Anda di halaman 1dari 2

DERITA KEADILAN DI MATA HUKUM INDONESIA

Sejarah dan perjalanan waktu adalah guru yang baik bagi catatan gerakan
mahasiswa berdjuang untuk mewujudkan tujuan Indonesia Merdeka yang tertuang
di dalam Pembukaan UUD 1945.

Tujuan dan maksud baik tidaklah berdaya pada aturan hukum yang telah
diundangkan di negara hukum, begitu pula yang berlaku di Indonesia sebagai
negara hukum yang dikuatkan dalam konstitusi Bab I Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945.

Walaupun Konstitusi menjamin bahwa UU yang bermasalah dapat diajukan melalui


uji materi Mahkamah Konstitusi.

Tapi kembali, perjalanan waktu telah mengajarkan “cara berfikir” masyarakat baik
kaum terdidik maupun masyarakat umumnya bahwa uji materi ke MK seperti hanya
pengajuan prapradilan yang sulid dimenangkan secara objektif, atau bisa diibaratkan
seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. (Derita Keadilan di Mata hukum
Indonesia)

Selain uji materi Mahkamah Konstitusi maka PERPU merupakan langkah yang
kontitusional dapat dilakukan oleh Presiden atau suatu tuntutan legislative review
yang dapat dilaksanakan oleh DPR.

Penolakan terhadap keputusan penetapan UU Cipta Kerja dengan tuntutan


penerbitan PERPU membatalkan UU Ciptaker adalah sebuah tuntutan yang
konstitusional. Begitupula penolakan dilakukan dengan gerakan exstrapalementer
merupakan gerakan yang konstutisonal karena konstitusi telah menyatakan pada
Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.

Berkerasnya Presiden untuk tidak menerbitkan PERPU Pembatalan UU Ciptaker telah


membentuk dua tembok besar yang pastinya “berpotensi” akan bertabrakan, tetapi
menjadi tidak relevan apabila tuduhan-tuduhan kepada gerakan exstraparlementer
selalu dikaitkan dengan konflik kekuasaan. Tajamnya wacana ini secara teori
potensial telah membuka ruang “proxy” bekerja, karena tindakan represif dan
kekerasan telah menyertai dua tembok besar menolak terbit dan menuntut terbit
PERPU.

Menjadi catatan bersama Pembentukan Undang-Undang mekanismenya telah diatur


melalui peraturan perundang-undangan baik secara taktis dan strategis dan tidak
ada pembenaran selain “situasi darurat” hal-hal taktis dapat diabaikan walaupun
berniat dan bertujuan baik dan belum tentu juga berakhir dengan baik begitu pula
pembentukan UU Cipta Kerja yang telah terlanjur “berdarah”.

Bagi Gerakan Kita Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO)


menjadi pelajaran penting bahwa hukum itu mengikat dan memaksa belum tentu
yang baik dapat terwujud bila hal baik itu tidak memiliki ketetapan hukum.

Seperti Pasal 2 UU No15/2019 atas perubahan UU No 12/2011 yaitu Pancasila


Sumber dari segala sumber hukum yang tidak dapat diartikan tentang posisi
Pancasila sebagai Hierarki Tertinggi akibat ini tidak sedikit perarturan kebijakan yang
lolos walaupun tidak sesuai dengan PANCASILA dan Pancasila tidak memiliki
kekuatan untuk peraturan itu gugur dalam posisi hierarki yaitu peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Naskah Akademik sebagai syarat Pembentukan UU juga tidak cukup kuat


menempatkan PANCASILA sebagai filter yang berfungsi mengugurkan.

Selain itu catatan KOMANDO berdjuang Penambahan ayat pada Pasal 33 UUD 1945
yaitu ayat 4 dan 5 itu juga telah menimbulkan kebiasan dari ayat 1,2 dan 3 pada
Pasal 33 UUD 1945.

Hal-hal tersebut menjadi penting bagi Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia


(KOMANDO) terhadap prodak peraturan perundang-undangan yang dibentuk
termasuk UU Cipta Kerja tidak terkecuali dimana proses ini harus berjalan dengan
baik yaitu turut serta partisipasi publik dalam penyusunannya dan bila terjadi
gelombang penolakan yang masif maka sepatutunya itu menjadi koreksi dan tidak
pengesahan terburu-buru yang selalu berakhir terjadi tindakan kekerasan, represif
dan koban dikomponen bangsa baik konflik vertikal dan bahkan konflik herisontal
yang hanya semakin memperlemah kewibawaan lembaga negara.

Maka dengan itu Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indoneisa menyatakan :

1. Hentikan segala bentuk tuduhan kepada gerakan exstraparlementer yang


selalu dikaitkan dengan konflik kekuasaan.
2. Hentikan dan mengecam tindakan represif POLRI karena itu hanya
melemahkan POLRI sebagai Tribrata dan berdampak kepada Kewibawaan
Lembaga Negara.
3. Melawan segala bentuk situasi sebagai pintu potensi Indonesia dalam bahaya
Proxy War dalam skema Perang Inconvensional.
4. Terbitkan PERPU Pembantalan UU Cipta Kerja dan lalu kaji kembali dengan
proses yang baik untuk mencapai tujuan yang baik.
5. KOMANDO secara konsisten akan terus bergerak mewujudkan Pancasila
sebagai Hierarki Tertinggi.

KOMANDO
Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai