2
ISSN : 1978 - 0303
The Effect of Wheat Starch Addition Level on Moisture Content, Fat Content, Protein
Content, Microstructure, and Organoleptic Quality of Processed Gouda Cheese
Eka Fitasari1
1)
Program Studi Peternakan Fakultas Ilmu Pertanian dan Sumber Daya Alam Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang
ABSTRACT
The research was conducted to find out the optimum level of wheat starch to produce
processed cheese with good quality based on its moisture content, fat content, protein content,
microstructure, and organoleptic quality. The result showed that the different level of wheat
starch gave highly significant effect (p<0.01) on moisture content, fat content, protein
content, and panelist preference to texture, taste, and smell. It is concluded that wheat starch
decrease moisture content, fat content, protein content, and panelist preference to texture,
taste and smell processed Gouda cheese. It is suggested to add 10 % wheat starch to produce
processed cheese because the product met the existing standard of commercial product
chemically and physically, except fat content and protein content. Further research on the
production of processed cheese is suggested by adding fat and protein sources to meet the
standard of fat and protein content.
17
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
Menurut Damodaran and Paraf (1997) pada membentuk adhesive (sifat lengket),
sebagaian besar produk makanan, pati cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi
terigu terdapat dalam bentuk granula kecil padu), films, dan jaringan 3 dimensi.
(1-40 m) dan dalam suatu sistem, Penggunaan gluten dalam industri roti
contohnya adonan, pati terigu terdispersi untuk memberi kekuatan pada adonan,
dan berfungsi sebagai bahan pengisi. mampu menyimpan gas, membentuk
Protein dari tepung terigu membentuk suatu struktur, dan penyerapan air. Gluten juga
jaringan yang saling berikatan (continous) digunakan untuk tujuan formulasi, binder,
pada adonan dan bertanggung jawab dan bahan pengisi (Igoe and Hui, 1996).
sebagai komponen yang membentuk Tujuan penelitian ini adalah untuk
viscoelastik. mencari tingkat penggunaan tepung terigu
Gluten merupakan protein utama yang paling baik terhadap kadar air, kadar
dalam tepung terigu yang terdiri dari lemak, kadar protein, mikrostruktur, dan
gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). mutu organoleptik.
Menurut Fennema (1996), sekitar 30%
asam amino gluten adalah hidrofobik dan MATERI DAN METODE
asam-asam amino tersebut dapat
menyebabkan protein mengumpul melalui Materi yang digunakan dalam
interaksi hidrofobik serta mengikat lemak penelitian ini adalah keju Gouda olahan
dan substansi non polar lainnya. Ketika yang dibuat dari bahan baku kehu Gouda
tepung terigu tercampur dengan air, bagian- muda yang berumur 1 hari, keju tua (keju
bagian protein yang mengembang Gouda) berumur 6 bulan yang diperoleh
melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi dari Dinas Peternakan Malang, tepung
pertukaran sulfydryl-disulfide yang terigu yang diperoleh dari pasar lokal, dan
menghasilkan ikatan seperti polimer- sodium tripoliphosphat (STPP).
polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi
dengan polimer lainnya melalui ikatan Penelitian dilakukan menggunakan
hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide dua tahap. Tahap pertama adalah
cross-linking untuk membentuk seperti melakukan penelitian pendahuluan untuk
lembaran film (sheet-like film) dan menentukan kisaran konsentrasi
memiliki kemampuan mengikat gas yang penambahan tepung pada keju olahan.
terperangkap. Tahap kedua adalah melakukan penelitian
Pada pembuatan adonan yang inti. Penelitian dilakukan menggunakan
mengalami pemanasan, gluten memiliki metode percobaan dengan menggunakan
kemampuan sebagai bahan yang dapat Rancangan Acak Kelompok (Yitnosumarto,
Formulasi yang digunakan dalam pembuatan keju Gouda olahan selengkapnya adalah
sebagai berikut :
Kode Konsnetrasi tepung Keju muda Air (dari berat Garam (dari Garam (dari berat
Perlakuan (dari berat keju keju muda) berat keju muda) keju muda)
muda)
Keju tua (20%)
T0 0% 25% 1% 1%
Keju muda (80%)
Keju tua (20%)
T5 5% 25% 1% 1%
Keju muda (80%)
Keju tua (20%)
T10 10% 25% 1% 1%
Keju muda (80%)
Keju tua (20%)
T15 15% 25% 1% 1%
Keju muda (80%)
Keju tua (20%)
T20 20% 25% 1% 1%
Keju muda (80%)
18
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
19
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
20
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
Pemilihan &
pembersihan dari kulitnya
Tepung terigu
(sesuai perlakuan) Pencampuran + garam 1%, STPP 1% dan
+ air (20%) sesekali diaduk
Keju olahan
Pencetakan
Pengemasan
21
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
Hal ini sesuai dengan pendapat menyebabkan kadar lemak keju olahan
Gaonkar (1995) bahwa penambahan lemak semakin menurun.
mengurangi gelatinasi dan pembengkakan Perlakuan T0 memiliki kadar lemak
dan juga mencegah pelepasan amilosa dari paling besar diantara perlakuan-perlakuan
pati pada saat pemanasan. lainnya karena pada perlakuan T0 ikatan
Berdasarkan uji organoleptik terhadap terjadi antara air dan grup non polar lainnya
tekstur, keju olahan yang memiliki tekstur termasuk lemak. Air dan lemak membentuk
yang paling baik adalah pada perlakuan T10 suatu emulsi (Caric and Kalab dalam Fox,
(Tabel 3). Berdasarkan hal ini dapat diambil 1993).
kesimpulan bahwa penambahan tepung Pada saat proses pengolahan,
terigu sebanyak 10% dari berat keju lebih beberapa molekul pati khususnya amilosa
disukai oleh konsumen dan mampu yang memiliki sifat lebih mudah larut
mengasilkan hasil yang terbaik berdasarkan dalam air, meningkatkan granula-granula
tekstur keju olahan. Hal ini didukung oleh pati yang membengkak dan masuk ke
pengamatan terhadap mikrostruktur dalam cairan yang ada di sekitarnya.
perlakuan T10, terlihat bahwa penyebaran Amilopektin menyebabkan granula pati
globula-globula lemaknya tidak sepadat mengembang. Namun, karena selama
perlakuan lain yang mengandung tepung pencampuran terdapat lemak yang berasal
terigu dalam jumlah yang besar. dari keju muda maka lemak akan mengikat
Penyebaran globula lemak pada T10 pati yang pembengkakannya belum
seimbang dengan air. Berdasarkan SNI keju sempurna. Lemak mengikat komponen-
olahan, perlakuan T10 sudah memenuhi komponen non polar melalui ikatan
standar keju olahan yang mana kadar air hidrofobik. Menurut Gaonkar (1995),
maksimal keju olahan adalah 45 %, penambahan lemak mengurangi gelatinasi
sedangkan perlakuan T10 kadar airnya dan pembengkakan serta mencegah
42,4431%. pelepasan amilosa dari pati pada saat
pemanasan. Kestabilan struktur granular
b. Pengaruh Tingkat Penggunaan Tepung pati terjadi karena pembentukan kompleks
Terigu Terhadap Kadar Lemak Keju amilosa lemak .
Gouda Olahan Menurut Eliasson and Gudmundsson
Penambahan tepung terigu (1996), bahwa ada bentuk ikatan komplek
menghasilkan kadar lemak keju olahan antara amilosa pati dengan lemak yaitu
yang cenderung menurun dari perlakuan T0 antara rantai hidrokarbon dari lemak dan
ke T20, hal ini karena adanya pengaruh dari amilosa pati. Ketika amilosa terurai dari
tepung terigu yang digunakan. Semakin granula pati selama proses gelatinisasi,
banyak penambahan tepung terigu akan maka lemak langsung berikatan dengan
menyebabkan kadar lemak keju olahan amilosa di permukaan granula dan
semakin menurun. Hal ini karena dengan menghambat pembengkakan.
semakin banyak penambahan tepung terigu
maka kandungan patinya semakin banyak c. Pengaruh Tingkat Penggunaan Tepung
dan lemaknya semakin turun. Kandungan Terigu Terhadap Kadar Protein Keju
lemak nabati dari tepung terigu sendiri Gouda Olahan
hanya sebesar 0.9%, sementara karbohidrat Dari Tabel, diketahui bahwa
merupakan komponen yang terdapat dalam penambahan tepung terigu menghasilkan
prosentase yang terbesar dalam pati yaitu kadar protein keju olahan yang cenderung
75-80 % (Damodaran and Paraf, 1997). menurun dari perlakuan T5, T10, T15, dan
Berdasarkan hal ini maka akan T20, hal ini karena dipengaruhi oleh bahan
pengisi yang digunakan yaitu tepung terigu.
22
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
23
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
membentuk suatu jaringan gel. Proses ini Tabel 3. Pengaruh tingkat penggunaan
memberikan peningkatan bagi lemak untuk tepung terigu terhadap tekstur,
teremulsi dengan membentuk suatu rasa, dan bau dari keju Gouda
kepaduan yang mendekati seperti jaringan olahan
gel protein (Kapoor and Metzger, 2008). Kode Perlakuan Tekstur Rasa Bau
T0 (tanpa 3,9556a 5,4667a 5,6667a
Fox et al. (2000) menambahkan bahwa penambahan
konversi kalsium menjadi sodium tepung)
(phosphate) parakaseinat selama proses T5 (penambahan 4,7667b 5,3333a 6,1b
tepung 5%)
merupakan faktor utama yang T10 (penambahan 6,3c 6,1333b 6,2778b
menyebabkan kemampuan protein dalam tepung 10%)
mengikat air. T15 (penambahan 6,0778c 5,7a 6,1445b
Pati (dalam penelitian ini tepung 15%)
T20 (penambahan 5,2111c 5,7a 5,8889a
menggunakan tepung terigu) berfungsi tepung 20%)
dalam meningkatkan meltability dan Keterangan : Notasi yang berbeda
memelihara supaya keju dapat menunjukkan perbedaan yang
mulur/ditarik. Dalam produk keju, pati sangat nyata (p<0,01) (a, b, c)
memiliki kemampuan untuk mestabilkan
antara bahan-bahan fase minyak dan air a. Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Keju
sehingga dapat terdispersi pada permukaan Gouda Olahan
mulur dari keju (Akins, 2002). Hasil analisis ragam menunjukkan
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat penambahan tepung terigu
bahwa pati akan mengikat lemak sehingga yang berbeda memberikan perbedaan yang
mencegah lemak cair (oiling off) keluar dari sangat nyata (p<0,01) terhadap kesukaan
tekstur yang dikelilingi oleh protein. panelis terhadap tekstur keju Gouda olahan.
Dengan adanya proses homogenisasi Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur keju
selama proses pengolahan, pati akan Gouda olahan yang paling tinggi dihasilkan
menyerap air bebas yang sengaja oleh perlakuan T10 yang nilainya termasuk
ditambahkan pada waktu proses agak disukai. Perlakuan T10 menghasilkan
pengolahan, dan dengan suhu pengolahan tekstur yang halus, seragam, dan mudah
yang tidak terlalu tinggi yaitu kurang dari diiris. Hal ini Karena lemak dapat
85 oC, maka proses gelatinisasi akan terjadi terdispersi secara merata dan adanya
dan suhu yang tidak terlalu tinggi tidak kandungan gluten dari tepung terigu yang
akan menyebabkan proses Maillard yang menyebabkan sifat viscous dan viskoelastik
berlebihan. Hal ini sesuai dengan pendapat pada donan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Akins (2002), selama proses pemasakan Fennema (1996) bahwa gliadin dari gluten
atau pemanasan juga terjadi interaksi menyebabkan sifat viscous adonan dan
dengan bahan-bahan lain (yang digunakan glutenin menyebabkan sifat viscoelastik
dalam pembuatan keju olahan. dari adonan akibat adanya disulfide cross
linking.
Pengaruh Tingkat Penggunaan Tepung Tekstur keju Gouda olahan yang
Terigu Terhadap Mutu Organoleptik memperoleh nilai terendah adalah
Keju Gouda Olahan perlakuan T0 dengan nilai keju yang tidak
Hasil penelitian mengenai pengaruh disukai. Perlakuan T0 menghsilkan keju
tingkat penggunaan tepung terigu terhadap yang lunak dan berpasir (sandy defect).
tekstur, rasa, dan bau dari keju Gouda Adanya tekstur seperti berpasir ini diduga
olahan dapat dilihat pada Tabel 3. terbentuknya kristal laktosa yang keras
pada saat pengolahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Susrini (1992) yang menyatakan
24
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
25
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
C
A A
B
B C
C
A
A
B
26
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
B
Keterangan :
A = Globula lemak
C B = Air
A C = Pati
Pada saat pengolahan, kasein yang yang paling tinggi jika dibandingkan
sebelumnya memilki sifat yang tidak dapat perlakuan lainnya jika dilihat dari segi
larut dalam air dengan adanya emulsifier teksturnya (Tabel 3). Hal ini juga didukung
dia akan menjadi larut dan mengikat berdasarkan kadar air yang mana perlakuan
sejumlah air. Berdasarkan sifat fisis keju T10 sudah memenuhi SNI keju olahan
olahan dari perlakuan T0 menghasilkan (Tabel 4). jika dilihat dari gambar
keju yang terlalu lunak, berpasir, rapuh, dan mikrostrukturnya terdapat keseimbangan
lengket pada permukaan pisau ketika diiris. antara penyebaran lemak dan air yang
Gambar 4 hingga Gambar 7 mengakibatkan tekstur keju olahan ini lebih
menunjukkan sebaran globula lemak yang disukai oleh konsumen. Pada perlakuan T0
besar-besar, hal ini karena pada keempat dan T5 penyebaran lemak dan air tidak
perlakuan ini mendapatkan penambahan seimbang. Jumlah air yang terlalu besar
tepung terigu sehingga terjadi ikatan akan menyebabkan tekstur keju olahan
hidrofobik antara lemak dan grup non polar menjadi lembek.
seperti protein dan tepung, dan juga Perlakuan T15 dan T20 menghasilkan
interaksi dengan grup polar yaitu air. keju olahan dengan tekstur yang lebih padat
Menurut Moskowitz (1987), lemak (berdasarkan sifat fisisnya) dibandingkan
berinteraksi dengan gluten dari tepung perlakuan lainnya. hal ini karena dengan
terigu selama proses pemanasan. Hal ini semakin banyaknya penambahan tepung
menyebabkan produk menjadi empuk, yang terigu maka jumlah padatannya juga
mana pada khirnya akan menjadi massa semakin banyak dan jumlah gluten juga
yang padat dimana komponen-komponen semakin banyak sehingga ketika
akan berkumpul karena adanya ikatan komponen-komponen tersebut berikatan
dengan gluten. Lemak diserap pada secara kimia maka ikatannya terjadi lebih
permukaan protein glutenaceous yang rapat yang menyebabkan tekstur menjadi
berikatan melalui hydrasi dan lebih keras. Keadaan ini ternyata kurang
berkembangnya struktur gluten yang padat. disukai oleh konsumen.
Faridi (1994) menambahkan, bahwa gliadin
dari gluten mengikat lemak polar melalui Perlakuan Terbaik
hidrasi sedangkan glutenin mengikat lemak Penentuan perlakuan terbaik
secara mekanikal. Pada perlakuan T5 dan dilakukan pada keju Gouda olahan dengan
T10 jika dilihat berdasarkan sifat fisisnya penambahan tepung terigu dengan
maka menghasilkan keju yang cukup bagus, menggunakan indeks efektifitas (Susrini,
cohesive, dan dapat diiris. Perlakuan T10 2005). Dari hasil perhitungan didapatkan
merupakan keju olahan yang memiliki nilai perlakuan yang terbaik pada perlakuan T10
27
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
(keju Gouda olahan dengan penambahan (p<0,01) terhadap kadar air, kadar
tepung terigu sebanyak 10% dari berat lemak, kadar protein, dan mutu
keju), dengan kondisi kadar air, kadar organoleptik (kesukaan terhadao
lemak, kadar protein dan mutu organoleptik tekstur, rasa, dan bau) keju Gouda
(kesukaan rasa, tekstur, bau) keju Gouda olahan.
olahan seperti tertera pada Tabel 4. b. Tingkat penambahan tepung terigu
sebanyak 10% dari berat keju sebagai
Tabel 4. Perbandingan kualitas keju bahan pengisi pada pembuatan keju
Gouda olahan dari perlakuan Gouda olahan merupakan perlakuan
terbaik dengan Standar Nasional yang terbaik diantara perlakuan-
Indonesia perlakuan yang baik.
Produk
Variabel SNI Rata- Keterangan
rata
DAFTAR PUSTAKA
Kadar air Maksimal 42,5438% Memenuhi standar
45% Akins, M. L., 2002. Effects of Starch-based
Kadar lemak Minimal
25% 22,33% Tidak memenuhi standar Anti-caking agents on The Fuctional
Kadar lemak Minimal Properties of Shredded Mozarella
19,5% 18,9597% Tidak memenuhi standar
Mutu Cheese. Master of Science in Life
organoleptik : Science in Food Science. Departemnt
- rasa Normal 5,66667 Tidak ada standar
- tekstur Normal 5,2622 Tidak ada standar of Food Science and Technology
- bau Normal 6,0156 Tidak ada standar Balcksburg, VA.
Anonymous. 1991. All Eyes on New Potato
Berdasarkan nilai mutu organoleptik Starch Use of Perfectamyl Gel MB,
terhadap rasa, tekstur, dan bau diperoleh A Potato Starch Derivative, in The
bahwa perlakuan T10 merupakan nilai Making of Imitation Cheese. Http
tertinggi. Penilaian terhadap mutu ://www.findarticles.com/ p/articles/
organoleptik ini merupakan penilaian yang mi_m3301/is_n11-v92/ai_11533661.
diberikan oleh konsumen dan konsumen Diakses tanggal 1 Maret 2005.
memilih bahwa perlakuan T10 merupakan Cunniff, P. 1999. Official Method of
perlakuan terbaik dibandingkan perlakuan- Analysis of AOAC International.
perlakuan yang lainnya. hal ini didukung AOAC International Suite 500 481
oleh gambar mikrostruktur, pada perlakuan North Frederick Avenue
T10 terdapat keseimbangan penyebaran Gaithersburg, Maryland USA 16ed.5th
globula lemak keju dan air. Berdasarkan hal revision volume II.
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Damodaran, S. and A. Paraf. 1997. Food
penambahan tepung terigu sebanyak 10% Proteins and Their Applications.
dari berat keju dapat memberikan hasil Marcel Dekker. New York.
yang terbaik terhadap kadar air, kadar Daulay, D. 1991. Buku / Monograf
protein, kaar lemak, rasa, tekstur, dan bau. Fermentasi Keju. Departemen
Kadar air perlakuan T10 sudah memenuhi Pendidikan dan Kebudayaan
Standar Nasional Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Pangan dan
KESIMPULAN Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and
Kesimpulan yang dapat diambil dari Cracker Production. Chapman &
penelitian ini adalah : Hall. New York.
a. Penambahan tepung terigu memberikan
pengaruh penurunan yang sangat nyata
28
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29 Vol. 4, No. 2
ISSN : 1978 - 0303
29