Anda di halaman 1dari 86

HELMINTHOLOGI

ILMU KESEHATAN TERNAK


(380I113)

Nama : Norma Novita


NIM : I011181317
Kelompok : XI (Sebelas)
Asisten : Fauziyyah Divayanti

Oleh
Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si.
Prof.Dr.Drh. Ratmawati Malaka, M.Sc.
Drh. Kusumandari Indah Prahesti, M.Si

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN KESEHATAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 1


HELMINTHOLOGI

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

Gambaran Umum

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing,


berdasarkan taksonomi dibagi menjadi nemathelminthes dan platyhelminthes.
Platyhelminthes dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun) dan kelas cestoda
(cacing pita). Nemathelminthes terdiri dari kelas nematoda (cacing gilig). Kerugian
akibat infeksi parasit khususnya cacing pada ternak di Indonesia sangat besar. Hal ini
akibat cacing parasit menyerap zat-zat makanan, menghisap darah/cairan tubuh, atau
makan jaringan tubuh ternak (Saputra dan Putra., 2019).
Manajemen pemeliharaan sapi yang buruk ditunjang dengan sanitasi dan
kebersihan kandang yang kurang layak, kondisi lingkungan, iklim dan pakan yang
terkontaminasi mempengaruhi terjadinya penyebaran penyakit, terutama penyakit
yang disebabkan parasit cacing/gangguan endoparasit, diantaranya cacing kelas
trematoda, cestoda dan nematoda. Kerugian akibat penyakit helmint (cacing) antara
lain penurunan produktivitas ternak, penurunan bobot badan, penurunan daya kerja,
penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produksi susu pada sapi
perah, terhambatnya pertumbuhan pada sapi muda dan bahaya penularan pada
manusia atau zoonosis (Paramitha, dkk., 2017)

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 2


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

Cara pemeliharaan hewan ternak sangat berpengaruh terhadap kejadian


infeksi parasit. Jika peternak menggunakan sistem semi intensif dengan membiarkan
ternak mencari makan sendiri (sistem gembala) atau sama sekali tidak dikandangkan
(sistem tradisional) maka peluang besar terinfeksi cacing sangat besar. Pada hewan
ternak yang dipelihara secara intensif (sistem kandang), resiko infeksi dapat dikurangi
karena pakan ternak diberikan di dalam kandang (Purwaningsih, dkk., 2017).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 3


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak mengenai Helminthologi dilaksanakan


pada hari Jumat, 09 Oktober 2020 Pukul 13.30 wita sampai selesai melalui zoom.
Materi Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum Helminthologi yaitu beaker glass 600
ml, beaker glass 50 ml, corong, tabung reaksi, rak tabung, timbangan analitik, mortar
besar, mortar kecil, pipet tetes 2 ml, saringan, sendok tanduk, objek glass, cover
glass, sentrifuge dan mikroskop.
Bahan yang digunakan pada praktikum Helminthology yaitu aquades, feses
sapi, methylen blue, NaOH 10%, dan garam.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 4


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

Metode Endapan

Menyiapkan alat dan bahan, menimbang feses ternak sebanyak 2 gram,


melarutkan feses dengan menambahkan aquades sebanyak 30 ml kedalam mortar,
mengaduk feses dan aquades hingga tercampur, memasukkan feses dan aquades yang
telah tercampur kedalam tabung reaksi yang telah memiliki tanda dengan cara
menyaring, meletakkan tabung reaksi kedalam sentrifug dengan seimbang selama 5
menit dengan kecepatan 1500 rpm, membuang larutan supranatanya, mengambil
endapan kemudian menyimpan ke objek glass, menuangkan NaOH 10% sebanyak 1
tetes diatas objek glass dan meratakan, menunggu hingga 5 menit, menambahkan 2-3
tetes methylen blue dan meratakan, setelah mengering tutup menggunakan cover
glass, kemudian mengamati dibawah mikroskop.
Metode Apung

Menyiapkan alat dan bahan, membuat larutan garam dengan cara


mencampurkan garam dan aquades hingga garam tidak dapat larut lagi kedalam air,
menimbang feses ternak sebanyak 2 gram, melarutkan feses dengan menambahkan
aquades sebanyak 30 ml kedalam mortar, mengaduk feses dan aquades hingga
tercampur, memasukkan feses dan aquades yang telah tercampur kedalam tabung
reaksi yang telah memiliki tanda dengan cara menyaring, meletakkan tabung reaksi
kedalam sentrifug dengan seimbang selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm,
memasukkan larutan garam kedalam tabung reaksi hingga cembung, menempelkan
objek glass keatas permukaan tabung untu mengambil sampel dalam tabung, menutup
objek glass menggunakan cover glass kemudian mengamati dibawah mikroskop.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 5


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Ascaris Lumbricoides

Ascrais lumbricoides merupakan nematode yang memiliki ukuran yang besar


dengan warna putih kemerahan. Morfologi antara cacing jantan dan betina berbeda,
pada cacing jantan memiliki panjang 15-31cm dengan diameter 2,4 mm dan cacing
betina memiliki panjang 20-35 cm dengan diameter 3-6 mm. Ascaris lumbricoides
memiliki tiga mulut yang terletak pada bagian dorsal satu buah mulut dan dua lainnya
berada di subventral (Lestari, 2019).
Tabel 1. Ascaris lumbricoides
Mikroskop

Sumber: Elfred, dkk., 2016


Rahmalia, 2010.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 6


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides

Taksonomi

Menurut Lestari (2019) ascaris lumbricoides memiliki klasifikasi sebagai


berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Order : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 7


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides

Daur Hidup

Gambar 1. Daur hidup cacing Ascaris lumbricoides


Sumber : Elfred, dkk., 2016.

Habitat cacing ini ada di usus halus. Dalam siklus hidupnya, cacing Ascaris
lumbricoides membutuhkan hospes manusia untuk berkembang menjadi dewasa.
Manusia adalah hospes definitif satu-satunya dari cacing ini. Cacing ini tidak
memerlukan hospes reservoir, hospes perantara, dan vektor. Stadium infektif cacing
ini adalah telur. Proses siklus hidupnya adalah: telur cacing termakan dan tertelan
oleh manusia telur di dalam usus halus, telur pecah dan keluar larva nematoda
digestif, menembus mukosa usus, masuk aliran darah sampai di paru-paru di alveolus
paru-paru, larva cacing akan molting 3 kali menjadi larva stadium 4 dalam waktu 6-
10 hari berpindah ke bronkus, trakea tertelan kembali masuk ke kerongkongan masuk
usus halus berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina kemudian kopulasi,
cacing betina bertelur 240.000 butir per hari, telur keluar bersama feses, jatuh di
tanah liat dalam waktu 10-18 hari berkembang menjadi telur infektif yang
mengandung larva. Total waktu yang diperlukan dari termakan, telur, hingga cacing
dewasa bertelur sekitar tiga bulan (Adrianto, 2020).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 8


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides

Aspek Klinis

Gejala klinis yang timbul akibat infeksi Ascaris lumbricoides ini adalah
kehilangan berat badan, kurang nafsu makan, menurunnya daya penyerapan makanan
di usus, anemia karena kehilangan darah, penurunan berat badan yang diakibatkan
diare, karena parasit ikut menyerap bahan makanan dalam saluran pencernaan,
menghisap darah dan cairan induk semang serta memakan jaringan induk semang.
Dalam hal lain nematoda saluran pencernaan (Ascaris lumbricoides ) juga dapat
menyebabkan infeksi sekunder akibat bakteri patogen atau virus patogen yang masuk
ke dalam jaringan. Infeksi jangka panjang biasanya juga dipengaruhi oleh karena
kombinasi hal-hal yang buruk terutama pemberian pakan atau rumput, penanganan
kesehatan yang kurang baik dan beberapa hal lainnya sehingga sangat mendukung
terhadap perkembangbiakannya (Rahayu, 2015).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 9


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides

Pencegahan

Beberapa faktor dalam manajemen pemeliharaan yang harus diperhatikan


dalam usaha penanggulangan nematodiasis (Ascaris lumbricoides). Hal ini tidak
terlepas dari masalah perkandangan. Bangunan kandang harus menunjang tata
laksana usaha ternak dan kesehatan atau higiene lingkungan. Bangunan kandang yang
benar akan sangat membantu peternak salah satunya dalam hal pengontrolan
kesehatan ternak. Posisi lantai kandang diusahakan harus terkena sinar matahari
karena lantai kandang yang berlumpur dan selalu basah sangat ideal untuk
pertumbuhan parasit. Timbunan feses dan sisa-sisa pakan harus segera diangkat
karena hal tersebut juga akan membantu mengurangi penyebaran telur cacing dalam
tinja yang kemungkinan akan menetas menjadi larva cacing yang dapat
mengkontaminasi pakan (Rahayu, 2015).
Pengobatan

Nematodiasis (Ascaris lumbricoides) yang terjadi pada ternak dapat


ditanggulangi dengan pemberian anthelmintik. Berdasarkan kemampuan dalam
membunuh cacing, obat cacing digolongkan menjadi dua yakni broadspectrum dan
narrow spectrum, obat cacing broadspectrum lebih banyak digunakan karena dapat
membunuh semua cacing, obat cacing narrow spectrum kurang mampu mengimbangi
kenaikan berat badan karena ternak terinfeksi kembali dengan cacing Nematoda.
Beberapa obat cacing broad spectrum adalah dari kelompok benzimidazole seperti
albendazole, sedangkan obat cacing narrow spectrum diantaranya kelompok
salicylanalide seperti nitroxynil (Rahayu, 2015).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 10


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

Fasciola Hepatica

Fasciola hepatica adalah jenis cacing yang termasuk dalam kelas trematoda
atau cacing isap. Jenis ini sering disebut cacing hati. Cacing hati hidup sebagai parasit
di dalam hati hewan ternak, seperti domba, kambing, sapi, atau kerbau. Panjang tubuh
cacing ini sekitar 2-5 cm. Pada kepala terdapat dua buah sucker, yaitu sucker di ujung
anterior mengelilingi mulut dan sucker posterior yang terdapat di bawah sucher
anterior. Fungsi sucker ini adalah untuk melekatkan tubuh pada hospesnya. Alat
reproduksi betina berupa ovarium yang bercabang-cabang pada sebelah sisi kanan
tubuh. Pembuahan terjadi di dalam tubuh hospes. Telur yang telah dibuahi ini
disalurkan melalui empedu ke usus dan keluar bersama feses hewan hospes. Bila
jatuh di tempat yang sesuai, telur akan menetas menjadi larva mirasidium bersilia. Di
tempat yang dingin larva ini dapat bertahan hidup selama beberapa tahun. Mirasidium
mampu berenang selama 8-20 jam. Bila pada masa itu mirasidium tidak bertemu
siput maka mirasidium akan mati. Sebaliknya, bila mirasidium termakan oleh siput
maka mirasidium akan hidup di dalamnya. Di dalam tubuh siput terjadi proses
paedogenesis. Paedogenesis adalah reproduksi yang terjadi ketika suatu organisme
belum mencapai usia kedewasaan secara fisik, misalnya terjadi pada fase larva
(Ardyansyah dan Vallenti, 2019).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 11


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

Tabel 2. Fasciola hepatica


Mikroskop

Sumber: Anggriana, 2014.


Adrianto, 2020.

Taksonomi
Menurut Anggriana (2014) cacing fasciola hepatica diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum: Platyhelmintes
Kelas: Trematoda
Ordo: Digenea
Family : Fasciolidae
Genus: Fasciola
Spesies : Fasciola hepatica

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 12


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

Daur Hidup

Gambar 2. Daur hidup cacing Fasciola hepatica


Sumber : Susilowarno, dkk., 2007.

Siklus hidup Fasciola hepatica dimulai dengan keluarnya telur bersama feses
kambing. Telur yang jatuh di tempat lembab atau berair menetas menjadi mirasidium.
Mirasidum mempunyai silia sehingga da pat berenang bebas (8-20 jam) hingga
termakan oleh siput air (Lymnea sp). Di dalam tubuh siput mirasidium berubah
menjadi sporokista. Sporokista tumbuh dan berkembang manjadi redia setiap
sporokista menghasilkan (3-8 redia). Redia mengalami paedogenesis larva meng
hasilkan individu baru tanpa perkawinan aseksual dan metamorfosis dengan
menghasilkan sekara. Serkaria sudah mempunyai suckerakan keluar dari tubuh siput,
selanjutnya dapat berenang bebas karena mempunyai flagela. Apabila serkaria sudah
menemukan rerumputan untuk menempel maka sekaria akan melepaskan flagelanya
dan berubah menjadi metaserkaria. Metaserkaria (kista) yang menempel di rumput
dapat termakan oleh kambing, Metaserkara yang termakan oleh kambing akan
berkembang menjadi cacing dewasa di dalam hati kambing Cacing Fasciola dewasa
di dalam hati kambing. Selanjutnya, bertelur dan telurnya dikelurkan bersama feses
(Susilowarno, dkk., 2007).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 13


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

Aspek Klinis

Fasciola hepatica merupakan jenis parasit yang paling banyak menyerang


sapi Bali. Sapi yang terserang fasciola hepatica. akan tampak pucat, lesu, mata
membengkak, tubuh kurus, dan bulu kasar serta kusam atau berdiri. Fasciola
hepatica yang masih muda merusak sel-sel parenkim hati dan cacing dewasa
hidup sebagai parasit dalam pembuluh-pembuluh darah yang ada di hati. Sapi
yang terserang fasciola hepatica mengalami gangguan fungsi hati, peradangan hati
dan empedu, obstipasi, serta gangguan pertumbuhan. Tingkat infeksi bergantung
pada jumlah metaserkaria yang tertelan dan infektivitasnya. Bila metaserkaria
yang tertelan sangat banyak akan mengakibatkan kematian pada ternak sebelum
cacing tersebut mencapai dewasa (Anggriana, 2014).
Pencegahan

Menurut Anggriana (2014) prinsip pengendalian fasciola hepatica pada


ternak ruminansia adalah memutus daur hidup cacing. Secara umum, strategi
pengendalian fasciola hepatica didasarkan pada musim (penghujan/basah dan
kemarau/kering). Pada musim penghujan, populasi siput mencapai puncaknya dan
tingkat pencemaran metaserkaria sangat tinggi. Untuk itu, diperlukan tindakan-
tindakan pencegahan terhadap infeksi dan atau menekan serendah mungkin
terjadinya pencemaran lingkungan, antara lain dengan cara:

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 14


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

a. Limbah kandang hanya digunakan sebagai pupuk pada tanaman padi apabila
sudah dikomposkan terlebih dahulu sehingga telur fasciola hepatica sudah
mati.
b. Pengambilan jerami dari sawah sebagai pakan ternak dilakukan dengan
pemotongan sedikit di atas tinggi galengan atau 1-1.5 jengkal dari tanah.
c. Jerami dijemur selama 2-3 hari berturut-turut dibawah sinar matahari dan
dibolak-balik selama penjernuran sebelum diberikan untuk pakan.
d. Penyisiran jerami agar daun padi yang kering terlepas untuk mengurangi
pencemaran metaserkaria.
e. Tidak melakukan penggembalaan ternak di daerah berair atau yang tercemar
oleh metaserkaria cacing hati, misalnya di sawah sekitar kandang ternak atau
dekat pemukiman.
f. Mengandangkan sapi dan itik secara bersebelahan sehingga kotorannya
tercampur saat kandang dibersihkan (pengendalian secara biologis).
g. Gabungan dari cara-cara tersebut di atas.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 15


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Fasciola Hepatica

Pengobatan

Pengobatan fasciola hepatica pada sapi, kerbau dan domba menggunakan


Nitroxinil dengan dosis 10 mg/kg sangat efektif dengan daya bunuh 100% pada
infeksi setelah 6 minggu. Namun pengobatan ini perlu diulang 8-12 minggu
setelah pengobatan pertama. Pemberian obat cacing secara berkala minimal 2 kali
dalam 1 tahun bertujuan mengeliminasi migrasi cacing dewasa. Pengobatan
pertama dilakukan pada akhir musim hujan sehingga selama musim kemarau,
ternak dalam kondisi yang baik dan juga menjaga lingkungan terutama kolam air.
Pengobatan kedua dilakukan pada akhir musim kemarau dengan tujuan untuk
mengeliminasi cacing muda yang bermigrasi ke dalam parenkim hati. Pada
pengobatan kedua ini perlu dipilih obat cacing yang dapat membunuh cacing
muda (Anggriana, 2014).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 16


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Taenia Saginata

Taenia Saginata

Cacing Pita (Taenia saginata) dewasa terdiri dari skoleks (kepala)


berbentuk segiempat yang berukuran 1-2 mm dan dilengkapi dengan empat buah
alat penghisap (sucker) menyerupai mangkuk, sebuah leher dan sebuah strobila
yang panjangnya berkisar dari 35 mm sampai 6 mm. Tidak ada rostelum maupun
kait pada skoleks. Leher cacing pita (Taenia saginata) berbentuk segi empat
menunjang dengan lebar sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di
dalamnya tidak terlihat struktur. Segmen cacing ini dapat mencapai 2000 buah.
Telur Taenia saginata. berbentuk bulat dengan diameter antara 31-43 mikron.
Telur ini memiliki embriopor yang bergaris radier, dengan ukuran 30-40 x 20-30
m, mengelilingi embrio heksasan (Wardana, 2017).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 17


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Taenia Saginata

Tabel 3. Taenia saginata


Mikroskop

Sumber: Wardana, 2017.

Taksonomi

Menurut Wardana (2017) klasifikasi ilmiah dari cacing pita (taenia


saginata) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Superphylum : Platyzoa
Phylum : Platyhelminthes
Subphylum : Neodermata
Class : Cestoda
Subclass : Cestodaria
Ordo : Taeniidea
Family : Taeniida

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 18


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Taenia Saginata

Daur Hidup

Gambar 3. Daur hidup cacing Taenia saginata


Sumber : Akoso, 2012.

Pada siklus hidup Taenia saginata di atas, telur yang berembrio termakan
oleh sapi. Kemudian akan menetas di dalam saluran pencernaan sapi menjadi
heksakan. Heksakan selanjutnya menembus masuk ke dalam jaringan otot sapi
dan berkembang menjadi onkosfer. Onkosfer akan membentuk larva sistiserkus.
Sistiserkus di dalam otot sapi (daging sapi, jika dikonsumsi manusia dengan
dimasak tidak sempurna akan menginfeksi ke dalam tubuh manusia dan akan
berkembang menjadi cacing Taenia saginata dewasa di saluran pencernaan
manusia. Cacing dewasa akan bertelur lagi dan dikeluarkan melalui feses ke
lingkungan. Untuk siklus hidup Taenia solium urutannya sama dengan siklus
hidup Taenia saginata akan tetapi inang sementaranya berupa babi (Susilowarno,
dkk., 2007).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 19


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Taenia Saginata

Aspek Klinis

Cacing pita tidak hanya menyerang sapi, tetapi bisa menyerang manusia
melalui konsumsi daging sapi yang terinfeksi. Penyebabnya adalah cacing dari
jenis Taenia saginata. Cacing tersebut mempunyai ukuran panjang sekitar 4-12 m.
Gejala yang tampak dengan adanya nafsu makannya berkurang, tubuh terlihat
kurus, tubuh pucat, kondisi melemah, tampak kekurangan darah, dan
pertumbuhannya lambat (Yulianto dan Saparinto, 2014).
Pencegahan

Penanganan sapi yang terinfeksi Taenia saginata yaitu jangan berikan


pakan rumput pada sapi secara langsung. Rumput harusnya dijemur terlebih
dahulu untuk membunuh telur cacing pita yang melekat di rumput, berikan obat
cacing secara rutin (Yulianto dan Saparinto, 2014).
Pengobatan

Pengobatan dilakukan jika sapi sudah memperlihatkan gejala cacingan


akibat Taenia saginata, lakukan pengobatan dengan memberikan obat preparat,
seperti albendazole, mebendazole, piperazine, dan oxfendazole. Pemakaian obat
harus berdasarkan petunjuk dokter hewan (Fikar dan Ruhyadi, 2012).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 20


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

PENUTUP

Kesimpulan

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing, Ascrais


lumbricoides merupakan nematode yang memiliki ukuran yang besar dengan
warna putih kemerahan. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi Ascaris
lumbricoides ini adalah kehilangan berat badan, kurang nafsu makan, menurunnya
daya penyerapan makanan di usus, anemia karena kehilangan darah, penurunan
berat badan yang diakibatkan diare. Nematodiasis (Ascaris lumbricoides) yang
terjadi pada ternak dapat ditanggulangi dengan pemberian anthelmintik.
Fasciola hepatica adalah jenis cacing yang termasuk dalam kelas
trematoda atau cacing isap. Jenis ini sering disebut cacing hati. Pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu tidak melakukan penggembalaan ternak di daerah berair
atau yang tercemar oleh metaserkaria cacing hati, misalnya di sawah sekitar
kandang ternak atau dekat pemukiman, pengobatan fasciola hepatica pada sapi,
kerbau dan domba menggunakan Nitroxinil dengan dosis 10 mg/kg sangat efektif
dengan daya bunuh 100% pada infeksi setelah 6 minggu. Namun pengobatan ini
perlu diulang 8-12 minggu setelah pengobatan pertama.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 21


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

Cacing Pita (Taenia saginata) dewasa terdiri dari skoleks (kepala)


berbentuk segiempat yang berukuran 1-2 mm dan dilengkapi dengan empat buah
alat penghisap (sucker) menyerupai mangkuk, sebuah leher dan sebuah strobila
yang panjangnya berkisar dari 35 mm sampai 6 mm, penanganan sapi yang
terinfeksi Taenia saginata yaitu jangan berikan pakan rumput pada sapi secara
langsung. Rumput harusnya dijemur terlebih dahulu untuk membunuh telur cacing
pita yang melekat di rumput. pengobatan dengan memberikan obat preparat,
seperti albendazole, mebendazole, piperazine, dan oxfendazole.
Saran

Sebaiknya para peternak lebih mengontrol pakan yang diberikan untuk


ternak, apabila ternak memakan rumput yang masih basah maka ternak akan
rentan terinfeksi penyakit parasit seperti cacing. dan sebaiknya praktikum ini
dilakukan secara luring tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 22


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia
saginata

DAFTAR PUSTAKA

Akoso. B. T. 2012. Budidaya Sapi Perah. Airlangga University Press, Surabaya.


Anggriana, A. 2014. Prevalensi Infeksi Cacing Hati (Fasciola Sp.) Pada Sapi Bali
Di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone. Skripsi. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Adrianto, H. 2020. Buku Ajar Parasitologi. Rapha Publishing: Yogyakarta.

Ardyansyah, D. dan S. Vallenti. 2019. Cepat Menguasai Soal Biologi. Bumi


Aksara: Jakarta.

Elfred., H. Arwati. dan Suwarno. 2016. Gambaran basofil, TNF-α, dan IL-9 pada
petani terinfeksi STH di kabupaten Kediri. Jurnal Biosains Pascasarjana.
18(3): 230-242.

Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2012. Penggemukan Sapi 4 Bulan Panen. AgroMedia


Pustaka: Jakarta.

Lestari, P. 2019. Uji Efektivitas Antelmintik Ekstrak Metanol Daging Labu


Kuning (Cucurbita Moschata (Duch.) Poir) Terhadap Ascaris Suum Goeze
Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Paramitha, R. P., R. Ernawati. dan S. Koesdarto. 2017. Prevalensi helminthiasis


saluran pencernaan melalui pemeriksaan feses pada sapi di Lokasi
Pembuangan Akhir (LPA) Kecamatan Benowo Surabaya. Journal of
Parasite Science. 1(1): 23-32.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 23


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Helminthologi
Nama Sampel : Feses Sapi
Hasil Pengamatan : Ascaris lumbricoides, Fasciola hepatica dan Taenia saginata

Purwaningsih., Noviyanti. dan P. Sambodo. 2017. Infestasi cacing saluran


pencernaan pada kambing kacang peranakan ettawa di Kelurahan Amban
Kecamatan Manokwari Barat Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 8-12.

Rahayu, S. 2015. Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan Pada Sapi Bali


(Bos Sondaicus) Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Skripsi.
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rahmalia, A. D. 2010. Efek Antihelmintik Infusa Biji Kedelai Putih (Glycine Max
(L) Merril) Terhadap Waktu Kematian Cacing Gelang Babi (Ascaris Suum,
Goeze) In Vitro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Saputra, H. M. dan M. R. D. Putra. 2019. Jenis-jenis parasit internal pada feses


kambing (capra sp.) di Pasar Kambing Kota Bengkulu. Jurnal Konservasi
Hayati. 10(2): 56-63.

Susilowarno, R. G., R. S. Hartono., Mulyadi., T. E. M. Murtiningsih. dan Umiyati.


2007. Biologi. Grasindo: Jakarta.

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadaya:


Semarang.

Wardana, A. K. 2017. Keberadaan Telur Cacing Pita (Taenia Saginata) Melalui


Uji Feses Sapi Bali (Bos Sondaicus) Di Kecamatan Kaliwates Serta
Pemanfaatannya Sebagai Lembar Kerja Siswa (Lks). Skripsi. Universitas
Jember, Jawa Timur.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 24


EKTOPARASIT
ILMU KESEHATAN TERNAK
(380I113)

Nama : Norma Novita


NIM : I011181317
Kelompok : XI (Sebelas)
Asisten : Fauziyyah Divayanti

Oleh
Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si.
Prof.Dr.Drh. Ratmawati Malaka, M.Sc.
Drh. Kusumandari Indah Prahesti, M.Si

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN KESEHATAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 25


EKTOPARASIT
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

Gambaran Umum

Entomologi termasuk salah satu cabang ilmu dari Ilmu Hewani (Zoology).
Entomologi ilmu yang mempelajari tentang serangga dan hubungannya dengan
manusia, hewan dan tumbuhan. Dewasa ini ilmu entomologi semakin banyak
diminati untuk dipelajari. Kaitan entomologi dengan manusia adalah sangat luas,
misalnya: "entomologi pemukiman" (rural entomology) membahas tentang
peranan serangga dalam pemukiman baik di daerah perkotaan maupun di
pedesaan, yaitu menyangkut serangga dan penyebaran agen kuman penyakit
hingga mengakibatkan penyebaran penyakit di kawasan pemukiman tersebut
secara meluas, dengan memahami dengan baik aspek-aspek 'entomologi
pemukiman' memungkinkan masalah penyebaran penyakit karena serangga dapat
diatasi. Dalam bidang peternakan, entomologi berperan penting, yaitu antara lain
sebagai pakan ternak (Rumokoy, 2018).
Ektoparasit yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain adalah berbagai
jenis nyamuk (culicidae), lalat (muscidae), kecoa (Dyctioptera), tungau
(Parasitiformes), caplak (Acariformes), (Phthiraptera), busuk (Hemiptera), dan
pinjal (Siphonaptera). Ektoparasit yang tinggal di bagian permukaan kulit dan
diantara rambut dapat menimbulkan iritasi, kegatalan, peradangan, kudisan,
miasis, atau berbagai bentuk reaksi alergi dan sejenisnya. Keadaan ini
mengakibatkan rasa yang tidak nyaman dan kegelisahan yang dapat menganggu.
Pada hewan keadaan ini sangat merugikan karena dapat membuatnya lupa makan,
sehingga dapat menurunkan status gizi, produksi daging atau telur secara drastis
(Hadi dan Soviana, 2010).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 26


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

Kerugian ekonomi yang timbul akibat infestasi ektoparasit yaitu dapat


menyebabkan kekurusan, penurunan daya tahan tubuh, serta pertumbuhan yang
lambat pada hewan ternak sehingga akan menurunkan produksi daging, berat
badan dan nilai jual pada hewan ternak. Infestasi ektoparasit dapat berdampak
langsung maupun tidak langsung. Dampak secara tidak langsung hewan dapat
mengalami kerontokan bulu, pruritus, alopesia dan mengalami iritasi pada kulit,
sedangkan dampak langsung hewan mengalami anemia, pertumbuhan terhambat
dan bahkan dapat menyebabkan kematian secara tiba‐tiba (Sari, dkk., 2020).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 27


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Caplak

Caplak terbagi 2 famili, yaitu Argasidae dan Ixodidae. Argasidae yang


penting ialah Argas persicus pada peternakan ayam. Sedangkan Ixodidae yang
penting adalah Boophilus, Ixodes, Rhipicephalus, Haemaphysalis, Amblyomma
dan Aponomma. Caplak atau ticks termasuk ordo Acarina yang tubuhnya terdiri
dari segmen abdomen dan segmen sefalotoraks yang telah menjadi satu, sehingga
tubuhnya berbentuk mirip kantung. Tubuhnya mempunyai kulit yang tebal dan
tidak tembus sinar. Mulutnya mudah dilihat dan mempunyai sejumlah gigi untuk
melekat atau mengigit. Larva mempunyai 3 pasang kaki, sedangkan nimfa dan
dewasa memiliki 4 pasang kaki (Suparmin, 2015).
Tabel 4. Caplak
Mikroskop

Sumber: Suparmin, 2015.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 28


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

Taksonomi

Menurut Suparmin (2015) secara taksonomi, caplak pada sapi dapat


diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Acari
Famili : Ixodidae
Genus : Boophilus

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 29


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

Daur Hidup

Gambar 4. Daur hidup caplak


Sumber: Suparmin, 2015.

Siklus hidup yang dijalani caplak berupa telur-larva-nimfa-caplak dewasa.


Caplak dewasa setelah kawin akan menghisap darah sampai kenyang, lalu jatuh
ke tanah dan disinilah caplak bertelur. Larva yang baru menetas segera akan
mencari inangnya dengan pertolongan benda-benda sekitarnya serta bantuan alat
olfaktoriusnya. Setelah mendapatkan inangnya, caplak akan menghisap darah
inang hingga kenyang (enggorged) lalu akan jatuh ke tanah atau tetap tinggal pada
tubuh inang tersebut dan segera berganti kulit (molting) menjadi nimfa. Nimfa
menghisap darah kembali, setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan berganti kulit
menjadi caplak dewasa (Suparmin, 2015).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 30


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

Aspek Klinis

Menurut Suparmin (2015) aspek klinisnya yaitu:


1. Gangguan Pertumbuhan
Penghisapan darah yang terus-menerus dan iritasi yang ditimbulkannya
mempengaruhi kapasitas pertumbuhan, terlebih untuk ternak penggemukan
sehingga menyebabkan penurunan produksi daging jauh sebelum pemasaran.
2. Kerusakan Kulit (Dermatosis) dan Miasis
Infestasi caplak dapat mengakibatkan kerusakan kulit atau dermatosis
sehingga menurunkan kualitas kulit. Infestasi caplak juga menimbulkan suatu
jaringan nekrotik pada kulit. Perubahan patologik kulit oleh ektoparasit caplak
pada umumnya disebabkan oleh aktifitas mekanis dan atau efek toksik yang
dihasilkan oleh parasit tersebut. Secara mekanis gigitan parasit akan diikuti oleh
rasa nyeri, menimbulkan iritasi dan rasa gatal, dan untuk mengurangi rasa
tersebut, ternak yang terinfestasi caplak mencoba menggigit, menggaruk, atau
menggosokgosokkan bagian yang sakit ke obyek-obyek keras yang akibat
selanjutnya menimbulkan kerusakan kulit atau rambut. Terjadinya luka abrasif
(gesekan) menyebabkan infeksi sekunder oleh kuman, hingga terjadi radang
infeksi.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 31


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

3. Iritasi dan Penurunan Produksi


Tusukan hipostom menyebabkan iritasi dan kegelisahan sehingga aktivitas
dan waktu istirahat inang akan berkurang. Tusukan hipostom akan memperbesar
faktor “stress” yaitu banyak energi yang terbuang, sehingga akan menurunkan
efisiensi pakan dan sekaligus menghambat laju pertumbuhan badan dan daya
produksi.
4. Anemia dan Kematian.
Anemia dapat terjadi terutama pada anak sapi dan betina bunting serta
sering terjadi kematian. Caplak betina Boophilus microplus menghisap darah 0,5-
1,0 ml untuk menyempurnakan perkembangannya. Sapi terinfestasi caplak
memiliki tingkat kesembuhan yang sangat lambat karena masih adanya elemen
toksin dalam sekresi saliva caplak. Akibat infestasi caplak ini terjadi penurunan
jumlah sel darah merah, serum protein, dan haemogobin.
5. Tick Paralisa
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa inkoordinasi dan kelemahan otot
kaki belakang, paralisa panca indra, kaki depan, oesofagus dan wajah, kesulitan
menelan, kematian akibat paralisa otot pernafasan.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 32


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan perputaran ladang penggembalaan.


Cara ini tujuannya menghindari caplak dengan membiarkan caplak-caplak mati di
lapangan tempat pembiakannya. Tingkat larva mempunyai umur yang cukup
pendek. Untuk B. microplus kurang lebih 3 bulan, sehingga dengan meninggalkan
ladang penggembalaan selama 3 bulan dapat mengurangi infestasi caplak.
Umumnya kontrol ini dilakukan secara kombinasi dari cara-cara tersebut di atas
sehingga lebih memuaskan hasilnya dari pada sendiri-sendiri. Infestasi caplak
sering muncul jika ternak-ternak dipadatkan ke dalam kandang yang sangat kotor.
Selain mengatur kondisi perkandangan yang baik, pencegahan lainnya bisa
dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, pengeringan tanah dan
pembuangan kotoran hewan secara baik dan teratur (Suparmin, 2015).
Pengobatan

Menurut Suparmin (2015) cara pengobatannya melalui 2 cara yaitu:


Kontrol alami Kontrol alami dilakukan dengan cara merusak atau
meniadakan faktor alam yang dapat mengundang siklus hidup caplak misalnya
tumbuhan tertentu atau adanya air, kelembaban dan sebagainya yang bisa kita
hilangkan. Kalau perlu juga hilangkan jenis tanaman atau binatang tertentu yang
digunakan caplak untuk melengkapi siklus hidupnya. Sedangkan biologi kontrol
adalah kontrol alami dengan cara memberi predator caplak pada area tertentu
seperti burung, tikus, semut, lala-laba dan sejenisnya. Predator tersebut bisa
memakan caplak pada saat fase bebas maupun fase parasitik.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 33


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak

Kontrol dengan bahan kimia Kontrol dengan bahan kimia dapat dilakukan
pada fase bebas maupu fase parasitik. Adapun aplikasi penggunaan bahan kimia
atau akarisida bisa sebagai berikut:
- Perendaman (plunge dipping), ternak dilewatkan pada suatu kolam larutan
insektisida/akarisida. Ternak dilewatkan pada kolam tersebut dan diusahakan
seluruh tubuhnya terendam/kontak dengan larutan insektisida seperti azuntol
- Perendaman dapat dilakukan sebanyak dua kali dalam satu siklus hidup caplak.
- Penyemprotan (showering or spraying), penyemprotan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat semprot secara merata pada seluruh tubuh hewan maupun
dengan menggunakan mesin.
- Penyemprotan dan pembersihan dengan menggunakan tangan (hand spraying
and hand washing), bila kedua alat tersebut di atas tidak ada, maka digunakan
cara penyemprotan dengan alat sederhana dengan tangan dan melap.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 34


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Kutu

Kutu

Kutu merupakan serangga ektoparasit obligat karena seluruh hidupnya


berada pada dan tergantung pada tubuh inangnya. Oleh karena itu secara
morfologi kutu ini sudah beradaptasi dengan cara hidupnya, misalnya dengan
tidak memiliki sayap, sebagian besar tidak bermata, bentuk tubuh yang pipih
dorsoventral, bagian mulut disesuaikan untuk menusuk isap atau untuk
mengunyah, dan memiliki enam tungkai atau kaki yang kokoh dengan kuku yang
besar pada ujung tarsus yang bersama dengan tonjolan tibia berguna untuk
merayap dan memegangi bulu atau rambut inangnya (Hadi, 2011).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 35


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Kutu

Tabel 5. Kutu
Mikroskop

Sumber: Oka dan Dwinata, 2017.

Taksonomi

Menurut Setiawan (2013) klasifikasi kutu sebagai berikut:


Kelas: Insekta
Ordo : Phthiraptera
SubOrdo: Mallophaga
Keluarga : Pediculidae
Kelompok : Amblycera
Famili: Menoponidae

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 36


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Kutu

Daur Hidup

Gambar 5. Daur hidup kutu


Sumber: Hadi, 2011.

Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa


instar pertama sampai ketiga lalu dewasa. Seluruh tahap perkembangannya secara
umum berada pada inangnya. Telurnya berukuran 1–2 mm, berbentuk oval,
berwarna putih dan pada beberapa jenis permukaan telur bercorak-corak dan
dilengkapi dengan operkulum. Telur disebut nits (lingsa, Jawa), yang direkatkan
pada bulu (rambut) inangnya dengan semacam zat semen pada bagian ujung dasar
telur. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk mencapai 10–300 butir
selama hidupnya. Telur menetas menjadi nimfa ( muda)setelah 5–18 hari
tergantung jenis . Warna nimfa dan dewasa keputih-putihan, dan makin tua
umurnya makin berwarna gelap. dewasa bisa hidup 10 hari hingga beberapa
bulan (Hadi, 2011).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 37


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Kutu

Aspek Klinis

Kebanyakan penggigit akan aktif bergerak pada tempat predileksinya


sambil menggigit bagian kulit yang menjadi makanannya. Pada saat berpindah
dan memakan jaringan menimbulkan iritasi dan tempat gigitan terjadi reaksi
alergi. Gejala klinis, akibat iritasi hewan menjadi tidak tenang, tertekan, nafsu
makan menurun , tidur tidak nyenyak dan akhirnya kelemahan umum, sedangkan
karena reaksi alergi tempat gigitan , maka hewan akan menggosok, menggaruk,
menggigit, atau mematuk tempat gigitan, menyebabkan bulu menjadi rontok dan
bahkan bisa sampai timbul kelukaan dan memar pada kulit. Dampak akhir yang
paling umum dari infestasi adalah terjadi penurunan produksi (Oka dan Dwinata,
2017).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 38


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Kutu

Pencegahan

Bulu domba atau kambing yang telah panjang dicukur dan dibersihkan
dengan memandikan secara teratur minimal 1- 2 minggu sekali. Periksalah secara
teliti hewan yang akan dibeli , apakah terdapat kutu pada tubuhnya atau tidak.
Hindarkan kontak langsung dengan ternak yang terserang kutu (Cahyono, 2012).
Pengobatan

Infestasi secara umum dapat diobati dengan cara dibedaki, dimandikan


atau disemprot dengan insektisida yang tersedia, cat, mandi debu, pada unggas
dilakukan dengan cara air rendaman tembakau atau nicotine (di cat pada
tenggeran atau predileksi), campuran pasir halus dengan Sodium floride (mandi
debu), Carbaryl 5%,Coumaphos 0,06%, Toxaphene, Hexachloro Cyclo Hexane
(HCH), Lindane dan Malathion 0,01% (disemprot), kemudian dilakukan
pengontrolan, hindarkan kontak dengan hewan terinfestasi (Oka dan Dwinata,
2017).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 39


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Pinjal

Pinjal

Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh


berbentuk pipih bilateral dengan panjang 1,5-4,0 mm, pinjal dewasa memiliki
ukuran tubuh yaitu 1,0-8,5 mm. Ukuran tubuh pinjal jantan biasanya lebih kecil
dari betina. Ektoparasit ini diselaputi khitin yang tebal dan berwarna coklat gelap,
tidak memiliki mata majemuk, tetapi pada beberapa spesies parasit ini memiliki
mata yang sederhana berukuran besar atau kecil (Susanti, 2001).
Tabel 6. Pinjal
Mikroskop

Sumber: Susanti, 2001.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 40


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Pinjal

Taksonomi

Menurut Susanti (2001) pinjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Sub Kelas : Pterygota
Devisi : Endopterygota
Ordo : Siphonaptera
Super Famili : Pulicoidae
Famili : Pulicidae
Genus : Ctenocephalides
Spesies : Clenocephalides felis (Bouche)
Daur Hidup

Gambar 6. Daur hidup pinjal


Sumber: Sigit, dkk., 2006.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 41


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Pinjal

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna yang diawali dengan telur,


larva, pupa dan dewasa. Sepanjang hidupnya seekor pinjal betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 400-500 butir. Telur berukuran panjang 0,5 mm,
oval dan berwarna keputih-putihan. Perkembangan telur bervariasi tergantung
suhu dan kelembaban. Telur menetas menjadi larva dalam waktu dua hari atau
lebih. Larva yang muncul bentuknya memanjang,langsing seperti ulat, terdiri atas
tiga ruas toraks dan 10 ruas abdomen, yang masing-masing dilengkapi dengan
beberapa bulu-bulu yang panjang. Larva ini mengalami tiga kali pergantian kulit
(moulting) sebelum menjadi pupa. Periode larva berlangsung selama 7-10 hari
atau lebih tergantung suhu dan kelembaban. Larva dewasa (mature) panjangnya
sekitar 6 mm.. Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang
sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang optimal, dan pada suhu
yang rendah bisa menyebabkan pinjal tetap terbungkus di dalam kokon. Stadium
pupa merupakan tahapan yang tidak aktif makan dan berada dalam kokon yang
tertutupi debris dan debu sekeliling. Stadium ini sensitif terhadap adanya
perubahan konsentrasi karbon dioksida di lingkungan sekitarnya, juga terhadap
getaran/ vibrasi. Adanya perubahan yang signifikan terhadap kedua faktor ini,
menyebabkan keluarnya pinjal dewasa dari kepompong untuk segera mencari
inangnya, pada suhu 26,6 °C pinjal betina akan muncul dari kokon setelah 5-8
hari,sedangkan yang jantan setelah 7-10 hari (Sigit, dkk., 2006).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 42


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Pinjal

Aspek Klinis

Gangguan utama yang ditimbulkan oleh pinjal adalah gigitannya yang


mengiritasi kulit dan cukup mengganggu. Ctenocephalides canis berperan sebagai
inang antara cacing pita Dipylidium caninum dan Hymenolepis diminuta.
Ctenocephalides canis juga merupakan inang antara cacing filaria Dipetalonemia
reconditum (Hadi, 2010).
Pencegahan

Pengendalian secara mekanik atau fisik dilakukan dengan cara


membersihkan karpet, alas kandang, daerah yang biasa disinggahi hewan dengan
menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang bertujuan untuk
membersihkan telur, larva dan pupa pinjal yang ada. Sedangkan tindakan fisik
adalah dengan menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitar hewan piaraan,
memberi nutrisi yang tinggi gizi untuk meningkatkan daya tahan hewan juga
perlindungan dari kontak hewan piara dengan hewan liar/ tidak terawat lain di
sekitar (Sigit, dkk., 2006).
Pengobatan

Pengobatan dengan antikutu hanya membunuh pinjal dewasa. Oleh karena


itu, pemberian obat antikutu perlu disesuaikan agar siklus hidup pinjal bisa
dihentikan. Pemberian obat perlu diulang agar pinjal dewasa yang berkembang
dari telur dapat segera dibasmi sebelum menghasilkan telur lagi (Suwed dan
Napitupulu, 2011).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 43


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Lalat

Lalat merupakan hama pengganggu baik pada manusia maupun pada


hewan lainnya. Jenis lalat yang terutama menimbulkan masalah dalam industri
peternakan baik peternakan unggas, babi dan sapi perah dan pada prosesing
makanan asal hewan adalah lalat rumah Musca domestica linn. Pada peternakan
unggas lalat ini yang paling tinggi populasi dan potensinya sebagai hama
(pestiferous fly) serta menjadi target utama dalam program manajemen dan
pengendalian (Astuti dan Pradani, 2010).
Tabel 7. Lalat
Mikroskop

Sumber: Dwiyani, dkk., 2014.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 44


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Taksonomi

Menurut Saputri, dkk., (2017) klasifikasi Lalat adalah sebagai berikut:


Kingdom: Animalia
Phylum: Arthrropoda
Class: Hexapoda
Ordo: Diptera
Famili : Muscidae, Sarcophagidae, Challiporidae
Genus: Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia
Spesies : Musca sp, Stomoxys sp, Phenesia sp, Fannia sp, Sarchopaga sp.
Daur Hidup

Gambar 7. Daur hidup lalat


Sumber: Rosa, 2017.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 45


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Menurut Rosa (2017) lalat adalah insekta yang mengalami metamorfosa


sempurna, yaitu melalui stadium telur, stadium larva atau ulat, stadium pupa atau
kepompong dan stadium dewasa.
a. Stadium Telur Stadium ini memerlukan waktu 12-24 jam. Bentuk telur lonjong
bulat berwarna putih, besarnya telur 1-2 mm, dikeluarkan oleh lalat betina
sekaligus sebanyak 150-200 butir.
b. Stadium Larva Larva lalat berbentuk bulat panjang 8 mm, warna putih
kekuning- kuningan agak keabuan bersegmen di kalanagan masyarakat biasa
disebut sebagai belatung. Larva dewasa selalu bergerak untuk mencari
makanan sekitar sarangnya berupa bahan organik. Pada tingkat akhir larva
mencari tempat kering untuk kemudian tidak bergerak dan berubah menjadi
kepompong atau pupa. Lamanya stadium ini 2- 8 hari tergantung dari pengaruh
setempat. Larva mudah terbunuh pada temperatur 73° C.
c. Stadium Pupa Lamanya stadium ini 2 hari bergantung pada temperatur
setempat. Bentuk bulat lonjong dengan warna coklat hitam panjang 8-10 mm.
Pada stadium ini jarang ada pergerakan, mempunyai selaput luar yang keras
disebut chitinie, di baggian depan terdapat spiracle (lubang nafas) disebut
posterior spiracle.
d. Stadium Dewasa Dari pupa ini akhirnya terwujud lalat dewasa. Dari stadium
telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7-14 hari.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 46


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Aspek Klinis

Lalat merupakan serangga pengganggu yang menyerang ternak, satwa liar,


dan kadang-kadang juga manusia. Lalat ini, baik jantan dan betina yang dewasa,
sama-sama pengisap darah dan menyebabkan gigitan yang menyakitkan serta
menyebabkan kehilangan darah yang signifikan pada beberapa hewan. Pada
populasi yang tinggi terjadi aktivitas menggigit yang tinggi, yang berakibat pada
penurunan produktivitas hewan dan mengganggu kegiatan makan sehingga
mengurangi bobot badan ternak dan berdampak pada produksi susu ternak
tersebut (Afriyanda, dkk., 2019).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 47


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Pencegahan

Pencegahannya dilakukan dengan menjaga kerbersihan kandang. Dalam


melakukan pembersihan kandang yaitu pencucian kandang, alat pertama yang
dibutuhkan adalah mesin semprot air. Adapun yang termasuk dalam bagian mesin
semprot bertekanan tinggi tersebut, antara lain sebagai berikut: a. Mesin sprayer b.
Motor penggerak c. Selang Kandang yang telah dicuci bersih dengan air biasa
dicuci dengan desinfektan. Caranya, kandang dibasahi dengan campuran air biasa
yang telah ditambahkan dengan desinfektan contohnya benzalkonium chloridae
atau iodin dengan perbandingan 100 : 2 atau sesuai dengan dosis yang tertera pada
label kemasan. Kandang yang telah dicuci bersih serta masih dalam keadaan
basah disemprot dengan semprotan air desinfektan. Penyemprotan disetel pada
posisi berkabut. Tujuannya agar reaksi desinfektan dapat masuk ke dalam sela-
sela bangunan kandang. Langkah selanjutnya adalah pengapuran kandang,
tujuannya adalah untuk memperkuat sanitasi kandang. Adonan kapur tohor dibuat
terlebih dahulu dengan dilarutkan dalam air. Lalu adonan dioleskan ke semua
lantai slat, dinding kandang, serta gudang. Biarkan sampai kapur mengering
(Rosa, 2017).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 48


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Lalat

Pengobatan

Lalat berkembang biak (bertelur) dan menghasilkan larva atau belatung


pada tubuh ternak. Pengobatan dilakukan dengan bersihkan luka dari belatung,
kemudian lakukan sterilisasi menggunakan gerusan kamper/kapur barus atau
tembakau. Bungkus luka dengan kain/perban untuk melindungi dari luka baru atau
kotoran. Keesokan harinya, bersihkan luka, lalu ulangi pengobatan seperti
sebelumnya dan bungkus kembali luka pada ternak. Biasanya dua atau tiga kali
pengobatan sudah sembuh. Bila belatung sudah terbasmi, berikan yodium tinctur
untuk mempercepat pertumbuhan ternak (Waluyo dan Efendi, 2016).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 49


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Nyamuk

Nyamuk

Nyamuk adalah hewan serangga yang termasuk dalam ordo Diptera, dan
tergolong dalam famili Culicidae. Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang
dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Aedes aegypti
mempunyai warna dasar yang hitam dan bintik-bintik putih pada bagian
badannya, terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas
sebagai nyamuk, dan mempunyai gambaran lira yang putih pada punggungnya
membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa (Dzahar, 2018).
Tabel 8. Nyamuk
Mikroskop

Sumber: Dzahar, 2018.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 50


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Nyamuk

Taksonomi

Menurut Dzahar (2018) kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam


klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Diptera
Sub ordo: Nematocera
Famili: Culicidae
Sub famili: Culicinae
Genus: Aedes
Spesies : Aedes aegypti L.
Daur Hidup

Gambar 8. Daur hidup nyamuk


Sumber: Dzahar, 2018.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 51


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Nyamuk

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorphosis sempurna, yaitu:


stadium telur, stadium jentik, stadium pupa (kepompong), stadium nyamuk. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu +2 hari setelah telur
terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa
berlangsung antara 2-4 hari.Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waktu selama 9-10 hari. Telur Aedes aegypti berbentuk lonjong,
panjangnya + 0,6 mm dan beratnya 0,0113 mg. Pada waktu diletakkan telur
berwarna putih, 15 menit kemudian telur menjadi abu-abu dan setelah 40 menit
menjadi hitam. Pada dindingnya terdapat garis- garis menyerupai kawat kasa atau
sarang tawon. Larva memiliki kepala yang cukup besar serta thorax dan abdomen
yang cukup jelas. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air untuk
mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme dan partikel-
partikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian kulit sebanyak
empat kali dan berubah menjadi pupa sesudah tujuh hari. Pupa berbentuk agak
pendek, tidak makan tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila terganggu.
Pupa akan berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Dalam waktu
dua tiga hari perkembangan pupa sudah sempurna, maka kulit pupa pecah dan
nyamuk dewasa muda segera keluar dan terbang (Dzahar, 2018).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 52


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Nyamuk

Aspek Klinis

Ayam yang terinfeksi, terutama yang dipelihara di dalam sangkar


menunjukkan gejala sakit pada sistem saraf pusat. Gejala yang tampak berupa
hilang keseimbangan (ataxia), lumpuh sebagian tubuh (paresis), lumpuh
(paralysis), tidak ada kemampuan untuk berdiri atau menyanggaleher, gerakan
berputar-putar, dan bergetar. Tingkat kematian dan penularan sangat tinggi
sehingga hanya sedikit ayam yang terserang bisa sembuh (Tabbu, 2002).
Pencegahan

Pengendalian yang terbaik terhadap nyamuk adalah mencegah


perkembangbiakan serangga tersebut. Genangan air atau tempat yang dapat
menapung air di dalam areal peternakan yang dapat dijadikan tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dihilangkan. Pada kandang sistem tertutup,
nyamuk dapat dibasmi dengan penyemprotan insektisida yang diizinkan untuk
mengendalikan nyamuk. Pada kandang sistem terbuka, lebih sulit untuk mencegah
agar nyamuk tidak masuk ke dalam kandang. Penyemprotan dengan insektisida
jenis piretrum dalam bentuk kabut dapat dilakukan di dalam dan di luar kandang.
Insektisida tersebut hanya mempunyai efek selama beberapa jam. Penyemprotan
dengan insektisida yang meninggalkan residu dapat dilakukan di bagian luar
kandang ayam atau pada lingkungan di sekitarnya yang tidak terjangkau oleh
ayam untuk menghindari kemungkinan timbulnya efek keracunan. Beberapa jenis
insektisida yang digunakan di lapangan, meliputi karbaril, malation, propoksir,
dan stirofos (Tabbu, 2002).

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 53


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Nyamuk

Pengobatan

Memberikan vaksinasiequine encephalitis yang diencerkan sebelum


musim nyamuk tiba. Vaksinasi dapat mencegah penyakit ini atau mengurangi
angka kematian (Fadilah dan Polana, 2011). Pengobatan terhadap ayam yang
positif menderita Plasmodium Disease, dapat diobati dengan Sulfa Quinine 350
mg/ekor ayam setiap hari, selama 5 hari berturut-turut. Selain itu dapat juga
diobati dengan Daimeton Sodium, dosis 40 mg/kg berat ayam dan diberikan
selama 2 hari berturut-turut (Murtidjo, 2011).

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page 54


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

PENUTUP

Kesimpulan

Entomologi ilmu yang mempelajari tentang serangga seperti caplak, kutu,


pinjal, lalat, nyamuk dan tungau. Untuk mengatasi penyakit akibat parasit pada ternak
maka dilakukan pencegahan seperti perputaran ladang penggembalaan. Cara ini
tujuannya menghindari caplak dengan membiarkan caplak-caplak mati di lapangan
tempat pembiakannya, bulu yang telah panjang dicukur dan dibersihkan dengan
memandikan secara teratur minimal 1-2 minggu sekali agar tidak terdapat kutu,
menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitar hewan piaraan agar tidak terdapat
pinjal dan lalat serta melakukan penyemprotan dengan insektisida jenis piretrum
dalam bentuk kabut dapat dilakukan di dalam dan di luar kandang agar tidak terdapat
nyamuk.
Saran

Sebaiknya para peternak lebih mengontrol kebersihan kandang, agar ternal


tidak terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh kutu, pinjal, lalat, nyamuk, caplak dan
tungau dan sebaiknya praktikum ini dilakukan secara luring tetapi tetap mematuhi
protokol kesehatan.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanda, W., U. K. Hadi., S. Soviana. 2019. Ragam jenis dan aktivitas mengisap
darah lalat stomoxys spp di peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Acta
Veterinaria Indonesiana. 7(1): 37-45.

Astuti, P. E. dan Pradani. Y. E. 2010. Pertumbuhan dan reproduksi lalat Musca


Domestica pada berbagai media perkembangbiakan. Jurnal Aspirator. 2(1): 11-
16.

Cahyono, B. 2012. Domba dan Kambing. Kanisius: Yogyakarta.

Dwiyani, N. P., N. Setiati. dan P. Widiyaningrum. 2014. Ektoparasit pada ordo


artiodactyla di Taman Margasatwa Semarang. Unnes J Life Sci. 3(2): 124-129.

Dzahara, M. 2018. Pengaruh Jenis Atraktan Dan Konsentrasi Pada Modifikasi


Ovitrap Terhadap Peningkatan Jumlah Koleksi Telur Dan Nyamuk Aedes
Aegypti L. Skripsi. Universitas Islam Negeri, Mataram.

Fadilah, R. dan A. Polana. 2011. Mengatasi 71 Penyakit Pada Ayam. AgroMedia


Pustaka: Jakarta Selatan.

Hadi, K. U. 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu Pada Hewan


Ternak Di Indonesia Dan Pengendaliannya. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hadi, U. K. dan S. Soviana. 2010. Ektoparasit (Pengenalan, Identifikasi, dan


Pengendaliannya, IPB Press: Bogor.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page ii


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

Murtidjo, B. A. 2011. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Kanisius:


Yogyakarta.

Oka, I. B. M. dan I. M. Dwinata. 2017. Penyakit Ayam. Universitas Udayana,


Denpasar.

Rosa, Y. 2017. Hubungan Sanitasi, Jarak Rumah, Dan Kepadatan Lalat Dengan
Kejadian Diare (Studi Di Desa Kedungdalem Kecamatan Dringu Kabupaten
Probolinggo). Skripsi. Universitas Jember: Jawa Timur.

Rumokoy, L. 2018. Peranan Entomologi Dalam Bidang Peternakan.

Saputri, C. D., A. Iswara. dan B. Santosa. 2017. Telur Soil Transmitted Helminths
Pada Lalat Di Pasar Mranggen Kabupaten Demak. Tesis. Universitas
Muhammadiyah, Semarang.

Sari, N. V. V., A. Sunarso., N. Harijani., E. Suprihati., P Hastutiek. dan Mufasirin.


2020. Prevalensi ektoparasit pada kambing kacang di Kecamatan Prambon
Kabupaten Nganjuk. Journal of Parasite Science. 4(1): 7-10.

Setiawan, Y. Y. 2013. Efektivitas Sipermetrin Terhadap Kutu Menopon Gallinae


Dengan Metode Penyemprotan Pada Ayam Petelur. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page iii


Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Ektoparasit
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan : Caplak, Kutu, Pinjal, Lalat dan Nyamuk

Sigit, S. H., F. X. Koesharto., U. K. Hadi., D. J. Gunandini., S. Soviana., I. A.


Wirawan., M. Chalidaputra., M. Rivai., S. Priyambodo., S. Yusuf. dan S.
Utomo. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Unit Kajian Pengendalian Hama
Permukiman (UKPHP): Bogor.

Suparmin, Y. 2015. Deteksi Dan Identifikasi Faktor Penyebab Timbulnya Infestasi


Caplak Boophilus Sp Pada Sapi Bali Di Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten
Barru. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Susanti, D. M. 2001. Infestasi Pinjal Ctenocephalides Felis (Siphonaptera : Pulicidae)


Pada Kucing Di Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwed, M. A. dan R. M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kucing. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Tabbu, C. R. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius: Yogyakarta.

Waluyo, S. dan M. Efendi. 2016. Beternak Kambing dan Domba, Cepat Gemuk,
Tahan Penyakit, Bebas Bau.AgroMedia Pustaka: Jakarta Selatan.

Paraf Asisten :

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page iv


PENANGANAN KESEHATAN DAN
BIOSEKURITI
ILMU KESEHATAN TERNAK
(380I113)

Nama : Norma Novita


NIM : I011181317
Kelompok : XI (Sebelas)
Asisten : Fauziyyah Divayanti

Oleh
Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si.
Prof.Dr.Drh. Ratmawati Malaka, M.Sc.
Drh. Kusumandari Indah Prahesti, M.Si

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN KESEHATAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

PENANGANAN KESEHATAN DAN BIOSEKURITI


Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page v
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biosekuriti berasal dari dua kata yaitu bio (hidup) dan security (pengamanan
atau perlindungan). Atau secara harfiah dapat bermakna pengendalian atau
pengamanan terhadap makhluk hidup. Dalam budidaya ternak, biosekuriti merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencegah penyakit masuk ke dalam
peternakan ataupun menyebar keluar peternakan. Semua kegiatan dilakukan dengan
tujuan memisahkan inang (ternak) dari bibit penyakit dan sebaliknya. Jika kegiatan
biosekuriti dilaksanakan secara baik dan benar maka produktivitas ternak, efisiensi
ekonomi dan produksi akan tercapai (Swacita, 2017).
Biosekuriti mencakup tiga hal utama yang harus diperhatikan oleh peternak
yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas dan sanitasi. Isolasi berarti menjauhkan ternak
dari orang, kendaraan dan benda yang dapat membawa patogen. Menciptakan
lingkungan tempat ternak terlindung dari pembawa bakteri patogen (orang, hewan
lain, udara dan air). Pengendalian lalu lintas diupayakan untuk menscreening orang,
alat, barang. Tingkat penerapan biosekuriti pada peternakan, agar kegiatan lalu lintas
yang dilakukannya tidak menyebabkan masuknya patogen ke dalam farm. Sanitasi
merupakan tindakan pembersihan (cleaning) dan desinfeksi untuk membunuh kuman.
Sanitasi juga berarti upaya pengendalian hama yang bertujuan untuk mencegah hama
(burung liar, hewan pengerat dan serangga) membawa patogen (Mappanganro, dkk.,
2018).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page vi


Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020
Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Tujuan dari biosekuriti adalah mencegah semua kemungkinan penularan


dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. Penerapan biosekuriti pada
seluruh sektor peternakan, baik di industri perunggasan atau peternakan lainnya akan
mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam
sektor tersebut. Meskipun biosekuriti bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap
serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap
penyakit. Biosekuriti sangat penting untuk mengendalikan dan mencegah berbagai
penyakit yang mematikan (Zulkarnain, 2015).
Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pemberian vaksin,


antibiotik dan vitamin pada ternak, dengan metode penyuntikan baik secara intravena,
intra muscular, ataupun dengan cara sub cutan sesuai dengan petunjuk yang tertera
pada sampel obat, untuk mengetahui manfaat pemberian vaksin, antibiotic, vitamin
pada ternak dan untuk mengetahui cara penyemprotan desinfektan pada kandang
ternak.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu agar dapat mengetahui cara pemberian
vaksin, antibiotik, dan vitamin pada ternak sesuai dosis yang telah dianjurkan, dengan
metode penyuntikan baik secara intra vena, intra muscular, ataupun dengan cara sub
cutan sesuai dengan petunjuk yang tertera pada sampel obat, untuk mengetahui
manfaat pemberian vaksin, antibiotik dan vitamin pada ternak, dan untuk mengetahui
cara penyemprotan desinfektan pada kandang ternak.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page vii


Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020
Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak mengenai Biosekurity dilakukan pada hari


Jumat, 09 Oktober 2020 Pukul 13.30 wita sampai selesai melalui zoom.
Materi Praktek Lapang

Alat yang digunakan pada praktikum Ilmu Kesehatan Ternak mengenai


Biosekurity yaitu Sepatu boot, cattle pack, masker, goggle, sarung tangan, ember,
sprayer, dan pengadu.
Bahan yang digunakan pada praktikum Ilmu Kesehatan Ternak mengenai
Biosekurity yaitu desinfektan (istam) dan air.
Metode Praktek Lapang

Mempersiapkan alat dan bahan, menggunakan alat diri seperti Sepatu boot,
cattle pack, masker, goggle, sarung tangan, mencamupur 30 ml istam kedalam ember
yang berisi 5 liter air, mengaduk istam agar tercampur dengan air, memasukkan
kedalam sprayer, menutup sprayer, mencelupkan kaki kedalam bak yang telah berisi
desinfektan sebelum memasuki kandang, membersihkan lantai kandang, kemudian
melakukan penyemprot kandang yang dimulai dari atap, dinding, dan lantai.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page viii


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hewan Sehat dan Hewan sakit

Ternak yang sakit adalah ternak yang organ tubuhnya mengalami kelainan
yang mengakibatkan gangguan faal dari tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
(BSE, 2013) yang menyatakan bahwa ternak dikatakan sakit jika organ tubuh atau
fungsi organ tubuh tersebut mengalami kelainan, dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Kelainan tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan
dengan indera secara langsung mapun menggunakan alat bantu. Ternak yang sakit
biasanya menunjukkan tanda–tanda tertentu. Tanda-tanda tertentu yang dimaksud
adalah apabila keadaan atau status dari tubuh dan alat-alat tubuh ternak mengalami
perubahan dan kelainan, maka akan mengakibatkan gangguan fungsi faal dari tubuh
atau alat tubuh tersebut yang akan berakibat adanya suatu kelainan atau
penyimpangan.
Ternak sehat adalah ternak yang tidak sakit yang mampu berproduksi secara
optimum. Hal ini sesuai dengan pendapat (Zulfikar, 2012) yang menyatakan bahwa
kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan.
Seperti munculnya suatu slogan dimana pencegahan lebih baik daripada pengobatan,
dari hal tersebut munculnya keinginan untuk memperbaikinya dengan tindakan-
tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan. Hewan sehat adalah hewan yang
tidak sakit dengan ciri-ciri bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak
menular, tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai
konsumen, dan mampu berproduksi secara optimum.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page ix


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Ciri-Ciri Hewan Sehat

Ciri ciri hewan yang sehat yaitu badan berisi, bulu tidak kusam, nafsu makan
baik dan aktif bergerak. Hal ini sesuai dengan pendapat (BSE, 2013) yang
menyatakan bahwa keadaan badannya cukup berisi (tidak kurus), bulu mengkilat
(tidak kusam) dan lemas atau tidak kaku, lincah, aktif, berjalan dengan langkah yang
mudah dan teratur, mata bersinar, terbuka dan bersih, Selaput lendir mata tidak pucat
dan tidak merah atau kuning, kulit halus dan mengkilap, nafsu makan baik,
memamah biak dengan tenang (untuk ternak ruminansia), panas tubuh normal,
pernapasan normal, denyut nadai /frekuensi pulsus normal, tidak ada tanda-tanda
penyakit khusus seperti batuk, keluarnya ingus, bengkak, berak encer, perut
kembung, kencing keruh, nampak menderita nyeri dan sebagainya.
Ciri-Ciri Hewan Sakit

Ciri ciri hewan yang tidak sehat yaitu badan kurus, bulu kusam, nafsu makan
menurun , mata memerah atau terdapat luka didaerah mata dan tidak aktif bergerak.
Hal ini sesuai dengan pendapat (BSE, 2013) yang menyatakan bahwa tidak ada atau
kurangnya nafsu makan, depresi, lesu, mata tidak bersinar, kulit pucat, bulu
kusut/kusam atau tidak mengkilat, perubahan suhu tubuh, kadang-kadang disertai
dengan peradangan.

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page x


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Pengenalan Obat-Obatan

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, obat adalah bahan


atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Mekanisme kerja dari obat adalah sebagai berikut: merangsang (stimulasi) dan
menekan (depresi) fungsi spesifik dari sel tubuh, membunuh atau menghambat
aktivitas sel-sel asing dan bakteri, menimbulkan aksi spesifik maupun non spesifik,
mensubstitusi zat-zat tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Obat merupakan suatu zat
atau bahan-bahan yang berguna dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
fisik pada manusia atau hewan (Nuryati, 2017).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xi


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Jenis-Jenis Obat

Menurut Nuryati (2017) penggolongan obat berdasarkan jenis tertuang dalam


Permenkes RI Nomor 917/Menkes/X/1993 yang kini telah diperbaharui oleh
Permenkes RI Nomor 949/ Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat bertujuan untuk
meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta keamanan distribusi.
Penggolongan obat ini terdiri atas:
a. Obat bebas
Obat bebas yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Obat ini ter golong obat yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di
apotik dan bahkan juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan
untuk mengobati dan meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas
adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman
dikonsumsi namun jika terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya. Obat
ini dulunya digolongkan kedalam daftar obat W. Tidak diperlukan resep dokter untuk
membeli obat bebas terbatas. Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam.
c. Obat wajib apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker
pengelola apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sehingga tercipta
budaya pengobatan sendiri yang tepat, aman, dan rasional.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xii


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

d. Obat keras
Obat keras adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di
bawah pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas
dan fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan
menggunakan resep dokter. Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika
digunakan sembarangan dapat memperparah penyakit hingga menyebabkan
kematian. Obat keras dulunya disebut sebagai obat daftar G. Obat keras ditandai
dengan lingkaran merah tepi hitam yang ditengahnya terdapat huruf “K” berwarna
hitam.
e. Psikotropika dan narkotika
Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah ataupun buatan
yang berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif pada sistem syaraf pusat
dan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan
psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga disimbolkan dengan lingkaran
merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai hilangnya
kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan lingkaran merah yang ditengahnya
terdapat simbol palang (+).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xiii


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Vaksin

Gambar 9. Vaksin
Sumber: http://yanditodanuaji.blogspot.com/2017/04/macam-macam-vaksin-
untuk unggas.html

Vaksin adalah bibit penyakit yang telah dilemahkan (diinaktifkan) atau bibit
penyakit yang masih aktif yang berasal dari strain virus yang paling lemah, sehingga
tidak mampu lagi menimbulkan wabah suatu peyakit. Vaksinasi adalah cara
pencegahan suatu penyakit dengan menggunakan vaksin tertentu agar ayam terhindar
dari suatu penyakit. Syarat Hewan dapat divaksinasi adalah, harus dalam keadaan
sehat, hindari vaksin terkena sinar matahari, gunakan vaksin yang tidak kadaluwarsa,
pelarut vaksin harus bebas dari antiseptik, harus habis dipakai dalam waktu < 4 jam
(Meles, dkk., 2010).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xiv


Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Antibiotik

Gambar 10. Antibiotik


Sumber: https://www.sapibagus.com/penggunaan-antibiotik-dalam-dunia-peternakan-
sapi/

Antibiotika merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama


fungi yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membasmi mikroba jenis lain
dan merupakan segolongan senyawa, baik alami maupun sintesik. Antibiotika
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Pemakaian antibiotika yang
terus menerus dan tidak memperhatikan waktu henti pemberian antibiotika
(withdrawal time) dalam bidang peternakan akan menimbulkan residu antibiotika
dalam produk hewaniyang dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas, resistensi dan
kemungkinan keracunan (Meutia, dkk., 2016).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xv


Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Antihelmintik

Gambar 11. Antihelmintik


Sumber: http://temanc.rakarsa.com/produk/albendazole-16

Anthelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas
atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Kebanyakan obat
cacing efektif terhadap 1 macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan cacing, telur
cacing dan larva dalam tinja, urin, sputum, darah, atau jaringan lain penderita.
Kebanyakan obat cacing diberikan secara oral, pada saat makan, atau sesudah makan
(Arselyani, 2002).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xvi


Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Antifungi

Gambar 12. Antifungi


Sumber: https://www.tokopedia.com/lukigaleri/escen-l-1-liter-antifungi-pada-pakan-
minum-dan-alat-pakan-ternak

Antifungi adalah obat anti jamur, infeksi jamur disebabkan oleh dua tipe
mikroorganisme : patogen primer dan patogen oportunistik. Patogen primer secara
alami dapat menyebabkan infeksi pada populasi sehat. Sebaliknya, patogen
oportunistik meliputi organisme komensal pada populasi sehat yang dapat
membentuk kolonisasi infeksius pada tubuh dalam kondisi tertentu misalnya
imunosupresi. Obat-obat antijamur berdasarkan target kerja dapat dibagi menjadi 3
kelompok besar, yaitu antijamur yang bekerja pada membran sel jamur, asam nukleat
jamur dan dinding sel jamur serta ada satu antijamur yang tidak termasuk dalam
ketiga kelompok besar di atas yaitu griseofulvin yang bekerja pada mikrotubulus
jamur (Apsari dan Adiguna, 2013).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xvii


Nama Sampel :-
Hasil Pengamatan :-

Analgesik

Gambar 12. Analgesik


Sumber: https://shopee.co.id/Sulpidon-Inj-Obat-Analgesik-Penurun-panas-obat-
kejang-utk-ternak-sapi-kuda-babi-kambing-i.71735122.5336179331

Nyeri dapat diobati dengan pemberian obat analgesik. Obat analgesik


merupakan kelompok obat memiliki aktivitas mengurangi rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Selain berasal dari senyawa kimia sintesis bisa juga
berasal dari tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder seperti
flavonoid, dimana mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase.
Salah satu tanaman yang bermanfaat sebagai analgesik yaitu daun ungu (Nhestricia,
dkk., 2019).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xviii


Hasil Pengamatan :-

Vitamin

Gambar 13. Vitamin


Sumber: https://nutrisiternak.com/pentingnya-vitamin-ternak-untuk-tumbuh-
kembang-ternak/

Vitamin adalah substansi aktif dan sangat dibutuhkan oleh manusia maupun
hewan. Kandungan vitamin sangat dibutuhkan untuk mencapai kesehatan yang
optimal, sama halnya dengan fungsi fisiologis normal seperti tumbuh, berkembang,
mempertahankan hidup dan bereproduksi. Vitamin terkandung pada bahan penyusun
pakan dalam jumlah yang sedikit. Apabila terjadi kekurangan vitamin pada pakan,
akibat tidak sempurnanya proses penyerapan, maka dapat mengakibatkan kesehatan
serta produksi menjadi tidak optimal (Setiawan, dkk., 2013).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xix


Hasil Pengamatan :-

Anti bloat

Gambar 14. Anti bloat


Sumber: https://www.medion.co.id/id/mencegah-dan-menangani-kembung-pada-
ternak/

Anti bloat adalah obat antikembung, kambing yang menderita perut kembung
dapat diobati menggunakan obat anti-bloat berbahan aktif Dimethicone yang banyak
tersedia di pasaran. Dosisnya 25 ml diencerkan dengan 250 ml air, kemudian
diminumkan. Jika anti-bloat tidak tersedia, berikan minyak nabati, bisa minyak
kelapa, minyak kedelai atau minyak sawit sebanyak 100-200 ml (setengah sampai
satu gelas) dengan cara dicekoki. Selain itu, bisa juga kambing dicekoki 200 ml
minuman ringan bersoda, lalu perut bagian kiri diolesi bawang merah halus yang
sudah dicampurkan dengan minyak angin. Minuman bersoda atau minyak nabati
memiliki fungsi memecah buih dalam rumen sehingga memudahkan pengeluaran gas
yang terjebak di dalamnya (Andoko dan Warsito, 2013).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xx


Hasil Pengamatan :-

Antivirus

Gambar 15. Antivirus


Sumber: https://indonesian.alibaba.com/product-detail/drugs-medicine-cattle-
veterinary-drug-antiviral-nitroxinil-60600435367.html

Antivirus adalah jenis obat yang digunakan sebagai obat antivirus, sampai saat ini
terdapat dua golongan, yaitu inhibitor neuraminidase yang bekerja menginhibisi atau
menghambat enzim neuraminidase dan mengakibatkan pelepasan materi genetik virus
terhadap tubuh terhambat. Contoh obat dari golongan ini adalah peraivir, oseltamivir,
dan zanamivir. Golongan lainnya obat antivirus adalah golongan adamantane yang
bekerja menghambat virus untuk bereplikasi melalui ion M2. Tanaman herbal
bawang merah yang digunakan sebagai antivirus secara efektif mampu mengurangi
risiko resistensi dan relatif aman (Ulfah dan Mutakin, 2016).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxi


Hasil Pengamatan :-

Cara Pemberian Obat

Pemberian obat yang paling lazim adalah melalui mulut. Obat-obatan oral
tersedia dalam berbagai jenis yaitu pil, tablet, bubuk, syrup dan kapsul. Memberikan
obat dengan benar dan tepat akan memberikan khasiat dan khasiat obat akan lebih
baik dan lebih optimal untuk diabsorpsi tubuh sehingga akan memberikan therapi
penyembuhan yang efektif. Untuk itu, diperlukan tindakan yang tepat misalnya
penghitungan dosis yang tepat dan cara pemberian obat yang benar juga. Karena
salah dalam memberikan dosis obat akan bisa berdampak yang buruk terhadap
kesehatan tubuh (Lestari, 2016).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxii


Hasil Pengamatan :-

Oral

Gambar 16. Oral


Sumber: Lestari, 2016.

Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui
rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Beberapa jenis obat dapat
mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah (misalnya garam besi dan
salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul yang
diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur pada
suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul
tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan akan diberitahu untuk tidak minum
antasida atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat (Lestari, 2016).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxiii


Hasil Pengamatan :-

Injeksi

Gambar 17. Injeksi


Sumber: Lestari, 2016.

Injeksi subcutan adalah menyuntikkan obat ke jaringan ikat longgar dibawah


kulit. Karena jaringan subkutan tidak memiliki banyak pembuluh darah seperti otot
maka penyerapan obat lebih lama dari pada penyuntikan intra muskuler (IM).
Jaringan subkutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat dalam dosis kecil yang
larut dalam air, yang tidak mengiritasi yang dapat diberikan melalui rute ini. Tujuan
injeksi yaitu Agar obat yang diberikan dapat diserap cepat oleh tubuh. Injeksi
intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh
darah vena dengan menggunakan spuit (Lestari, 2016).

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxiv


Hasil Pengamatan :-

Topikal

Gambar 18. Topikal


Sumber: Lestari, 2016.

Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya
salep, losion, krim, spray, tetes mata. Pemberian obat secara topikal adalah pemberian
obat secara lokal dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran
area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan
untuk pemberian obat topikal pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau
salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau
menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi. Pemberian obat topikal pada kulit
terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat
menembus kulit yang utuh. Keberhasilan pengobatan topical pada kulit tergantung
pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan luas tubuh yang terkena
atau yang sakit, stadium penyakit, konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum, metode
aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat topical pada kulit. (Lestari,
2016).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxv


Hasil Pengamatan :-

Suppossitoria

Gambar 19. Suppossitoria


Sumber: Lestari, 2016.

Banyak obat tersedia dalam bentuk supositoria dan dapat menimbulkan efek
lokal dan sistemik. Amiinofilin supositoria bekerja secara sistemik untuk mendilatasi
bronkiale respiratori. Dulkolak supositoria bekerja secara lokal untuk meningkatkan
defekasi. Pemberian supositoria harus memperhatikan terutama pada penempatan
supositoria dengan benar pada dinding mukosa rektal melewati spingter ani interna
sehingga supositoria tidak akan dikeluarkan. Tujuan pemberian supositoria yaitu
untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik, untuk melunakkan feses
sehingga mudah untuk dikeluarkan (Lestari, 2016).

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxvi


Hasil Pengamatan :-

Tindakan Biosekurity Kandang

Berdasarkan praktikum Ilmu Kesehatan Ternak biosekurity kandang


dilakukan dengan menyemprotkan kandang menggunakan larutan desinfektan yaitu
30 ml istam dan 5 liter air. Sebelum menyemprotkan larutan desinfektan terlebih
dahulu menggunakan alat pelindung diri seperti Sepatu boot, cattle pack, masker,
goggle, sarung tangan, kemudian sebelum memasuki kandang terlebih dahulu
mencelupkan kaki kedalam bak yang telah berisi desinfektan, setelah itu
membersihkan lantai kandang, dan melakukan penyemprot yang dimulai dari atap,
dinding, dan lantai kandang, penyemprotan dilakukan secara mundur. Desinfektan
bertujuan membasmi bibit penyakit yang masih tersisa di dalam kandang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Aditya (2011) yang menyatakan bahwa desinfeksi dilakukan
dengan cara penyemprotan. Penyemprotan dilakukan ke langit-langit kandang,
kemudian dinding kandang dan terakhir lantai kandang. Desinfektan sendiri bertujuan
membasmi bibit penyakit yang masih tersisa di dalam kandang dan di sekitar
kandang.

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxvii


Hasil Pengamatan :-

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam budidaya ternak, biosekuriti merupakan serangkaian kegiatan yang


dirancang untuk mencegah penyakit masuk ke dalam peternakan ataupun menyebar
keluar peternakan. Semua kegiatan dilakukan dengan tujuan memisahkan inang
(ternak) dari bibit penyakit dan sebaliknya.
Ciri ciri hewan sehat keadaan badannya cukup berisi (tidak kurus), bulu
mengkilat (tidak kusam) dan lemas atau tidak kaku, lincah, aktif, berjalan dengan
langkah yang mudah dan teratur, mata bersinar, terbuka dan bersih, Selaput lendir
mata tidak pucat dan tidak merah atau kuning, kulit halus dan mengkilap, nafsu
makan baik, memamah biak dengan tenang (untuk ternak ruminansia). Ciri ciri hewan
sakit kurangnya nafsu makan, depresi, lesu, mata tidak bersinar, kulit pucat, bulu
kusut/kusam atau tidak mengkilat, perubahan suhu tubuh, kadang-kadang disertai
dengan peradangan.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxviii


Hasil Pengamatan :-

Penggolongan obat ini terdiri atas: obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di
pasaran, Obat bebas terbatas, adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu
aman dikonsumsi namun jika terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya,
Obat wajib apotek, adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker pengelola
apotek tanpa resep dokter, Obat keras, adalah obat yang berbahaya sehingga
pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh
dari apotek. Jenis- jenis obat yaitu vaksin, antibiotik, antihelmintik, antifungi,
analgesik, vitamin, anti bloat, dan antivirus. Cara pemberian obat yaitu secara oral,
injeksi, topikal, dan suppossitoria
Saran

Sebaiknya para peternak lebih memperhatikan kondisi ingkungan kandang


agar ternak tidak mudah terinfeksi penyakit, dan peternak harus mengetahui jenis-
jenis obat dan cara pemberiannya untuk ternak. dan sebaiknya praktikum ini
dilakukan secara luring tetapi tetap mematuhi protokol kesehatan.

Paraf Asisten :

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxix


Hasil Pengamatan :-

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, T. 2011. Efektivitas Desinfektan Kombinasi Glutaraldehid Dan Poli Dimetil


Amonium Klorida Terhadap Total Bakteri Pada Kandang Ayam Petelur.
Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.

Andoko, A. dan Warsito. 2013. Beternak Kambing Unggul. AgroMedia Pustaka:


Jakarta Selatan.

Apsari, A. S. dan M. S. Adiguna. 2013. Resistensi antijamur dan strategi untuk


mengatasi. Jurnal MDVI. 40(2): 89-95.

Arselyani, E. M. 2002. Daya Anthelmintik Infusa Daun Sirsak (Annona Muricata L.)
Terhadap Ascaridia Galli Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Bse, T. 2013. Dasar Dasar Kesehatan Ternak. Buku Sekolah Elektronik (BSE):
Jakarta.

Lestari, S. 2016. Farmakologi Dalam Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia: Jakarta Selatan.

Nhestricia, N., M. Rahminiwati., E. Rustiani. dan F. Dwiputri. 2019. Perbandingan


efektivitas analgetik ekstrak etanol dan ekstrak air daun ungu pada mencit (mus
musculus l.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 9(2): 103-108.

Nuryati. 2017. Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Mappanganro, R., J. Syam. dan C. Ali. 2018. Tingkat penerapan biosekuriti pada
peternakan ayam petelur di Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidrap. Jurnal
Ilmu dan Industri Peternakan. 4(1): 60-73.

Paraf Asisten :
Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak

Hari/ Tanggal : Jumat/09 Oktober 2020


Materi : Penanganan Kesehatan dan Biosekuriti
Nama Sampel :-

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxx


Hasil Pengamatan :-

Meles, D. K., Wurlina., H. Ratnani., Rimayanti. dan S. Mulyati. 2010. Tahapan


Vaksinasi dan Jenis Vaksin yang Digunakan untuk Mencegah Penyakit
Menular pada Ayam. Jurnal Veterinaria. 3(3): 185-190.

Meutia, N., T. Rizalsyah., S. Ridha. dan M. K. Sari. 2016. Residu antibiotika dalam
air susu segar yang berasal dari peternakan di Wilayah Aceh Besar. Jurnal Ilmu
Ternak. 16(1): 1-5.
Setiawan, E., K. Praseno. dan S. M. Mardiati. 2013. Pengaruh pemberian vitamin a,
b12, c dan kombinasi ketiganya melalui drinking water terhadap panjang dan
bobot tulang femur, tibia dan tarsometatarsus puyuh (coturnix coturnix japonica
l.). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(1): 36-44.

Swacita, I. B. N. 2017. Biosekuriti. Universitas Udayana Denpasar: Bali.

Ulfah, N. N. dan M. Mutakin. 2016. Aktivitas antivirus ekstrak lima tanaman


rimpang terhadap penghambatan virus influenza h5n1 dengan metode in vitro.
Jurnal Farmakan. 15(3): 153-161.

Zulfikar. 2012. Gambaran penyakit infeksius pada ternak sapi dan cara pencegahan.
Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi. 2(1): 1-8.

Zulkarnain, 2015. Penerapan Biosekuriti Peternak Ayam Broiler Di Desa Jene Taesa,
Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Paraf Asisten :

LEMBAR NILAI
PRAKTIKUM ILMU KESEHATAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxxi


Nama : Norma Novita
NIM : I011181317
Kelompok : XI (Sebelas)
Asisten : Fauziyyah Divayanti
Hari / Materi Rata-
No TP Respon Keaktifan Laporan Diskusi TTD
tanggal praktikum Rata
1.
2.
3.
4.

Catatan: boleh / tidak boleh mengikuti pratikum ilmu kesehatan ternak


Makassar, 2020

Disetujui Diperiksa
Koordinator Asisten Asisten Pembimbing

( ) ( )

Mengetahui,
koordinator mata kuliah

drh. Farida Nur Yuliati, M.Si


NIP.

Laboratorium Ilmu Kesehatan ternak page xxxii

Anda mungkin juga menyukai