Anda di halaman 1dari 9

e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.

2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

DESENTISISASI OBAT

Selly Cintya Gusman1), Raveinal 2)


1
Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Bagian Penyakit Dalam RSUP M. Djamil Padang
email: scgusman@gmail.com
2Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Bagian Penyakit Dalam, Divisi Alergi Imunologi

RSUP M. Djamil Padang. email : raveinal.pdg@yahoo.co.id

Submitted: 20-05-2020, Reviewer: 12-05-2020, Accepted: 08-05-2020


Abstract
Giving drugs to some patients has the potential to experience side effects that can be life-threatening so
doctors must provide alternative medicine to them. If the suspect's drug is not replaced by alternative
medicine, drug desensitization can be carried out. Drug desensitization is a temporary induction of a
state of tolerance to the drug. Although this therapy is only empirical, it is effective and with a better
understanding of the mechanism of desensitization is expected to improve therapeutic methods.
Considerations for determining desensitization protocols do not have to be rigid, they should follow a
number of steps, namely patient evaluation aimed at finding the characteristics of adverse reactions in
patients, determining the possibility of effective and safe fast drug desensitization, selecting appropriate
protocols, gathering information about the patient's response to desensitization, and change the protocol
as needed. Desensitization is said to be successful if the patient can complete up to the therapeutic dose
and can tolerate repeated dosing until treatment is complete.
Keywords: desensitization, desensitization algorithm, adverse drug reaction

Abstrak
Pemberian obat pada beberapa pasien berpotensi mengalami efek samping obat yang dapat
mengancam jiwa sehingga dokter harus memberikan obat alternatif terhadap mereka. Jika obat
tersangka tidak tergantikan dengan obat alternatif, dapat dilakukan desensitisasi obat.
Desensitisasi obat adalah induksi sementara keadaan toleransi terhadap obat. Meskipun terapi
ini hanya bersifat empiris, tetapi efektif dan dengan pemahaman yang lebih baik terhadap
mekanisme desensitisasi diharapkan dapat meningkatkan metode terapi. Pertimbangan un tuk
menentukan protokol desensitisasi tidak harus kaku, sebaiknya mengikuti beberapa langkah,
yaitu evaluasi pasien yang bertujuan untuk mencari karakteristik reaksi simpang pada pasien,
menentukan kemungkinan desensitisasi obat cepat yang efektif dan aman , memilih protokol yang
tepat, mengumpulkan informasi megenai respons pasien terhadap desensitisasi, dan mengubah
protokol sesuai yang diperlukan. Desensitisasi dikatakan sukses jika pasien dapat menyelesaikan
sampai dengan dosis terapeutik dan dapat mentoleransi pemberian dosis berulang sampai
pengobatan selesai.
Kata kunci: desentisisasi, algoritma desentisasi, reaksi simpang obat

PENDAHULUAN terhadap mereka. Namun, pada keadaan


Berbagai jenis penyakit melahirkan tertentu obat sangat esensial untuk kasus
penemuan sejumlah besar agen tertentu sehingga tidak dapat diganti dengan
farmakologis. Dari sejumlah besar obat yang obat lain. (1), (2)
tersedia, dokter harus menentukan yang Reaksi simpang obat dapat terjadi
paling tepat untuk setiap pasien. Beberapa pada 10-20% pasien rawat dan lebih dari 7%
pasien berpotensi mengalami efek samping populasi umum. Reaksi simpang obat
obat yang dapat mengancam jiwa sehingga dibedakan menjadi tipe A (farmakologi/
dokter harus memberikan obat alternatif toksik) dan tipe B (hipersensitivitas).
404
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

Manifestasi penyakit pada tipe A dapat mekanisme desensitisasi diharapkan dapat


diprediksi, bergantung pada dosis obat, efek meningkatkan metode terapi. (7)
toksik dari obat pada dosis yang disarankan
atau dosis yang berlebihan. Tipe B memiliki DEFINISI
manifestasi klinis yang tidak dapat diduga Desensitisasi obat adalah induksi
dan berbeda tiap individu. Gejala terjadi sementara keadaan toleransi terhadap obat.
dalam satu hingga enam jam setelah Desensitisasi obat dapat melibatkan
meminum obat atau beberapa jam hingga mekanisme imunologik yang diperantarai
hari dengan gejala yang muncul bisa ringan IgE, mekanisme imunologik non-IgE,
(bersin) hingga berat (anafilaksis). (3) mekanisme farmakologis, dan mekanisme
Reaksi hipersensitivitas obat yang tidak terdefinisi. Desensitisasi obat
termasuk dalam reaksi simpang obat tipe B, merupakan bagian dari induksi toleransi
mewakili sekitar sepertiga dari semua reaksi obat, dimana sel efektor menjadi kurang
simpang obat. Menurut World Health atau tidak responsif terhadap respons imun
Organization (WHO), alergi obat diartikan yang diperantarai IgE. Berdasarkan literatur,
sebagai reaksi hipersensitivitas yang hasil desensitisasi obat akan lebih baik pada
ditandai oleh reaksi imunologi, yang diper- individu yang mengalami reaksi hipersensi-
antarai IgE atau sel T, dan terkadang oleh tivitas dalam waktu 24 jam setelah minum
kompleks imun atau reaksi sitotoksik. (4) obat. (8)
Salah satu tatalaksana alergi obat Desensitisasi cepat ditujukan untuk
adalah menghindari obat tersangka. Jika obat yang menimbulkan reaksi hipersensi-
obat tersangka tidak tergantikan dengan obat tivitas yang diperantarai IgE. Prosedur ini
alternatif, dapat dilakukan desensitisasi obat. berlangsung sangat cepat, dosis terapeutik
(5) Mekanisme dari desensitisasi masih tidak tercapai dalam waktu 4 sampai dengan 12
pasti, tetapi hal ini spesifik secara imunologi jam. Prinsip umum protokol ini adalah
terhadap alergen yang diinjeksikan. Respon menaikkan dosis secara progresif dalam
imunologi spesifik yang bermacam-macam waktu beberapa jam, dimulai dengan dosis
diinduksi selama terapi desensitisasi. (6) obat yang sangat kecil kemudian meng-
Perbaikan klinis selama desensitisasi lebih gandakan dosis setiap 15 menit dan diamati
disebabkan karena penghambatan terhadap selama 2 jam setelah dosis obat terakhir.
respon antibodi dari pada perubahan Beberapa pasien memerlukan dosis awal
imunologi yang lain, akan tetapi terapi yang lebih rendah dengan rentang yang lebih
kombinasi dari beberapa mekanisme lama di antara waktu pemberian dosis. (2)
mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan Protokol desensitisasi pada hipersen-
hasil yang lebih optimal. (7) sitivitas tidak diperantarai IgE disebut
Desentisisasi obat merupakan sebagai desensitisasi lambat. Peningkatan
tatalaksana alergi obat bila obat tersangka dosis secara bertahap menimbulkan adaptasi
tidak tergantikan. Kesuksesan maupun terhadap metabolit reaktif obat. Prinsip dari
kegagalan desensitisasi tergantung pada protokol ini adalah obat diberikan dengan
banyak variabel, termasuk potensi dari dosis rendah kemudian dinaikkan dalam
ekstrak yang digunakan untuk desensitisasi, waktu 1-2 jam atau lebih untuk mencapai
dosis dari ekstrak, dan penyakit yang dosis terapeutik. Hampir 15% pasien
diderita. Meskipun terapi ini hanya bersifat memerlukan interval pemberian dosis obat
empiris tetapi efektif, dan dengan lebih lama sehingga dosis terapeutik tidak
pemahaman yang lebih baik terhadap akan tercapai dalam waktu 1-2 minggu. (9)

405
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI reaksi anafilaksis bukan merupakan


Desensitisasi obat diindikasikan pada kontraindikasi. (2)
keadaan obat tidak tergantikan dan
keuntungan melebihi kerugian yang MEKANISME DESENTISISASI OBAT
mungkin terjadi. Desensitisasi dapat Mekanisme desensitisasi masih
dilakukan jika suatu obat dinilai lebih efektif belum diketahui dengan baik terutama pada
dibandingkan obat alternatif dan obat reaksi alergi yang tidak diperantarai IgE. Sel
memiliki mekanisme kerja yang khas. (2) mast dan basofil diduga menjadi target
Desensitisasi tipe cepat ditujukan utama karena mediator dari sel ini
untuk pasien yang sudah terbukti atau dilepaskan selama reaksi hipersensitivitas
diduga kuat memiliki antibodi IgE spesifik obat dan juga selama prosedur desensitisasi.
terhadap obat tersangka. Meskipun Beberapa mekanisme yang diduga
demikian, saat ini desensitisasi obat telah mendasari proses desensitisasi tipe cepat
digunakan untuk induksi toleransi pada adalah 1) internalisasi antigen/IgE/FCƐRI
reaksi alergi yang tidak diperantarai IgE, dan inhibisi reseptor sel mast, 2) molekul
misalnya pada reaksi alergi tipe lambat sinyal transduksi seperti Syk kinase yang
seperti fixed drug eruption dan erupsi diperlukan untuk aktivasi sel mast
makulopapular. (10) berkurang, 3) deplesi mediator di bawah
Desensitisasi terhadap obat tersangka ambang. (11)
tidak boleh dilakukan pada pasien berisiko Beberapa peneliti membuktikan
tinggi, yaitu pasien dengan komorbiditas, pemberian dosis suboptimal mengakibatkan
misalnya pasien asma tidak terkontrol sel mast menjadi tidak responsif terhadap
dengan nilai FEV1 <70% dari nilai normal, obat yang diberikan. Penjelasan yang
pasien dengan hemodinamik yang tidak mungkin tepat adalah pemberian dosis
stabil atau penyakit jantung tidak terkontrol. suboptimal secara bertahap memberikan
Kontraindikasi absolut adalah riwayat reaksi jumlah antigen yang cukup untuk berikatan
alergi obat yang parah dan mengancam jiwa, dengan satu IgE yang telah berikatan
vaskulitits, sindrom Stevens-Johnson (SSJ) reseptor FcƐRI, namun tidak berikatan
atau toxic epidermal necrolysis (TEN), dan silang dengan dua IgE (Gambar 1). (12)
sindrom hipersensitivitas obat, sedangkan

406
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

Gambar 1. β-hexosaminidase sel mast berhubungan dengan interval waktu antar dos is dan dos is
antigen selama desentisisasi (12)

TATA CARA DESENTISISASI OBAT


Tata Cara Umum
Sebelum memulai prosedur desensi-
tisasi dokter harus menelaah risiko dan
keuntungan tindakan tersebut (Gambar 2). Manfaat-risiko individu Hindari obat
Negatif
Karena berisiko terjadi reaksi hipersensi-
tivitas akut, desensitisasi harus dilakukan Positif

dibawah pemantauan dokter dan perawat


Manajemen Rujuk
yang sudah terbiasa dan memahami keselamatan memadai Negatif
prosedur tersebut serta penatalaksanaan Positif
reaksi anafilaksis dengan benar. Prosedur
desensitisasi harus dilengkapi peralatan dan Ketersediaan protokol Uji kulit positif
Tidak
obat-obatan untuk tatalaksana reaksi alergi
serta resusitasi jantung-paru. Untuk menam- Ya Ya Tidak

bah keamanan, pasien harus diberitahu


Pelaksanaan protokol Mulai dengan
gejala dan tanda awal reaksi anafilaksis dan Tentukan
1/1.000.000
dosis awal sampai
ia harus segera memberitahu perawat atau dengan 1/10.000
dokter jika terjadi gejala dan tanda reaksi. titrasi dosis penuh
akhir terapeutik*
Saat ini masih ada perdebatan apakah
prosedur desensitisasi harus dikerjakan di
unit perawatan intensif. Banyak pusat yang Tingkatkan dosis dengan
sudah berpengalaman melakukan desensiti- penggandan sampai total
dosis kumulatif tercapai
sasi di poliklinik. Pada beberapa kasus,
pasien yang telah menyelesaikan prosedur
Breakthrough reaction
pertama dengan gejala minimal atau tidak
ada gejala, dapat melanjutkan prosedur Ya Tidak
kedua dan seterusnya di poliklilnik. (2)
Pertimbangan untuk menentukan Hentikan obat, perlakukan Desensitisasi
Desensitisasi selesai,
selesai,
sesuai kebutuhan,
protokol desensitisasi tidak harus kaku. penyesuaian protokol
Berhasil ulangi
ulangi seperlunya
seperlunya
Penentuan protokol desensitiasi sebaiknya
Gagal
mengikuti beberapa langkah, yaitu evaluasi Mulai kembali

pasien yang bertujuan untuk mencari *pada kasus dengan


Hindari obat
karakteristik reaksi simpang pada pasien, reaksi berat
menentukan kemungkinan desensitisasi obat
cepat yang efektif dan aman, memilih Gambar 2. Algoritma Desentisisasi Obat (2)
protokol yang tepat, mengumpulkan infor-
masi megenai respons pasien terhadap Cara pemberian obat dapat melalui
desensitisasi, dan mengubah protokol sesuai oral maupun intravena, keduanya sama
yang diperlukan. Perubahan yang dapat efektif namun pemberian melalui oral lebih
dilakukan adalah menambah, mengurangi, aman dibandingkan dengan intravena dan
atau mengubah premedikasi, mengubah lebih mudah untuk dilakukan serta tidak
jumlah tahapan dalam protokol, mengubah mahal. Terdapat beberapa protokol yang
kecepatan atau waktu setiap tahapan, atau menggabungkan jalur oral dan parenteral,
mengombinasi ketiganya. (2) termasuk protokol untuk penisilin, insulin,

407
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

agen kemoterapi, dan antibodi monoklonal. harus dipertimbangkan untuk menentukan


(9)
interval waktu pemberian dosis dan juga
untuk mencegah kelebihan dosis. Morales
Dosis obat dapat dimulai dengan dkk membuktikan desensitisasi obat
konsentrasi 1:1.000.000 sampai 1:100 dari bergantung pada dosis dan waktu. Jika
dosis terapeutik, tergantung dari keparahan waktu pemberian dosis berbeda maka
reaksi alergi yang pernah terjadi pada pasien terdapat perbedaan bermakna pada
atau bergantung pada titik akhir konsentrasi pelepasan mediator. Keadaan toleransi dapat
non iritatif uji kulit intradermal. Pada pasien terjadi lambat kalau dosis awal yang
dengan reaksi anafilaksis yang parah seperti diberikan terlalu tinggi dan interval
hipotensi dan hilang kesadaran atau pemberian dosis terlalu cepat. Hal ini dapat
bronkospasme, dosis inisial harus dimulai menjelaskan reaksi breaktrough selama
dengan konsentrasi 1:1.000.000 sampai proses desensitisasi. Pada prosedur desensi-
dengan 1:10.000 dari dosis terapeutik. Pada tisasi obat diperlukan jarak tertentu dalam
pasien dengan tes kulit positif terhadap pemberian dosis supaya didapatkan toleransi
konsentrasi obat non-iritatif, dosis awal maksimum dari dosis terapeutik. (2)
dapat ditentukan berdasarkan titik akhir Premedikasi dengan kortikosteroid
titrasi. Titrasi pada titik akhir hanya dapat sistemik atau antihistamin harus dihindari.
digunakan pada pasien dengan uji kulit Sampai saat ini masih belum jelas
positif yang dilakukan sesuai dengan bagaimana pemberian antihistamin dapat
panduan dan menggunakan konsentrasi yang menggangu proses desensitisasi cepat. Obat
sudah ditetapkan. Pasien dengan reaksi untuk penyakit penyerta harus diteruskan
kecuali obat tersebut mengganggu proses
alergi yang parah, protokol desensitisasi
desensitisasi. Obat beta blocker harus
dapat diubah dengan cara menurunkan dosis dihentikan 24 jam sebelum proses
awal, mengurangi kecepatan aliran infus, desensitisasi dimulai. Pada desensitisasi
menambah interval pada pemberian dosis untuk reaksi tipe lambat diperlukan
per oral, dan atau menambah jumlah tahapan monitoring pemeriksaan darah rutin, dan
pemberian obat. (2) enzim hati. (2)
Dosis obat dinaikkan dua kali dosis Desensitisasi dikatakan sukses jika
pasien dapat menyelesaikan sampai dengan
awal setiap 15-30 menit untuk reaksi tipe dosis terapeutik dan dapat mentoleransi
cepat atau dengan interval sampai dengan 24 pemberian dosis berulang sampai
jam untuk reaksi tipe lambat. Pasien harus pengobatan selesai. Efek samping yang
mematuhi jadwal pemberian obat setiap sering terjadi adalah flushing, pruritus,
harinya untuk menjaga keadaan toleransi, eritema, dan urtikaria. Efek samping ringan
kecuali timbul breakthrough reactions sampai sedang dilaporkan pada 30-80%
kasus alergi penisilin yang menjalani
dimana peningkatan obat harus dihentikan
desensitisasi. Untuk menghindari desensiti-
atau diberikan dengan interval yang lebih sasi berulang, dokter harus mempertim-
lama. Terdapat beberapa protokol yang bangkan penatalaksanaan lanjutan pada
menaikkan dosis 10 kali lipat, meski lebih reaksi ringan-sedang yang muncul dan
banyak menimbulkan efek samping. melanjutkan prosedur. (1), (2)
Farmakokinetik dan farmakodinamik obat

408
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

terapeutik tercapai, obat dapat diberikan


melalui cara yang diinginkan. (9)Contoh
Desensitisasi Penisilin desensitisasi penisilin dapat dilihat pada
Alergi penisilin merupakan alergi tabel 1 dan 2.(1)
obat yang paling sering terjadi. Uji kulit
digunakan untuk menegakkan diagnosis Tabel 1. Contoh desensitisasi penisilin
alergi. Reagen uji kulit sudah dikembangkan dengan cara pemberian per oral (1)
sejak tahun 1960 imunohistokimia penisilin Dosis
Penisilin Jumlah Dosis
sudah semakin jelas. Penisilin pecah Langkah kumulatif
(mg/ml) (ml) (mg)
(mg)
menjadi senyawa antara atau disebut dengan
1 0,5 0,1 0,05 0,05
hapten yang dapat menimbulkan reaksi 2 0,5 0,2 0,1 0,15
imun. Uji kulit penting dilakukan sebelum 3 0,5 0,4 0,2 0,35
melakukan desensitisasi penisilin. Jika hasil 4 0,5 0,8 0,4 0,75
uji kulit negatif maka desensitisasi tidak 5 0,5 1,6 0,8 1,55
perlu dilakukan. Nilai negative predictive 6 0,5 3,2 1,6 3,15
7 0,5 6,4 3,2 6,35
value uji kulit terhadap determinan mayor 8 5,0 1,2 6,0 12,35
dan minor mencapai 100%. Jika hasil uji 9 5,0 2,4 12,0 24,35
kulit positif terhadap determinan penisilin 10 5,0 5,0 25,0 49,35
minor atau mayor maka semua antibiotik 11 50,0 1,0 50,0 100,0
12 50,0 2,0 100,0 200,0
yang memiliki cincin b-laktam harus
13 50,0 4,0 200,0 400,0
dihindari, yaitu penisilin, amoxicillin, 14 50,0 8,0 400,0 800,0
ampicillin, dan sefalosporin. Pada kasus
dengan hasil uji kulit negatif dapat Tabel 2. Contoh desensitisasi penisilin
dilakukan graded challange. Awalnya dengan cara pemberian intravena (1)
diberikan dosis 1:100, jika tidak terjadi Dosis
reaksi selama pemantauan singkat maka Penisilin Kecepatan Dosis
Langkah (ml/jam) kumulatif
(mg/ml) (mg)
dapat langsung diberikan dosis terapeutik (mg)
penuh. Apabila terjadi reaksi alergi selama 1 0,01 6 0,015 0,015
2 0,01 12 0,03 0,045
graded challange, maka penisilin hanya 3 0,01 24 0,06 0,105
boleh diberikan dengan cara desensitisasi 4 0,01 50 0,125 0,23
cepat. (1), (9) 5 0,1 10 0,25 0,48
Pada protokol desensitisasi yang 6 0,1 20 0,5 1,0
didahului uji kulit, dosis awal ditentukan 7 0,1 40 1,0 2,0
8 0,1 80 2,0 4,0
berdasarkan jumlah penisilin yang dapat 9 0,1 160 4,0 8,0
ditoleransi selama uji tersebut. Jumlah yang 10 10,0 3 7,5 15,0
dapat ditoleransi biasanya diartikan dengan 11 10,0 6 15,0 30,0
konsentrasi 1:10.000 dari dosis terapeutik. 12 10,0 12 30,0 60,0
Dosis selanjutnya digandakan setiap 15 13 10,0 25 62,5 123,0
14 10,0 50 125,0 250,0
menit sampai dosis terapeutik tercapai. Efek 15 10,0 100 250,0 500,0
samping ringan selama prosedur pernah 16 10,0 200 500,0 1000,0
dilaporkan, namun efek samping yang fatal
atau mengancam jiwa belum pernah Desensitisasi Antibiotik Non-penisilin
dilaporkan. Jika timbul efek samping ringan Antibiotik non-penisilin merupakan
maka harus diobati. Apabila reaksi tidak senyawa inert, oleh karena itu harus melalui
bertambah parah maka dosis penisilin dapat proses metabolisme dan berikatan dengan
ditingkatkan. Setelah 30 menit dosis protein pejamu untuk menjadi senyawa

409
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

antara yang aktif. Sayangnya determinan dengan cara desensitisasi atau graded
imunogenik yang dihasilkan oleh proses challange bergantung pada keparahan reaksi
metabolisme tersebut masih belum alergi dan waktu sejak sejak reaksi alergi
diketahui. Kekurangan ini menghambat terakhir. Jika pasien melaporkan ruam gatal
berkembang-nya reagen uji kulit untuk IgE tanpa gejala lain di hari pertama pasien
spesifik antibiotik non-penisilin. Oleh sebab minum antibiotik sulfa dan terjadi 20 tahun
itu, lebih sulit untuk menentukan pasien yang lalu, maka dapat dilakukan graded
yang memiliki alergi tipe cepat terhadap challange. Sebaliknya jika ada riwayat
antibiotik non-penisilin dan yang membu- anafilaksis maka harus dilakukan
tuhkan desensitisasi cepat. (9) desensitisasi. Jika dokter tidak yakin dengan
Penentuan perlu atau tidaknya tipe reaksi sebelumnya, maka desensitisasi
dilakukan desensitisasi antibiotik non- harus dilakukan. Prinsip desensitisasi
penisilin ditentukan berdasarkan riwayat dan penisilin dapat diaplikasikan pada antibiotik
uji kulit terhadap antibiotik dengan non-penisilin. (9)
konsentrasi non-iritatif. Uji kulit dengan
antibiotik naif dapat memberikan informasi Desensitisasi Aspirin dan NSAID
yang cukup bermanfaat dan dapat Beberapa reaksi pseudoalergi dan
memberikan titik awal desensitisasi karena alergi disebabkan oleh aspirin dan non-
jumlah obat yang ditoleransi selama uji steroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDs)
kulit. Respons positif pada uji kulit telah dilaporkan sejak sintesis pertama asam
menggunakan konsentrasi obat yang tidak asetilsalisilat pada tahun 1897. (13) Hipersen-
mengiritasi memberikan kesan adanya sitivitas asam asetilsalisilat (ASA) berkisar
antibodi IgE spesifik obat. Meskipun antara 0,6-2,5% dan pada dewasa dengan
demikian respons negatif tidak asma berkisar antara 4,3-11%. Hipersensi-
menyingkirkan reaksi alergi tipe cepat tivitas terhadap ASA diawali dengan rinitis
karena uji tersebut tidak mengikut-sertakan pada tiga dekade pertama, lebih sering
semua determinan alergenik yang relevan. didahului oleh infeksi virus yang ditandai
Empedrad dkk secara sistematis menentukan dengan kongesti nasal, hiposmia, rinorea
konsentrasi non iritatting beberapa kronik, dan polip nasal. Pada akhirnya akan
antibiotik yang biasa digunakan (Tabel 3).(2), muncul aspirin induced athsma (AIA), 20%
(9) asma ringan, 30% sedang, 50% berat dan
kronik serta bergantung pada kortikoste-
Tabel 3. Konsentrasi non-iritatif uji kulit roid. Selain asma dan rinitis dapat juga
intradermal beberapa antibiotik (2) muncul urtikaria, angioedema, dan
Konsentrasi
Konsenstrasi anafilaksis. (14)
Antibiotik penuh Desensitisasi terhadap aspirin
non-iritatif
(mg/mL)
dipertimbangkan untuk pasien jantung dan
Cefotaxime 100 10 kali
Cefazolin 330 10 kali pasien hamil dengan sindrom antiofolipid
Ceftazidime 100 10 kali serta merupakan hal yang umum dilakukan
Ceftriaxone 100 10 kali pada pasien dengan aspirin-exacerbated
Klindamisin 150 10 kali respiratory disease (AERD). Desensitisasi
Eritromisin 50 1000 kali aspirin efektif pada kasus urtikaria,
Azitromisin 100 10.000 kali angioedema, dan reaksi anafilaksis yang
diinduksi obat, sebaliknya desensitisasi tidak
Jika uji kulit menggunakan efektif jika reaksi tersebut muncul pada
konsentrasi non-iritating memberikan hasil pasien dengan urtikaria kronis idiopatik. (15)
negatif, maka antibiotik harus diberikan
410
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

Contoh protokol desensitisasi aspirin dapat 4. Solensky S. Drug Hypersensitivity. Med


dilihat pada tabel 4. (4) Clin N Am. 2006; 90: 233–260.
5. Johanson SG, Bieber T, Dahl R, et al.
Tabel 4 Contoh protokol desensitisasi aspirin (4) Revised nomenclature for allergy for
Waktu (menit) Dosis (mg) global use. Report of the Nomenclature
0 0,31 Review Comitee of The World
20 0,3 Organization, October 2003. J Allergy
40 1 Clin Immunol. 2004;113:832-36
60 3 6. Stites D. P., Terr A. I., Parslow T. G.,
80 10 1994. Allergy Desensitization. Basic
100 30 and Clinical Immunology. Eight
120 40 Edition. Sanfransisco: Lange Medical
140 81
Book. Prentice Hall International Inc.
160 162
Pp: 739-43
7. Stites D. P., Stobo J. D., 1976. Basic
SIMPULAN
and Clinical Immunology. Sixth
Desentisisasi obat merupakan tata-
Edition. Lange Medical Book. Prentice
laksana alergi obat bila obat tersangka tidak
Hall International Inc. Pp: 432-3.
tergantikan. Sebelum memulai prosedur
8. Gruchalla RS. Drug Allergy. J Allergy
desensitisasi dokter harus menelaah risiko
Clin Immunol. 2003;111:548-59
dan keuntungan tindakan tersebut.
9. Sullivan TJ. Protocol for rapid and slow
sentization. Georgia. 2009: 1-40.
UCAPAN TERIMAKASIH 10. Solensky R. Drug Desensitization.
Terima kasih kepada dr. Raveinal,
Immunol Allergy Clin N Am.
Sp.PD-KAI, FINASIM yang telah
2004;24:425– 443
memberikan bimbingan dalam menyelesai-
11. Sharma VK, Asati DP, Khandpur S,
kan jurnal ini. Semoga amalan dan kebaikan
Khilnani GC, Kapil A. Study of sepsis
beliau mendapat balasan dari Allah SWT.
in dermatology ward: A preliminary
report. Indian J Dermatol Venereol
DAFTAR PUSTAKA Leprol. 2007;367:1-5
1. Liu A, Fanning L, Chong H, Fernandez
12. Sánchez LV, Alenazy LA, Garcia-
J, Sloane D, Sancho-Serra M, Castells
Neuer M, Castells MC. Drug
M. Desensitization regimens for drug
Hypersensitivity and Desensiti`zations :
allergy: state of the art in the 21st
Mechanisms and New Approaches. Int.
century. Clinical & Experimental
J. Mol. Sci. 2017 ;18 (1316) : 1-17.
Allergy.2011;41:1679–89.
13. Castells M. Desensitization for drug
2. Cernadas JR, Brockow K, Romano A,
allergy. Curr Opin Allergy Clin
et al. General Consideration on rapid
Immunol 2006;6:476–481.
desensitization for drug hypersensi-
14. Chopra N, Oppenheimer J, Derimanov
tivity - a consensus treatment. Allergy.
GS, Fine PL. Vancomycin anaphylaxis
2010:65;1357-66
and successful desensitization in a
3. Brockow K, Przybilla B, Aberer W,
patient with end stage renal disease on
Bircher AJ, Brehler R, Dickel H, et al.
hemodialysis by maintaining steady
Guideline for the diagnosis of drug
antibiotic levels. Ann Allergy Asthma
hypersensitivity reactions. Allergo J Int.
Immunol 2000;84:633–5.
2015;24:94-105.

411
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.2(May, 2020): 404-412 Jurnal Human Care

15. Gorman SK, Zed PJ, Dhingra VK,


Ronco JJ. Rapid imipenem/cilastatin
desensitization for multidrug-resistant
Acinetobacter pneumonia. Ann
Pharmacother 2003;37:513– 6.

412

Anda mungkin juga menyukai