Anda di halaman 1dari 8

STUDI LITERATUR

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

DISUSUN OLEH:

NAMA : MELITHICIA M. J. SEAY

NPM : 12114201190276

KELAS :A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2021
A. Literature Review
Literature review ini terdiri dari beberapa artikel yang menjelaskan
tentang penyebab gangguan jiwa berdasarkan faktor biologis dan sosial
budaya yang menyebabkan gangguan jiwa.
Yang pertama, dalm artikel yang ditulis oleh Nia Restiana dan Fani
Sulistian “Karakteristik Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamansari”. Dalam artikel ini memaparkan
prevalensi gangguan jiwa menurut data Riskesdas. Pada tahun 2007
sebesar 4,6% sedangkan data Riskesdas tahun 2013 prevalensi gangguan
jiwa berat sebesar 1,7. Prevalensi gangguan jiwa di Jawa barat 1,6%.
Jumlah gangguan jiwa di Kota Tasikmalaya ada 171 orang sedangkan di
kecamatan Tamansari ada 32 orang.
Dalam artikel ini menjelaskan penyebab masalah gangguan jiwa
yang pasti belum diketahui namun ada beberapa factor penting yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa yaitu faktor predisposisi dan
faktor presipitasi. Faktor predisposisi dan presifitasi ini meliputi faktor
biologi meliputi genetik, penyakit fisik, faktor psikologis seperti
kepribadian, pengalaman masa lalu yang menyakitkan, faktor sosial
budaya yaitu pendidikan, pekerjaan, status ekonomi dan lain lain.
Dalam artikel ini menjabarkan faktor yang mempengaruhi
gangguan jiwa ada 2 yaitu faktor predisposisi dan faktor presifitasi. Faktor
predisposisi adalah faktor resiko yang menjadi sumber terjadinya stres
yang mempengaruhi tipe dan sumber individu dalam menghadapi stres
biologis, psikologis dan sosial budaya dan Faktor presipitasi merupakan
faktor pencetus terjadinya masalah gangguan jiwa. Faktor presipitasi ini
meliputi empat hal yaitu sifat stresor, asal stresor, lamanya stresor yang
dialami, dan banyaknya stresor yang dihadapi oleh seseorang
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pasien yang mengalami gangguan jiwa meliputi
faktor biologis, psikologis, sosial budaya. Faktor biologi untuk pasien
yang mengalami gangguan jiwa adalah gangguan fisik (21%), faktor
psikologis pasien gangguan jiwa sebagian besar mempunyai
kepribadian tertutup yaitu 20 orang (83%) sedangkan untuk faktor
sosial budaya sebagian besar mempunyai tingkat ekonomi rendah
(8%).
Pada penelitian ini faktor psikologis lebih besar dibandingkan
dengan faktor biologi maupun faktor sosial budaya. Faktor psikologis
yang terbesar adalah kepribadian tertutup yaitu 83%, karena pasien
mempunyai kepribadian yang tertutup ia tidak bisa mengungkapkan
perasaanya kepada orang lain, dan ia tidak bisa menolak permintaan
dari yang lain, sehingga pasien merjadi tertekan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi pasien yang mengalami gangguan jiwa meliputi
faktor biologis, psikologis, sosial budaya. Faktor biologi untuk pasien
yang mengalami gangguan jiwa adalah gangguan fisik dan putus
obatmasing masing 8%, faktor psikologis pasien gangguan jiwa
sebagian besar mengalami kehilangan orang yang dicintai yaitu 10
orang (42%) sedangkan untuk faktor sosial budaya sebagian besar
mempunyai masalah ekonomi, keluargadan pekerjaaan masing masing
2 orang (8%).
Pada penelitian ini sifat stresor yang paling besar adalah psikologis
dibandingkan dengan biologis maupun sosial budaya. Yang paling
banyak yang menjadi pencetus pasien mengalami gangguan jiwa
adalah kehilangan orang yang berarti adalah 42%. Kehilangan orang
yang berarti menimbulkan rasa kesedihan, kesepian sehingga ia merasa
bahwa dirinya tidak berarti lagi, dengan adanya perasaan tersebut
pasien menjadi pasif dan tidak meampu menghadapi masalah.

Faktor yang sama juga terdapat dalam artikel yang ditulis oleh Kandar
dan Dwi Indah Iswanti “Faktor Predisposisi dan Prestipitas Resiko
Perilaku Kekerasan.
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Genetik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik
tidak mempengaruhi partisipan mengalami perilaku kekerasan
(RPK). Berdasarkan hasil wawancara bersama kelima pasien RPK
di ruang Brotojoyo RSJD Gondohutomo Jawa Tengah pasien
mengatakan bahwa“Tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa” (R1, R2, R3, R4, dan R5).
b. Faktor Psikologis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor psikologis yang
mempengaruhi partisipan mengalami perilaku kekerasan antara
lain:
1) Kepribadian yang Tertutup
Partisipan mengungkapkan bahwa memiliki kepribadian
yang tertutup merupakan penyebab dari seseorang mengalami
gangguan jiwa, kepribadian yang tertutup yang tidak pernah
mengungkapkan atau menceritakan permasalahannya membuat
partisipan menyimpan seluruh beban-beban permasalahan di
jiwanya
2) Kehilangan
Partisipan mengungkapkan bahwa perasaan kehilangan
yang sangat mendalam yang dialami oleh partisipan merupakan
penyebab dari seseorang mengalami gangguan jiwa, yang
menyebabkan partisipan bisa dirawat di rumah sakit jiwa
3) Aniaya Seksual
Berdasarkan hasil wawancara partisipan mengungkapkan
bahwa aniaya seksual menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan.
4) Kekerasan dalam Keluarga
Berdasarkan hasil partisipan wawancara mengungkapkan
bahwa partisipan pernah mengalami kekerasan dalam keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya
yang mempengaruhi partisipan mengalami perilaku kekerasan,
yaitu:
1) Pekerjaan
Pada saat dilakukan wawancara pasien mengungkapkan
bahwa: “Dulu saya bekerja berpindah – pindah mba, terakhir
saya itu kerja di pabrik jamu, tapi gajinya sedikit. Saya
memilih untuk buka toko sendiri. Jualan rokok-rokok, kopi di
pinggir jalan. Tempatnya itu saya sewa. Kadang laku kadang
juga ngga. Karena capek saya suka marah-marah”. (R4)
2) Pernikahan
Pada saat dilakukan wawancara pasien mengungkapka
nbahwa: “Suami saya yang pertama, dia hanya dating untuk
berhubungan intim dengan saya. Setelah itu dia pergi
meninggalkan saya. Akhirnya saya minta cerai mba. Waktu itu
saya berumur 30 tahun. Sejak saat itu saya suka membakar
barang – barang di rumah. Kemudian saya menikah lagi, tapi
beberapa tahun kemudian suami saya meninggal mba” (R3).
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan. Pasien mengungkapkan bahwa penyebab putus
obat disebabkan berbagai faktor, seperti efek samping obat yang
membuat pasien pusing, tidak ada yang mengingatkan untuk
kontrol dan minum obat serta keinginan untuk tidak mengkonsumsi
obat lagi.
b. Faktor Psikologis
Konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan. “saya merasa tidak terima mba, tanah saya
dimiliki oleh tetangga saya. Saya berantem sama tetangga, kadang
saya juga suka marah-marah sama anak. Tapi kok saya di bawa
kesini mba?”
c. Faktor Social Budaya
Partisipan mengungkapkan bahwa konflik lingkungan yang
menjadi stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan
jiwa. Ketidakharmonisan membuat diri ingin marah dan berbicara
dengan kasar.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Fajar Rinawatidan Moh


Alimansur “Analisa Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stres Stuart” dengan hasil
sebagai berikut:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi biologis
terbanyak adalah adanya gangguan jiwa sebelumnya. Ketika seorang klien
sudah pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, walau klien telah
dinyatakan sembuh dan dapat kembali ke masyarakat, namun stigma
negatif yang ada di masyarakat telah membuat klien ditolak atau tidak
diperlakukan baik di masyarakat.
Tipe kepribadian tertutup juga merupakan penyebab terbanyak
orang mengalami gangguan jiwa. Orang dengan tipe kepribadian tertutup
akan cenderung menyimpan segala permasalah sendiri, sehingga masalah
akan semakin menumpuk. Hal ini yang akan membuat klien bukannya
menyelesaikan permasalahannya, namun akan bingung dengan
permasalahannya dan dapat membuat klien depresi.
Putus obat juga merupakan salah satu faktor presipitasi gangguan
jiwa. Klien yang mengalami gangguan jiwa, kebanyakan harus minum
obat seumur hidupnya. Hal ini yang menyebabkan klien merasa bosan
minum obat dan akan menghentikan minum obat. Selain karena merasa
bosan, klien yang mempunyai pengetahuan kurang juga akan
menghentikan minum obat karena merasa sudah sembuh atau gejala tidak
muncul. Hal ini yang akan memicu kekambuhan gangguan jiwa atau
munculnya gangguan jiwa kembali.
Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami klien misalnya
adanya aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan oleh masyarakat atau
kejadian lain akan memicu klien mengalami gangguan jiwa. Klien yang
mempunyai mekanisme koping maladaptif akan membuat klien mudah
mengalami gangguan jiwa.
Selain itu konflik dengan teman atau keluarga misalnya karena
harta warisan juga dapat membuat klien mengalami gangguan jiwa.
Konflik yang tidak terselesaikan dengan teman atau keluarga akan memicu
klien mengalami stresor yang berlebihan. Jika klien yang mengalami
stresor berlebihan namun mekanisme kopingnya buruk, maka akan
membuat klien mengalami gangguan jiwa.
B. Daftar Pustaka
Kandar., dan Dwi Indah Iswanti. 2019. Faktor Predisposisi dan Prestipitasi
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa. 2(3): 149-156.
Restiana, Nia., dan Fani Sulistian. 2017. Karakteristik Pasien yang
Mengalami Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamansari. Jurnal Ilmiah Stikes Kendal. 7(1): 11-15.
Rinawati, Fajar., dan Moh Alimansur. 2016. Analisa Faktor-Faktor
Penyebab Gangguan Jiwa Menggunakan Pendekatan Model
Adaptasi Stres Stuart. Jurnal Ilmu Kesehatan. 5(1): 34-38.

Anda mungkin juga menyukai