya.
d. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan.
e. Dilakukan secara tunai dan tidak ada khiyar (pilihan) karena wakaf berarti memindahkan wakaf pada
waktu itu. Jadi, peralihan hak terjadi pada saat ijab qobul ikrar wakaf oleh Wakif kepada Nadzir sebagai
penerima benda wakaf.

Menurut hukum Islam, wakaf dikatakan sah apabila memenuhi dua persyaratan. Pertama,
tindakan atau perbuatan yang menunjukkan pada wakaf. Kedua, mengungkapkan niatan untuk wakaf
baik lisan maupun tulisan. Berikut ini syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan wakaf secara
sah.

a. Al-Waqif
Pewakaf harus cakap bertindak dalam memakai hartanya. Yang dimaksud dengan cakap bertindak
antara lain merdeka, berakal sehat, dewasa, dan tidak dalam keadaan bangkrut.

b. Al-Mauquf

Harta benda yang diwakafkan dianggap sah jika memenuhi syarat berikut ini:

1.Benda yang diwakafkan harus berharga atau bernilai.

2.Benda tersebut adalah milik pewakaf sepenuhnya.

3.Benda yang diwakafkan harus diketahui kadarnya.

4.Benda tersebut dapat dipindahkan kepemilikannya dan dibenarkan untuk diwakafkan.

c. Al-Mauquf ‘Alaih

Berdasarkan klasifikasi, ada dua macam pihak yang menerima manfaat wakaf (nadzir), yaitu pihak
tertentu (mu’ayyan) dan pihak tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Maksud dari pihak tertentu adalah
penerima manfaat merupakan seorang atau sekumpulan orang tertentu saja dan tidak boleh diubah.
Sedangkan yang tidak tertentu adalah manfaat wakaf yang diberikan tidak ditentukan secara terperinci,
contohnya kepada fakir miskin, tempat ibadah, dan lain-lain.

d. Sighah

Ini adalah syarat yang berhubungan dengan isi ucapan pada saat melakukan wakaf atau pernyataan
pewakaf sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta bendanya. Syaratnya antara lain:

1.Ucapan harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekal, karena akan menjadi tidak sah jika
ucapan mengandung batas waktu tertentu.

2.Ucapan bisa direalisasikan segera, tanpa ada syarat-syarat tambahan.

2.Ucapan bersifat pasti.

4.Ucapan tidak mengandung syarat yang bisa membatalkan

C.Macam Macam Wakaf

Macam Macam Wakaf Ada 4 Yaitu Sebagai Berikut:

1. Syarat Wakif

Pewakaf harus cakap bertindak dalam memakai hartanya.Kriteria cakap bertindak di sini terdiri dari:

a.Merdeka

b.Berakal sehat
c.Dewasa

d.Tidak di bawah pengampunan.

2. Syarat Mauquf

Benda yang diwakafkan dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat ini:

a.Benda yang diwakafkan harus bernilai.

b.Benda tersbut adalah miliki wakif.

c.Benda yang diwakafkan harus diketahui ketika terjadi wakaf.

d.Benda tersebut bergerak atau dibenarkan untuk diwakafkan.

3. Syarat Mauquf ‘Alaih

Dari segi klasifikasi, terdapat 2 macam orang yang menerima manfaat wakaf, yaitu tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (gahira mu’ayyan).Maksud dari tertentu adalah jika seorang atau
sekumpulan orang tertentu saja yang menerima wakaf.Sedangkan yang tidak tertentu, manfaat wakaf
diberikan secara tidak terperinci seperti kepada fakir, miskin, tempat ibadah, dan lain-lain.

4. Syarat Shighat

Shigat adalah syarat yang berhubungan dengan isi ucapan.

Syarat yang harus diikuti adalah sebagai berikut:

a.Ucapan mesti mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya (tidak sah jika ucapan mengandung
batas waktu tertentu).

b.Ucapan bisa direalisasikan segera, tanpa syarat-syarat tambahan.

c.Ucapan bersifat pasti.

d.Ucapan tidak mengandung syarat yang bisa membatalkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari Hukum Islam. Oleh karena itu, apabila
membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada khususnya, tidak
mungkin untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut Hukum Islam. Akan
tetapi, dalam Hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena terdapat banyak
pendapat yang sangat beragam.1 Wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata
kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian, kata ini
berkembang menjadi habbasa dan berartimewakafkan harta karena Allah.

Wakaf merupakan salah satu instrumen sosial yang perlu disosialisasikan lebih jauh,
mengingat posisinya yang amat penting dalam rangka meningkatkan kepedulian dan mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Wakaf perlu dikembangkan ke arah yang lebih produktif,
sehingga tidak menggrogoti aspek-aspek pembiayaan operasional dan administrasi harta wakaf. Bahkan
sebaliknya memberikan keuntungan yang berlipat kepada masyarakat pengguna.
Salah satu aspek produktifitas wakaf adalah wakaf tunai. Manfaat utama wakaf tunai, di
antaranya: (1) Jumlah wakaf tunai bisa bervariasi, sehingga seberapapun dana yang dimiliki bisa
memberikan wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah. (2) Aset-aset wakaf berupa tanah
kosong, mulai bisa dibangun dan dikembangkan untuk membangun sarana-sarana yang lebih tepat guna
dan manfaat. (3) Dana wakaf tunai juga bisa digunakan untuk membantu lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang cash flownya kadang kembang kempis. (4) Umat Islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa tergantung kepada pihak lain.
B.Daftar Pustaka

1.Ahmad Azhar Basyir, Wakaf, Ijarah dan Syirkah, (Bandung: PT. al-Ma’arif,1987).

2.Asy-Syarqawi, Asy-Syarqawi ‘Ala At-Tahrir, (Kairo: Isa Al-halabi), II.Badan Wakaf Indonesia, Profil Badan
Wakaf Indonesia, Jakarta, 2008.

3.Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, DR., Hukum Wakaf, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan
IIMaN, cet 1, 2004.

4.Sari, Elsi Kartika, S.H.,M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: PT Grasindo, 2007.

5.Suparman, Drs. H., SH., Hukum Perwakafan di Indonesia, Darul Ulum Pers, 1999

Anda mungkin juga menyukai