Anda di halaman 1dari 12

KEPEMIMPINAN [KHARISMATIK] KYAI DALAM

PERSPEKTIF MASYARAKAT MADURA

Edi Susanto

(Dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan dan


Peserta Program Doktor IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Abstrak :
Dalam hirarki sosial masyarakat Madura tradisional,
kyai adalah elit sosial sekaligus elit keagamaan, sehingga menjadi figur sentral
dan memainkan peran vital dalam kehidupan masyarakat. Seiring dengan dinamika sosial masyarakat
Madura yang bergerak -secara lambat namun pasti- pada bandul
progresivisme dan modernitas, fungsi kyai menjadi semakin terbatas dan berkurang,
sehingga ia tidak lagi menjadi satu-satunya agent of social change. Dalam kondisi demikian,
kepemimpinan kyai bukan lagi berada pada aras religio-paternalis-kharismatik, tetapi berpindah pada
aras persuatif-partisipatif-rasional, sehingga reorientasi peran kyai di tengah dinamika masyarakat
Madura merupakan hal yang mesti dilakukan.

Kata Kunci :
kepemimpinan Kyai, religio-paternalistik, persuatif partisipatif,

Pendahuluan dapat digunakan sebagai “pintu masuk”


Pencitraan masyarakat Madura dalam mengkaji kepemimpinan kyai
sebagai komunitas yang sangat dengan bertitik tolak dari teori proses
memperhatikan nilai-nilai keagamaan1 Islamisasi di Madura oleh Touwen
seberapapun sederhananya2 ungkapan itu, Bouwsma3 dan teori ekologi masyarakat

1Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: setiap perilaku orang Madura. Akibatnya, sebagian mereka
Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura. terjebak pada keberagamaan legalistik yang telah terputus
Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2003), h. 1 dari akar moralnya. Sebagian yang lain, hanya menjadikan
2Anak kalimat ini dalam pandangan penulis perlu agama menjadi sekadar upaya penyelamatan diri dari
dikemukakan mengingat adanya potret paradok resisprok beban atau derita eskatologis. Periksa Abd A’la, “
masyarakat Madura sebagai masyarakat dengan Membaca Keberagamaan Masyarakat Madura”, dalam
keberagamaan yang kuat tetapi sekaligus dianggap nyaris Rozaki, Menabur Kharisma, h. v-xvii.
lekat dengan tradisi atau budaya yang tidak selamanya 3Bouwsma mencoba menelusuri peran sentral

mencerminkan nilai-nilai Islam, sehingga secara prinsipil kyai dalam masyarakat Madura dari perspektif historis-
keberagamaan masyarakat Madura lebih merupakan antropologis, melalui upaya pengembalian hubungan
keberagamaan yang belum mampu mengembangkan nilai antara Islamisasi dan birokratisasi ketika negara Madura
etika-religius yang bersifat perennial secara optimal. dibentuk. Dalam pandangannya, semula proses Islamisasi
Akidah tauhid yang sejatinya memiliki makna berjalan seiring dengan birokrasi tradisional, tetapi
transformatif terkait erat dengan humanisme dan rasa semenjak VOC menguasai Madura, terjadi pemisahan
keadilan sosial, belum dapat dirumuskan ke dalam nilai proses, di mana penduduk lebih berpihak dan bersimpati
moral praktis yang dapat dijadikan landasan kokoh bagi pada peran kyai dari pada birokrasi. Periksa Kuntowijoyo,
Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

Madura.4 Dalam konteks ini, kyai jarang kyai diminta mengobati orang sakit,
merupakan status yang dihormati dengan memberikan ceramah agama, diminta do’a
seperangkat peran yang dimainkannya untuk melariskan barang dagangan dan lain
dalam masyarakat. Sebagai akibat dari sebagainya.6 Sebagai implikasi dari peran
status dan peran yang disandangnya, yang dimainkan kyai ini, kedudukan
ketokohan dan kepemimpinan kyai telah pesantren menjadi multi fungsi.
menunjukkan betapa kuatnya kecakapan Dalam pada itu, pesantren -
dan pancaran kepribadian dalam khususnya di Jawa dan Madura-
memimpin pesantren dan masyarakat. Hal menduduki posisi strategis dalam
ini dapat dilihat dari bagaimana seorang 7
masyarakat serta mendapatkan pengaruh
kyai membangun peran strategis sebagai dan penghargaan besar karena perannya
pemimpin masyarakat non-formal melalui dalam masyarakat. Keperkasaan pesantren
komunikasi intensif dengan masyarakat. dimitoskan karena kharisma kyai dan
Posisi vitalnya di lingkungan pedesaan dukungan besar para santri yang tersebar di
sama sekali bukan hal baru. Bahkan, justru masyarakat. Posisi strategis pesantren tidak
sejak masa kolonial -bahkan jauh sebelum dapat dilepaskan dari peranan kyai (ulama)
itu- peran kyai tampak lebih menonjol pengasuhnya. Posisi ulama dalam Islam
dibandingkan dengan masa sekarang yang sangatlah penting, yakni sebagai penerus
mulai memudar.5 risalah Nabi. Sejak masa-masa awal
Melalui kharisma yang melekat kerajaan Islam di Jawa, para ulama tampak
padanya, Kyai dijadikan imam dalam memainkan peran penting dalam
bidang ‘ubûdiyyah dan sering diminta pemerintahan. Menurut Harry Julian Benda
kehadirannya untuk menyelesaikan dalam bukunya the Crescent and the Rising
problem yang menimpa masyarakat. Sun –sebagaimana dikutip Pradjarta
Rutinitas ini semakin memperkuat peran Dirdjosanjoto— para penguasa yang baru
kyai dalam masyarakat, sebab kehadirannya dinobatkan harus banyak bersandar pada
diyakini membawa berkah. Misalnya, tidak para ulama, guru mistik dan ahli kitab atau
kyai, karena merekalah yang dapat
menobatkan para penguasa tersebut
Radikalisasi Petani. (Yogyakarta: Bentang, 1994), h. 83.
Bandingkan Rozaki, Menabur Kharisma, h. 4.
menjadi pangeran-pangeran Islam,
4Menurut teori ini, Madura didominasi oleh tanah mengajar serta memimpin upacara-upacara
tegalan. Ekosistem tegalan sangat tidak menguntungkan keagamaan serta menjalankan hukum
dari segi pertumbuhan produksi pertanian. Dengan
ekosistem tegal, orang Madura dalam mengelola tanah
Islam, terutama di bidang perkawinan,
pertaniannya tidak melibatkan banyak orang dan biasanya perceraian serta warisan.8
hanya cukup dengan satu anggota keluarga, sehingga
tidaklah berlebihan bila organisasi dan birokrasi yang
dapat mengatur pola kerja sama, mobilisasi dan koordinasi
antar warga dalam kehidupan sosio-ekonomi pedesaan 6Periksa Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam
tidak bermunculan. Dalam konteks ini, agama dan kyai di Pesantren. (Jakarta: LP3ES., 1999), h. 13.
Madura menjadi organizing principle., sehingga kondisi ini, 7Periksa Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara
dengan sendirinya memaksa orang Madura untuk Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa. (Yogyakarta:
membangun masjid desa, karena shalat jum’at tidak sah LKiS, 1999), h. 35.
jika kurang dari 40 orang. Kemudian, keharusan agamalah 8Abdurrahman Wahid, “Pesantren sebagai Sub-

yang membuat orang Madura menjadi sebuah masyarakat Kultur”, dalam M. Dawam Rahardjo, ed. Pesantren dan
dengan membentuk organisasi sosial yang didasarkan Pembaharuan. (Jakarta: LP3ES, 1988), h. 54-55. Periksa juga
pada agama dan otoritas kyai. Periksa Kuntowijoyo, Kuntowijoyo, “ Peranan Pesantren dalam Pembangunan
Radikalisasi Petani, h. 87. Desa: Potret Sebuah Dinamika”, dalam Kuntowijoyo,
5Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan,
(Jakarta: P3M., 1986), h. 138. 1991), h. 246-264.

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007 31


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

Kharisma kyai memperoleh seperti tempo dulu. Demikian juga,


dukungan masyarakat –hingga batas kepemimpinan yang pada awalnya
tertentu—karena dia dipandang memiliki bertumpu pada kyai, kini telah dikoyak oleh
kemantapan moral dan kualitas iman yang dinamika perkembangan rasionalitas
melahirkan model kepribadian magnetis masyarakat.
bagi para pengikutnya. Proses ini mula- Tulisan ini, hingga batas tertentu
mula beranjak dari kalangan terdekat, berusaha mengidentifikasi sebab-sebab
sekitar kediamannya, kemudian melebar memudarnya kepemimpinan kyai sebagai
keluar menuju tempat-tempat yang jauh, salah satu sumber perubahan sosial pada
seperti kharisma KH. Hasyim Asy’ari dan masyarakat Madura.
KH. Wahab Chasbullah di Jombang, KH.
Kholil Bangkalan dan KHR. As’ad Syamsul Kyai dan Kepemimpinannya
Arifin dari Sitobondo dan beberapa kyai Kajian tentang kyai mesti
lain, terutama mereka yang berafiliasi pada mengikutsertakan dimensi kepemimpinan.
organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Karena keduanya adalah bagian integral
Kharisma yang dimiliki kyai tersebut dalam yang tidak dapat dipisahkan dan
sejarahnya mampu menjadi sumber mengandung status dan peran yang
inspirasi perubahan dalam masyarakat. dimainkan sekaligus predikat yang
Dengan kharisma yang dimilikinya, disandangnya dalam masyarakat.
kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elit Istilah kyai dalam bahasa Jawa
agama, tetapi juga sebagai elit pesantren mempunyai pengertian yang luas. Ia berarti
dan tokoh masyarakat yang memiliki mencirikan benda maupun manusia yang
otoritas tinggi dalam menyimpan dan diukur dalam sifat-sifatnya yang istimewa,
menyebarkan pengetahuan keagamaan sehingga karenanya, sangat dihormati.
Islam serta berkompeten dalam mewarnai Misalnya, dikatakan sakti bila sang empu
corak dan bentuk kepemimpinan, terutama sanggup memasukkan kesaktian pada keris
dalam pesantren. Kharisma yang melekat buatannya. Keris-keris semacam itu dijuluki
pada dirinya menjadi tolok ukur atau diberi predikat kyai.9 Senjata dan
kewibawaan pesantren. benda-benda keramat yang berkekuatan
Dari deskripsi tersebut, kiranya gaib ini selalu dipuja dan diwarisi sebagai
dapat dimunculkan beragam pertanyaan. sumber kekuatan gaib (pusaka). Bahkan,
Dalam konteks kekinian, apakah turun dan lenyapnya kekuasaan sosial
kepemimpinan kyai masih mampu menjadi politik selalu diterangkan dengan
sumber perubahan sosial? Apakah pesan hilangnya pusaka atau karena mengabaikan
dan pandangannya senantiasa ditanggapi upacara-upacara yang diperlukan untuk
masyarakat –khususnya masyarakat memelihara kesaktian tersebut.10 Sedangkan
Madura- yang cenderung bergerak ke arah dalam bahasa Madura Kyai disebut juga
modernitas, meski masih dalam taraf proses dengan panggilan kyaeh, ma’kaeh. Tapi
atau masa transisi? sebutan yang belakangan (ma’kaeh) sudah
Oleh karena proses tersebut menjadi berkonotasi pejorative. Karena istilah yang
milik masyarakat, maka eksistensi pondok
pesantren sebagai bagian dari masyarakat 9Ziemek, Pesantren, h. 131. Bandingkan
tidak lagi sentral. Kedudukan kyai Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang
mengalami differensiasi dan tidak lagi Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 55.
10Moebirman, Keris and Other Weapons of Indonesia
menjadi satu-satunya tempat bertumpu, (Jakarta: Martinus Nitjhof, 1970), h. 34.

32 KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

lazim digunakan adalah kyaeh atau kyai. diperoleh melalui pendidikan formal.12
Tidak sebagaimana istilah Jawa, kyai dalam Dalam konteks ini, perlu dikemukakan
terminologi bahasa Madura merupakan bahwa kyai dan ulama adalah gelar ahli
istilah khas yang hanya diperuntukkan agama Islam, yang dalam kepustakaan
kepada para alim ulama, dan tidak kepada Barat, perbedaan antara dua jenis keahlian
benda pusaka. ini menjadi kabur dan sering tertukar
Di samping dipredikatkan kepada penggunaannya. Padahal, keduanya
senjata dan benda pusaka, dalam konteks sungguh berbeda pada titik status dan
kebudayaan Jawa, gelar kyai juga diberikan pengaruhnya. Dalam pandangan
kepada laki-laki yang berusia lanjut, arif masyarakat Jawa dan Madura, posisi kyai
dan dihormati. Bahkan dalam penyebaran lebih tinggi daripada ulama. Seorang ulama
agama kristen, sebutan kyai juga dipakai dengan seluruh persyaratan yang
untuk beberapa pengkabar Injil pribumi, diperlukan pada suatu waktu mungkin
guna membedakannya dengan pengkabar berhasil meningkat ke posisi kyai.13
Injil Barat.11 Kadar semantik dari istilah kyai Dengan pengertian tersebut, perlu
di sini mencakup komponen tradisional ditegaskan bahwa yang dimaksud kyai
Jawa secara mutlak, termasuk pemimpin dalam kajian ini adalah pemimpin Islam
pesantren. Gelar tersebut berada dalam yang dipandang masyarakat mempunyai
kesinambungan tradisional dan mencakup kharisma, baik sebagai pemimpin pesantren
arti dimensi kerohanian masyarakat yang atau bukan. Memang, tidak semua kyai
memiliki kesaktian, misalnya sebagai dukun memiliki pondok pesantren. Ada pula kyai
atau ahli kebatinan dan guru maupun yang mengajarkan agama dengan cara
pemimpin di daerah yang berwibawa dan berceramah dari desa ke desa untuk
memiliki legitimasi atas wewenangnya berfatwa kepada masyarakat luas. Kyai jenis
berdasarkan kepercayaan penduduk. ini, dijuluki sebagai kyai Teko. Para kyai
Namun, pengertian kyai dalam konteks penceramah ini diibaratkan seperti teko
Indonesia modern telah mengalami berisi air dan senantiasa menuangkannya
transformasi makna, yakni diberikan kepada setiap orang yang membutuhkan.
kepada pendiri dan pemimpin sebuah Sedangkan julukan kepada kyai yang
pondok pesantren yang membaktikan memiliki pesantren disebut dengan kyai
hidupnya demi Allah serta sumur.14
menyebarluaskan dan memperdalam Kemudian, fungsi kepemimpinan
ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui yang diidealisasikan sebagai peran yang
kegiatan pendidikan. melekat pada status kekyaian merupakan
Oleh karenanya, predikat kyai peran yang mesti dipandang signifikan,
senantiasa berhubungan dengan suatu gelar sebab kepemimpinan adalah salah satu
yang menekankan kemuliaan dan faktor penting yang mempengaruhi
pengakuan yang diberikan secara sukarela keberhasilan atau kegagalan seorang kyai
kepada ulama dan pemimpin masyarakat dalam memimpin masyarakatnya, termasuk
setempat sebagai sebuah tanda kehormatan pada lembaga yang dipimpinnya, yaitu
bagi kehidupan sosial dan bukan
merupakan suatu gelar akademik yang 12Ziemek, Pesantren, h. 131.
13Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial. Ter.
Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa (Jakarta: P3M,
11Periksa catatan kaki no 1 pada Dirdjosanjoto, 1987), h. 1-3.
Memelihara Umat, 20. 14Periksa Sukamto, Kepemimpinan Kiai, h. 85-86.

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007 33


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

pesantren. Tanpa pemimpin yang baik, seseorang dalam kaitannya dengan sistem
maka roda organisasi tidak dapat berjalan sosial yang berlaku. Hubungan yang
dengan baik. Meski demikian, penulis tidak melekat antara unsur pribadi dengan sistem
menafikan unsur lain yang dapat menopang sosial ini adalah faktor utama yang
ketercapaian tujuan organisasi, yakni mematangkan kepemimpinan tersebut. Ini
sumber permodalan yang cukup, struktur berarti, bahwa selama pribadi yang disebut
organisasi yang tepat dan tersedianya pemimpin dianggap atau dinilai oleh
human resources yang handal. masyarakat pengikutnya telah memenuhi
Proses berlangsungnya kebutuhan dari sistem sosial dan komunitas
kepemimpinan akan melahirkan seorang pendukungnya, maka selama itu pula ia
tokoh yang disebut sebagai pemimpin. dapat mempertahankan ikatan emosional di
Sebutan ini lahir ketika seseorang memiliki antara para pengikutnya dan
kemampuan mengetahui perilaku orang kepemimpinannya dapat tetap
lain, mempunyai kepribadian khas dan dipertahankan. 16

memiliki kecakapan tertentu yang jarang Kepemimpinan kyai, sering


dimiliki orang lain. Apabila karakteristik diidentikkan dengan atribut kepemimpinan
tersebut dikaitkan dengan aktivitas kharismatik. Dalam konteks tersebut,
memobilisasi massa, maka lahirlah Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa kyai-
pemimpin massa (populis). Jika dikaitkan kyai pondok pesantren, baik dulu maupun
dengan organisasi kedinasan pemerintah, sekarang, merupakan sosok penting yang
maka disebutlah jabatan pimpinan. Jika dapat membentuk kehidupan sosial,
dikaitkan dengan bidang administrasi, kultural dan keagamaan warga muslim di
maka disebutlah administrator. Begitu pula, Indonesia.17 Pengaruh kyai terhadap
akan muncul sebutan murshid, jika kehidupan santri tidak terbatas pada saat
dihubungkan dengan organisasi tarekat, santri masih berada di pondok pesantren,
dan sebutan kyai jika dikaitkan dengan akan tetapi berlaku dalam kurun waktu
pondok pesantren, sekalipun tidak semua panjang, bahkan sepanjang hidupnya,
kyai memimpin pondok pesantren.15 ketika sudah terjun di tengah masyarakat.
Semua jenis pemimpin tersebut Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial,
melakukan fungsi kepemimpinannya sesuai pemimpin akan selalu lahir, baik dalam
dengan bidang garapannya dan bidang komunitas kecil maupun besar. Hal ini
garapan inilah yang acapkali membedakan menandakan bahwa tidak ada satu
antara pemimpin yang satu dengan yang kelompok masyarakat tanpa kehadiran
lainnya. Model kepemimpinan yang seorang pemimpin, selama masih ada
diterapkan sangat menentukan intensitas pihak-pihak yang dipengaruhi dan
keterlibatan anggotanya dalam rencana diarahkan. Biasanya, pihak yang
aktivitas organisasi. Namun demikian, berpengaruh merupakan kelompok
faktor kepemimpinan masih tetap minoritas tetapi posisinya sangat dominan,
merupakan faktor penentu terhadap sedangkan yang dipengaruhi posisinya
efektivitas dan efisiensi kegiatan suatu subordinat dan berjumlah besar, sehingga
organisasi, sehingga tidak salah jika
dinyatakan bahwa kepemimpinan adalah 16Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat: Pantulan
soal penilaian masyarakat terhadap pribadi Sejarah Indonesia. (Jakarta: LP3ES., 1987), h. 64.
17Sartono Kartodirjo, Religious Movement of Java in

the 19 and 20th Centuries. (Yogyakarta: Gajah Mada


th
15Ibid., h. 19. University, 1970), h. 114.

34 KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

dengan demikian konsep kepemimpinan identifikasi psikologis seseorang dengan


tidak terlepas dari aspek sosial, budaya dan orang lain. Identifikasi di sini dimaknai
politik. Dalam konteks masyarakat sebagai keterlibatan emosional seorang
paguyuban, terutama di pedesaan, terdapat individu dengan individu lainnya. Bagi
pepatah yang sangat layak ditampilkan para pengikut, pemimpin adalah harapan
yakni jika gajah dengan gajah berkelahi, untuk suatu kehidupan yang lebih baik dan
pelanduk mati di tengah-tengahnya. Seekor dia dipandang sebagai pelindung dan –
gajah ibarat sosok pemimpin, apabila sekaligus—penyelamat.
sekelompok pemimpin memutuskan untuk Kepemimpinan kharismatik
berperang karena konflik berkepanjangan, didasarkan pada kualitas luar biasa yang
maka seluruh umat manusia sebagai dimiliki oleh seseorang sebagai pribadi.
pelanduknya akan mati di tengah medan Pengertian ini bersifat teologis, karena
peperangan. Ungkapan ini sekedar untuk untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi
memberikan aksentuasi bahwa kekuatan pada diri seseorang harus menggunakan
penggerak utama masyarakat terletak pada asumsi bahwa kemantapan dan kualitas
pimpinannya.18 kepribadian yang dimilikinya adalah
Mendefinisikan kepemimpinan anugerah Tuhan. Weber mengidentifikasi
sebagai usaha untuk mengarahkan perilaku sifat kepemimpinan ini dimiliki oleh mereka
orang lain untuk mencapai tujuan19 yang menjadi pemimpin keagamaan.
bermakna bahwa pemimpin memerankan Penampilan seseorang yang
fungsi penting sebagai pelopor dalam diidentifikasikan sebagai kharisma dapat
menetapkan struktur, keadaan, ideologi dan diketahui dari ciri-ciri fisikal, seperti mata
kegiatan kelompoknya. Sehubungan yang bercahaya, suara yang kuat, dagu
dengan ini, terdapat tiga perspektif dalam yang menonjol atau tanda-tanda yang lain.
memahami fenomena kepemimpinan. Istilah kharisma menunjuk kepada
Pertama, kepemimpinan dapat dipandang kualitas kepribadian, sehingga dibedakan
sebagai kemampuan yang ada dalam diri dengan orang kebanyakan. Ia dianggap –
individu. Hal ini berarti aspek tertentu dari bahkan diyakini— memiliki kekuatan
seseorang telah memberikan suatu supranatural sebagai manusia serba
penampilan berkuasa dan menyebabkan istimewa. Kehadiran seseorang yang
orang lain menerima perintahnya sebagai mempunyai tipe seperti itu dipandang
sesuatu yang mesti diikuti. Ia diyakini sebagai pemimpin akan mampu mencari
memperoleh bimbingan “wahyu”, memiliki dan menciptakan citra yang
kualitas yang dipandang sakral dan mendeskripsikan kekuatan dirinya, tanpa
menghimpun massa dari masyarakat bantuan orang lain pun,.
kebanyakan. Dalam perspektif Max Weber, Seringkali seseorang dianggap
kepemimpinan yang bersumber dari memiliki kharisma karena ada yang
kekuasaan luar biasa disebut charismatic mempercayainya mempunyai kekuatan dan
authority20 yang didasarkan pada kemampuan yang luar biasa berkesan di
hadapan masyarakat. Karenanya, yang
18Sartono Kartodirjo, Kepemimpinan dalam Dimensi bersangkutan sering memikirkan sesuatu
Sosial. (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 7-9.
19Franklin S. Haiman, Leadership and Democratic
yang gaib, melakukan meditasi untuk
Action (Houghton: Mifflin Company, 1971), h. 228. mencari inspirasi dan membuatnya berbeda
20Max Weber, The Theory of Social and Economic
dengan kebiasaan yang dilakukan oleh
Organization. Ter. Talcott Parson (New York: The Free
Press, 1966), h. 358.
orang lain. Meski demikian, seseorang yang

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007 35


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

berkharisma tidaklah mengharuskan semua Kepemimpinan jenis ini banyak


karakteristik melekat utuh padanya. terdapat pada masyarakat tradisional, suatu
Baginya yang penting adalah sifat-sifat luar tipe masyarakat yang cenderung memiliki
biasa sebagai atribut diri. homogenitas tinggi, kepercayaan sama,
Para pengikut pemimpin kharismatik pandangan hidup dan nilai budaya serta
sering bersikap labil dan mudah berubah. gaya hidup yang hampir sama pula.
Hingga batas tertentu, mereka sangat loyal, Homogenitas tersebut dapat menciptakan
nyaris mengabaikan kewajiban kerjanya kesadaran kolektif, persamaan gaya hidup,
dan menjual sesuatu untuk mengikuti hubungan langsung antar anggota
anjuran pemimpinnya. Dengan demikian, masyarakat dan tidak adanya distribusi
antara pemimpin dan pengikut kerja impersonal.21 Masyarakat dengan tipe
terkonstruksi hubungan erat layaknya demikian mudah disatukan oleh pengaruh
sebuah keluarga, termasuk di antara sesama yang bercorak kharismatis.
pengikut dalam komunitas tersebut. Pola Jika pengikut telah terbiasa
hubungan tersebut menjadi bagian dari mengikuti pemimpin kharismanya, mereka
kewajiban moral pemimpin untuk menjadi tergantung kepada nasehat,
membimbing para pengikutnya secara bimbingan dan kemampuan pemimpinnya.
berkelanjutan oleh komunitasnya, baik Persoalannya adalah bagaimana mereka
diminta maupun tidak, manakala mereka mengatasi kesulitan hidup, manakala
menghadapi kesulitan. Dalam konteks ini, pemimpinnya wafat atau berhalangan tetap,
motivasi dan nasehat pemimpin diterima bagaimana kualitas kepemimpinan tersebut
sebagai sesuatu yang mencerminkan mutu dilestarikan, bagaimana cara mewarisi
kepribadian yang luar biasa, di mana kualitas kharisma yang bersifat
hingga batas tertentu diyakini bersumber individualistik ke dalam struktur organisasi
dari Tuhan, sehingga dengan demikian, sosial yang lebih mapan, stabil dan
kepercayaan para pengikut terhadapnya berkesinambungan. Dengan kata lain,
semakin mengental, lantaran dianggap bagaimana menjadikan sumber kekuatan
memiliki kemahiran mengetahui sesuatu yang pada awalnya milik pribadi menjadi
yang terjadi pada diri pengikutnya. Di milik komunitas. Warisan kharisma
kalangan pengikut tarekat, kemampuan bagaimanapun mesti dilembagakan pada
tersebut disebut dengan istilah ma’rifat . sistem aturan yang permanen dan stabil
Pemimpin kharismatik biasanya lahir dalam sistem sosial kemasyarakatan.
dalam suasana masyarakat yang kacau. Kharisma yang mulanya milik pribadi, pada
Suasana seperti ini memerlukan pemecahan akhirnya dapat mengalami depersonalisasi
tuntas agar keadaan masyarakat kembali dan pelembagaan dalam kondisi tertentu.22
normal. Untuk itu, memang diperlukan Proses pengambilalihan kharisma
kehadiran figur yang dipandang sanggup dari sumber utama ke rutinisasi kehidupan
menyelesaikan krisis tersebut. Dalam yang bersifat komunal disebut sebagai
konteks demikian, tidak heran, bila proses rutinisasi kharisma oleh Max Weber. Hal ini
kepemimpinan kharismatik hampir dimaksudkan agar krisis kepemimpinan
mendekati otoriter, kurang mengandalkan
unsur musyawarah, rasional dan legal 21Doyle P. Johnson, Teori-Teori Sosiologi Klasik dan
formal, meskipun bisa saja, ia berjiwa Modern. Ter. Robert M.J. sewang (Jakarta: Gramedia, 1986),
demokratis. h. 81-82.
22Reinhard Bendix, Max Weber; An Intelectual

Portrait (New York: Ancor Books, 1962), h. 308-311.

36 KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

tidak berjalan lama. Gerakan ini muncul Ketiga, bentuk kepemimpinan


untuk membantu pulihnya kepemimpinan, tradisional, yang bersumber pada
sehingga kestabilan dapat terjaga sedikit kepercayaan yang telah mapan terhadap
demi sedikit. Dalam proses memilih kesakralan tradisi kuno. Kedudukan
pengganti pemimpin, setidak-tidaknya pemimpin ditentukan oleh kebiasaan-
calon pengganti, berupaya meyakinkan diri kebiasaan lama yang dilakukan oleh
kepada anggota komunitas terhadap mutu kelompok masyarakat dalam melaksanakan
kepribadiannya yang telah mewarisi sifat- berbagai tradisi.
sifat yang dimiliki pemimpin kharismatik
sebelumnya. Ciri khas kepemimpinan Krisis dan Memudarnya Kharisma Kyai
kharismatik dalam perspektif Weber ini Telah dinyatakan bahwa eksistensi
tidak cocok dengan gagasan rutinitas. pemimpin kharismatik lebih banyak terjadi
Bahkan, ia dipandang sebagai ancaman bagi pada masyarakat tradisional, yang jauh dari
rutinitas dan tatanan yang mapan serta rasionalitas serta terjadi karena suasana
merupakan gangguan terhadap chaos yang memerlukan pemecahan secara
kepemimpinan model rasional yang lebih cepat untuk mengembalikan keadaan
mendasarkan diri pada seperangkat aturan menjadi stabil. Persoalannya adalah dalam
resmi dan diakui sah pemberlakuannya. kategori mana masyarakat Madura
Kedua, bentuk kepemimpinan diposisikan? Apakah mereka masuk dalam
terletak bukan pada diri kekuasaan kategori masyarakat tradisional dengan
individu, melainkan dalam jabatan atau berbagai ciri khasnya, atau semi tradisional,
status yang dipegang oleh individu. Dalam semi modern atau bahkan modernkah ?
perspektif Weber, kekuasaan yang Kemudian, bagaimanakah eksistensi
bersandar pada tata aturan disebut sebagai kepemimpinan kharismatik, tatkala
legal authority. Pola aturan normatif dan hak masyarakat telah memasuki zaman
memerintah dari pemimpin yang terpilih modern?
berdasarkan pola aturan yang sah. Zaman modern –setidaknya-
Sehubungan dengan ini, Richard N. Osborn memiliki dua ciri mendasar, yakni: pertama,
menyatakan: semakin hilangnya pengaruh institusi
“…… legal base would dominate since it agama dan kedua, semakin tingginya
concentrated on scientific rationally and supremasi rasionalitas sains. Dari kedua ciri
efficiency. In the legal base, the authority figure mendasar tersebut, zaman modern lebih
dominates via legal procedure followers banyak berorientasi kepada komunalitas
generally consider just” 23
(orang banyak) ketimbang kelompok-
Otoritas legal diwujudkan dalam kelompok tertentu. Negara berhasil
organisasi birokrasi. Tanggung jawab menggeser peran institusi agama sebagai
pemimpin dalam mengendalikan organisasi otoritas yang mengatur perjalanan budaya.
tidak ditentukan oleh penampilan Kekuasaan negara dan fungsi-fungsinya
kepribadian individu melainkan dari mengalami pertumbuhan pesat dan
prosedur aturan yang telah disepakati. kepemimpinan pada zaman ini lebih
Unsur-unsur emosional dikesampingkan menekankan pada corak kepemimpinan
dan digantikan dengan unsur yang rasional. yang bercorak rasional.
Modernisasi menimbulkan
23Richard N. Osborn, et.al., Organization Theory: globalisasi, sehingga disadari atau tidak,
Integrated Text and Case (Florida: Robert E. Kriger
kemajuan yang ditimbulkannya secara
Publishing Company, 1984), h. 245.

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007 37


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

meyakinkan telah mengubah dan ketat dan konsep masyarakat


mengarahkan budaya manusia melebihi individualistik yang semakin mencolok.26
angan-angannya. Dalam konteks ini, Lucian Berkaitan dengan karakteristik
W. Pye menyatakan bahwa modernitas modernitas yang demikian, pertanyaan
adalah budaya dunia. Menurutnya, proses yang sangat layak diajukan dalam konteks
mondial ini tercipta karena kebudayaan masyarakat Madura adalah apakah
modern senantiasa didasarkan kepada [1] masyarakat Madura telah merasakan
teknologi yang maju dan semangat dunia semakin hilangnya pengaruh institusi
ilmiah; [2] pandangan hidup yang rasional; agama27 sekaligus bersikap semakin
[3] pendekatan sekuler dalam hubungan- rasional dalam memaknai realitas? Dalam
hubungan sosial; [4] rasa keadilan sosial konteks ini, kita tidak bisa
dalam masalah-masalah umum (public menggeneralisasikan masyarakat Madura
affairs), terutama dalam bidang politik dan pada satu kutub, seperti masyarakat
[5] menerima keyakinan bahwa unit utama tradisional mengingat terjadinya beberapa
politik mesti berupa negara-negara fenomena berikut ini:
kebangsaan. 24 Pertama, munculnya generasi muda
Pada taraf individual, manusia santri berkarakter modern dalam pengertian
modern senantiasa memiliki sifat-sifat bahwa mereka mempunyai kemampuan
kesiapan untuk menerima pengalaman- dan kebebasan yang lebih besar untuk
pengalaman baru dan keterbukaan kepada mengkaji dan mengevaluasi sikap kyai,
pembaharuan, kecenderungan untuk paling tidak dalam wilayah politik.
membentuk opini mengenai sejumlah Perubahan seperti itu, jelas melahirkan
masalah dan isu yang muncul tidak hanya masalah yang berkaitan dengan legitimasi
di lingkungan dekat, tetapi juga di luarnya, peran kepemimpinan kyai. Kelahiran santri
berorientasi pada opini yang lebih bercorak modern ini adalah hasil dari program
demokratis pada masa kini dan masa depan modernisasi dalam sistem pendidikan
daripada masa lampau, berpijak pada pesantren yang ditandai dengan semakin
perencanaan dan organisasi dalam bertambahnya jumlah sekolah dalam
menangani kehidupan, efektif, menjunjung lingkungannya.
harkat diri dan senantiasa memberikan Kedua, meningkatnya jumlah kelas
penghargaan terhadap prestasi orang lain, menengah muslim yang lebih terdidik.
yakin pada ilmu dan teknologi dan Munculnya intelektual-intelektual muda,
memegang teguh keyakinan terhadap baik sekular maupun religius di kalangan
keadilan distributif.25 NU tidak hanya membuat posisi kyai
Adapun modernisasi ditandai
dengan diperlukannya tenaga-tenaga 26Periksa Sudjito S., Transformasi Sosial Menuju
profesional dalam setiap pekerjaan, pola Masyarakat Modern. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 1-
kehidupan konsumtif yang semakin tinggi, 15.
27Dalam konteks ini, penulis melihat beberapa
kompetisi di berbagai bidang yang semakin sifat dan karakter (babateg) orang Madura sebagai cermin
kristalisasi nilai-nilai religiusitas, seperti semboyan rampa’
24Lucian W. Pye, Aspect of Political Development. naong baringin korong, song-osong lombung, song-osong
(Boston: Little Brown, 1965), h. 8. kandhang so korabah untuk menunjukkan nilai-nilai sosial.
25Said Aqiel Siraj, “Khazanah Pemikiran Islam Demikian pula, terhadap orang yang tidak hormat pada
dan Peradaban Modern”, dalam Marzuki Wahid et.al., adat istiadat diberi ungkapan ta’tao battonnah langghar,
Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan patao a jalan, jalannnah jalaneh. Penjelasan lebih lanjut
Transformasi Pesantren (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1999), h. periksa Soegianto. Ed. Kepercayaan Magi dan Tradisi dalam
28. Masyarakat Madura. (Jember: Tapal Kuda, 2003), h. 1-30.

38 KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

sebagai legitimator menjadi tersaingi, tetapi Dalam kasus demikian, tampak jelas
juga membuat kredibilitas dan otoritasnya bahwa posisi kyai yang kharismatik dan
menjadi dipertanyakan. Situasi ini sekaligus terhormat sudah “mulai goyah”,
menunjukkan bahwa di pedesaan Jawa dan dengan sebab yang tidak hanya bersumber
Madura, termasuk di internal NU, orang- pada perilaku kyai yang “kurang patut
orang dapat pergi ke mana pun yang dapat diteladani”, tetapi juga karena adanya
memberikan kepada mereka pengetahuan perubahan dalam norma sosial yang
tentang Islam dan kepemimpinan dalam melandasi hubungan sosial antar komunitas
pengertian yang lebih umum. umat Islam. Misalnya, kyai terlibat dalam
Ketiga, meluasnya wilayah operasi politik praktis, baik di tingkat desa, seperti
negara di balik peningkatan kualitas mendukung salah satu calon klebun (kepala
kehidupan umat Islam. Negara sangat desa), atau bahkan mencalonkan dirinya
peduli dengan problem ketidaksetaraan sendiri, terlibat dalam partai politik,
(inequality) dan terlibat dalam berbagai hal menjadi anggota DPR dan sebagainya.
yang sebelumnya berada di bawah Karena itu, muncul ungkapan di
kepedulian kyai. Pengenalan upaya masyarakat. Mon lamba’ du’a kyaeh mandih
pengendalian angka kelahiran misalnya, karanah neggu’ tasbih, mon samangken, asah
telah melibatkan negara dalam karena se eteggu’ banni tasbih pole tape HP; dan
pendefinisian arti sosial kelahiran, yang ungkapan-ungkapan lain yang senada.
secara tradisional sebelumnya berada di Singkatnya, krisis kharisma kyai terjadi
bawah wilayah agama dengan peran pada satu sisi terjadi karena sosok figur ini
penting yang dimainkan kyai. telah memasuki wilayah public accountability
Faktor-faktor di atas, tidak hanya yang jelas¸ dan tidak semata-mata bergerak
melahirkan polarisasi dalam masyarakat dalam ranah spiritual dan pada sisi lain,
Madura, melainkan telah mewujudkan terjadi karena dinamika perubahan dalam
kalangan Islam muda yang kritis terhadap kehidupan masyarakat sehingga persepsi
kepemimpinan kyai hingga batas tertentu, mereka terhadap kharisma kyai menjadi
tetapi juga memberikan alternatif mengenai “memudar”.
keberadaan bentuk-bentuk kepemimpinan
yang lain, sehingga posisi kyai dan Penutup
kepemimpinan kharismatiknya “berubah” Berdasarkan kajian di atas dapat
secara tidak terelakkan. Karena itu, bukan disimpulkan bahwa pertama, kepemimpinan
merupakan suatu kebetulan misalnya, jika kharismatik tokoh keagamaan Islam (kyai)
seorang kyai didemo oleh santri dan terdapat pada masyarakat yang masih
masyarakat sekitarnya.28 tradisional. Kedua, kepemimpinan
kharismatik kyai pada masyarakat transisi –
28Sebagaimana dinyatakan oleh Endang Turmudi apalagi pada masyarakat modern dan
dalam disertasinya, seorang kyai yang dia kenal baik, masyarakat metropolis-- telah mengalami
dituduh korupsi mengambil uang dari harta wakaf yang krisis legitimasi, atau paling tidak,
dikelolanya. Juga beberapa orang santri di pesantren Darul
Ulum Jombang melakukan demontrasi untuk memprotes perubahan secara degradatif, karena
kebijakan kyai mereka mengenai pendidikan sekolah berbagai dinamika dan perubahan yang
formal yang dimilikinya. Periksa Turmudi, Perselingkuhan terjadi, baik yang bersifat internal pesantren
Kiai, h. 4-5. Juga, pengalaman penulis makalah ini ketika
seorang khatib yang waktu itu disampaikan oleh seorang
pengasuh pondok pesantren menyampaikan khutbah Idul Fenomena demikian, hingga batas tertentu, jelas
Adha dengan topik yang melebar dan agitatif, sebagian menunjukkan bahwa kharisma kyai sudah mulai
jamaah shalat keluar dan pulang sebelum khutbah selesai. memudar.

KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007 39


Kepemimpinan (Kharismatik) Kyai
Edi Susanto

maupun dinamika eksternal komunitas sehingga hubungan (relasi) yang dibangun


Muslim, dalam maknanya yang luas. lebih bersifat interrelasional dan terbuka.29
Dengan melihat perubahan status Di sisi lain, sesuai dengan perubahan
tersebut, sudah selayaknya, dalam orientasi pola kepemimpinan, ikhtiar
dinamika kehidupan sosio-kultural meningkatkan kualitas kepribadian dan
masyarakat Madura yang dinamis, kyai wawasan intelektualitasnya, --misalnya
harus memikirkan hal-hal berikut secara dengan melakukan studi lanjut di lembaga
niscaya, yakni: [1] menyadari bahwa telah pendidikan formal harus terus diupayakan,
terjadi diferensiasi dan diversifikasi pada sehingga dengan bekal demikian, kyai
masyarakat Madura, baik dalam dimensi menjadi lebih siap, tidak gagap dan tidak
mikro-internal maupun makro- mengalami post power syndrome dalam
eksternalnya. [2] melakukan kaji ulang melakukan reposisi fungsi sosialnya di
terhadap statusnya, yakni berusaha tengah derasnya dinamika perubahan yang
melakukan retrospeksi bahwa dirinya kini tidak lagi berpihak padanya untuk
bukan satu-satunya institusi tempat diperlakukan sebagai figur kharismatik
masyarakat bertanya mengenai problem dalam komunitas masyarakatnyaWa Allâh
kehidupan dengan semakin tumbuh dan a’lam bi al-shawâb
berkembangnya berbagai agen yang dapat
menjawab berbagai problem yang dihadapi 
masyarakat. [3] Pada sisi lain, kyai juga
mesti menyadari bahwa perubahan sikap
masyarakat terhadap lembaga keulamaan
ini, merupakan akibat logis dari perubahan-
perubahan besar dalam struktur sosial,
sehingga –suka atau tidak— mereka perlu
menyesuaikan diri dengan situasi yang
sedang berubah jika ingin
kepemimpinannya terus diterima oleh umat
Islam, meskipun tidak berada dalam aras
kharismatik lagi. [4] Dengan fenomena
demikian, sudah waktunya bagi kyai –dan
calon-calon kyai— untuk melakukan
reorientasi terhadap pola kepemimpinan
yang diperankannya dari religio-paternalistik
ke arah pola kepemimpinan partisipatif
persuatif. Model kepemimpinan religio-
paternalistik adalah model kepemimpinan
pada masyarakat agraris tradisional yang
mengandaikan seorang kyai sebagai figur
sentral yang dimitoskan, di mana perkataan
dan sikapnya mesti diikuti tanpa reserve.
Sedangkan model kepemimpinan persuatif-
partisipatif merupakan gaya kepemimpinan
yang mendekati komunitas yang 29PeriksaImron Arifin, Kepemimpinan Kyai: Kasus
Pondok Pesantren Tebuireng [Disertasi] (Malang:
dipimpinnya dengan jalan menjual ide, Kalimasahada Press, 1993), h. 146-147.

40 KARSA, Vol. XI No. 1 April 2007

Anda mungkin juga menyukai