Anda di halaman 1dari 15

INSEKTARIUM

(Laporan Praktikum Biologi)

Oleh

Dinda Dwi Jessica


2014051003

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHUL UAN

1.1 Latar Belakang

Pengawetan serangga merupakan media pembelajaran untuk mempermudah dalam


mempelajari bagaimana mengamati morfologi struktur tubuh serangga,
mengidentifikasi ciri-cirinya, mengklasifikasi spesies-spesies berdasarkan ordo atau
famili, dan mengetahui peranan serangga bagi kehidupan, dengan membuat media
pendidikan sendiri sangat membantu pengadaan alat peraga dan koleksi. Insektarium
merupakan tempat penyimpanan koleksi spesimen insekta, baik awetan basah
maupun kering. Insektarium berupa awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol
70% dan formalin 5% yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran
(Mukaromah, 2011).

Insekta adalah hewan yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan hewan-
hewan yang lain. Mereka dapat hidup hampir di semua tempat baik di darat maupun
di air. Insekta merupakan satu-satunya invertebrata yang dapat terbang. Anggota
insekta sangat beragam tetapi memiliki ciri khusus yaitu kakinya berjumlah 6
(hexapoda), 7 tubuh terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut
(Rusyana, 2011). Insektarium merupakan media penyimpanan koleksi spesimen
insekta, baik awetan basah maupun awetan kering. Sebagai media untuk belajar
struktur tubuh serangga secara mendalam, terutama yang berhubungan dengan ciri
khasnya, sehingga lebih mudah mengenal dan menggolongkannya dalam klasifikasi
(Jumar, 2000).

Pengawetan serangga merupakan media pembelajaran untuk mempermudah dalam


mempelajari bagaimana mengamati morfologi struktur tubuh serangga,
mengidentifikasi ciri-cirinya, mengklasifikasi spesies-spesies berdasarkan ordo atau
famili, dan mengetahui peranan serangga bagi kehidupan, dengan membuat media
pendidikan sendiri sangat membantu pengadaan alat peraga dan koleksi.
Penggunaan insektarium sebelum digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu telah
divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, sehingga diketahui layak atau tidak
digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan berguna
untuk mempelajari taksonomi (identifikasi, deskripsi, dan klasifikasi) serangga dan
mempelajari keanekaragaman, sejarah hidup, perilaku, ekologi, habitat, dan distribusi
serangga.

Tujuan

Tujuan diadakan praktikum insektarium ini adalah sebagai berikut.


1. Mahasiswa memahami pentingnya pembuatan insektarium.
2. Mahasiswa mampu membuat insektarium.
II. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Praktikum ini menggunakan alat sebagai berikut: Plastik dan wadah tertutup
Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan serangga yang akan
dijadikan sebagai objek awetan basah yakni jangkrik.

2.2 Langkah Kerja

Prosedur praktikum ini disajikan dalam diagram alir sebagai berikut.


Ditentukan jenis serangga yang akan dijadikan objek awetan basah.

Serangga yang akan dijadikan objek awetan basah dipastikan memiliki organ
tubuh yang lengkap dan utuh.

Serangga dicelupkan ke dalam wadah yang berisi alkohol 70% kemudian


di tutup rapat.
Ditulis di dalam logbook informasi mengenai nama umum serangga, tanggal
koleksi dan lokasi asal spesimen.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil dari praktikum herbarium ini disajikan dalam tabel berikut.


Gambar Klasifikasi

Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda.
Kelas: Insekta
Ordo: Orthoptera
Famili: Grylludae.
Genus Gryllus
Spesies: Gryllus bimaculatus.
3.2 Pembahasan

Insektarium merupakan media pengawetan spesimen serangga yang berguna untuk


mempelajari taksonomi berupa identifikasi, deskripsi dan klasifikasi serangga serta
mempelajari keanekaragaman serangga yang ada, sejarah hidupnya, habitat, dan
ekologinya. Awetan serangga ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari
yakni untuk memperkenalkan jenis-jenis serangga, membantu pelajar sebagai media
pembelajaran dengan memperjelas objek menggunakan spesimen asli, sangat
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan di bidang insekta pada
masa yang akan datang dalam membantu perkembangan ilmu, dan dapat
memanfaatkan serangga yang daur hidupnya relatif singkat.

Insektarium dibagi menjadi 2 berdasarkan cara pengawetannya, yakni awetan basah


dan awetan kering. Awetan basah dilakukan untuk serangga yang bertubuh lunak
umumya fase larva dengan cara menyimpan serangga didalam toples yang telah diisi
alkohol 70%. Sedangkan awetan kering dilakukan untuk serangga-serangga yang
bertubuh keras umumnya fase imago dengan cara ditusuk dengan jarum preparat
kemudian dikeringkan hingga kadar air objek sangat rendah sehingga organisme
perusak atau penghancur tidak bekerja. Pengawetan kering untuk organisme yang
berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar
matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam
media pengawet resin (bioplastik).

Morfologi tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks,
dan abdomen. Kepala jangkrik terdiri dari sepasang antena, mata majemuk, mata
oseli, labrum (bibir atas), labium (bibir bawah), mandibula (gigi) dan alat tambahan
lain yang berperan sebagai lidah yaitu palpus maksilaris dan palpus labialis. Di dalam
kepala jangkrik terdapat otak yang terdiri atas otak depan, otak tengah, dan otak
belakang dengan fungsi masing-masing yang berbedan namun semuanya berkaitan
dengan sistem indra dan hormon yang ada di dalam tubuh jangkrik.
Toraks (dada) adalah tempat melekatnya alat-alat gerak yang berupa dua pasang
sayap, tiga pasang kaki, dan terdapat pronotum yang keras untuk menutup bagian
dorsal hingga lateral toraks. Sayap depan (tegmina) jangkrik jantan berbentuk
gelombang dapat menghasilkan suara dengan cara menggesekkan kedua sayap.Suara
gesekan sayap digunakan sebagai alat komunikasi antar jangkrik (auditpry organ).
Mekanisme penghasil suara pada serangga yang digunakan sebagai sarana
komunikasi disebut dengan istilah striduiatory mechanism. Jangkrik !antan
memproduksi suara untuk berbagai kepentingan, diantaranya adalah untuk menandai
wilayah teritorialnya, bersenandung untuk mencari pasangan (mencari betina), dan
menunjukkan jika sedang marah dan siap berkelahi. Masing-masing suara dalam
berbagai kepentingan tersebut mempunyai panjangsuara dan intonasi yang berbeda.

Sayap depan (tegmina) jangkrik betina relatif lebih rata dengan venasi yang teratur
nyaris tidak bergelombang, sehingga jangkrik betina tidak dapat menghasilkan
suara.Sayap belakang jangkrik berupa membran halus yang pada kondisi istirahat
terlipat secara rapih di bawah sayap depan dan akan terbentang lebar ketika
digunakan untuk terbang. Selain sayap, organ lokomotor/penggerak pada jangkrik
adalah kaki. Kaki jangkrik seperti kaki serangga pada umumnya yaitu terdiri atas
koksa, trokanter, femur, tibia, dan tarsus. Tympanum jangkrik terletak pada bagian
posterior basal tibia kaki depan. Tympanum adalah membran yang berfungsi sebagai
telinga yang mampu menerima rangsang suara. Oleh karena itu
tibia kaki depan jangkrik betina berperan dalam keberhasilan proses perkawinan.

Kaki depan jangkrik selain berfungsi untuk telinga juga digunakan untuk berjalan,
demikian juga dengan kaki tengahnya. Kaki belakangnya selain digunakan untuk
berjalan juga berfungsi untuk melompat, baik untuk mengawali penerbangan maupun
untuk mencapai tempat lain dalam jarak yang cukup jauh. Tipe kaki untuk melompat
ini disebut dengan istilah saltatohal enam tungkai dan empat sayap.
Abdomen atau perut merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi. Abdomen jangkrik terdiri atas 9 ruas. Bagian dorsal dan
ventral mengalami sklerotisasi sedangkan bagian yang menghubungkannya berupa
membran. Bagian dorsal yang mengeras disebut terga sedangkan bagian ventral yang
mengeras disebut sterna dan membran yang menghubungkan antara terga dan sterna
disebut pleura. Alat penceranaan jangkrik terdiri atas usus depan untuk penghancuran
makanan, usus tengah untuk penyerapan sari makanan, dan usus belakang untuk
pengeluaran sisa-sisa makanan. Alat reproduksi pada jangkrik jantan adalah aedeagus
dan pada jangkrik betina adalah ovipositor. Aedeagus pada jangkrik jantan tidak
terlihat karena berada didalam tubuh, sedangkan ovipositor pada jangkrik betina
terlihat jelas seperti bentuk jarum yang ujungnya seperti tombak dan berfungsi untuk
meletakkan telur.

Jangkrik merupakan hewan nokturnal dimana jangkrik lebih aktif pada malam hari.
Jika keadaan malam yang sunyi, jangkrik akan mengeluarkan suara layaknya sedang
aktif bermain musik. Musik ini dikeluarkan oleh jangkrik jantan yang berasal dari
gesekan sayap depan atau tegmina satu sama lain. Sayap depan yang tidak beraturan
ini di bagian venasi Cu2 membentuk jaringan keras seperti gerigi-gerigi tajam yang
berbaris. Bagian yang bergerigi ini terletak di punggung sayap depan, sehingga bila
sayap depan ini bergerak maju-mundur maka bagian punggung yang bergerigi ini
akan bergeskkan dengan sayap depan yang lain, sehingga menimbulkan getaran-
getaran. Getaran inilah yang menghasilkan resonansi disekitar area sayap. Suara yang
unik ini menyerupai suara kecapi.

Dalam melakukan praktikum insektarium dengan menggunakan metode awetan


basah tentu saja memiliki kendala ataupun hambatannya. Kendala yang saya alami
saat melakukan praktikum yaitu saya kesulitan saat menangkap jangkrik yang akan
dijadikan objek praktikum. Kemampuan terbang jangkrik yang cepat dan gerakannya
yang agresif, membuat saya kesulitan untuk menangkapnya. Selain itu, pembuatan
insektarium dengan memasukkan serangga ke dalam alkohol 70% tangan saya
sedikit gatal saat terkena alkohol tersebut sehingga pembuatan insektarium menjadi
sedikit terhambat.
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut.


1. Insektarium merupakan metode pengawetan menggunakan metode basah ataupun
metode kering yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, yakni
sebagai media pembelajaran bagi siswa untuk mengenal serangga secara langsung,
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan di bidang insekta pada
masa yang akan datang dalam membantu perkembangan ilmu, dan dapat
memanfaatkan serangga yang daur hidupnya relatif singkat.
2. Insektarium dapat dilakukan menggunakan 2 metode tergantung jenis
serangganya, yakni awetan basah dan awetan kering. Metode kering (awetan
kering) dilakukan dengan ditusuk bagian toraks menggunakan jarum
serangga/jarum pentul kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan
disimpan di wadah yang tertutup. Sedangkan metode basah (awetan basah)
dilakukan dengan memasukkan serangga ke dalam alkohol 70% di dalam wadah
tertutup.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N., Sudarmin dan Widianti, T., 2014. Efektivitas Penggunaan Herbarium
dan Insektarium pada Tema Klasifikasi Makhluk Hidup. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

Gesriantuti, N., Trantiati, R. dan Badrun, Y., 2016. Keanekaragaman Serangga


Permukaan Tanah Pada Lahan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan
Lindung. Universitas Muhammadiyah Riau. Pekanbaru.

Haryadi, N. dan Purnomo, H., 2014. Pembuatan Insektariu, dan Embedding


serangga Menjadi Souvenir. Universitas Jember. Jember.

Pariyanto, P. dan Riastuti, R.D., 2019. Keanekaragaman Insekta Yang Terdapat di


Hutan. Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Bengkulu.

Oramahi, H.A. dan Wulandari, R.S., 2017. Identifikasi Morfologi Serangga


Berpotensi Sebagai Hama dan Tingkat Kerusakan. Universitas Tanjungpura.
Pontianak.

Zamroni, Y., et al, 2019. Pembuatan Spesimen Awetan Organisme Untuk


Menunjang Pelajaran Keanekaragaman Hayati. Universitas Mataram.
Mataram.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai