Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

LEUKIMIA
Dosen Pengampuh : Mery Sambo,Ns, M.Kep

DISUSUN OLEH :

Serli (2014201150)
Sertince Maura (2014201151)
Susanti Palamba (2014201152)
Theresia Lorensa Gowasa (2014201153)
Wehelmina Leviani Yarangga (2014201154)
Wiweka Putri (2014201155)

PROGRAM STUDI S1 KHUSUS KEPERAWATAN

STIK STELLA MARIS MAKASSAR

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan limpahan rahmatNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Leukimia”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat hambatan
akan tetapi dengan bantuan dan berbagai pihak hambatan ini bisa teratasi dan
penyusun boleh menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Oleh sebab itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga dengan bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
sistematika penulisan maupun isi dari makalah. Oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan kritik saran dari pembaca sehingga dalam penyusunan makalah
selanjutnya kami boleh memperbaiki kesalahan sebelumnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan maanfaat kepada kita
sekalian terutama bagi mahasiswa STIK stella maris Makassar

Makassar 14 april 2021

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi .................................................................................... 4
2. Anatomi Fisiologi ...................................................................... 4
3. Klasifikasi ................................................................................ 14
4. Etiologi ................................................................................... 18
5. Manifestasi Klinis .................................................................... 18
6. Patofiologi ............................................................................... 19
7. Patoflow .................................................................................. 20
8. Komplikasi .............................................................................. 21
9. Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 22
10. Penatalaksanaan ....................................................................... 23

BAB III KONSEP KEPERAWATAN


1. Pengkajian ................................................................................ 27
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................. 31
3. Intervensi Keperawatan............................................................. 31

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 36
B. Saran ....................................................................................................36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Leukemia merupakan gangguan utama pada sumsum tulang, yakni
elemen normal digantikan dengan sel darah putih abnormal.
Normalnya, sel limfoid tumbuh dan berkembang menjadi limfoid dan
sel mieloid tumbuh dan berkembang menjadi sel darah merah,
granulosit, monosit dan trombosit (Kyle & Susan, 2016). Menurut
Roshdal dan Mary (2015) leukemia merupakan gangguan
hematologi maligna pada dewasa dan anak yang dikarakteristikkan
dengan banyaknya jumlah sel darah putih abnormal. Pada leukemia,
faktor yang normalnya mengatur proses diferensiasi dan
pematangan sel berkurang.
Leukemia dapat didiagnosis sebagai akut atau kronik. Pada bentuk
leukemia akut, sel imatur berpoliferasi dan terakumulasi pada sumsusm
tulang individu. Pada leukemia kronik, sel yang tampak matur menjadi
sakit. Jenis leukemia ditentukan oleh jalur yang terkena limfoid dan
mieloid. Pada semua jenis leukemia, sel darah putih yang abnormal
mengambil alih sumsum yang normal. Sel darah merah dan trombosit
juga terganggu. Sel leukemia dan berpoliferasi dan dilepaskan ke
dalam darah perifer yang menginvasi organ tubuh yang
menyebabkan metastasis (Roshdal & Mary, 2015). Leukemia
diklasifikasikan menjadi empat yaitu Leukemia limfoid akut (LLA),
leukemia limfoid kronik (LLK), leukemia mieloid akut (LMA) dan
leukemia mieloid kronik (LMK) (Roshdal & Mary, 2015). Leukemia
limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan yang paling banyak
didiagnosis pada anak-anak, yang mewakili lebih dari seperempat dari
semua jenis kanker pada anak. Penyebab leukemia pada anak tidak
diketahui dan kemungkinan bersifat multifaktorial, faktor lingkungan
memegang peranan penting. Faktor genetik dan abnormalitas

1
2

kromososm dapat berperan dalam perkembangan ALL (Kyle & Susan,


2016; Marcdante, dkk, 2014).
Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer
WHO pada 2008, insiden leukemia di seluruh dunia adalah 5 per
100.000 dengan angka kematian 3,6 per 100.000 penduduk
(Simanjorang, dkk, 2013). Menurut data Union for International
Cancer Control (UICC), setiap tahun terdapat sekitar 176.000 anak
yang didiagnosis kanker, yang mayoritas berasal dari negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Kanker merupakan salah satu
penyebab utama kematian 90.000 anak setiap tahunnya. Di negara
berpenghasilan tinggi, kanker merupakan penyebab kedua terbesar
kematian anak berumur 5-14 tahun (Kemenkes, 2015).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan leukimia?
2. Apa saja etiologi dari leukemia?
3. Apa saja klafikasi dari leukimia?
4. Apa saja manifestasi klinis dari leukimia?
5. Bagaimana patofisiologi dari leukimia?
6. Apa saja komplikasi dari leukimia?
7. Apa saja pemeriksaan diagnositik dari leukimia?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari leukimia?
9. Bagaimana konsep dasar keperawatan pada pasien dengan leukimia?

C. TUJUAN PENULIS
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar medis dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan leukemia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi leukemia
b. Untuk mengetahui etiologi leukimia
3

c. Untuk mengtahui kalifikasi dari leukemia


d. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis leukemia
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik leukemia
f. Untuk mengetahui patofosiologi leukemia
g. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari leukemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur
dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi,Skp,MSN 2016)
Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya poliferasi sel
leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit
jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia.(A.Aziz Alimul Hidayat 2006)
Leukimia merupakan poliferasi tanpa batas sel darah putih yang
imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. (Wong’s
Essentials of Pediatrik Nursing).

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Kakakteristik Darah
Darah memiliki karakteristik khusus:
1) Jumlah
Seseorang memiliki empat sampai enam liter darah dalam
tubuhnya, yang bergantung pada ukuran tubuhnya. Sekitar 38%
sampai 48%, total volume darah dalam tubuh manusia tersusun
berbagai sel darah, yang juga disebut “elemen penyusun.” Sisanya,
yaitu sekitar 52% sampai 62% merupakan plasma, bagian cair
darah.
2) Warna
Anda mungkin berkata pada diri Anda, “tentu, warnanya merah!”
Warna merah disinggung di sini meskipun sebenarnya warna
merahnya bervariasi. Darah arteri tampak merah terang karena
mengandung kadar oksigen tinggi. vena telah memindahkan
kandungan oksigennya ke jaringan sehingga memiliki warna yang

4
5

lebih gelap. Hal ini bisa sangat penting dalam pengkajian sumber
perdarahan. Jika warna darah merah terang, kemungkinan darah
berasal dari arteri yang terobek, dan jika warna darah merah gelap,
kemungkinan darah tersebut merupakan darah vena.
3) Ph
Kisaran pH normal darah adalah 7,35 sampai 7,45, yang cenderung
agak basa Darah vena biasanya memiliki pH yang lebih rendah
daripada darah arteri karena mengandung karbon dioksida dalam
jumlah lebih besar.
4) Viskositas
Berarti pengentalan atau tahanan terhadap aliran darah. Darah lebih
kental sekitar 3-5 kali dibanding air. Viskositas darah meningkat
dengan adanya sel-sel darah dan protein plasma, dan kekentalan ini
berpengaruh pada tekanan darah normal.
b. Plasma
Plasma adalah bagian cair darah, dan sekitar 91% merupakan air.
Kemampuan melarutkan air memungkinkan plasma rnengangkut
berbagai substansi. Nutrien yang diserap dari saluran pencernaan
disirkulasi ke berbagai jaringan tubuh. Dan produk sisa dari jaringan
diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine. Hormon yang
diproduksi oleh kelenjar endokrin diangkut oleh plasma menuju organ
sasarannya, dan antibodi juga diangkut oleh plasma. Sebagian besar
karbon dioksida yang dihasilkan sel diangkut oleh plasma dalam
bentuk ion bikarbonat (HCO 3). Ketika darah memasuki paru CO2
dibentuk kembali, berdifusi ke dalam alveoli. dan akan diembus keluar.
c. Sel Darah
Ada tiga macam sel darah: sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit. Sel-sel darah diproduksi oleh jaringan hemopoietik, yang
ada dua, yaitu: sumsum tulang merah yang terdapat pada tulang pipih
dan tulang tak beraturan, dan jaringan limfatik, seperti limpa, kelenjar
getah bening, dan kelenjar timus.
6

1) Sel Darah Merah


Disebut juga eritrosit, sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf,
yang berarti bagian tengahnya lebih tipis dari pada bagian tepinya.
Nukleus sel darah merah mengalami disintegrasi selama
pematangan sel darah merah dan menjadi tidak dibutuhkan dalam
menjalankan fungsinya. Jumlah sel darah merah berkisar antara 4,5
sampai 6 juta per mm3 darah (milimeter kubik sekitar satu tetesan
yang sangat kecil). Hitung sel darah merah pada laki-laki sering
kali berada di ujung atas kisaran ini sedangkan pada wanita sering
kali berada di ujung bawah kisaran. Cara lain untuk menentukan
jumlah sel darah merah adalah dengan hematokrit. Pengujian ini
dilakukan dengan cara memasukkan darah ke dalam tabung kapiler
kemudian mensentrifugasikannya sehingga sel darah terkumpul
pada satu ujung. Setelah itu persentase sel darah dan plasma dapat
ditentukan. Karena sel darah merah adalah sel darah yang paling
banyak, total sel darah pada hematokrit normal sekitar 38% sampai
48%. Hitung sel darah merah dan hematokrit adalah bagian
pemeriksaan hitung darah lengkap.
a) Fungsi
Sel darah merah mengandung protein Hemoglobin (Hb), yang
memberi kemampuan kepada sel darah merah untuk
mengangkut oksigen. Setiap sel darah merah mengandung
sekitar 300 juta molekul hemoglobin, yang masing-masing
dapat mengikat empat molekul oksigen. Pada kapiler di paru-
paru sel darah merah akan rnengikat oksigen dan membentuk
oksihemoglobin. Pada kapiler sistemik, hemoglobin akan
memberikan sebagian besar oksigennya dan hemoglobin
menjadi berkurang. Penentuan kadar hemoglobin juga
termasuk bagian pemeriksaan hitung darah total; kisaran
normalnya sekitar 12-18 gram per 100 ml darah. Sangat
diperlukan pada pembentukan hemoglobin adalah mineral
7

besi; terdapat empat atom besi pada setiap molekul


hemoglobin. Sebenarya atom besilah yang mengikat oksigen
dan membuat sel darah merah berwana merah.
b) Produksi dan Pematangan
Sel darah merah dibuat di sumsum tulang merah pada tulang
pipih dan tak beraturan. Pada sumsum, tulang merah terdapat
sel prekusor yang disebut Sel induk, yang secara terus-
menerus mengalami mitosis untuk memproduksi semua jenis
sel darah, yang kebanyakan adalah sel darah merah. Kecepatan
produksinya sangat cepat (diperkirakan beberapa juta sel darah
merah baru setiap detik) dan faktor pengatur utamanya adalah
oksigen. Jika tubuh dalam keadaan hipoksia, atau kekurangan
oksigen, ginjal akan memproduksi hormon eritropoietin, yang
akan menstimulasi sumsum tulang merah untuk meningkatkan
kecepatan produksi sel darah merah. Keadaan ini akan muncul
setelah hemoragi atau jika seseorang tinggal untuk suatu waktu
pada daerah dataran tinggi. Sebagai hasil aksi eritropoietin,
akan semakin banyak sel darah merah yang tersedia untuk
mengangkut oksigen dan memperbaiki keadaan hipoksia.
Sel induk yang akan menjadi sel darah merah mengalami
beberapa tahap perkembangan; hanya dua tahap
perkembangan yang terakhir yang akan kita bicarakan.
Normoblas adalah tahap terakhir yang masih memiliki
nukleus, yang kemudian akan mengalami disintegrasi.
Retikulosit memiliki bagian retikulum endoplasma, yang akan
terlihat ketika apusan darah diwarnai saat diamati dengan
mikroskop. Sel yang belum matang ini biasanya ditemukan
pada sumsum tulang merah meskipun sejumlah kecil
retikulosit pada sirkulasi perifer dianggap normal. Apabila
terdapat retikulosit atau normoblas dalam sirkulasi darah
dengan jumlah besar, itu berarti bahwa jumlah sel darah merah
8

matang yang ada tidak cukup untuk mengangkut okeigen yang


dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan seperti ini meliputi hemoragi,
atau ketika sel darah merah matang menjadi rusak, seperti pada
penyakit Rh pada bayi yang baru lahir dan malaria.
Pematangan sel darah merah membutuhkan banyak nutrien.
Protein dan besi dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin dan
menjadi bagian molekul hemoglobin. Vitamin asam folat dan
B12 dibutuhkan untuk sintesis DNA dalam sel induk sumsum
tulang merah. Selama sel-sel ini mengalami mitosis, sel
tersebut secara terus-menerus momproduksi sel-sel kromosom
baru. Vitamin B12 juga disebut fakot ekstrinsik karena
sumbernya berasal dari luar tubuh, yaitu makanan. Sel parietal
pada lapisan lambung memproduksi faktor intrinsik, suatu zat
kimia yang bergabung dengan vitamin B12 dan makanan
untuk mencegahnya dicerna dan meningkatkan absorpsinya
pada usus halus. Defisiensi vitamin B12 atau faktor intrinsik
akan mengakibatkan anemia pernisiosa
c) Umur Darah
Umur sel darah merah sekitar 120 hari. Ketika Sel Darah
Merah (SDM) mencapai usia ini, SDM mudah rusak dan
dikeluarkan sirkulasi oleh sel dan sistem makrofag jaringan
(biasanya disebut sistem retikuloendotelial atau RES). Organ
yang mengandung makrofag (artinya“pemangsa besar”)
adalah hati, limpa, dan sumsum tulang merah. Sel darah merah
lama akan difagosit dan dicerna oleh makrofag. dan
kandungan besinya akan dikembalikan ke dalam aliran darah
untuk kembali lagi ke dalam sumsum tulang merah yang
digunakan untuk sintesis hemoglobin baru.
d) Golongan Darah
Golongan darah kita diturunkan secara genetik yaitu, kita
mewarisi gen-gen dari orang tua kita yang akan menentukan
9

golongan darah kita. banyak faktor atau golongan sel darah


merah; kita akan membahas dua yang paling penting, yaitu
golongan ABO dan faktor Rh.
 Golongan Darah A, B, O
Golongan A, B, O terdiri dari empat golongan darah: A,
B, AB, dan 0. Huruf A dan B mewakili antigen (Protein-
oligosakarida) pada membran sel darah merah. Seseorang
yang memiliki golongan.

 Golongan darah A, B, O
Golongan Antigen pada sel Antibody pada plasma
darah merah
A A Anti-B
B B Anti-A
AB A dan B Tidak ada antibody
O Tidak ada antigen Anti-A dan anti-B
Tabel.1.1
Seseorang yang memiliki golongan.darah A
memiliki antigen A pada sel darah merahnya, dan
seseorang dengan golongan darah B memiliki antigen B.
Golongan darah AB berarti orang tersebut memiliki kedua
antigen A dan B, dan golongan O berarti tidak ada antigen
A maupun antigen B.
 Faktor Rh
Adalah tipe antigen lain (sering disebut D) yang mungkin
terdapat pada sel darah merah. Seseorang yang sel darah
merahnya memiliki antigen Rh disebut Rh positif,
sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh
negatif. Seseorang dengan Rh negatif tidak memiliki
antibodi alami terhadap antigen Rh, oleh karena itu
antigen ini dianggap asing. Jika seseorang dengan Rh
10

negatif menerima darah dengan Rh positif karena suatu


kesalahan, maka akan terbentuk antibodi sebagaimana
pembentukan antibodi ketika terdapat bakteri ataupun
virus. Kesalahan transfusi yang pertama sering tidak
menyebabkan rnasalah, karena produksi atibodi
berlangsung perlahan-lahan selama perjalanan yang
pertama. Namun, pada transfusi selanjutnya, ketika
antibodi anti-Rh sudah ada, akan terjadi reaksi transfusi,
disertai hemolisis dan kernungkinan kerusakan ginjal.
2) Sel Darah Putih
Sel darah putih juga dikenal dengan nama Leukosit. Ada lima
macam sel darah putih; semuanya memiliki ukuran yang lebih
besar daripada sel darah merah dan memiliki nukleus ketika
matang. Nukleus dapat berupa suatu bentuk tunggal ataupun
muncul dalam beberapa lobus. Dengan pewarnaan khusus untuk
pemeriksaa mikroskopik, akan muncul gambaran khusus untuk
setiap sel darah putih. Hitung sel darah putih normal (merupakan
bagian hitung darah lengkap) adalah 5000—10.000 per mm3.
Perhatikan bahwa jumlah tersebut terbilang kecil bila dibanding
hitung sel darah merah normal. Sebagian besar sel darah putih tidak
terdapat di dalam pembuluh darah, tetapi berfungsi dalam cairan
jaringan.
a) Kiasifikasi dan Tempat Produksi
Kelima macam sel darah putih bisa dikiasifikasikan ke dalam
dua kelompok: granular dan tidak bergranula. Leukosit
bergranular diproduksi dalam sum- sum tulang merah; yaitu
neutrofil, eosinofil, dan basofil, yang akan terlihat dengan
warna granula yang lebih terang ketika diwarnai. Leukosit
tidak bergranula adalah limfosit dan monosit, yang diproduksi
pada jaringan limfatik, limpa, kelenjar getah bening, dan
timus, sebagaimana juga diproduksi pada sumsum tulang
11

merah. Hitung jenis sel darah putih (bagian hitung darah total)
adalah persentase setiap jenis leukosit. Kisaran normal
ditunjukkan pada Tabel dibawah, disertai nilai normal hitung
darah lengkap lain.
b) Hitung Darah Lengkap
Pengukuran Kisaran normal
Sel darah merah 4,5-6 juta/mm3
Hemoglobin 12-18 gram/100 ml
Hemaktokrit 38-48%
Retikulosit 0%-1,5%
Sel darah putih (total) 5000-10.000/mm3
Neutrofil 55-70%
Eosinofil 1-3%
Basofil 0,5-1%
Limfosit 20-35%
Monosit 3-8%
Trombosit 150.000-300.000/mm3
Tabel 1.2
c) Fungsi
Seluruh sel darah putih memiiki fungsi umum yang sama, yaitu
melindungi tubuh dan penyakit infeksi dan membentuk imunitas
terhadap penyakit tertentu. Setiap jenis leukosit memiliki suatu
peranan untuk menjaga homeostasis yang sangat penting ini.
Neutrofil dan monosit memiliki kemampuan memfagosit
patogen. Neutrofil adalah yang paling banyak menjalankan
fungsi ini, tetapi menjalankan fungsi ini dengan sangat efisien,
monosit berdiferensiasi menjadi makrofag, yang juga
memfagosit jaringan yang sudah rusak amati pada tempat
cedera, yang membantu perbaikan jaringan menjadi mungkin.
Eosinofil dipercaya memiliki fungsi untuk mendetoksifikasi
protein asing. Hal ini penting terutama pada reaksi alergi dan
12

infeksi parasit, seperti kinosis (parasit cacing). Basofil


mengandung gra heparin dan histamin. Heparin adalah suatu
anti koagulan yang membantu mencegah pembekan yang tidak
normal dalam pembuluh darah. F mm, seperti yang Anda ingat,
dilepaskan sel bagian proses inflamasi, dan efeknya memiliki
kapiler lebih permeabel, yang memungkinkan jaringan, protein,
dan sel darah putih berkumpul di daerah yang mengalami
kerusakan
3) Trombosit
Nama yang umum untuk platelet adalah trombosit, yang bukan
merupakan sat lengkap, melainkan fragmen atau pecahan sel.
Hitung normal trombosit bagian dalam hitung darah lengkap)
adalah 150.000-300.000 / mm3 (batas atasnya bisa meningkat
menjadi 500.000). Trombositopenia adalah istilah untuk hitung
trombosit yang rendah.
a) Tempat Produksi
Sebagian sel induk pada sumsum tulang merah
berdiferensiasi menjadi sel besar yang dinamakan
megakariosit, yang akan pecah menjadi bagian-bagian kecil
yang memasuki sirkulasi. Bagian yang terdapat di dalam
sirkulasi mi adalah trombosit, yang bisa hidup sekitar lima
sampai 9 hari, jika tidak digunakan sebelum hari tersebut.
b) Fungsi Trombosit
Trombosit dibutuhkan untuk memelihara hemostasis, yang
berarti mencegh kehilangan darah. Ada tiga mekanisme
yang terjadi, dan trombosit terkait dalam setiap
mekanismenya.
 Spasme Vascular
Ketika pembuluh darah besar, seperti arteri atau vena cedera
berotot polos dinding pembuluh darah tersi akan berkontraksi
sebagai respons terhadap kerusakan yang terjadi (disebut respons
13

flagenik). Trombosit yang terdapat di dalam yang mengalami


kerusakan akan melepaskan konstriksi pembuluh darah. Diameter
pembuluh darah tersebut akan segera mengecil, dan lubang yang
kecil tersebut akan segera tertutup oleh gumpalan darah. Jika
pembuluh darah tidak mengecil terlebih dahulu, bekuan darah
yang terbentuk akan segera tersapu oleh dorongan akibat tekanan
darah.
 Sumbat Trombosit
Ketika suatu kapiler mengalami ruptur, kerusakan yang terjadi
terlalu kecil untuk memulai pembentukan bekuan darah. namun,
permukaan luka yang kasar akan menyebabkan trombosit Iengket
dan melekat pada pinggiran luka dan saling melekat satu sama
lain. Trombosit tersebut akan membentuk suatu sawar rnekar atau
dinding untuk menutup kerusakan yang terjadi pada kapiler.
Kerusakan kapiler cukup sering terjadi dan pembentukan sumbat
trombosit sekecil apapun sangat dibutuhkan untuk menutup
kerusakan tersebut.Apakah sumbat trombosit cukup efek untuk
luka yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar?
Jawabannya adalah tidak, karena sumbat trombosit tersebut akan
tersapu oleh aliran darah secepat pembentukannya, Apakah
spasme vaskular cukup efektif pada kerusakan kapiler? Sekali
lagi, jawabannya adalah tidak, karena kapiler juga tidak memiliki
otot polos sehingga kapiler tidak bisa berkonstriksi sama sekali.
 Pembekuan Kimiawi
Rangsangan untuk pembekuan darah adalah permukaan yang
kasar pada pembuluh darah, atau kerusakan pada pembuluh
darah, yang juga menciptakan permukaan yang kasar. Semakin
besar kerusakan yang terjadi, semakin cepat pembekuan darah
yang terjadi, dan biasanya dimulai dalam 15 sampai 20 detik.
Mekanisme pembekuan merupakan suatu rangkaian reaksi yang
melibatkan zat kimia yang dalam keadaan normal beredar dalam
14

darah, dan zat-zat lain dilepaskan ketika pembuluh darah


rusak. (buku ajar anatomi dan fisiologi, edisi 3, 2007)

3. Klasifikasi
a. Leukimia akut
1) Leukimia Limfositik Akut (ALL)
Dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas, paling sering
terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan, dan puncak insidensi pada usia 4 tahun, setelah usia 15
tahun ALL jarang terjadi
2) Leukimia Mielogeneus Akut (AML)
Mengenal sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua
sel mieloid, monosit, grnulosit (basofil, neutrofil, eusinofil), eritrosit
dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insiden meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan Leukemia Nonlimfositik
yang paling sering terjadi. (Muttaqin arif. 2009)
b. Leukimia Kronis
1) Leukimia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) merupakan suatu gangguan
limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60
tahun) dengan perbandingan2:1 untuk laki-laki. LLK dimanifestasikan
oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil
dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular,
dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih. Pada lebih dan
90% kasus, limfosit abnormal adalah limfosit B. Karena limfosit B
berperan pada sintesis imunoglobulin pasien dengan LLK mengalami
insufisiensi sintesis imunoglobulin dan penekanan respons antibodi.
Studi sitogenetik menunjukkan leblh dari 80% pasien mengalami
berbagai perubahan sitogenetik, yang mungkin menunjukkan prognosis
buruk awitannya tersembunyi dan berbahaya dan sering ditemukan
pada pemeriksaan darah rutin, yang memperlihatkan peningkatan
15

jumlah limfosit absolut atau karena limfadenopati dan splenomegali


yang tidak sakit. waktu penyakitnva berkembang, hati juga membesar.
Pasien yang hanya menderita limfositosis dan limfadenopati dapat
bertahan 10 tahun atau lebih lama. Dengan terkenanya organ, terutama
lien, prognosis memburuk.Anemia dini dan trombositopenia (jumlah
trombosit rendah) bersama penggandaan waktu SDP pada kurang dari
setahun merefleksikan prognosis sangat buruk dengan harapan hidup
median kurang dari 2 tahun. Sekitar 10% pasien mengalami
transformasi agresif serupa dengan sindrom Richter (limfoma agresif).
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun
atau trombositopenia atau keduanya, memerlukan intervensi dengan
steroid atau agen kemoterapi atau keduanya. Pasien dengan penyakit
derajat rendah diobservasi bertahun-tahun tanpa intervensi aktif yang
diperlukan selama beberapa tahun. Pengobatan diindikasikan bila
pasien mengalarni pansitopenia yang meningkat dengan infeksi,
peningkatan limfadenopati dan organomegali, anemia dan
trombositopenia akibat penggantian sumsum tulang, dan perubahan
kualitas hidup pasien. Pengobatan ditujukan pada pengurangan massa
limfositik sehingga membalikkan pansitopenia dan menghiiangkan
rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh pembesaran organ. Beberapa
pasien dengan anemia hemolitik autoimun yang secara medis tidak
memberikan respons atau trombositopenia mungkin memerlukan
splenektomi. Agen pengakil, seperti kiorambusil dan sikiofosfarnid,
aktif pada pengobatan LLK. Fludarabin antimetabolit purin, diberikan
3-5 hari sebagai agen tunggal .juga efektif dan dapat digabung dengan
agen aktif lain seperti sikiofosfamid jika pasien menjadi refrakter.
Pendekatan baru terhadap pengobatan keganasan sel B seperti LLK
adalah pemakaian terapi biologi, menggunakan antibodi monoklonal
ini mencakup rituximab (anti-CD20) dan Campath IH (anti-CD52),
keduanya memperoleh persetujuan FDA. (Sylvia A. Price, Edisi 6,
2006)
16

2) Leukemia Sel Berambut


Leukemia Sel Berambut relatif jarang terjadi, leukemia limfositik sel B
indolen. Nama mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong
pada limfosit pada apusan darah dan sumsum tulang yang diwarnai.
(Sylvia A. Price, Edisi 6, 2006)
3) Leukimia Mielogeneus Kronis (LMK)
Juga dimasukkan dalam keganasan sel stem myeloid. Namun, lebih
banyak terdapat sel normal dibanding pada bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang dinamakan
kromosom Philadelphia ditemukan pada 90% sampai 95% klien
dengan LMK. LMK jarang menyerang individu berusia dibawah 20
tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan
usia. (Muttaqin arif. 2009)
Riset terbaru telah mengungkapkan bahwa leukemia merupakan
penyakit kompleks dengan heterogenitas yang
beragam.akibatnya,klasifikasi leukemia menjadi semakin
kompleks,rumit,dan sangat pentin,karena identifikasi subtipe leukemia
memiliki implikasi terapeutik dan prognostik.Berikut ini merupakan
uraian ringkas mengenai sistem klasifikasi terbaru :
1. Morfologi
Dua bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada
anak-anak adalah: leukemia limfoid akut (acute lymphoid
leukemia,ALL) dan leukemia nonlimfoid (mielogenus) akut (acute
nonlymphoid [myelogenous]) leukemia, ANLL/AML.).sinonim
untuk ALL meliputi leukemia limfatik, limfositik, limpoblastik, dan
limfoblastoid. Biasanya istilah leukemia sel tunas (stem cell) atau
sel blast juga mengacu pada leukemia tipe limfoid.sinonim untuk
tipe AML meliputi leukemia granulositik, mielositik,
monositik,mielogenus, monoblastik,dan monomieloblastik.
17

2. Penanda (marker)sitokimia
Beberapa preparat pewarna kimia membantu membedakan ALL
dengan AML.sebagai contoh,ALL akan menunjukkan warna positif
setelah diberi terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT)
sementara AML memperlihatkan sifat nonreaktif (Margolin dan
Poplack,1997)
3. Pemeriksaan kromosom
Análisis kromosom sudah menjadi alat yang penting dalam
menegakkan diagnosis leukemia limfoblastik akut.sebagai
contoh,anak-anak dengan trisomi 21 akan meghadapi risiko 20 kali
lipat untuk mengalami leukemia limfoid akut dibandingkan anak-
anak lain. Anak-anak yang memiliki lebih dari 50 kromosom pada
sel-sel leukemia(hiperdiploid) mempunyai prognosis yang paling
baik(Margolin dan Poplack,1997).translokasi kromosom yang juga
ditemukan pada sel-sel leukemia dapat menunjukkan prognosis
yang baik seperti pada trisomi 4 dan 10,atau prognosis yang
buruk,seperti pada t(9:22)atau kromosom Philadelphia.
4. Penanda imunologik permukaan-sel
Antigen permukaan-sel telah memungkinkan diferensiasi ALL
menjadi tiga kelas yang besar:ALL non-T, non-B memiliki
prognosis yang paling baik,terutama jika mereka mempunyai
antigen leukemia limfosit akut yang umum, yang dikenal sebagai
CALLA-positif,terdapat pada permukaan selnya (Margolin dan
Poplack,1997)
18

4. Etiologi
Penyebab yang pasti belum di ketahui, akan tetapi terdapat factor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya Leukimia, yaitu :
1) Faktor genetic: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen (T cell Leukmia lymphoma virus/HTLV)
2) Radiasi : sinar X
3) Obat-obat imunosupresif, obat obat karsinogenik seperti diethylstilbestor
4) Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
5) Kelainan kromosom, misalnya pada Down Syndrome
(Asuhan keperawatan pada anak Edisi 2,Suriadi,S.Kp,MSN 2016)

5. Manifestasi Klinis
1) Leukimia Limfosik Akut
Gejala klinis yang muncul yaitu berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
latergi, puisng, sesak, nyeri dada), pendarahan, selain itu juga di termukkan
anoreksi, nyeri tulang dan sendir, dan hepermetabolisme.
2) Leukimia Mielositik Akut
Gejala utama adalah rasa lelah, pendaraham dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan kegagalan sumsum tulang. Pendarahan biasanya
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat
tinggi (lebih dari 100 ribu/mm 3).
3) Leukimia Limfositik Kronik
Penderita LLK biasanya ditemukkan limfadenopati generalisata,
penurunana berat badan dan kelelahan. Demam, keringat malam dan infeksi
semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
4) Leukimia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisi blas.
Pada fase kronik di temukkan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang
akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah
penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia
yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi
19

6. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka
terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini,
dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen
yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan
otak. (Suriadi & Rita Yuliani, 2016)
20

7. Patoflow

Faktor endogen Faktor endogen


- Ras - Sinar X, Radioaktif
- Kelainan kromosom - Bahan kimia, hormo
- Herediter - Infeksi

Profelasi lokal dari sel


Neoplastik dalam sumsum
tulang

Akut limfa blastik


Leukimia

Proliferasi sel darah putih


imatur dalam
pembentukan darah dan
sumsum tulang

Pansitopeni Imunosupresi pada


sumsum Tulang

Eritrosit Leukosit Trombosit


MK : Nyeri Kronik

Hb Agropulasi tosis Trombositopenia

Suplai O2 MK : Resiko
Dalam darah MK : Pendarahan
Infeksi
meningkat Resiko
Infeksi
Jaringan < O2

Splenohep
atomegali
MK : Pola nafas Pendarahan organ
tidak efektif pencernaan pencernaan
21

Anoreksia, mual
muntah

Nafsu makan

MK : Defisit
Nutrisi

8. Komplikasi

Komplikasi Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya

yaitu (Yosi, 2017) :

a. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure).


Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam jumlah
yang memadai, yaitu berupa : Lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel
darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam, karena berkurangnya
jumlah sel darah putih, dan perdarahan, karena jumlah trombosit yang
terlalu sedikit.
b. Infeksi.
Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan pasien
menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga
dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem
imun tidak efektif.
c. Hepatomegali (Pembesaran Hati).
Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
d. Splenomegali (Pembesaran Limpa).
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian
berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar bahkan
beresiko untuk pecah.
22

e. Limpadenopati.
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjer getah bening
dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
f. Kematian.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Tepi
Adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast yang
merupakan gejala patogonomik untuk leukemia
b. Sumsum Tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik, patologis sedangkan
sistem lain terdesak (apabila sekunder).
c. Pemeriksaan lain
1) Biopsy limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia
dan sel yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti
limfosit normal, RES, granulosit
2) Kimia darah
Ditemukkan sel darah putih lebih dari 50.000/mmγ adalah
tanda prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan hemoglobin
rendah mengindikasikan anemia. Trombosit rendah
mengindikasikan potensial perdarahan.
3) Cairan cerebrospinal
Bila terdapat jumlah patologis dan protein, berarti suatu
leukemia meningeal. Untuk mencegahnya diberikan
metotreksat (MTX) secara intratekal secara rutin pada setiap
pasien yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial meninggi
(Yosi, 2017).
23

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Kemoterapi
a) Kemoterapi pada pasien penderita Leukimia Limfositik
Akut
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap,
meskipun tidak semua fase yang digunakan semua orang.
b) Kemoterapi pada pasien penderita Leukimia Mielositik
Akut
(1) Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang
intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia
secara maksimal sehingga tercapai remisi kompit.
(2) Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari
fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri
dari bebarapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari
dosisi yang digunakan pada fase induksi.
(3) Kemoterapi pada penderita Leukimia Limfositik Kronis
Terapi untuk leukemia linfositik kronis jarang
mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat
konvensional, terutama utuk mengendalikan gejala.
(4) Kemoterapi pada penderita Leukimia Granulositik atau
Mielositik Kronik
(a) Fase kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat
pilihan yang mampu menahan pasien bebas dari gejal
untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan
bermacam obat yang intensif merupakan terapi
24

pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada


tindakan trasplantasi sumsum tulang.
(b) Fase akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi
respons sangat rendah.
2) Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel leukemia.
3) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti
sumsum tulang yang rusak karena dosis tinggi kemoterapi atau
terapi radiasi. Selain itu, trnaplantasi sumsum tulang berguna
untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
4) Terapi supportif
Terapi supportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat
yang ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek
samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfuse trombosit untuk
mengatasi pendarahan dan antibiotic untuk mengatasi infeksi
(Kusuma, 2015).

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan
pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis
pasien pada umumnya kurang baik, maka pendekatan psikologis harus
diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan rasa cemas
pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana untuk
memberikan dukungan dan menentramkan perasaan cemas, selain
memberi penjelasan yang akurat mengenai pemeriksaan diagnostik,
prosedur dan rencana terapi.
25

a) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi prosedur


diagnostik dan terapeutik.
Anak memerlukan penjelasan mengenai prosedur dan hasil
yang diharapkan dari prosedur tersebut. Mencegah komplikasi
mielosupresi, proses leukemia sebagian besar agens kemoterapi
menyebabkan supresi sumsum tulang (mielosupresi). Jumlah sel
darah merah yang menurun menimbulkan permasalahan sekunder
berupa infeksi, kecenderungan perdarahan dan anemia.
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker
dimasa anak – anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder
karena neutropenia. Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan
cara mengendalikan penularan infeksi. Cara ini meliputi pemakaian
ruang rawat pribadi, membatasi pengunjung dan petugas kesehatan
yang menderita infeksi aktif dan mencuci tangan dengan larutan
antiseptik. Keadaan anak perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi
yang berpotensi menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap
kenaikan suhu tubuh anak.
Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah perdarahan.
Perdarahan dapat dicegah dengan pemberian transfusi trombosit.
Kemudian perawatan mulut yang seksama merupakan tindakan
esensial karena karena sering terjadi perdarahan gusi. Anak – anak
dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang menibulkan trauma
seperti bersepeda, memanjat pohon, dan bermain sepatu roda.

b) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan menangani


agens kemoterapi.
Banyak agens kemoterapi bersifat vesikan (menimbulkan
sklerosis) yang dapat menimbulkan kerusakan sel yang berat. Untuk
mengatasi ektravasasi dengan cara obat – obatan kemoterapi harus
diberikan melalui selang infus. Pemberian dihentikan apabila
terlihat tanda – tanda infiltrasi seperti nyeri, rasa tersengat,
26

pembengkakan atau kemerahan pada tempat pemasangan kanula


infus.
c) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara
berkesinambungan (Yosi, 2017).
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, no RM, diagnosa medis, dan penanggung
jawab.
b. Keluhan Utama atau Alasan Kunjungan
Pasien leukemia biasanya mengeluhkan lemah, sering
demam, sakit kepala dan nyeri pada tulang.
c. Riwayat kesehatan
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien masuk rumah sakit untuk persiapan
kemoterapi atau muncul gejala- gejala seperti perdarahan,
hepatomegali.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengobatan kanker sebelumnya. Jika pasien pernah
mengalami kemoterapi sebelumnya akibat kanker yang diderita
kemungkinan akan memicu terjadinya leukemia akibat
rusaknya sel-sel darah putih.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada penderita leukemia sering ditemukan riwayat keluarga
yang terpapar oleh bahan kimia (benzene dan arsen), infeksi
virus (Epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatan seperti phenylbutazone dan
chloramphenicol, serta terapi radiasi maupun kemoterapi.

27
28

2. Pengkajian Kesehatan Menurut Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pada umumnya klien yang mengidap penyakit leukemia
dikarenakan faktor genetik. Pada umumnya klien datang ke
rumah sakit dengan keluhan demam, pucat, lesu, anorexia, nyeri
pada tulang dan persendian, nyeri abdomen, hepatomegali, dan
splenomegali.
b. Nutrisi dan Metabolik
Pada umunya pasien yang menjalani kemoterapi mengalami
penurunan nafsu makan karena adanya kerusakan pada mukosa
sel di organ pencernaan, sering muntah sehingga berat badan
menurun dan terdapat binik-bintik merah pada kulit pasien.
Selain itu, juga ada efek samping perubahan rasa pengecapan
atupun sulit menelan karena kerusakan kelenjar air liur
c. Eliminasi
Pasien yang menjalani kemoterapi kadang mengalami diare,
sembelit, penegangan pada perineal, nyeri abdomen, serta
ditemukan darah segar, darah dalam urine, serta penurunan
urine output.
d. Aktifitas dan Latihan
Pasien dengan leukemia sering ditemukan mengalami
penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada
sendi atau tulang. Pasien sering dalam keadaan umum lemah,
rewel, dan ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin seperti
berpakaian, mandi, makan, dan toileting secara mandiri.
e. Tidur dan Istirahat
Pasien memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur/istirahat karena
mudah mengalami kelelahan.
29

f. Kognitif – Persepsi
Pasien dengan leukemia sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolen), iritabilitas otot dan sering
kejang, adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena
sel darah putih yangabnormal berinfiltrasi ke susunan saraf
pusat.
g. Persepsi diri – Konsep diri
Pada umumnya klien dengan penyakit leukemia merasa
tidak berdaya terhadap dirinya, sering merasa cemas, dan sering
merasa takut.
h. Pola peran dan hubungan
Pada umunya peran dan hubungan klien dengan keluarga
tidak terganggu, klien umumnya pendiam dan malas
berkomunikasi dengan orang disekitarnya karena perasaan takut
dan cemas dengan penyakit yang dideritanya.
i. Koping –Toleransi stres
Pasien berada dalam kondisi yanglemah dan pertahanan
tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan
adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut, marah, dan
iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan
bingung.
j. Keyakinan
Pada umunya klien dan keluarga klien menyerahkan
semuanya kepada Tuhan untuk kesembuhannya.Terkadang
pasien merasa Tuhan tidak adil dengannya akibat penyakit yang
diderita (hubungan spiritualnya kurang baik)
30

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis
selama belum terjadi komplikasi
b. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah : tidak signifikan perubahannya, cenderung
menurun
2) Nadi : tidak signifikan
3) Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
4) Pernapasan : dipsnea, takipnea
c. Pemeriksaan kepala leher
1) Rongga mulut ; apakah terdapat peradangan (infeksi oleh
jamur atau bakteri), perdarahan gusi
2) Konjuntiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan
penglihatan akibat infiltrasi kesusunan saraf pusat (SSP)
d. Pemeriksaan integument
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis dan hematoma, tekanan
turgor menurun jika terjadi dehidrasi.
e. Pemeriksaan dada dan thorax
1) Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostal
2) Auskultasi suara napas, adakah ronchi (terjadi penumpukan
secret akibat infeksi di paru),
3) Palpasi denyut apex (ictus cordis)
4) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
f. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran,
terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi
nyeri tekan bila ada pembesara hepar dan limfa.
2) Perkusi tanda asites bila ada
g. Pemeriksaan ekstremitas
Adakah sianosis, kekuatan otot, crt >2detik
31

B. Diagnosa Keperawatan

 No Diagnosa Keperawatan
 1  (D.0012) Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
 2  (D.0078) Nyeri Kronis berhubungan dengan gangguan imunitas
 3  (D.0142) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin
 4  (D.0019) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

C. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. (D.0012) Resiko Setelah dilakukan tindakan (I.02067) Pencegahan
pendarahan keperawatan selama 3x24 jam Pendarahan:
berhubungan diharapkan Resiko pendarahan Observasi:
dengan gangguan dapat teratasi dengan kriteria - Monitor tanda dan gejala
koagulasi hasil: pendarahan
(L.02017): - Monitor nilai
- Tekanan darah, nadi, suhu hematokrit/hemoglobin
tubuh dalam batas normal sebelum dan setelah
- Membran mukosa lembab kehilangan darah
- Tidak ada hematemesis - Monitor tanda-tanda vital
- Hemoglobin dan ortostatik
Hematokrit dalam batas - Monitor koagulasi
normal Terapeutik:
- Pertahankan bed rest selama
pendarahan
- Batasi tindakan infasif, jika
perlu
Edukasi:
32

- Jelakan tanda dan gejala


pendarahan
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
K
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol pendarahan, jika
perlu
- Kolaborasi pembentukan
produk darah, jika perlu
2. (D.0078) Nyeri Setelah dilakukan tindakan (I.08238) Manajemen Nyeri:
Kronis keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
berhubungan diharapkan Nyeri Kronis dapat - Identifikasi lokasi,
dengan kondisi teratasi dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
muskuloskeletal (L.08066): frekuensi, kualitas, intensitas
kronis - Tingkat nyeri menurun nyri
- Melaporkan bahwa nyeri - Identifikasi skala nyeri
berkurang - Identifikasi nyeri non verbal
- Menyatakan rasa nyaman - Identifikasi faktor yang
setelah nyerinya memperberat dan
berkurang memperingan nyeri
- Tanda-tanda vital dalam - Identifikasi pengaruh nyeri
rentang normal terhadap kualitas hidup
- Tidak mengalami Terapeutik:
gangguan tidur - Berikan posisi yang nyaman
- Kontrol linkungan yang
mempengaruhi nyeri (seperti
33

suhu ruangan, pencahayaan,


kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
3. (D.0142) Resiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539):
infeksi keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
berhubungan diharapkan Resiko infeksi - Monitor tanda dan gejala
dengan penurunan dapat teratasi dengan kriteria infeksi lokal dan sistenik
hemoglobin hasil: - Identifikasi riwayat
(L.14137): kesehatan dan riwayat alergi
- Tingkat infeksi menurun - Identifikasi status imunisasi
- Klien bebas dari tanda dan setiap kunjungan ke
gejala infeksi pelayanan kesehatan
- Menunjukkan kemampuan Terapeutik:
untuk mencegah timbulnya - Batasi jumlah pengunjung
infeksi - Pertahankan teknik aseptik
- Jumlah leukosit dalam batas - Informasikan imunisasi yang
normal diwajibkan pemerintah
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
34

- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
antibiotik & imunisasi, jika
perlu
4. (D.0019) Defisit Setelah dilakukan tindakan (I.03119) Manajemen Nutrisi:
Nutrisi keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
berhubungan diharapkan Defisit Nutrisi - Identifikasi status nutrisi
dengan dapat teratasi dengan kriteria - Identifikasi alergi atau
ketidakmampuan hasil: intoleransi makanan
mencerna (L.03030): - Identifikasi kebutuhan kalori
makanan - Satus nutrisi membaik dan nutrient
- Asupan makan adekuat - Identifikasi perlunya
- Tidak terjadi mual dan penggunaan selang
muntah nasogastric
- Anak menunjukkan - Monitor asupan makanan
penambahan BB sesuai - Monitor berat badan
dengan umur - Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik:
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Sajikan makanan yang
menarik dan suhu yang
sesuai
Edukasi:
- Anjurkan makan sedikit tapi
sering kepada klien
35

- Ajarkan dieet yang


diprogramkan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis.antiemetik)
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jeenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Leukemia merupakan gangguan utama pada sumsum tulang, yakni
elemen normal digantikan dengan sel darah putih abnormal. Normalnya,
sel limfoid tumbuh dan berkembang menjadi limfoid dan sel mieloid
tumbuh dan berkembang menjadi sel darah merah, granulosit, monosit dan
trombosit.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya
sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak. (Suriadi & Rita Yuliani, 2016)

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai
pedoman bagi pembaca untuk menambah wawasan kita terutama dalam
dunia kesehatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun isi. Kami
mengharapkan saran dan kritik yang bermanfaat oleh pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini

36
37

DAFTAR PUSTAKA

Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Idikator Diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Kusuma, N. A. H. dan H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC 2015. Mediaction Publishing.
Yosi, N. O. (2017). Asuhan Keperawatan Leukemia. Journal of Chemical
Information and Modeling, 21–25.
Suriadi,S.Kp,MSN .2016.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Ed. 2 : Jakarta
Valerie.C.Scalon. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.Ed..3 : Jakarta. EGC
Sylvia A. Price.2006. Patofisiologi. Ed.6 : Jakarta: EGC
Asuhan Keperawatan Anak Leukimia http://catatanperawat. byethost15.com/
asuhan- keperawatan /asuhan-keperawatan-anak-leukimia/ diakses tanggal : 11
April 2021

Anda mungkin juga menyukai