Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN WAWANCARA

PENDERITA PENYAKIT JANTUNG


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Kesehatan
Dosen Pengampu : Nadya Ariyani Hasanah Nuriyyatiningrum, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun oleh :

1. Nidaaul Husna (1807016157)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadzirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan “Laporan
Wawancara Penderita Penyakit Jantung”. Laporan ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Kesehatan. Selanjutnya saya mengucapkan banyak terimakasih atas
segala bantuan subjek serta bimbingan yang diberikan dosen pengampu mata kuliah ini,
sehingga telah memperlancar pembuatan laporan ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Karena itu saya megharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan laporan ini. Saya mengharapkan semoga laporan ini bisa bermanfaat dan
memperlancar jalanya pembelajaran untuk semua pihak, amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pati, 13 Oktober 2020

Penyusun

2
I. Identitas Subjek

Nama/Inisial SY
TTL Jepara, 31 oktober 1959
Usia 61 Tahun
Pendidikan Terakhir SMP
Jenis Penyakit Jantung Koroner
Lama Menderita 2010 – Sekarang
Status Rawat Jalan

Metode Wawancara secara langsung


Waktu Pelaksanaan 30 September 2020 (10.30 – 12.00)
Setting Tempat Di rumah subjek

II. Riwayat Penyakit


Gejala awal yang dirasakan oleh subjek terjadi pada tahun 2010, dimana suami
dari subjek selingkuh dengan wanita lain. Subjek mengaku sakit hati dikarenakan dirinya
dan suami sudah mempunyai dua anak yang masih kecil-kecil namun suami dari subjek
tega menyelingkuhi dirinya. Dari tutur subjek, suami juga sudah mempunyai anak dari
selingkuhannya. Hal tersebutlah yang membuat sakit hati dari subjek dan gejala awal
penyakit jantung dirasakan, subjek mengungkapkan bahwa lebih baik
ditinggalkan/diceraikan oleh suaminya dari pada dirinya merasakan sakit hati yang
berujung pada penyakit jantung yang dideritanya, “terus terang aja ya mbak, Nuwunsewu
ini mbak, ibaratnya gini... barang satu kok di colokke dua orang... kan saya tidak mau tho
mbak. Lebih bagus saya ditinggalkan saja ndak papa, karena sakit mbak, saya udah punya
dua anak kok masih diselingkuhin....” tutur subjek. Semenjak kejadian tersebut gejala
awal yang dirasakan oleh subjek, dimana subjek merasakan dada sesak, jantung
berdebar, badan terasa lemas, bahkan pingsan.
Subjek bercerita bahwa jika dulunya setiap penyakitnya kambuh dia selalu
meminum air kelapa muda, dikarenakan faktor ekonomi yang tidak mencukupi untuk
berobat. Serta pada waktu itu subjek juga tidak mempunyai penghasilan dikarenakan
ditinggalkan oleh suaminya. Subjek merasa tertekan karena dia mempunyai tanggungan
untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Pada waktu tersebut, subjek
memberanikan diri untuk bercerita kepada kakaknya yang berada di Surabaya tentang

3
musibah yang dideritanya, dikarenakan ekonomi kakak dari subjek termasuk dalam
kategori cukup, kakak subjek mengirimkan uang kepadanya untuk berobat. “Waktu itu
saya ga berani berobat karena ga punya uang mbak, karena udah ditinggalin sama suami,
tidak punya penghasilan apa-apa, juga ngrumati dua orang anak... untuk makan sudah
cukup aja alhamdulillah kan mbak untuk makan anak-anak. Itu setiap mulai dada sesak
dan jantung terasa berdebar lebih kenceng saya minum air kelapa, ya karena tidak bisa
berobat tadi, kalo sudah diminumin air kelapa nanti sekeco. Akhirnya kakak saya yang
dari Surabaya ngirimin uang buat saya berobat, nah dari situ saya dinyatakan positif
jantung”, ungkap subjek. Dari pengakuannya tersebut, Subjek berobat ke Puskesmas
untuk di EKG, subjek mengungkapkan bahwa terdapat penyumbatan lemak jahat pada
jantungnya.
Subjek mengaku bahwa penyakitnya semakin parah ketika suaminya meninggal
sekitar tahun 2010, yaitu pada tahun yang sama saat diceraikan oleh suaminya, “Soalnya
kan saya waktu itu kesel piker kesel ati mbak... (sambil tertawa)”, tutur subjek. Setelah
suami dari subjek meninggal, subjek juga merasa tertekan karena akan melaksanakan
operasi tumor. Subjek mengungkapkan bahwa jika dulu dirinya pernah keguguran dan
tidak dibersihkan, selain karena hidup dikampung juga ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk melakukan pembersihan pasca keguguran. “Yang saya pikirkan
kan gini mbak, saya takut karena saya punya penyakit jantung, kalo operasi gagal kan
bisa meninggal, sedangkan saya masih punya dua anak. Mikirnya kan anak-anakku piye
kan gitu tho mbak (sambil tertawa)”, tutur subjek. Subjek juga mengungkapkan bahwa
semenjak tahun 2015, ketika penyakitnya kambuh, dia hanya berobat di puskesmas dan
diberikan obat serta dianjurkan oleh dokter untuk melakukan peregangan-peregangan
kecil supaya dapat melancarkan sirkulasi darah, seperti melakukan gerakan-gerakan kecil
yang tidak memberati subjek. Untuk pengobatan rutin ke Rumah Sakit, Subjek baru
melakukannya sekitar dua bulan terakhir yaitu dari bulan agustus 2020, dikarenakan
penyakitnya semakin parah, dan juga usia yang semakin bertambah yang mengakibatkan
kesehatan subjek semakin menurun.

III. Usaha Pengobatan

4
Untuk usaha pengobatan awal, yaitu sekitar tahun 2010, subjek melakukan
pengobatan secara tradisional yaitu dengan meminum air kelapa muda ketika dadanya
mulai sesak dan jantungnya berdebar. Hal tersebut dilakukan subjek selama bertahun-
tahun sampai sekitar tahun 2015, mulai dari 2015 tersebut ketika penyakit dari subjek
kambuh, subjek melakukan pengobatan ke Puskesmas di desanya. Sedangkan untuk
pengobatan rutin satu bulan sekali baru dimulai bulan agustus tahun 2020.

IV. Perilaku Sehat


Untuk menjaga badan supaya tetap sehat dan bugar diusia subjek yang semakin
bertambah, subjek tidak pernah memikirkan secara berat atau terus menerus masalah-
masalah yang sedang dihadapi, subjek juga melakukan olahraga ringan seperti, lari-lari
kecil disekitar rumah, tidak memakan makanan pantangan, serta meminum obat secara
rutin.

V. Kondisi Psikologis Subjek


Untuk kondisi psikologis subjek terdahulu (waktu pertama kali divonis
mempunyai penyakit jantung), Subjek mengaku stress dan depresi dikarenakan
mempunyai tanggungan menafkahi kedua anaknya, sedangkan dirinya tidak mempunyai
penghasilan karena ditinggalkan oleh suaminya. Namun untuk saat ini subjek lebih
kepasrah dengan apa yang diberikan oleh Tuhan, dan berikhtiyar dengan cara berobat
secara rutin.

VI. Analisis Hasil Wawancara dengan Teori Psikologi Kesehatan


Dunbar (1930an) & Alexander (1940an) berpendapat bahwa “gangguan atau sakit
yang dialami oleh individu disebabkan oleh psikosomatis. Hal ini terjadi karena adanya
konflik-konflik psikologis bawah sadar organ tubuh melalui sistem saraf otonom, hingga
terjadinya kondisi sakit pada diri individu”.1 Dari pemaparan tersebut dapat dipahami
bahwa pikiran bisa memengaruhi tubuh hingga munculnya penyakit atau menjadi
bertambah parah. Faktor psikis atau mental, seperti stress dan rasa cemas juga bisa
menyebabkan atau memperparah keluhan fisik.
1
Penyusun, T., SARI, R. P., & MA’RUFAH HAYATI, M. T. (2006). Bahan Ajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional. Hal 13.

5
Menurut Brench Grand (2000), terdapat dua penyebab penggolongan stress, yaitu
penyebab makro dan penyebab mikro. Dimana penyebab makro menyangkut tentang
peristiwa besar dalam kehidupan seperti kematian, perceraian, pensiun, ataupun
kebangkrutan. Sedangkan penyebab mikro menyangkut tentang peristiwa kecil dalam
kehidupan sehari-hari, seperti pertengkaran kakak-adik, atau beban pekerjaan.
Amberg (2001) membagi tahapan stress menjadi enam tahapan, yaitu :
1. Paling ringan, stress dengan minat kerja yang besar bahkan berlebih, pekerjaan
selesai tanpa mempertimbangkan tenaga yang dimiliki.
2. Stress yang disertai dengan keluhan, seperti bangun pagi tidak segar/letih, dan mudah
capek.
3. Keluhan stress, seperti defekasi tidak teratur (kadang diare, otot semakin tegang).
4. Tahapan stress yang ditandai dengan keluhan tidak mampu bekerja sepanjang hari,
atau aktivitas pekerjaan terasa sulit.
5. Tahapan stress bertanda kelelahan fisik dan mental, ataupun pekerjaan ringan/tidak
terselesaikan.
6. Paling berat, disertai dengan sesak nafas, tremor, dan jantung berdebar keras.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa penyakit yang dialami oleh
subjek termasuk dalam penyebab makro yang menyangkut tentang peristiwa besar.
Dimana subjek mengalami masalah dengan suaminya yang berselingkuh dengan wanita
lain. Subjek merasa tertekan dan stress, hal tersebut juga diperparah dengan kematian
suami pada tahun yang sama. Karena keadaan tersebut, stres yang dialami oleh subjek
menjadi lebih parah dan masuk pada tahapan paling berat, sehingga subjek mengalami
penyakit jantung yang diderita hingga sekarang.
Stress merupakan salah satu faktor risiko yang mengakibatkan penyakit jantung
koroner. Stress cenderung membuat seseorang mengabaikan pola hidup sehat. Hal
tersebut mengakibatkan stress menjadi sumber berbagai penyakit, termasuk penyakit
jantung koroner. Sebab beberapa kebiasaan tersebut dapat membuat dinding arteri
mengalami kerusakan atau meningkatkan resiko munculnya sumbatan arteri. Respon
tubuh seseorang dalam menghadapi stress juga dapat meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner. Pada saat seseorang mengalami stress, banyak yang mengalami
insomnia, emosional, merasa sakit kepala, punggung atau perut, dan berbagai respon lain

6
sehingga memicu tubuh mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon adrenalin akan
membuat detak jantung, pernapasan dan tekanan darah meningkat.2
Jika dikaitkan dengan yang disampaikan oleh Dunbar dan Alexander, hal yang
dialami oleh subjek termasuk dalam psikosomatis, dimana konflik-konflik psikologis
yang dialami oleh subjek seperti perselingkuhan suami subjek dengan wanita lain,
perceraian, kematian suami subjek, dan tekanan kewajiban untuk menafkahi kedua
anaknya yang masih kecil-kecil. Hal tersebut mempengaruhi bawah sadar organ tubuh
subjek melalui saraf otonom, sehingga terjadi kondisi sakit pada diri individu subjek.
Smet (1994) mengatakan bahwa terdapat penelitian-penelitian yang diketahui
bahwa “ada hubungan antara kondisi kesehatan pada diri seseorang dengan perilaku
tertentu”. Perilaku sehat menurut Gochman (1988) adalah sejumlah atribut seperti
keyakinan, harapan, motif, nilai, persepsi, dan elemen kognitif lainnya, karakteristik
kepribadian, termasuk keadaan dan sifat afektif dan emosional, serta pola perilaku,
tindakan dan kebiasaan terbuka yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan,
pemulihan kesehatan dan kesehatan perbaikan. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007),
perilaku sehat merupakan respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,
minuman, serta lingkungan. Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku
sehat adalah keadaan diri seseorang dalam melakukan sesuatu seperti bertindak, bersikap,
berpikir, dan memberikan umpan balik atau respon pada suatu hal dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa setiap individu
pasti melakukan perilaku kesehatan, dimana respon individu tersebut bisa berupa respon
yang aktif (tindakan yang dilakukan secara langsung) maupun respon yang pasif
(tindakan dalam bentuk berpikir atau berpendapat).
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa subjek merupakan pribadi
yang mempunyai tingkat kepatuhan pada perilaku kesehatan yang tinggi. Dalam artian
respon yang diberikan subjek berupa respon yang aktif, dimana dalam perilaku sehatnya
subjek berupaya untuk menjaga pola makan dengan menghindari makanan-makanan
yang dapat membuat penyakitnya kambuh, tidak pernah memikirkan secara berat atau

2
Ningsih, H. Hubungan Psikologis dan Gaya Hidup terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada
Pasien Rawat Jalan di RSU PTPN X Jember Klinik (Doctoral dissertation). Hal 3-4

7
terus menerus masalah-masalah yang sedang dihadapi, dan juga subjek melakukan
olahraga ringan seperti lari-lari kecil disekitar rumah.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo & Solita Sarwono, tahun 1985. Faktor yang
berperan penting terjadinya perubahan perilaku yaitu pengalaman, kepercayaan, sosial,
budaya, ekonomi, dan sarana fasilitas kesehatan memadai. Faktor-faktor tersebut
selanjutnya memengaruhi keadaan manusia dalam berkeinginan, berkehendak,
berkeperluan, menumbuhkan emosi, meningkatkan motivasi, memperbaiki sikap atau
perilaku, dan menyesuaikan reaksi yang sepadan.3 Jika dikaitkan dengan subjek, ekonomi
mempunyai peran penting dalam menentukan perubahan perilaku sehat, dimana ketika
penyakit dari subjek kambuh subjek hanya meminum air kelapa muda untuk meredakan
sakitnya dikarenakan tidak mempunyai uang untuk berobat ke Rumah Sakit.
Dapat disimpulkan dari hasil analisis perilaku sehat subjek, subjek merupakan
pribadi yang patuh dalam menjalani perilaku sehat. Namun terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku sehat subjek, dimana ekonomi juga menjadi peran yang sangat
penting untuk pengobatan subjek, sehingga sarana dan fasilitas yang didapatkan oleh
subjek untuk mengikuti serangkaian pengobatan belum memadai.

REFERENSI

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_Kesehatan. Diakses pada 14 oktober 2020. Pukul 06.40.

8
Penyusun, T., SARI, R. P., & MA’RUFAH HAYATI, M. T. (2006). Bahan
Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Ningsih, H. Hubungan Psikologis dan Gaya Hidup terhadap Kejadian Penyakit Jantung
Koroner pada Pasien Rawat Jalan di RSU PTPN X Jember Klinik (Doctoral
dissertation).
https://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_Kesehatan

LAMPIRAN

9
10

Anda mungkin juga menyukai