Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


DI RUANG CEMPAKA
RSUD BANGLI

OLEH:

ANAK AGUNG DITA SARASWATI DEWI


NIM :P07120017 006

TINGKAT 2.1
DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
DI RUANG CEMPAKA
RSUD BANGLI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
PPOK merupakan kondisi irreversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru yang bersifat
progresif. Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) merupakan sejumlah
gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru
(Muttaqin, 2008).
PPOK atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan
suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. PPOK atau PPOM
adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
PPOK atau COPD merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma
bronchiale.
2. Epidemiologi
PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOK
juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang
diturunkan. Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu
yang tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi
kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan
seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK. Penyakit PPOK

2
merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit
ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa.
3. Penyebab/faktor Prediposisi
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan
obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan
lamanya merokok. Studi di China menghasilkan risiko relative merokok
2,47 (95% CI : 1,91-2,94). Perokok pasif juga menyumbang terhadap
symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-
paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat
hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi
pertumbuhan paru-paru-nya.
b. Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak
menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah,
tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan
indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari
memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap
dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan
hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa
polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang
setiap tahunya.
c. Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling
kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap
pem-bakaran/ pabrik/ tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif
kendara-an sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini

3
telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana
sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak
tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari
bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan
penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak
merokok
d. Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan
bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan
lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu,
pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya
diperkirakan men-capai 19%.
e. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien
PPOK.
f. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas
akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran
pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an
sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya
PPOK.
g. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap
wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-
2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang
aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02).

4
4. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:

a. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan
terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan.
Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas
secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
5. Patofisiologi
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar
yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia
menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk
dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya

5
bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta
tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan
penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien
kemudian menjadi rentan terkena infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen
akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut
menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual
terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang
diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan
ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi
dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran
darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi
menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus
kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi
perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan
perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas
yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten
jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran
oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar
karbondioksida meningkat. Metabolisme  menjadi terhambat karena
kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme
anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan

6
defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat
menyebabkan anoreksia.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah
permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini
adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan
hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan
resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary
yang meningkatkan tekanan vascular ventrikel kanan atau dekompensasi
ventrikel kanan.
6. Gejala Klinis
a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
c. Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut
d. Kelemahan badan
e. Batuk
f. Sesak napas
g. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
h. Mengi atau wheezezing
i. Ekspirasi yang memanjang
j. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
k. Penggunaan otot bantu pernapasan
l. Suara napas melemah
m. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
n.  Edema kaki, asites dan jari tabuh.

7
7. Pohon Masalah
Asthma, bronchitis kronis, emfisema

PPOK Rokok, polusi


Obstruksi

Perubahan anatomis inflamasi


Ventilasi terganggu parenkim paru
Sputum meningkat
Dispnea/sesak Pembesaran alveoli
batuk
Hiperatropi kelenjar
Ketidakefektifan mukosa Ketidakefektifan
pola nafas
Bersihan Jalan
Nafas
Penyempitan saluran
udara secara periodik
Infeksi

Ekspansi paru
menurun Leukosit
Suplay O2 tidak adekuat meningkat
keseluruhan tubuh
Kompensasi tubuh untuk Imun
memenuhi kebutuhan menurun
hipoksia oksigen dengan
meningkatkan frekuensi
pernafasan
Kuman pathogen
sesak & endogen
Kontraksi otot difagosit makrofag
Gangguan pernafasan
Pertukaran Gas anoreksia
Cepat lelah,
kelemahan Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang
Gangguan Pola Dari Kebutuhan
Tidur Intoleransi
Tubuh
Aktivitas

8
8. Pemeriksaan Fisik
Kondisi fisik yang bisa dijumpai pada pasien dengan PPOK, bisa meliputi
dyspnea, warna kulit pucat, pernafasan mulut yang dangkal dan cepat, dan
bernafas menggunakan otot assesori atau tambahan. PPOK menyebabkan
peningkatan diameter anterior-posterior dada sehingga dada tampak
mengembung seperti tong. Karena mengalami kesulitan dalam menghirup
udara, maka pasien memiliki fase ekspirasi yang diperpanjang (lebih dari
empat detik). Tes fungsi paru digunakan untuk mendiagnosa PPOK.
Ciri-ciri khusus pasien yang menderita PPOK adalah mengalami
penurunan aliran udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak
digunakan untuk mendiagnosa PPOK tahap awal karena studi radiografik
biasanya normal dalam tahap yang masih awal. Bersamaan dengan makin
memburuknya kondisi pasien, maka dengan bantuan sinar X, akan tampak
diafragma yang makin mendatar dan gambaran lusens semakin meningkat.
Pada PPOK yang ringan, mungkin tidak ditemukan kelainan selama
pemeriksaan fisik, kecuali terdengarnya beberapa mengi pada pemeriksaan
dengan menggunakan stetoskop. Suara pernafasan pada stetoskop juga
terdengar lebih keras. Biasanya foto dada juga normal. Untuk menunjukkan
adanya sumbatan aliran udara dan untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
pengukuran volume penghembusan nafas dalam 1 detik dengan menggunakan
spirometri.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada dapat menyebabkan hiperinflation, flattenet diafragma,
peningkatan ruang udara retrostenal, penurunan tanda vaskular /bulla
(enfisema), peningkatan batuk bronkovaskuler(bronchitis), normal
ditemukan saat periode remisi(asthma).
b. Tes fungsi paru dilakukan untuk menentukan penyebab dari dipsnea ,
menentukan abnormalitas dari fungsi tersebut apabila akibat obstruksi
atau retriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk menegvaluasi
efek dari terapi, misal : bronchodilator

9
c. TLC eningkat pada bronchitis berat, biasanya pada asma, menurun pada
emfisema.
d. ABGs menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun
dan PaCO2 normal atau meningkat ( bronchitis kronis dan enfisema )
tetapi seringkali menurun pada asthma, PH normal atau asidosis, alkalosis
respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau
asthma ).
e. Darah Komplit Peningkatan hemoglobin ( emfisema berat ), peningkatan
eosinofil.
f. Kimia Darah alpha I-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang
pada emfisema primer.
g. Sputum Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau
alergi.
h. EKG Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (ashtma berat), atrial
disritmia (bronchitis, gel. P pada lead II,III, AVF panjang, tinggi
(bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).
10. Therapy/Penatalaksanaan
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
c. Rehabilitasi pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis
adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

10
11. Komplikasi
a. Hipoksemia klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa pada tahap lanjut timbul cianosis.
b. Asidosis respiratorik anda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatigue,
letargi, takipnea.
c. Infeksi respiratorik infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan
produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronkial dan edema
mukosa, terbatasnya aliran udara akan menigkatkan kerja nafas dan timbul
dispnea.
d. Gagal jantung komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah
ini.
e. Cardia distretmia timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain,
efek obat/ asidosis respiratori.

11
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PPOK
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ tanda - tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring
3) Adanya sekret
4) Adanya / tidaknya sumbatan jalan nafas
5) Distress pernafasan
b. Breathing
1) Pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
3) Lakukan pemeriksaan arterial gas darah untuk mengkaji ph, paco2
and pao2
4) Kontrol terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>92%
5) Lakukan pemeriksaan untuk mencari tanda: Sianosis, Clubbing,
Pursed lip breathing, Kesimetrisan pergerakan, Retraksi interkosta,
Deviasi trachea
6) Dengarkan adanya wheezing, crackles, penurunan aliran udara,
silent chest
7) Lakukan pemeriksaan torak untuk melihat pneumothorak,
konsolidasi, tanda gagal jantung
8) Jika ada bukti infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri pathogen
diantaranya: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,
Moraxella catarrhalis
c. Circulation
1) Denyut nadi yaitu : iramanya, kuat lemahnya, jumlah (tachicardi,
bradichardi), dapat juga tidak terabanya nadi, terutama apabila tidak
teraba nadi carotis atau nadi femoralis merupakan tanda jantung

12
telah berhenti untuk orang dewasa, sedangkan untuk bayi atau anak
apabila tidak teraba pada nadi brachialis.
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Pengisian kapiler
5) Tanda-tanda perdarahan internal dan eksternal
d. Disability
Pemeriksaan neurologis : GCS menurun bahkan terjadi
koma, kelemahan dan
keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai
1) A (Allert) :sadar penuh, respon bagus
2) V (Voice Respon) :kesadaran menurun, berespon terhadap
suara
3) P (Pain Respons)  :kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, berespon terhadap rangsangan nyeri
4) U (Unresponsive) :kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, tidak bersespon terhadap nyeri
e. Exposure, kaji tanda – tanda trauma yang ada.

Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer, meliputi :
a) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b) Pemeriksaan fisik: Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan
kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena
sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK
derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan
cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks. Secara umum
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1) Inspeksi
a) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)

13
b) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang
meniup)
c) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu
nafas
d) Pelebaran sela iga
2) Perkusi
a) Hipersonor
3) Auskultasi
a) Fremitus melemah
b) Suara nafas vesikuler melemah atau normal
c) Ekspirasi memanjang
d) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas,
hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan
nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia
dinding jalan nafas, proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan,
hambatan upaya nafas, deformitas dinding dada, gangguan neuromuscular,
gangguan neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang
menghambat eksansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma, cedera pada medulla spinalis, efek agen farmakologis,
kecemasan.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
faktor psikologis (keengganan untuk makan)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.

14
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur (sering
terbangun saat tidur akibat sesak nafas.

15
3. INTRVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan … SIKI Label :
Batasan Karakteristik: x 24 jam diharapkan masalah gangguan 1. Manajemen asam basa
 Dispnea pertukaran gas dapat teratasi dengan Observasi
 PCO2 meningkat/menurun kriteria hasil : □ Identifikasi penyebab ketidakseimbangan asam-basa

 PO2 menurun NOC Label : □ Monitor frekuensi kedalaman nafas.

 Takikardia Status pernafasan: Pertukaran Gas □ Monitor ststus neurologis


Kriteria Hasil □ Monitor irama dan frekuensi jantung
 pH arteri meningkat/menurun
□ Tekanan parsial oksigen di darah arteri □ Monitor perubahan PH, PaCO2, dan HCO3.
 Bunyi napas tambahan
(PaO2) Terapeotik
 Pusing
□ Tekanan parsial CO2 di darah arteri □ Ambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan
 Pengelihatan kabur
(PaCO2) AGD
 Sianosis
□ PH arteri □ Berikan oksigen sesuai indikasi
 Diaforesis
□ Saturasi oksigen Edukasi
 Gelisah
□ Tidal karbondioksida akhir □ Jelaskan pennyebab dan mekanisme terjadinya
 Napas cuping hidung □ Hasil rontgen dada gangguan asam basa
 Pola napas abnormal □ Keseimbangan ventilasi dan perfusi
(cepat/lambat, □ Dyspnea saat istirahat

16
regular/iregular, □ Dyspnea saat aktivitas ringan Kolaborasi
dalam/dangkal) □ Perasaan kurang istirahat □ Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik jika perlu
 Warna kulit abnormal (mis. □ Sianosis
pucat, kebiruan) □ Mengantuk
 Kesadaran menurun □ Gangguan kesadaran

Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan … NIC Label :
Batasan karakteristik: x 24 jam diharapkan masalah 1. Pengisapan jalan napas
 Batuk tidak efektif ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat Observasi
 Tidak mampu batuk teratasi dengan □ Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan

 Sputum berlebih kriteria hasil: □ Auskultasi suara napas sebelum dan setelah

 Mengi, wheezing dan/atau NOC Label : dilakukan penghisapan

ronkhi kering Kriteria Hasil : □ Monitor status oksigenasi, status neurologis, dan

 Mekonium di jalan napas □ Frekuensi napas normal status hemodiinamik sebelum, selama, dan setelah
□ Irama napas normal tindakan
 Dispnea
□ Kedalaman inspirasi □ Monitor dan catat warna, jumlah, dan konsentrasi
 Sulit bicara
□ Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
 Ortopnea
secret
 Gelisah
□ Ansietas
Terapeutik
 Sianosis

17
 Bunyi napas menurun □ Ketakutan □ Gunakan teknik aseptik
 Frekuensi napas berubah □ Tersedak □ Gunakan prosedural steril dan disposibel

 Pola napas berubah □ Suara napas tambahan □ Gunakan teknik penghisapan tertutup sesuai aplikasi

Faktor yang berhubungan: □ Tidak ada pernapasan cuping hidung □ Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak

Lingkungan □ Tidak ada penggunaan otot bantu napas lebih dari setengah diameter ETT Lakukan

□ Perokok □ Pasien tidak mendesah saat bernapas penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau

□ Perokok pasif □ Dispnea saat istirahat endotracheal tube (ETT)

□ Terpajan asap □ Dispnea dengan aktivitas ringan □ Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%)

Obstruksi jalan napas □ Batuk paling sedikit 30 detik sebelum dan setelah tidakan

□ Adanya jalan napas buatan □ Akumulasi sputum □ Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik

□ Benda asing dalam jalan napas □ Respirasi agonal □ Lakukan penghisapan ETT dengn tekanan rendah

□ Eksudat dalam alveoli (80-120 mmHg)

□ Hyperplasia pada dinding □ Lakukan penghisapan hanya di sepanjang ETT untuk

bronkus meminimalkan invasif

□ Mukus berlebihan □ Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen

□ Penyakit paru obstruksi kronis jika mengalami kondisi-kondisi seperti brakikardi

□ Sekresi yang tertahan penurunan saturasi

□ Spasme jalan napas □ Lakukan kultur san uji sensitifitas sekret jika perlu

Fisiologis Edukasi

18
□ Asma □ Ajnjurkan memalukan teknik napas dalam, sebelum
□ Disfungsi neuromuskular melakukan penghisapan dan nasothacheal
□ Infeksi □ Anjurkan bernapas dalam dan pelan selama insersi
□ Jalan napas alergi kateter suction
2. Terapi oksigen
Observasi
□ Monitor kecepatan aliran oksigen
□ Monitor posisi alat terapi oksigen
□ Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
□ Monitor efektifitas terapi oksigen
□ Monitor kemempuan melepas oksigen saat makan
□ Monitor tanda-tanda hipoventilasi
□ Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelektasis
□ Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
□ Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutk

19
□ Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea jika
perlu
□ Pertahanan kepatenan jalan napas
□ Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
□ Berikan oksigen tambahan jika perlu
□ Tetap berikan oksigen saat pasien ditranspormasi
□ Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
□ Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
□ Kolaborasikan penentuan dosis oksigen
□ Kolaborasikan penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan … SIKI Label :
Batasan Karakteristik: x 24 jam diharapkan masalah pola napas 1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
 Dispnea dapat teratasi dengan kriteria hasil Observasi

20
 Penggunaan otot bantu NOC Label : □ Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
pernapasan Status pernafasan : ventilasi □ Auskultasi suara napas sebelum dan setelah
 Fase ekspirasi memanjang Kriteria Hasil dilakukan penghisapan
 Pola napas abnormal (mis. □ Frekuensi pernafasan □ Monitor status oksigenasi, status neurologis, dan
takipnea, bradipnea, □ Irama pernafasan status hemodiinamik sebelum, selama, dan setelah
hiperventilasi, kussmaul, □ Kedalaman inspirasi tindakan
cheyne-stokes) □ Suara perkusi nafas □ Monitor dan catat warna, jumlah, dan konsentrasi

 Ortopnea □ Kapasitas vital sekret

 Pernapasan pursed-lip □ Hasil rontgen dada Terapeutik


□ Volume tidal □ Gunakan teknik aseptik
 Pernapasan cuping hidung
□ Pengenbangan dinding dada tidak □ Gunakan prosedural steril dan disposibel
 Diameter thoraks anterior-
simetris □ Gunakan teknik penghisapan tertutup sesuai aplikasi
posterior meningkat
□ Gangguan suara saat auskultasi □ Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak
 Ventilasi semenit menurun
□ Gangguan ekspirasi lebih dari setengah diameter ETT Lakukan
 Kapasitas vital menurun
penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau
 Tekanan ekspirasi menurun
endotracheal tube (ETT)
 Tekanan inspirasi menurun
□ Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%)
 Ekskursi dada berubah
paling sedikit 30 detik sebelum dan setelah tidakan
□ Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik

21
□ Lakukan penghisapan ETT dengn tekanan rendah
(80-120 mmHg)
□ Lakukan penghisapan hanya di sepanjang ETT untuk
meminimalkan invasif
□ Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen
jika mengalami kondisi-kondisi seperti brakikardi
penurunan saturasi
□ Lakukan kultur san uji sensitifitas sekret jika perlu
Edukasi
□ Ajnjurkan memalukan teknik napas dalam, sebelum
melakukan penghisapan dan nasothacheal
□ Anjurkan bernapas dalam dan pelan selama insersi
kateter suction
2. Dukungan ventilasi
Observasi
□ Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
□ Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernapasan
□ Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis.

22
Frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi
oksigen)
Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan jalan napas
□ Berikan posisi semi fowler atau fowler
□ Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
□ Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. nasal
kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing)
□ Gunakan bag-valve mask, jika perlu
Edukasi
 Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
 Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkhodilator, jika perlu

Defisit nutrisi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC Label :

23
Batasan Karakteristik: selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan Manajemen Nutrisi
 Berat badan menurun nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria Observasi
minimal 10% dibawah hasil yaitu sebagai berikut: □ Identifikasi status nutrisi
rentang ideal NOC Label : □ Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Cepat kenyang setelah Status Asupan Nutrisi : □ Identifikasi makanan yang disukai
makan  Asupan kalori adekuat □ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Kram/nyeri abdomen  Asupan protein adekuat □ Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

 Nafsu makan menurun  Asupan lemak adekuat □ Monitor asupan makanan

 Bising usus hiperaktif  Asupan karbohidrat adekuat □ Monitor berat badan


□ Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Otot pengunyah lemah  Asupan serat adekuat
Terapeutik
 Membran mukosa pucat  Asupan vitamin adekuat
□ Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Sariawan  Asupan mineral adekuat
□ Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida
 Serum albumin turun  Asupan zat besi adekuat
makanan)
 Rambut rontok berlebihan  Asupan kalsium adekuat
□ Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
 Diare  Asupan natrium adekuat
sesuai
Faktor yang berhubungan:
□ Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
 Faktor biologis konstipasi
 Faktor ekonomi □ Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

24
 Gangguan psikososial □ Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Ketidakmampuan makan □ Hentikan pemberian makan melalui selang

 Ketidakmampuan mencerna nasogatrik jika asuoan oral dapat ditoleransi

makanan Edukasi

 Ketidakmampuan □ Anjurkan posisi duduk, jika mampu

mengabsorpsi nutrient □ Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kurang asupan makanan Kolaborasi


□ Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
□ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu
Manajemen Saluran Cerna:
 Catat tanggal buang air besar terakhir.
 Monitor buang air besar termasuk konsistensi,
bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat.
 Monitor bising usus.
 Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat,
dengan cara yang tepat.

25
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC Label :
Batasan Karakteristik : selama … x 24 jam, diharapkan intoleransi Terapi Aktivitas
 Dispnea setelah beraktivitas aktivita teratasi dengan kriteria hasil yaitu Observasi
 Keletihan sebagai berikut: □ Identifikasi defisit tingkat aktivitas

 Ketidaknyamanan setelah NOC Label : □ Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam

beraktivitas Toleransi Terhadap Aktivitas aktivitas tertentu

 Perubahan elektrokardiogram Kriteria Hasil : □ Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang

(EKG) □ Saturasi oksigen ketika beraktivitas. diinginkan

 Respons frekuensi jantung □ Frekuensi nadi ketika beraktivitas. □ Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam

abnormal terhadap aktivitas □ Frekuensi pernapasan ketika aktivitas


beraktivitas. □ Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan
 Respons tekanan darah abnormal
□ Kemudahan bernapas ketika waktu luang
terhadap aktivitas
beraktivitas. □ Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
Faktor Berhubungan :
□ Tekanan darah sistolik ketika spiritual terhadap aktivitas
 Gaya hidup kurang gerak
beraktivitas. Terapeutik
 Imobilitas
□ Tekanan darah diastolik ketika □ Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang
 Ketidakseimbangan antara suplai
beraktivitas. dialami
dan kebutuhan oksigeen
□ Warna kulit. □ Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi
 Tirah baring

26
□ Kecepatan berjalan. dan rentang aktivitas
□ Jarak berjalan. □ Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
□ Kekuatan tubuh bagian atas. aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik,
□ Kekuatan tubuh bagian bawah. psikologis, dan sosial
□ Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
□ Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
□ Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas,
jika sesuai
□ Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang
dipilih
□ Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan oerawatan diri), sesuai kebutuhan
□ Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
□ Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
□ Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai

27
□ Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
□ Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implisit dan emosional (mis. kegiatan keagamaan
khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai
□ Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
□ Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan
□ Libatkan keluarga dalan aktivitas, jika perlu
□ Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan
diri
□ Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
□ Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
□ Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
□ Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
□ Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

28
□ Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual,
dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
□ Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
□ Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
□ Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas,
jika sesuai
□ Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas,
jika perlu

Terapi Latihan Penguatan Sendi


Observasi
□ Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi
□ Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau rasa
sakit selama gerakan/aktivitas
Terapeutik

29
□ Lakukan pengendalian nyeri sebelum memulai
latihan
□ Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi
pasif atau aktif
□ Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang gerak
aktif maupun pasif
□ Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-batas rasa
sakit, ketahanan, dan mobilitas sendi
□ Berikan penguatan positif untuk melakukan latihan
bersama
Edukasi
□ Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
□ Anjurkan duduk di tempat tidur, di sisi tempat tidur
(menjuntai), atau di kursi, sesuai toleransi
□ Ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif secara sistematis
□ Anjurkan memvisualisasikan gerak tubuh sebelum
memulai gerakan

30
□ Anjurkan ambulansi, sesuai toleransi
Kolaborasi
□ Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan program latihan

Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC Label :


selama … x 24 jam, diharapkan gangguan Sleep Enchancement
pola tidur teratasi dengan kriteria hasil : □ Batasi aktivitas sebelum tidur
NOC Label : □ Kaji pola tidur klien
Sleep Enchancement □ Identifikasi kemungkinan efek obat terhadap pola tidur
Kriteria Hasil : □ Minitor pola tidur dan jam tidur klien
□ Jam tidur kembali normal seperti biasa □ Diskusikan pada klien kemungkinan faktor lain yang
□ Klien mengatakan kualitas tidur baik menyebabkan gangguan pola tidur
□ Bangun tidur klien merasa segar □ Monitor waktu pemberian obat dan tindakan diluar jam
□ TTV dalam batas normal tidur
□ Monitor kenyamanan lingkungan, cahaya, dll sebelum
tidur
□ Ajarkan klien tehnik relaksasi
□ Kolaborasi pemberian obat

31
□ Observasi tanda-tanda vital

32
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Disesuaikan dengan intervensi

5. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Diagnosa 1 : tidak terjadi gangguan pertukaran gas
b. Diagnosa 2 : jalan nafas kembali efektif
c. Diagnosa 3 : kebersihan jalan nafas paten
d. Diagnosa 4 : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
e. Diagnosa 5 : ADL klien terpenuhi
f. Diagnosa 6 : istirahat tidur klien terpenuhi
g. Diagnosa 7 : tidak terjadi deficit perawatan diri

33
DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014.
Jakarta : EGC
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Media action
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8. Vol. 1. Jakarta: EGC
Valentina, L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi. Jakarta : EGC

34

Anda mungkin juga menyukai