Anda di halaman 1dari 34

 

 MAKALAH TUTORIAL BLOK 3 KELOMPOK A

SKENARIO 1

  

Dosen Pembimbing :

drg. Sri Wahyuningsih Rais, M.Kes, Sp.Pros

Anggota Kelompok 
1. SHAKILA RAHMADIYAH ILYASHA (04031382025085) (KETUA)
2. YUNIARITA EKA PUTRI (04031282025024) (SEKRETARIS)
3. ROJA AWALIA PUTRI (04031282025033)
4. MICHELLE LIU (04031282025034)
5. HANNASA ROUDHATUL JANNAH (04031282025057)
6. NADYA URFA ADRINA (04031282025058)
7. ALFIYYAH PUTRI FAJAR (04031382025075)
8. DEBBY AYU SALSABELLA (04031382025076)
9. ANGELINA PUTRI RANITA BANGUN (04031382025086)
10. ANISYA QONITA (04031182025014)
11. ANISYA PUTRI CAHYANI (04031182025015)
12. ZAKIAH AINI (04031282025027)
13. SALSA KAMILA SAHARA (04031282025028)
14. ARTHISA RIZKY FAUZIYAH (04031282025023)
15. VINA WAHYUNINGSIH (04031282025044)
16. DARMA TSARI FAIZAH (04031282025045)
17. ADINDA AURELIA ARIFIN (04031282025052)
18. NADHIIRA PUTRI SADRUDDIN (04031382025079)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021

A. SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 14 tahun datang dengan ibunya ke RSGM
dengan keluhan gigi tetap anaknya ada yang belum tumbuh sehingga anaknya susah
kalau mengunyah makanan. Pemeriksaan klinis menunjukkan masih terdapat gigi
desidui posterior kanan dan kiri yang memiliki cusp carabelli, gigi permanen 35 dan
45 belum erupsi sedangkan gigi desiduinya sudah tanggal. Pemeriksaan rontgen
menunjukkan tidak terdapat benih gigi 35 dan 45, sedangkan gigi desidui memiliki 3
akar yang belum mengalami resorpsi akar dan benih gigi posterior atas masih dalam
tahap pembentukan 1/3 servikal akar. Dokter gigi menjelaskan bahwa anak menderita
kelainan tumbuh kembang gigi berupa tidak terdapat benih gigi permanen dan
keterlambatan erupsi, sehingga menurunkan kemampuan mastikasi sang anak.
B.  KLASIFIKASI ISTILAH

1. Keluhan 
Keluhan adalah ungkapan yang keluar dari seseorang karena menderita
sesuatu yang berat seperti kesakitan dan kepedihan yang dialaminya.
2. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda tanda klinis penyakit.
3. Gigi desidui 
Gigi desisui adalah gigi anak yang tumbuh pertama kali, sering disebut gigi
sulung atau gigi susu yang erupsi secara lengkap pada usia kurang lebih 2,5 tahun dan
akan tanggal seluruhnya pada usia 13 tahun ke atas digantikan gigi permanen.
4. Posterior 
Posterior adalah terletak di belakang; bagian yang letaknya lebih dekat ke
bagian akhir tubuh atau struktur suatu benda
5. Cusp carabelli 
Cups carabelli merupakan tonjol carabelli atau tonjol tambahan yang letaknya
ada di aspek mesiopalatal molar pertama atas permanen dan molar kedua atas gigi
sulung
6. Gigi permanen 35 dan 45 
Gigi permanen 35 dan 45: 35 adalah gigi permanen premolar 2 kiri bawah dan
45 adalah gigi premolar 2 kanan bawah
7. Erupsi gigi 
Erupsi gigi merupakan pergerakan gigi diatas gingiva atau gusi di dalam
rongga mulut yang dimulai ketika gigi masih di dalam tulang rahang dan setelah
mahkota gigi terbentuk
8. Tanggal
Tanggal merupakan keadaan dimana gigi dari mahkota hingga ke akar terlepas
dari tulang alveolar
9. Rontgen
Rontgen adalah Tindakan menggunakan radiasi untuk mengambil gambar
bagian dalam dari tubuh seseorang
10. Benih gigi 
Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yang berkembang dari lamina gigi
dari ectodermal dan bagian lain yang berasal dari mesenkim yang terletak dibawah
ectodermal dan merupakan cikal bakal suatu gigi yang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sehingga menjadi 2 bagian yaitu mahkota dan akar gigi
11. Resorpsi akar 
Resorpsi akar adalah hilangnya akar gigi secara bertahap akibat erupsi gigi
pengganti di bawahnya
12. Servikal akar
Servikal akar adalah batas antara jaringan cementum dan email dan juga
pertemuan antara mahkota dan akar gigi
13. Kelainan tumbuh kembang gigi
Kelainan tumbuh kembang gigi adalah kondisi abnormalitas pada fase
pertumbuhan gigi yang dapat terjadi pada jumlah, bentuk, ukuran, struktur, dan warna
pada pertumbuhan gigi.
14. Keterlambatan erupsi
Keterlambatan erupsi adalah suatu bentuk abnormalitas erupsi yang hanya
melibatkan 1 atau beberapa gigi dan memberi gangguan sistemik dari nutrisi maupun
endokrin
15. Mastikasi
Mastikasi adalah proses pengunyahan makanan yang melibatkan gigi dan juga
lidah di dalam rongga mulut dimana gigi insisivus digunakan untuk memotong
makanan dan gigi molar digunakan untuk menggerus makanan
16. Gigi permanen
Gigi permanen adalah gigi yang tumbuh secara permanen menggantikan gigi
sulung yang hanya tumbuh sementara
C.  IDENTIFIKASI MASALAH

1. Seorang anak perempuan berusia 14 tahun mengalami keterlambatan dalam


pertumbuhan gigi permanen. Sehingga mengalami kelainan pada jumlah gigi

2. Pemeriksaan klinis menunjukkan :


a. Terdapat gigi desidui posterior kanan dan kiri yang memiliki cusp carabelli
b. Gigi permanen 35 dan 45 belum erupsi sedangkan gigi desidui sudah tanggal.

3. Hasil pemeriksaan rontgen/radiologis:


a. Tidak terdapat benih gigi pada gigi permanen 35 dan 45
b. Gigi desidui memiliki 3 akar belum mengalami resorbsi akar dan benih gigi
posterior atas masih dalam pembentukan 1/3 servikal akar.

4. Kemampuan mastikasi terganggu akibat kelainan tumbuh kembang gigi berupa


keterlambatan erupsi dan tidak adanya benih gigi permanen
D. ANALISIS MASALAH

KALIMAT 1

1. Bagaimana urutan erupsi dari gigi permanen ?


2. Apa saja faktor yang mempengaruhi erupsi gigi permanen ?
3. Berapa batas umur untuk pertumbuhan gigi permanen pada anak ?
4. Apa saja yang menjadi faktor penyebab keterlambatan erupsi gigi ?
5. Apa saja abnormalitas yang terlihat pada waktu erupsi pertumbuhan gigi anak ?

KALIMAT 2

1. Apa saja pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pada
anak tersebut
 

KALIMAT 3

Benih Gigi

1. Apa yang menyebabkan tidak adanya benih pada gigi


2. Bagaimana mekanisme atau proses terjadinya keterlambatan erupsi pada benih gigi

Resorbsi Akar

1. Mengapa terjadi resorbsi akar pada gigi desidui?


2. Bagaimana tahapan yang terjadi pada resorbsi akar ?
3. Mengapa gigi desidui yang memiliki 3 akar belum mengalami resorbsi akar ?
4. Apakah terdapat pengaruh antara resorbsi akar desidui terhadap tumbuh kembang gigi
permanen?

KALIMAT 4

1. Apa saja factor penyebab penurunan kemampuan mastikasi ?


2. Bagaimana hubungan kemampuan mastikasi dengan erupsi

E. HIPOTESIS
Anak perempuan berusia 14 tahun mengalami kelainan jumlah gigi dan diduga
menderita penyakit hipodonsia sekaligus delayed eruption mengakibatkan adanya
penurunan kemampuan mastikasi.
F. LEARNING ISSUE

A. Gigi Desidui dan Gigi Permanen

1. Definisi gigi desidui dan gigi permanen


Gigi desidui adalah gigi pertama yang tumbuh pada manusia, sering disebut
gigi sulung atau gigi susu. Gigi desidui berjumlah 20 terdiri dari 8 insisivus, 4
kaninus dan 8 molar. Gigi desidui ini bersifat sementara, setelah 2 sampai 3 tahun
kemudian, gigi desidui akan diganti menjadi gigi permanen.
Gigi Permanen merupakan gigi tetap yang menggantikan ketika gigi susu
tanggal. Gigi permanen berjumlah 32 terdiri dari 8 insisivus, 4 kaninus, 8
premolar, dan 12 molar. Gigi Permanen dibagi lagi menjadi 2, yaitu Succedaneus
teeth dan Non Succedaneus teeth. Succedaneus teeth adalah gigi permanen yang
menggantikan gigi susu, yaitu gigi insisivus, kaninus, dan premolar
(menggantikan gigi desidui molar 1 dan 2). Non Succedaneus teeth adalah gigi
tidak menggantikan gigi susu, yaitu gigi molar 1, 2, dan 3.

2. Tahapan perkembangan gigi desidui dan gigi permanen

Benih gigi mulai dibentuk sejak janin berusia 7 minggu dan berasal dari
lapisan ektodermal serta mesodermal. Lapisan ektodermal berfungsi membentuk
email dan odontoblast, sedangkan mesodermal membentuk dentin, pulpa, semen,
membran periodontal, dan tulang alveolar. Tahapan perkembangan gigi dibagi
dalam tiga tahap, yaitu tahap praerupsi, tahap prafungsional, dan tahap fungsional.
1. Tahap Praerupsi
Tahap praerupsi yaitu saat mahkota gigi terbentuk dan posisinya dalam
tulang rahang cukup stabil, ketika akar gigi mulai terbentuk dan gigi mulai
bergerak di dalam tulang rahang ke arah rongga mulut, penetrasi mukosa, dan
pada saat akar gigi terbentuk setengah sampai tiga perempat dari panjang akar.
Tahap praerupsi terdiri dari :
a. Inisiasi (Bud Stage)
Tahap inisiasi merupakan penebalan jaringan ektodermal dan
pembentukan benih gigi yang dikenal sebagai organ enamel pada minggu
ke-10 IUL. Perubahan yang paling dominan adalah proliferasi jaringan
ektodermal dan jaringan mesenkimal yang terus berlanjut. Selama sel-sel
dalam organ enamel berproliferasi, jaringan mesenkimal yang mengelilingi
organ enamel mulai berkondensasi. Kondensasi jaringan mesenkimal ini
merupakan tanda awal pembentukan papila dentis pada gigi insisivus,
kaninus, dan molar pertama desidui. Kira-kira 2-3 minggu berikutnya
kondensasi tersebut terus berkembang untuk molar kedua desidui.
Selanjutnya pada ujung distal lamina dentis di atas berproliferasi secara
teratur ke bagian posterior untuk memulai organ enamel membentuk gigi
permanen yaitu:
1) Molar pertama permanen pada usia 4 bulan IUL.
2) Molar kedua permanen pada usia 1 tahun setelah kelahiran.
3) Molar ketiga permanen pada usia 4 tahun setelah kelahiran

b. Proliferasi (Cap Stage)


Dimulai pada minggu ke-11 IUL, sel-sel organ enamel masih terus
berproliferasi sehingga organ enamel lebih besar sehingga berbentuk
cekung seperti topi. Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan
mesenkim dan berproliferasi membentuk papila dentis yang akan
membentuk dentin. Papila dentis yang dikelilingi oleh organ enamel akan
berdiferensiasi menjadi pulpa. Jaringan mesenkim di bawah papila dentis
membentuk lapisan yang bertambah padat dan berkembang menjadi
lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus) primitif yang akan
menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.
c. Histodiferensiasi (Bell Stage)
Bell Stage merupakan perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi
menjadi bentuk bel. Perubahan histodiferensiasi mencakup perubahan sel-
sel perifer papila dentis menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin).
Pada tahap ini terjadi diferensiasi. Sel-sel epitel enamel dalam (inner email
ephithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai
ameloblas yang akan berdiferensiasi menjadi enamel dan sel-sel bagian
tepi dari papila dentis menjadi odontoblas yang akan berdiferensiasi
menjadi dentin.

d. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi
sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi gigi dapat ditentukan bila
epitel enamel bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas
antara epitel enamel dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel
junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat
khusus yaitu bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi.
Terdapat deposit enamel dan matriks dentin pada daerah tempat sel-sel
ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi sesuai dengan
bentuk dan ukurannya.
e. Aposisi
Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi
(email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi ditandai oleh
pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang
mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang.
Pembentukan matriks keras gigi baik pada enamel, dentin, dan sementum
terjadi pada tahap ini. Matriks enamel terbentuk dari sel-sel ameloblas
yang bergerak ke arah tepi dan telah terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-
30%.
f. Kalsifikasi
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-
garam. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian
lainnya dengan penambahan lapis demi lapis. Kalsifikasi gigi desidui di
mulai pada minggu ke-14 IUL, diikuti dengan kalsifikasi gigi molar
pertama pada minggu ke-15 IUL. Gigi insisivus lateral mengalami
kalsifikasi pada minggu ke16 IUL, gigi kaninus pada minggu ke-17 IUL,
sedang gigi molar kedua pada minggu ke-18 IUL. Gangguan pada tahap
ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti
hipokalsifikasi.
2. Tahap Prafungsional / Praoklusal / Erupsi
Erupsi gigi adalah suatu proses pergerakan gigi secara aksial yang dimulai dari
tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai
posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dimulai dari tahap pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke
rongga mulut. Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen,
melibatkan gigi desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi
permanen. Resorpsi tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi
desidui oleh gigi permanennya. Resoprsi akar gigi desidui dimulai di bagian akar
gigi desidui yang paling dekat dengan benih gigi permanen. Benih-benih gigi
desidui dan gigi-gigi permanen mula-mula terhadap oklusal keduanya itu sejajar.
Dengan pertumbuhan rahang gigi desidui akan lebih terdorong ke arah oklusal,
dan akhirnya benih gigi permanen ini menempati lingual akar atau antara akar-
akar gigi desidui. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal akan menghasilkan
tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke arah oklusal. Faktor lain
yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini
adalah perpanjangan dari pulpa, dimana pulpa yang sedang berkembang pesat ke
arah apikal dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah
oklusal. Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13
tahun kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas.
3. Tahap Fungsional / Oklusal
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal
dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah oklusal,
mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk
mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga
oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan. Pada tahap ini, gigi mencapai
kontak oklusi dan dapat berfungsi untuk mastikasi. Atrisi dan abrasi dapat terjadi
pada permukaan insisal gigi sehingga gigi akan terus mengalami erupsi sebagai
kompensasi adanya kehilangan struktur gigi untuk dapat mencapai kontak oklusi.

3. Macam – macam kelainan yag dapat terjadi pada tumbuh kembang gigi
desidui dan gigi permanen
a. Waktu Erupsi

1. Ankylosis
Ankylosis adalah suatu penggabungan jaringan keras antara tulang dan
gigi. Ini kemungkinan terjadi sebagai hasil dari suatu kerusakan dalam
interaksi antara resorbsi normal dan perbaikan jaringan keras selama proses
penggantian gigi desidui dengan gigi permanen. Ankylosis secara khas terjadi
setelah erupsi parsial gigi ke dalam rongga yang digambarkan sebagai suatu
fusi dari cementum atau dentin ke tulang alveolar selama perubahan selular
dalam ligamen periodontal yang disebabkan oleh trauma dan penyakit lain.
Pada gigi desidui prevalensi terjadinya antara 7-14 %. Dan paling sering
terjadi pada gigi molar pertama desidui rahang bawah, gigi molar kedua
desidui rahang bawah, gigi molar pertama desidui rahang atas dan molar
kedua desidui rahang atas. Ankylosis dapat memicu terjadinya kehilangan
panjang lengkung, ekstrusi pada gigi yang berada dilengkung yang
berseberangan, gangguan terhadap urutan erupsi gigi.

Gambar Ankylosis

2. Eruption Cyst

Eruption Cyst merupakan suatu variasi dari kista dentigerous yang


mengelilingi gigi yang sedang erupsi. Kista ini seringkali terlihat secara klinis
sebagai suatu lesi kebiru-biruan, translusen, elevasi, dapat ditekan,
asymptomatik, lesi berbentuk kubah (dome-shape) dari alveolar ridge yang
dihubungkan dengan suatu erupsi gigi permanen ataupun erupsi gigi desidui.
Kista erupsi memperlihatkan suatu pembengkakan yang halus menutupi gigi
yang erupsi, dengan warna berbeda dari gingival normal. terkadang sakit ,
tidak mengalami infeksi, lembut dan berfluktuasi. Kista bisa seringkali pecah
secara spontan pada saat erupsi gigi, namun trauma pada kista ini bisa
menghasilkan perdarahan sehingga terjadi perubahan warna dan timbul rasa
sakit.
Gambar kista erupsi
3. Ectopic Eruption
Ectopic eruption adalah suatu keadaan yang biasanya terlihat ketika
gigi permanent mulai menggantikan gigi desidui pada usia sekitar 6 tahun.
Merupakan erupsi yang abnormal dari suatu gigi permanen dalam hal ini gigi
ke luar dari jalur normal dan menjadi penyebab resorbsi abnormal suatu gigi
desidui yang akan diganti. Sering terlihat adanya dua jalur gigi pada area
anterior rahang bawah. Gigi incisivus permanent tumbuh dibelakang gigi
insisivus desidui. Ectopic Eruption mungkin berhubungan dengan salah satu
dari tiga proses yang berbeda : gangguan perkembangan, proses patologis, dan
aktifitas iatrogenic. Etiologi dari gigi ektopik tidaklah diketahui. Interaksi
jaringan yang abnormal selama perkembangan mungkin berpotensi
mengakibatkan perkembangan gigi dengan erupsi ektopik.
Etiologi dari erupsi ektopik suatu maxillary permanen geraham
pertama tidaklah dengan jelas dipahami meskipun demikian satu atau lebih
kondisi-kondisi berikut mungkin terkait dengan hal tersebut: a) Akibat dari
ukuran Molar pertama Permanen dan atau gigi molar kedua desidui lebih besar
dari normalnya b) Gigi bererupsi pada suatu sudut abnormal terhadap dataran
oklusal c) Pertumbuhan tuberositas terlambat, menghasilkan panjang lengkung
yang abnormal d) Morfologi dari permukaan distal mahkota gigi molar kedua
desidui dan akar memberikan hambatan erupsi sehingga terjadi abnormalitas
kemiringan gigi permanen molar pertama.

Gambar ectopic eruption

4. Delayed Eruption
Delayed eruption merupakan salah satu bentuk penyimpangan erupsi
gigi yang ditandai dengan adanya keterlambatan erupsi gigi. Salah satu
penyebabnya dapat berasal dari faktor lokal seperti impaksi gigi. Penanganan
delayed eruption karena impaksi dapat dilakukan secara kombinasi bedah dan
ortodontik dengan tujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan hubungannya
dengan lengkung rahang.
5. Natal Teeth
Natal teeth merupakan gigi yang sudah muncul sejak bayi dilahirkan.
Gigi yang sudah ada sejak lahir ini tidak muncul dalam jumlah banyak.
Bentuknya juga tidak seperti gigi pada umumnya. Ada yang berbentuk
kerucut, kecil dan berwarna agak kuning kecoklatan atau putih. Biasanya, gigi
yang muncul saat bayi baru lahir ini berada di gusi bagian bawah atau gigi
tumbuh di gusi atas bagian depan. 
Bayi yang terlahir dengan gigi, ternyata memiliki jenis yang berbeda-
beda. Ada empat jenis yang umum terjadi, yaitu:
 Gigi yang belum menembus gusi, namun terlihat
keberadaannya karena gusi yang menebal.
 Sebagian kecil gigi terlihat di gusi.
 Gigi sudah terbentuk, tapi goyang karena tidak memiliki akar
sama sekali.
 Gigi yang sudah utuh namun masih goyang walau sudah
terdapat sedikit akar.
Kemunculan gigi saat bayi baru dilahirkan umumnya tidak terkait
dengan gangguan medis apapun. Hingga kini, penyebab pastinya juga tidak
diketahui. Namun, ada juga yang beranggapan natal teeth terjadi karena ada
pengaruh dari beberapa sindrom seperti:
 Sotos. Kelainan genetika yang membuat pertumbuhan fisik
anak lebih cepat.
 Hallermann-Streiff. Kelainan yang memengaruhi
pertumbuhan rambut, gigi dan tengkorak.
 Pierre Robin. Kelainan pada rahang bayi yang baru lahir.
 Ellis-van Creveld. Kelainan genetik langka yang ditandai
dengan tungkai pendek, jari tangan atau jari kaki tambahan,
perkembangan kuku yang tidak normal termasuk gigi yang
abnormal.
6. Neonatal Feed
Neonatal feed merupakan gigi yang muncul pada bayi saat berusia 30
hari. Ga,bara klinis gigi yaitu gigi berwarna putih sekali, tidak ada akar, dan
bentuknya mengkerucut. Dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan susah
menyusui.
b. Jumlah Gigi
1. Anodontia
Absennya gigi pada rongga mulut. Pemeriksaan klinis dengan rontgen.
 Anodontia total
Kelainan kongenital yang menyebabkan absennya gigi secara
keseluruhan di rongga mulut disebabkan tidak munculnya benih gigi.
Etiologi:
- Pengaruh genetik (MSX1 dan PAX9).
- Pengaruh kelainan ektodermal dysplasia.
- Pengaruh radiasi yang tinggi.

 Partial Anodontia
Partial anodontia adalah kelainan kongenital karena tidak
adanya benih gigi yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan satu atau
beberapa gigi. Kelainan ini lebih sering terjadi pada perempuan. Gigi
yang paling sering tidak tumbuh adalah gigi M3; gigi P2; dan gigi I2.
Gigi M1 dan gigi I2 mandibular paling jarang mengalami partial
anodontia. Partial anodontia dibagi menjadi hipodontia dan
oligodontia.
Hipodontia adalah absennya 1 atau 2 gigi sedangkan
Oligodontia adalah absennya 6 atau lebih gigi.
Etiologi:
 Kegagalan dalam proses pembentukan gigi
 Pengaruh genetik (autosomal dominan, autosomal resesif, atau sex-
linked)
 Pengaruh penyakit herediter (Sindrom Down, Sindrom Cruozon,
dan Sindrom Turner)

b. Supernumerary teeth
Supernumerrary teeth merupakan kelainan jumlah tumbuh
kembang gigi dimana ada satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi
yang normal. Kelainan ini dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi tetap
yang terjadi pada tahap inisiasi dan proliferasi. Pemeriksaan klinis dengan
melihat gigi pasien.
Supernumerary teeth memiliki bentuk yang sama atau berbeda
dengan gigi normal. Bentuknya dapat konus (seperti kerucut), tuberculate
(memiliki banyak tonjol gigi), atau odontome (bentuknya tidak beraturan).
Lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan rahang bawah dan
lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan gigi susu.
Dapat terbentuk di berbagai bagian rahang:
 Daerah antara gigi insisif 1 atas kanan dan kiri (mesiodens)
 Sebelah gigi molar (para-molars)
 Bagian paling belakang gigi molar terakhir (disto-molars)
 sebelah gigi premolar (para-premolars).
Etiologi :
1. Proliferasi sel yang berlebihan pada saat pembentukan benih gigi  Gigi
yang terbentuk melebihi jumlah yang normal
2. Diturunkan dari orang tua (herediter)
3. Bagian dari sindroma tertentu  cleft lip and cleft palate (sumbing pada
bibir dan langit-langit).

Mesioden distomolar

Parapremolar paramolar

4. Mekanisme erupsi gigi desidui dan gigi permanen


a. Mekanisme erupsi gigi desidui
Erupsi gigi desidui mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari
tulang rahang melalui epitel mulut menuju ke dalam rongga mulut. Proses
erupsi gigi susu dimulai terus-menerus segera setelah mahkota gigi terbentuk.
Pada saat yang sama, tulang rahang bertambah panjang dan tinggi, sehingga
terdapat gerakan dari seluruh benih gigi susu ke arah permukaan oklusal.
Erupsi gigi susu terjadi antara bulan keenam dan ketiga puluh kehidupan
pascakelahiran. Dibutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk menyelesaikan gigi susu,
dimulai dengan kalsifikasi awal dari gigi susu insisiv sampai selesainya akar
gigi Molar kedua susu.
Pada usia sekitar 8 bulan, gigi insisivus sentral rahang bawah susu
muncul melalui gingiva alveolar, diikuti oleh gigi anterior lainnya, sehingga
sekitar 13 sampai 16 bulan, kedelapan gigi insisiv susu telah erupsi (lihat
Tabel 2-1). Kemudian gigi molar pertama susu muncul sekitar usia 16 bulan.
Molar pertama susu muncul bersama molar rahang atas. Gigi caninus rahang
atas susu erupsi sekitar 19 bulan, dan gigi caninus rahang bawah susu tumbuh
pada 20 bulan. Gigi molar kedua rahang bawah susu erupsi pada usia rata-rata
27 bulan, dan gigi molar dua rahang atas susu mengikuti pada usia rata-rata 29
bulan.
Munculnya gigi susu melalui selaput lendir alveolar merupakan
perkembangan perilaku motorik oral dan perolehan keterampilan mengunyah.
Berdasarkan penelitian dari Almonaitiene R, et al. (2008), didapatkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari gigi pada anak,
yaitu faktor genetik, jenis kelamin, nutrisi, status gizi, sosial ekonomi, dan
hormonal. Disebutkan juga dalam Buku Ajar Rudolf Volume 2 bahwa
keterlambatan dalam erupsi gigi susu dapat terjadi pada kelainan dan sindrom
hormonal seperti trisomi 21, hipotiroidisme, dan hipopituitarisme. Dalam
batas-batas normal gigi susu pertama mungkin tidak tampak sampai anak
berusia 1 tahun. Selanjutnya erupsi yang terlambat memberi kesan suatu
gangguan sistemik dari nutrisi atau endokrin. (Itjingningsih, 2013).
b. Mekanisme erupsi gigi permanen

Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen, melibatkan


gigi desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi permanen.
Resorpsi tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi desidui oleh
gigi permanen. Tahap awal erupsi gigi permanen akan menghasilkan tekanan
erupsi yang akan menyebabkan resorpsi akar gigi desidui. Namun, folikel gigi
dan retikulum stelata yang merupakan bagian dari komponen gigi juga
berperan dalam resorpsi akar gigi desidui.
Pergerakan gigi ke arah oklusal berhubungan dengan pertumbuhan
jaringan ikat di sekitar soket gigi. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal
akan menghasilkan tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke
arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap ini semakin bertambah seiring
meningkatnya permeabilitas vaskular di sekitar ligamen periodontal yang
memicu keluarnya cairan secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi
penumpukkan cairan di sekitar ligamen periodontal yang kemudian
menghasilkan tekanan erupsi. Faktor lain yang juga berperan dalam
menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini adalah perpanjangan dari
pulpa, di mana pulpa yang sedang berkembang pesat ke arah apikal dapat
menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah oklusal.

Erupsi gigi permanen dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang


langsung maupun tidak langsung. Resorpsi dan aposisi tulang, karakteristik
vaskularisasi periodontal dan perkembangan akar merupakan faktor yang
langsung berhubungan dengan erupsi gigi. Sedangkan faktor tidak langsung
misalnya nutrisi, ekstraksi dan sebagainya. Erupsi gigi peramanen yang terlalu
awal (premature eruption) bisa terjadi akibat gigi desidui yang digantikan
mengalami karies yang parah sehingga merusak tulang di koronal gigi
permanen pengganti, akibatnya gigi permanen erupsi terlalu awal meskipun
akar baru terbentuk kurang dari 50%.
5. Akibat kelainan tumbuh kembang gigi desidui dan gigi permanen
1. Akibat kelainan tumbuh kembang gigi desidui
a. Kemampuan Mastikasi dan Pola Makan Anak
Pola makan pada anak yang tidak sesuai dengan umur ataupun tahapan
perkembangan disebut dengan inappropriate feeding practice. Banyak faktor
yang mendasari terjadinya masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah faktor pengetahuan ibu, ekonomi, pendidikan ibu, sosial-budaya, dan
jumlah gigi susu anak. Penelitian yang dilakukan oleh Carruth dkk
mendukung pernyataan bahwa pertumbuhan gigi termasuk salah satu
penyebab pola makan anak tidak sesuai dengan usianya. Hal ini terlihat dari
hasil penelitiannya, bahwa pengenalan makanan pendamping harus konsisten
dengan gigi yang telah erupsi dan kemampuan anak untuk mengunyah.
Artinya, bila anak 1 tahun belum mempunyai gigi maka anak tersebut belum
bisa menerima makanan kasar. Padahal, bayi yang berusia 12-23 bulan
seharusnya sudah dapat menerima makanan keluarga yang dicincang atau
disaring kasar.
c. Perkembangan Oromotor
Seiring bertambahnya usia anak, jumlah gigi susu pun akan semakin
bertambah begitu juga dengan kemampuan oromotor anak. Kemampuan
oromotor anak sangat berpengaruh pada kemampuan anak menerima pola
makan sesuai dengan umurnya. Dan kemampuan oromotor ini tentu saja
sangat didukung oleh pertumbuhan yang normal dari gigi susu anak tersebut.
Apabila gigi susu anak mengalami kelainan tumbuh kembang atau
pertumbuhan yang tidak normal, maka kemampuan oromotor anak dapat
terganggu.
2. Akibat kelainan tumbuh kembang gigi permanen
a. Keterlambatan Erupsi Gigi Permanen Lokal
Keterlambatan erupsi gigi permanen secara lokal merupakan suatu bentuk
abnormalitas erupsi yang hanya melibatkan satu atau beberapa gigi. Hal-hal
yang dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi permanen secara lokal,
antara lain trauma dan kelainan gigi. Kelainan gigi bisa terjadi pada jumlah,
ukuran, dan warna. Kelainan pada jumlah dan ukuran dapat menyebabkan
keterlambatan erupsi gigi pengganti. Kelainan-kelainan gigi yang dimaksud
adalah (1) supernumerary teeth yang menunjukkkan adanya satu atau lebih
gigi yang melebihi jumlah gigi yang normal. Supernumerary teeth dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan benih enamel organ yang terus-menerus atau
karena proliferasi sel yang berlebihan. Supernumerary teeth bisa tunggal
maupun multipel, selain itu beberapa kasus dapat erupsi namun ada pula yang
impaksi. Hal ini dapat menghalangi erupsi gigi tetangganya; (2) regional
odontodysplasia (ROD) yang terjadi karena adanya gangguan pada proses
tumbuh kembang gigi. Pembentukan email dan dentin yang tidak adekuat
disertai dengan kalsifikasi folikel dan pulpa yang tidak sempurna. Hal ini
menyebabkan densitas gigi berkurang karena email dan dentin yang tipis dan
ruang pulpa yang terlalu besar. Keadaan ini dapat mengakibatkan gigi
mengalami keterlambatan atau bahkan tidak erupsi; (3) fusi, yang bentuknya
bisa bervariasi tergantung pada tahapan yang mengalami gangguan. Jika
gangguan dimulai sebelum tahap kalsifikasi, maka fusi meliputi seluruh
komponen gigi termasuk email, dentin, sementum, dan pulpa. Namun jika
gangguan baru terjadi pada tahap akhir perkembangan gigi, maka efeknya
dapat berupa penyatuan di daerah akar saja tanpa disertai penyatuan
mahkotanya. Implikasi klinis adanya fusi yaitu selain mengganggu estetik,
juga dapat berakibat crowding sehingga dapat menghalangi erupsi gigi
tetangganya.
b. Kemampuan Mastikasi

Kelainan tumbuh kembang gigi permanen berhubungan dengan penurunan


dalam kemampuan mastikasi dan penghindaran makanan. Hilangnya gigi
posterior yang berfungsi, yaitu gabungan gigi premolar dan molar, akan
mempengaruhi asupan nutrisi penting atau kualitas makanan secara
keseluruhan. (Sahyoun et al., 2003) Orang dengan kehilangan gigi dan
penurunan kemampuan mastikasi cenderung makan lebih sedikit sayuran dan
buah segar, sehingga asupan nutrisi mikro seperti kalsium, zat besi, panthonic
acid, vitamin C dan vitamin E akan lebih rendah dibandingkan dengan orang
yang masih memiliki gigi asli (Marcenes et al., 2003). Semakin sedikit jumlah
dan fungsi gigi asli yang dimiliki, akan semakin besar kemungkinan terjadinya
gangguan kemampuan mastikasi dan dapat berujung pada gangguan status
nutrisi pada sescorang (Sahyoun et al., 2003).

Witter menyatakan bahwa selama orang mempertahankan 20 gigi yang


terdistribusi dengan baik, fungsi rongga mulut akan tetap terjaga. Sebaliknya,
penurunan kemampuan mastikasi dapat terjadi apabila gigi-geligi yang ada
kurang dari 20 gigi (cit. Ueno et al, 2010). Penelitian Ueno et al pada tahun
2009 mengenai hubungan antara keadaan, jumlah, dan kategori unit gigi yang
berfungsi terhadap kemampuan mastikasi juga menunjukkan bahwa
mempertahankan sebanyak mungkin gigi alami lebih baik untuk
mempertahankan fungsi dari rongga mulut. Jumlah unit gigi fungsional
(FTUs; functional tooth units) merupakan faktor penentu penting kinerja
pengunyahan. FTUs didefinisikan sebagai gigi antagonis yang berpasangan
yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi mulut dan kinerja pengunyahan.
Jumlah FTUs yang rendah berkaitan dengan gangguan dalam kemampuan
mastikasi (Ueno et al., 2010).
c. Psikologis

Kelainan tumbuh kembang gigi seperti hypodontia mempunyai pengaruh


psikologis bagi pasien, terutama pada gigi anterior. Hal ini memberikan efek
negatif pada individu karena akan menimbulkan celah dan ruangan kosong
yang mengakibatkan ketidakpuasan dari segi estetika. Hal ini juga
berpengaruh pada kepercayaan diri seseorang, seperti takut untuk tersenyum
dan malu untuk memperlihatkan giginya.

6. Mekanisme resorbsi akar gigi desidui dan gigi permanen


Resorpsi akar dapat disebabkan oleh tekanan pada permukaan akar gigi.
Tekanan tersebut dapat berasal dari trauma, erupsi gigi ektopik yang mengenai
akar gigi tetangga, infeksi, beban oklusal yang berlebihan , pertumbuhan tumor
yang agresif, maupun yang tidak dapat diketahui penyebabnya atau idiopatik.
Menurut Weiland, penyebab yang paling umum adalah kekuatan ortodonti.
Mekanisme dimulai dengan resorpsi akar diinduksi oleh kekuatan gaya
melalui perawatan ortodonti dan hyalinisasi ligamen periodontal yang disebabkan
oleh peningkatan aktivitas sementoklas dan osteoklas. Selama pergerakan gigi,
area kompresi (osteoklas menginduksi resorpsi tulang) dan area ketegangan
(osteoblas merangsang pembentukan tulang aktif) terbentuk. Gigi akan bergerak
menuju sisi resorpsi tulang. Ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan
pengendapan mengakibatkan kehilangan sementum, ia dapat berkontribusi kepada
sel osteoklas di area resoprsi pada akar. Apabila zona hialin terbentuk, pergerakan
gigi akan berhenti. Setelah regenerasi ligamen periodontal, zona hialin
dihilangkan oleh sel mononukleus yang mirip dengan makrofag dan oleh sel
raksasa multinukleus sehingga gigi mulai bergerak lagi. Selama pemindahan zona
hialin, lapisan sementoblast di permukaan akar mungkin rusak dan ini
menyebabkan daerah yang kaya dan padat dengan sementum menjadi terpapar.
Ada kemungkinan bahwa gaya yang terjadi selama perawatan ortodonti dapat
secara langsung merusak permukaan luar akar. Permukaan akar gigi di bawah
zona hialin terresorpsi setelah beberapa hari apabila terjadi proses reparasi di
peripheral. Proses resorpsi selesai setelah pengangkatan zona hialin atau bila gaya
ortodonti menurun.
Adapun faktor resiko resorpsi akar antara lain yaitu faktor-faktor seperti
trauma pada gigi sebelum perawatan ortodonti, kepadatan tulang dan morfologi
akar gigi, usia pasien pada awal perawatan ortodonti, genetik, jenis kelamin,
lamanya durasi perawatan, serta kekuatan dan gaya mekanis telah dilaporkan
sebagai penyebab yang signifikan untuk terjadinya resorpsi akar eksternal
sehingga apabila terdapat gigi desidui yang memiliki 3 akar belum mengalami
resorpsi akar hal itu dapat terjadi karena adanya resorpsi akar fisiologis yang
terjadi secara alami pada gigi desidui karena desakan benih gigi permanen.
Adanya pertumbuhan benih gigi permanen selodontoblas (giant sel) menjadi aktif,
merusak tulang pemisah antara benih gigi permanen dan gigi desidui.

7. Proses Mastikasi
1. Definisi proses mastikasi
Mastikasi didefinisikan sebagai aksi mengunyah makanan. Mastikasi
merupakan tahap awal dari pencernaan. Makanan dihancurkan menjadi
partikel yang lebih kecil (bolus) untuk mempermudah proses penelanan.
Mastikasi terdiri dari ritme membuka dan menutup rahang yang terkontrol
dengan baik dan melibatkan proses biofisika dan biokimia untuk
mempersiapkan penelanan (Okeson, 2013).
2. Hubungan tumbuh kembang gigi dengan proses mastikasi
Perkembangan gigi manusia merupakan proses biologis yang kompleks
dan rentan terhadap pengaruh lingkungan sehingga mengakibatkan terjadi
penyimpangan dari perkembangan normal yang disebut maloklusi. Maloklusi
adalah penyimpangan yang terstimulasi oleh lingkungan selama proses
tumbuh kembang. Sedangkan Mastikasi merupakan proses penghancuran
makanan secara mekanik yang bertujuan membentuk bolus yang kecil
sehingga dapat mempermudah proses penelanan.
Komponen mastikasi terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula,
sistem saraf dan otot kunyah (otot masseter, otot temporalis, otot pterygoideus
lateralis, otot pterygoideus medialis, serta otot tambahan), dengan tahap-tahap
yang terjadi yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula, dan
tahap berkontaknya gigi antagonis dengan gigi lain atau kontak gigi dengan
makanan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan fungsi mastikasi antara lain
adalah kehilangan dan restorasi gigi posterior, status oklusi, aktivitas sensorik,
aliran saliva, dan fungsi motorik oral. Permukaan oklusal menjadi faktor yang
penting saat terjadinya proses mengunyah, karena jumlah gigi mempengaruhi
pemecahan/pelumatan makanan.
Lalu apa hubungan dari tumbuh kembang gigi dengan proses
mastikasi dan sebaliknya? Penelitian menyebutkan bahwa mastikasi sangat
mempengaruhi pertumbuhan mandibula, sedangkan Enomoto dkk
menunjukkan penurunan fungsi mastikasi dapat mempengaruhi ekspresi gen
pada kartilage kondilusmandibula. Ukuran mandibula yang berkurang
menyebabkan berkurangnya volume tulang untuk posisi gigi sehingga terjadi
malposisi gigi.
Selain itu, mastikasi mempunyai fungsi penting untuk mengatur
aktivitas pertumbuhan tulang alveloar dengan cara penghambatan
pertumbuhan tulang alveolar. Teori tersebut berdasarkan perubahan ukuran
mandibula pada masa tumbuh kembang akan mengakibatkan perubahan posisi
dan lokasi gigi molar. Perubahan posisi tersebut diperlukan untuk
mempertahankan organ mastikasi sehingga dapat berfungsi walaupun terjadi
perubahan ukuran rahang, hal tersebut merupakan proses adaptasi yang harus
berjalan harmonis.
Dan sebaliknya selain mastikasi juga dapat mempengaruhi tumbuh
kembang dari gigi ,proses mastikasi juga bisa terpengaruhi oleh perkembangan
gigi seperti faktor faktor yang telah disebut diatas pengaruh ini lebih
khususnya terjadi pada proses pertumbuhan gigi yang mengalami kelainan
baik secara jumlah, ukura, bentuk dan lain-lain sehingga dapat mengurangi
fungsi dari gigi tersebut dan berakibat juda pada proses mastikasi yang terjadi,
seperti yang terjadi pada kelainan pertumbuhan pada jumlah gigi seperti
anondontia dimana terjadi kelainan kognital yang menyebabkan tidak adanya
gigi secar keseluruhan di rongga mulut. Hal ini tentu saja membawa dampak
besar pada proses mastikasi akibatanya kemampuan mastikasi seseorang yang
menderita anondontia akan berbeda dari orang yang tidak menderita
anondontia.
3. Mekanisme proses mastikasi

Sistem pengunyahan (mastikasi) merupakan tindakan untuk memecah


makanan menjadi partikel yang siap untuk ditelan. Pemecahan makanan ini
melibatkan struktur jaringan yang kompleks dari sistem neuromuskular dan
sistem pencernaan. Pada kondisi normal, terjadi hubungan dan integritas dari
semua komponen sistem pengunyahan seperti gigi geligi, otot-otot, TMJ,
bibir, pipi, palatum, lidah, dan sekresi saliva. Gerakan rahang yang normal
pada aktivitas pengunyahan tidak hanya ke atas dan ke bawah, tetapi juga ke
samping. Pergerakan rahang ini juga didukung oleh aktifitas otot-otot leher
dan punggung, serta berhubungan pula dengan aktivitas otot-otot di sekitar
sendi.
A. Aktifitas Otot
Pergerakan dalam proses pengunyahan terjadi karena gerakan
kompleks dari beberapa otot pengunyahan. Otot-otot utama yang terlibat
langsung dalam pengunyahan adalah muskulus masseter, muskulus
temporalis, muskulus pterygoideus lateralis, dan muskulus pterygoideus
medialis. Selain itu juga ada otot-otot tambahan yang juga mendukung proses
pengunyahan yaitu muskulus mylohyoideus, muskulus digastrikus, muskulus
geniohyoideus, muskulus stylohioideus, muskulus infrahyoideus, muskulus
buksinator dan labium oris. Pada kaput superior, m. pterigoideus lateralis
berinsersi ke dalam simpai sendi dan diskusnya serta menghasilkan tenaga
untuk menggerakkan diskus pada tuberkulum artikularis ke arah anterior, yaitu
ketika m. pterigodeus lateralis pada kaput inferior menarik mandibula ke
anterior sewaktu bergerak protusi.
Di sebelah luar kapsul sendi (ekstrakapsular) terdapat tiga buah
ligamen yaitu ligamentum temporomandibula lateral, ligamentum
stilomandibula, dan ligamentum sfenomandibula. Ligamen ini berperan kecil
dalam stabilitas dan penyangga sendi. Unsur penunjang utamanya adalah otot
mastikasi yang menjaga kondilus mandibula berhubungan langsung dengan
permukaan sendi pada tulang temporal. Muskulus maseter dan m. pterigoideus
medialis membentuk ”gendongan” yang menjaga sudut mandibula dan m.
temporalis menyangga sisi anterior ramus mandibula. Ketiga otot ini
semuanya bekerja untuk mengangkat mandibula dan menguatkan kondil ke
dalam fossa temporalis.
Gerakan mandibula selama proses pengunyahan dimulai dari gerakan
membuka mandibula yang dilakukan oleh kontraksi muskulus pterygoideus
lateralis. Pada saat bersamaan muskulus temporalis, muskulus masseter dan
muskulus pterygoideus medialis tidak mengalami aktifitas atau mengalami
relaksasi. Makanan akan masuk kerongga mulut dan disertai dengan proses
menutupnya mandibula. Gerakan menutup mandibula disebabkan oleh
kontraksi muskulus temporalis, muskulus masseter dan muskulus pterygoideus
medialis, sedangkan muskulus pterygoideus lateralis mengalami relaksasi.
Pada saat mandibula menutup perlahan, muskulus temporalis dan muskulus
masseter juga berkontraksi membantu gigi geligi agar berkontak pada oklusi
yang normal. Muskulus digastrikus juga mengalami potensial aksi dan
berkontraksi pada saat mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi
oklusi. Muskulus digastrikus berperan dalam mempertahankan kontak gigi
geligi.
Organ lain yang juga termasuk dalam fungsional otot pengunyahan
adalah lidah. Lidah berperan penting selama proses pengunyahan dalam
mengontrol pergerakan makanan dan membentuk bolus (bentuk makanan yang
didapatkan dari pengunyahan). Lidah membawa dan mempertahankan
makanan diantara permukaan oklusal gigi geligi, membuang benda asing,
bagian makanan yang tidak enak rasanya dan membawa bolus ke palatum
sebelum akhirnya ditelan. Selain itu lidah juga berfungsi dalam
mempertahankan kebersihan mulut dengan menghilangkan debris makanan
pada gingival, vestibulum dan dasar mulut.
B. Sendi Temporomandibula (Temporomandibular Joint/ TMJ)
TMJ merupakan salah satu sendi yang paling kompleks pada tubuh dan
merupakan tempat dimana mandibula berartikulasi dengan kranium. Artikulasi
tersebut memungkinkan terjadinya pergerakan sendi, yang disebut sendi
ginglimoid dan pada saat bersamaan terjadi juga pergerakan lancar yang
diklasifikasikan sebagai sendi arthrodial. TMJ terletak di bawah telinga,
merupakan sendi yang menyatukan rahang bawah (mandibula) dengan rahang
atas (tulang temporal). TMJ terbentuk dari kondilus mandibular yang terletak
pada fosa mandibula tulang temporal. Kedua tulang dipisahkan dari artikulasi
langsung oleh lempeng sendi. TMJ diklasifikasikan sebagai sendi kompound.
Ada dua gerakan utama pada sendi TMJ, yaitu :
a. Gerak rotasi
Rotasi adalah gerakan berputar pada sumbunya yang terjadi antara
permukaan superior kondilus dengan permukaan inferior diskus
artikularis. Berdasarkan porosnya dibagi atas : ( 1) horisontal, (2)
frontal/ vertikal, dan (3) sagital.
b. Gerak meluncur atau translasi
Translasi adalah suatu gerakan di mana setiap titik dari obyek
bergerak secara serempak dengan kecepatan dan arah yang sama. Di
dalam sistim pengunyahan, translasi terjadi ketika rahang (bawah)
bergerak maju, lebih menonjol sehingga gigi, kondilus dan ramus
semua pindah ke arah dan derajat inklinasi yang sama.
C. Kontak Gigi Geligi
Kontak gigi merupakan oklusi dari gigi geligi yang disebabkan oleh
kontrol neuromuscular terhadap sistem pengunyahan. Oklusi gigi dibentuk
dari susunan gigi geligi dalam rahang atas dan bawah. Secara fungsional,
oklusi gigi seseorang yang normal tergantung dari fungsi dan dampaknya
terhadap jaringan periodonsium, otot, dan TMJ.
Susunan gigi yang lengkap pada oklusi sangat penting karena akan
menghasilkan proses pencernaan makanan yang baik. Pemecahan makanan
pada proses pengunyahan sebelum penelanan akan membantu pemeliharaan
kesehatan gigi yang baik.
Cusp (tonjol) gigi pada lengkung maksila dan mandibula yang terletak
pada posisi normal dengan gigi antagonisnya akan menghasilkan kontak yang
maksimal antara cusp dan fossa. Oklusi gigi dapat bervariasi dari satu individu
dengan individu lainnya. Oklusi ideal merupakan oklusi dimana terdapat
hubungan yang tepat dari gigi pada bidang sagital. Selama proses
pengunyahan gigi geligi cenderung berada pada posisi istirahat, dimana pada
posisi ini semua otot yang mengontrol posisi mandibula berada dalam keadaan
istirahat. Pada posisi ini terdapat celah antara gigi atas dan bawah yang disebut
free way space. Pada kondisi ini gigi akan memberikan efek mekanis yang
maksimal terhadap makanan.
Pada saat makanan yang berkonsistensi keras digigit, posisi gigi insisiv
adalah edge to edge (insisal insisiv rahang atas kontak dengan insisal insisiv
rahang bawah). Selanjutnya mandibula bergerak ke depan sampai makanan
berkontak dengan gigi, sebagai tanda dimulainya proses pemotongan
makanan, setelah itu mandibula akan mengalami retrusi. Retrusi mandibula
berhenti ketika terdapat resistensi terhadap makanan. Pada saat gigi geligi
rahang bawah menekan makanan, tegangan otot akan meningkat dan
pergerakan gigi akan berubah dalam bentuk gerakan beraturan yang terus
menerus. Makanan yang telah dipotong oleh gigi insisiv kemudian
dihancurkan dan digiling oleh gigi posterior kemudian dihancurkan dan
dibawa ke daerah palatum dibagian posterior.
D. Regulasi Pengunyahan
Pergerakan rahang merupakan pergerakan yang unik dan kompleks.
Pergerakan mandibula dicetuskan oleh beberapa reseptor sensori yang
disampaikan ke sistem saraf pusat melalui serabut saraf afferen. Aktifitas
sistem syaraf ini akan menyebabkan kontraksi dan relaksasi dari otot-otot
pengunyahan. Koordinasi dan ritmisitas dari pengunyahan berkaitan dengan
aktivasi dua refleks batang otak yaitu gerakan menutup dan membuka
mandibula. Refleks pembukaan rahang diaktifkan oleh stimulasi mekanis yaitu
tekanan pada ligamen periodontal dan mekanoreseptor mukosa yang
menyebabkan eksitasi. Eksitasi pada otot pembuka rahang akan menghambat
kontraksi dari otot–otot penutup rahang.
Persyarafan yang mengatur pergerakan rahang adalah N. Trigeminus
(V), merupakan N. Cranialis terbesar dan hubungan perifernya mirip dengan
N. Spinalis, yaitu keluar berupa radiks motorial dan sensorial yang terpisah
dan radix sensorial mempunyai ganglion yang besar. Serabut sensoriknya
berhubungan dengan ujung saraf yang berfungsi sebagai sensasi umum pada
wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus paranasal, sebagian
telinga luar dan membrane tymphani, membran mukosa cavum oris termasuk
bagian anterior lingua, gigi geligi dan struktur pendukungnya serta dura meter
dari fosa cranii anterior. Saraf ini juga mengandung serabut sensorik yang
berasal dari ujung propioseptik pada otot rahang dan kapsula serta bagian
posterior discus articulation temporomandibularis. Radiks motoria
mempersarafi otot pengunyahan, otot palatum molle ( M. tensor veli palatine ),
otot telinga tengah.
REFERENSI

Amrullah, S. S. A., & Handayani, H. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi


keterlambatan erupsi gigi permanen pada anak. MDJ (Makassar Dental Journal), 3(1).
Avery, J. K., et.al., 2001, Oral Development and Histology, Thieme, pp. 123, 125, 127, 138
Baker, R. C., 2001, Pediatric Primary Care : III- Child Care, Lippincott Williams &
Wilkins, pp. 59-60
Indri kurniasih. Permasalahan-permasalahan yang Menyertai Erupsi Gigi. Mutiara Medika
Vol. 8 No. 1:52-59, Januari 2008
Kusumadewi, Sari. 2017. Taksonomi dan Nomenklatur Gigi.Pendidikan Dokter Gigi
Universitas Udayana. Denpasar, Bali. hlm: 2-3
Kuswandari, Sri. Maturasi dan erupsi gigi permanen pada anak periode gigi Pergantian.
Dental Journal. Volume 47, Number 2, June 2014. Hal 72-76
Lin Chee Hang, Johnathan. 2010. Pola Erupsi Gigi pada Anak Etnis Tionghoa Sekolah
Dasar Perguruan Buddhis Bodhicitta. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Ningsih DS. Pengaruh Mastikasi Terhadap Kecepatan Aliran Saliva [Thesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2004. halaman 1-2, 12-22
Nelson, Stanley J, Jr, Major M. Ash. Wheeler’s Dental anatomy, Physiology, and Occlusion.
9th ed, Missouri: Elsevier.2010:23-31.
Noorharsanti, A. T., & Mexitalia, M. (2014). Hubungan Jumlah Gigi Susu Dengan Pola
Makan Anak Usia 9-24 Bulan. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 3(1), 109896.
Okeson, J. P. (2013). Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion (7th
ed.). Missouri: Elsevier Mosby.
Primasari, Ameta. 2018. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan: USU
Press.
Rose JC, Roblee RD. Origins of dental crowding and malocclusions : An anthropological
perspective. Compendium2009;30(5): 292-300.
Sculy, C., et. al., 2002, A Color Atlas of Orofacial Health and Disease in Children and
Adolescent : Diagnosis and Management, Taylor & Francis, pp. 173, 193
Suhartini. 2011. Fisiologi Pengunyahan Pada Sistem Stomatognati. Jurnal Kedokteran Gigi
Unej, 8(3): 122-126.
Suhartini. 2011. Kelainan Pada Temporo Mandibular Joint (Tmj). Jurnal Kedokteran Gigi
Unej, 8(2): 78-85.
The World's Women 2010 Trends and Statistics. New York: United Nations; 2010 [cited
2012 September.
Vareela J.Masticatory function and malocclusion: a clinical perspective. Seminars in
Orthodontics2006;12(2): 102-09.
Variani, Ratih. Perbandingan Waktu Erupsi Gigi Susu Incisivus Pertama Pada Bayi Usia
Yang Diberi Susu Asi Dan Yang Diberi Susu Fomula. Jurnal Info Kesehatan. Vol 16,
No.1. Juni 2018. Hal 21-31
Wise, G. E,, et al., 2002, Cellular, Molecular, and Genetic Determinats of Tooth Eruption
13(4):323-335 Crit Rev Oral Biol Med http:// crobm.iadrjournals.org/misc/
Woelfel Anatomi Gigi edisi 8. Rickne C. Scheid dan Gabriela Weiss. 2011. Penerbit egc

Anda mungkin juga menyukai