Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUGAS BESAR SPPK

APAR (Alat Pemadam Api Ringan)


PT. SURYA INDOALGAS, SIDOARJO

Di Buat Oleh:

APRILLIA S. ANGGRAENI
6513040114

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu industri, faktor keselamatan telah menjadi persyaratan
penting yang harus dipenuhi oleh setiap elemen-elemen yang ada pada
industri tersebut, baik itu mesin dan bangunan gedungnya. Salah satu
aspek keselamatan adalah keselamatan dari bahaya kebakaran dan
ledakan yang setiap saat bisa terjadi jika tidak ada kontrol terhadap
resikonya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
02/KPTS/1985 tentang ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Pada Bangunan Gedung adalah bertujuan untuk menciptakan
sebuah jaminan tentang keselamatan gedung dari bahaya kebakaran
sehingga gedung dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.
Kebakaran pada bangunan gedung menimbulkan kerugian berupa
korban manusia, harta benda, terganggunya proses produksi barang dan
jasa, kerusakan lingkungan, dan terganggunya ketenangan masyarakat
sekitar. Seiring meningkatnya ukuran dan kompleksitas bangunan
gedung, sudah seharusnya pula diiringi dengan peningkatan
perlindungan terhadap pekerja atau semua individu yang berada di
dalam dan sekitar gedung. Penanganan kebakaran di gedung-gedung
masih mengandalkan kesigapan dan perlatan dari pemadam kebakaran
gedung pun terkadang masih kurang memadai.
Contoh kasus yang terjadi adalah, “Pabrik pengolahan makanan
ringan di Desa Astapada, Kecamatan Tengah Tani, Rabu malam (12/11)
terbakar. Tiga unit kendaraan pemadam kebakaran dari Pos Damkar
Weru langsung terjun untuk memadamkan si jago merah. Berdasarkan
informasi yang dihimpun Radar di lokasi kejadian, peristiwa tersebut
terjadi sekitar pukul 22.30 WIB. Sebelum api membesar, sempat
terdengar ledakan. Khawatir berbahaya, para buruh shift sore yang
hendak pulang secara spontan langsung berlari menuju tempat aman.
“Kami lari keluar pabrik, api berasal dari salah satu mesin produksi yang

1|TUGAS BESAR SPPK-APAR


menimbulkan panas kemudian meledak dan kena oli sehingga muncul
api,” ujar salah seorang pekerja pabrik, Asep, kepada Radar. Untuk
mencegah merembetnya api, instalasi listrik pabrik yang mengolah jelly
powder ini diputus sementara. Tiga mobil pemadam kebakaran datang
ke lokasi untuk memadamkan lokasi kebakaran yang terletak di blok
bagian belakang pabrik. Sebelumnya, aparat kepolisian dari Mapolsek
Kedawung tiba terlebih dahulu untuk mengamankan lokasi. “Tiga mobil
pemadam sudah ada di dalam,” imbuhnya. Kebakaran ini tentu saja
membuat panik sebagian besar para pekerja dan penghuni di sekitar
pabrik. Walaupun demikian, terlihat ada beberapa pekerja yang ikut
membantu memadamkan api. “Kami lari semua, takut ada apa-apa,”
imbuhnya. Sampai dengan sekarang, proses penyelidikan dari aparat
kepolisian terkait peristiwa tersebut masih berlangsung. Warga yang
penasaran, tampak duduk-duduk di depan pintu gerbang pabrik yang
dijaga ketat oleh pihak sekuriti.” dikutip dari
www.radarcirebon.com/pabrik-jelly-powder-di-astapada-tebakar.html
PT. SURYA INDOALGAS yang di dalamnya terdapat bahan-bahan
yang digunakan untuk proses produksi dan juga dokumen-dokumen
penting milik perusahaan. Gedung berlantai 2 ini memiliki luas 5520 m2
masih belum tersedia alat proteksi kebakaran aktif seperti APAR yang
memadai, padahal salah satu cara pemadaman awal yang tepat adalah
dengan menggunakan APAR. Alat Pemadam Api Ringan atau APAR
adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada mula terjadinya kebakaran. Namun jumlah
APAR yang tersedia belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh
karena itu, dilakukan perancangan mengenai jumlah, jenis, dan
peletakkan APAR di Gedung Produksi PT. SURYA INDOALGAS agar
dapat mencegah terjadinya kebakaran yang semakin melebar.

1.2 Perumusan Masalah


Perencanaan merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan
awal kebakaran untuk itu perlu dilakukan perancangan, penganalisaaan,
dan penentuan sarana evakuasi. Adapun perumusan masalah yang akan
dibahas pada tugas besar SPPK ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa jumlah dan jenis APAR yang diperlukan pada Gedung
Produksi PT. SURYA INDOALGAS yang sesuai dengan luasan
yang ada sesuai PERMENAKERTRANS RI No. 04 Tahun 1980 dan
NFPA 10 Tahun 2013?
2. Bagaimana perencanaan peletakan APAR pada Gedung Produksi
PT. SURYA INDOALGAS?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui jumlah dan jenis APAR yang diperlukan pada
Gedung Produksi PT. SURYA INDOALGAS sesuai dengan
perhitungan dalam PERMENAKERTRANS RI No. 04 Tahun 1980
dan NFPA 10 Tahun 2013.
2. Dapat menentukan peletakkan APAR sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tambahan referensi mengenai evaluasi dan konsekuensi
dari alat pemadam api ringan.
2. Memberikan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada
Gedung Produksi PT. SURYA INDOALGAS sebagai kesigapan jika
terjadi bencana kebakaran.
3. Sebagai masukan untuk PT. SURYA INDOALGAS untuk
menerapkan peletakkan APAR pada gedung produksi yang ada
disana.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori dan Anatomi Api


2.1.1 Teori Api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau reaksi kimia
yang diikuti oleh pengeluaran asap, panas, nyala dan gas-gas
lainnya. Api juga dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi
pembakaran yang cepat. Untuk bisa terjadinya api diperlukan 3 (tiga)
unsut yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas.
Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang
membuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai
proses pembakaran (Fatmawati, 2009).

2.1.2 Teori Segitiga Api (Triangel of Fire)


Untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan
adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur : bahan yang dapat
terbakar (fuel), oksigen (O2) yang cukup dari udara atau bahan
oksidator dan panas yang cukup. Apabila salah satu unsur tersebut
tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan
terjadi.

Gambar 2.1 Segitiga Api


(Sumber: http://pesantrensafety.blogspot.co.id/2012/05/segitiga-api-fire-
triangle.html, 2015)
2.1.2 Teori Piramida bidang Empat (Tetrahedron of Fire)
Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan
ditemukannya unsur keempat yaitu terjadinya api yaitu rantai reaksi
kimia. Konsep ini dikenal dengan teori tetrahedron of fire. Teori ini
dtemukan berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan
pemadam tepung kimia (dry chemical) dab halon (halogenated
hydrocarbon). Ternyata jenis bahan pemadam ini mempunyai
kemampuan memutus rantai reaksi kontinuitas proses api
(Fatmawati, 2009).

Gambar 2.2 Fire Tetrahedron


(Sumber : http://www.enggcyclopedia.com/2011/10/combustion-
basics-fire-triangle-tetrahedron/, 2015)

Teori tetrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas


pembakaran yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang
terjadi menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran seperti CO,
CO2, SO2, asap dan gas. Hasil lain dari hasil ini adalah adanya
radikal bebas dari atom oksigen dan hydrogen dalam bentuk
hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH pecah menjadi H 2O dan
radikal bebas O. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lain
sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi
pembakaran berantai (Fatmawati, 2009).
2.2 Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai
awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati
beberapa fase tertentu seperti source energy, initiation, growth,
flashover, full fire dan bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa
kebakaran seperti : back draft, penyebaran asap panas dan gas dll.
Tahapan - tahapan tersebut antara lain:

Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran


(Sumber: www.indonetwork.co.id, 2015)

a. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya


api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencetusnya
(source energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak
terkendali.
b. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang
dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal
(initiation)bermula dari sumber api/nyala yang relatif kecil
c. Apabila pada periode awal lebakaran tidak terdeteksi, maka
nyala api akan berkembang lebih besar sehingga api akan
menjalar bila ada media disekelilingnya.
d. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas
kesemua arah secara konduksi, konveksi dan radiasi, hingga
pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3-10 menit atau
setelah temperatur mencapai 300ºC akan terjadi penyalaan api
serentak yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai
pecahnya kaca
e. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantap (Steady/full development fire). Temperatur
pada saat kebakaran penuh dapat mencapai 600-1000ºC.
Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada
temperatur 700ºC. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang
setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk
digunakan
f. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan
berkurang/surut berangsur-angsur akan padam yang disebut
periode surut. (Fatmawati, 2009)

2.3 Klasifikasi Kebakaran


Klasifikasi kebakaran yang dimiliki di Indonesia mengacu
pada standard National Fire Protection Association (NFPA Standard
No. 10, for the installation of portable fire extinguishers) yang telah
dipakai oleh PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam
Api Ringan (APAR).
Klasifikasi dari kebakaran adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran NFPA 10 Tahun 2013

Kelas Klasifikasi Kebakaran

Kebakaran pada benda mudah terbakar yang menimbulkan


Kelas A arang/karbon (contoh: kayu, kertas, karton/kardus, kain, kulit,
plastik)
Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar (contoh:
Kelas B
bahan bakar, besin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner)
Kebakaran pada benda yang menghasilkan listrik atau yang
Kelas C
mengandung unsur listrik
Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh: sodium, lithium,
Kelas D
radium)
Kebakaran pada bahan masakan (contoh: nabati, lemak hewani,
Kelas K
lemak)

(Sumber : NFPA 10 Tahun 2013)

Tabel 2.2 Klasifikasi Kebakaran Menurut PERMENAKERTRANS RI


No. Per. 04/MEN/1980

Kelas Klasifikasi Kebakaran

Kebakaran pada material yang mudah terbakar seperti kayu, kain,


Kelas A
ketas, karet dan lain-lain
Kebakaran bahan cair yang mudah menimbulkan nyala api
(flammable) dan cairan yang mudah terbakar (combustible)
Kelas B
misalnya minyak gemuk, cat, alkohol dan gas yang mudah
terbakar.
Kelas C Kebakaran listrik yang bertegangan
Kebakaran logam yang mudah terbakar misalnya magnesium,
Kelas D
titanium, sodium, lithium, zirconium, potassium, dll.

(Sumber : PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980)

2.4 Klasifikasi Bahaya Hunian


Klasifikasi bahaya hunian ini dimaksudkan untuk dapat
disesuaikan dengan sarana dan prasarana emergency, klasifikasi
tersebut, terdiri dari:
1. Bahaya kebakaran ringan ialah hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas rendah, serta menjalarnya api lambat. Yang
termasuk hunian bahaya kebakaran ringan antara lain:
- Ibadah
- Perkantoran
- Klub
- Perumahan
- Tempat pendidikan
- Rumah Makan
- Tempat Perawatan
- Hotel
- Lembaga
- Rumah Sakit
- Perpustakaan
- Penjara
- Museum
2. Bahaya kebakaran sedang kelompok I, yakni hunian yang
mempunyai kemudahan terbakar rendah penimbunan bahan yang
mudah terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 10
meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I
antara lain:
- Parkir Mobil
- Pabrik Susu
- Pabrik Roti
- Pabrik Elektronika
- Pabrik Minuman
- Binatu
- Pengalengan
- Pabrik Permata
- Pabrik Barang Gelas
3. Bahaya kebakaran sedang kelompok II, yakni hunian yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan
bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4
meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang,
sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk hunian bahaya
kebakaran sedang kelompok II antara lain:
- Penggilingan Gandum atau Beras
- Pabrik Bahan Makanan
- Pabrik Kimia
- Pertokoan Dengan Pramuniaga Kurang Dari 50 Orang
4. Bahaya kebakaran sedang kelompok III, yakni hunian yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran, melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api
cepat. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang
kelompok III antara lain:
- Pameran
- Gudang (Cat, Minuman keras)
- Pabrik Ban
- Pabrik Permadani
- Bengkel Mobil
- Studio Pemancar
- Penggergajian Kayu
- Pabrik Pengolahan Tepung
- Pertokoan Yang Pramuniaga lebih dari 50 orang
5. Bahaya kebakaran berat, yakni hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas tinggi dan penjalaran api cepat. Yang
termasuk hunian bahaya kebakaran berat:
- Pabrik Kimia, Bahan Peledak dan Cat
- Pabrik Korek Api, Kembang Api
- Pemintalan Benang
- Studio Film dan Televisi
- Penyulingan Minyak
- Pabrik Karet Busa, Plastik Busa
2.5 APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Alat pemadam api ringan (APAR) ialah alat yang ringan
serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada
mula terjadi kebakaran.

Gambar 2.4 Alat Pemadam Api Ringan


(Sumber : https://rescue113.files.wordpress.com/2011/08/bagian2-
apar.png, 2015)

2.5.1 Jenis – jenis media pemadam kebakaran


Mengenal berbagai jenis media pemadam api dimaksudkan
agar dapat menentukan jenis media yang tepat, sehingga dapat
dicapai pemadaman yang efektif, efisien dan aman. Media
pemadaman api yang umum dipakai untuk alat pemadam api ringan
adalah :

1. Air
Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah secara fisik
mengambil panas (cooling) dan sangat tepat untuk memadamkan
bahan padat (kelas A) karena dapat menembus sampai bagian
dalam. Ada 3 (tiga) macam APAR air ialah air dengan pompa
tangan, air bertekanan dan asam soda/soda acid.
Gambar 2.5 Water Extinguisher
(Sumber: http://www.firemart.co.uk/9ltr-water-kitemarked-anti-freeze-
protected-water-extinguisher, 2015)
2. Busa
Ada 2 (dua) macam busa, busa kimia dan busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang berisi antara lain zat
arang dan karbondioksida , sedangkan busa mekanik dibuat dari
campuran zat arang udara. Dapat digunakan untuk memadamkan
kebakaran kelas A dan B. Busa memadamkan api melalui
kombinasi tiga aksi 28 pemadaman yaitu menutupi, melemahkan
danmendinginkan.
a. Menutupi yaitu membuat selimut busa di atasbahan yang
terbakar, sehingga kontak dengan oksigen(udara) terputus
b. Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairanyang mudah
terbakar
c. Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah
terbakar sehingga suhunya turun
Gambar 2.6 Foam Extinguisher
(Sumber: http://www.roopfire.com/product.php?pid=624751, 2015)

3. Serbuk Kimia Kering


Sifat serbuk kimia ini tidak beracun tetapi dapat
menyebabkan untuk sementara sesak nafas dan pandangan mata
agak terhalang. Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran
kelas A, B dan C. Daya pemadaman dari serbuk kimia kering
tergantung pada jumlah serbuk yang dapat menutupi permukaan
yang terbakar. Cara kerja dari pemadam ini adalah dengan merusak
reaksi kimia pembakaran dengan membentuk lapisan tipis pada
permukaan bahan yang terbakar. Makin halus butiran serbuk kimia
kering maka makin luas permukaan yang ditutupi. Karena
kemampuannya untuk mematikan jenis api di tiga kelas, jenis tabung
ini paling banyak digunakan diberbagai kantor dan perumahan.

Gambar 2.7 Dry Chemical Estinguisher


(Sumber: http://www.firesafetyinfo.co.uk/dry-powder-fire-
extinguisher/, 2015)
4. Carbon Dioksida ( CO2 )
Media pemadam api CO didalam tabung harus dalam
keadaan fase cair bertekanan tinggi. Prinsip kerjanya dalam
memadamkan api adalah reaksi dengan oksigen sehingga
konsentrasinya di dalam udara berkurang dari 21 % menjadi
sama dengan atau lebih kecil dari 14 % sehingga api akan
padam. Hal ini disebut pemadaman dengan cara tertutup.
Efektif dalam memadamkan kebakaran kelas B (minyak dsb)
dan C (listrik).

Gambar 2.8 Carbon dioxide extinguisher


(Sumber: http://www.fireprotectiononline.co.uk/co2-fire-
extinguishers/, 2015)

5. Halon
Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu
sekitar 485 ºC akan mengalami proses penguraian.Zat-zat
yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut akan
mengikat unsur hidrogen dan oksigen dari udara sehingga
menghasilkan beberapa unsur baru yaitu HF, HBr, COF 30
dan COBr, karena sifat zat baru tersebut beracun maka cukup
membahayakan terhadap manusia.
Gambar 2.9 Halon extinguisher
(Sumber: http://fire-extinguisher-information.co.uk/halon- fire
%20extingusiher.html, 2015)

2.5.2 Tipe Konstruksi APAR


Tipe konstruksi adalah :
1. Tipe tabung gas (gas container type) adalah suatu pemadam
yang bahan pemadamnya di dorong keluar oleh gas bertekanan
yang dilepas dari tabung gas.
2. Tipe tabung bertekanan tetap (stored preasure type) adalah suatu
pemadam yang bahan pemadamnya didorong keluar oleh gas
tanpa bahan kimia aktif atau udara kering yang disimpan
bersama dengan tepung pemadamnya dalam keadaan bertekanan

2.5.3 Penandaaan dan Pengenalan


a. Penandaan APAR
Penandaan yang disyaratkan Kalimat yang bermakna
umum tidak menjurus seperti “mutu”, “umum”, atau “universal”
tidak boleh dituliskan pada pelat nama yang dipasang pada badan
APAR. Setiap APAR harus memiliki keterangan sebagai
berikut:
Kata jenis tepung Kimia Kering “ yang disusul tipe APAR sesuai
dengan ketentuan “Tipe Tabung Gas” atau “Tipe Tabung
Bertekanan Tetap”
- Cara pemakaian
- Nama dan alamat pabrik pembuat atau penjualnya yang
bertanggung jawab.
b. Cara Penandaan
Penandaan APAR dapat dialkukan dengan cara:
- Huruf timbul/sketsa pada plat logam yang disolder atau pada
tabung APAR
- Dicat langsung pada tabung APAR 31
- Dengan label yang tahan lama
- Tahun harus ditandakan secara permanen pada badan APAR
c. Warna Pengenal
Badan APAR harus berwarna merah(DEPNAKER, 1999)

2.5.4 Klasifikasi Bahaya


Berdasarkan NFPA 10 tahun 2013 dijelaskan mengenai
klasifikasi bahaya kebakaran diantaranya:
a. Bahaya Rendah, light (low) hazard
Bahaya ini merupakan bahan-bahan yang mudah terbakar
dimana bahaya ini meliputi area kantor, hotel, motel, aula dan
kelas. Pengelempokkan bahaya ini untuk mengantisipasi agar
bahan-bahan ini tidak mudah menyebarkan bahaya kebakaran.
b. Bahaya Sedang, Ordinary (Moderate) Hazard
Bahaya ini merupakan bahan-bahan yang mudah terbakar
dengan cepat dimana bahaya ini meliputi area gudang,
pertokoan, bengkel, laboratorium, showroom, garasi.
c. Bahaya Tinggi, Extra (High) Hazard
Lokasi ini merupakan bahaya kebakaran kelas A yang
mudah terbakar dan kelas B yang mudah menyala. Dimana area
ini meliputi ruang reparasi pesawat dan kapal, dapur, pekerjaan
yang berhubungan dengan kayu dan ruang pameran.
2.5.5 Perhitungan APAR
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per. 04/ MEN/ 1980, perhitungan jumlah APAR adalah sebagai
berikut :

Jumlah.APAR  luasarea
luasperhitungan1APAR
Dimana : Luas Bangunan yang dilindungi = D2 ;

D = Luas Jangkauan APAR = 15 meter


Maka, luas perhitungan 1 APAR = 3,14 x 7,52

Menurut NFPA 10, perhitungan jumlah APAR adalah


sebagai berikut :
 Penentuan luas jangkauan maksimum APAR adalah
11.250 ft, didapatkan dari gambar di bawah ini:

Gambar 2.10 Jangkauan Maksimal APAR


(Sumber : NFPA 10 tahun 2013)

 Penentuan jumlah APAR Rating A ada dengan dua


cara, yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
a. Cara pertama yaitu menentukan jumlah APAR
dengan asumsi jangkauan maksimum APAR
(11.250 ft). Jadi jumlah APAR yang akan
digunakan lebih sedikit dengan ketentuan rating
APAR yang besar. misalnya seperti perhitungan
dibawah ini:

2.5.6 Penempatan APAR


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per. 04/ MEN/ 1980, ketentuan-ketentuan pemasangan APAR
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adalah 125 cm dari
dasar lantai tepat di atas satu atau kelompok alat pemadam api
ringan yang bersangkutan.
2. Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya
atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15
meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.

Berdasarkan NFPA 10 tahun 2013 dijelaskan mengenai


penempatan APAR dimana penempatan ini tergantung dari kelas
kebakaran dan luas area bangunan. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai penempatan APAR berdasarkan kelas kebakaran.

Tabel 2.3 Luas area yang dilindungi (ft2)

Rating Bahaya Bahaya sedang Bahaya


APAR rendah tinggi
(ft2)
(ft2) (ft2)
1A - - -
2A 6000 3000 -

3A 9000 4500 -

4A 11250 6000 4000

6A 11250 9000 6000

10A 11250 11250 10000

20A 11250 11250 11250

30A 11250 11250 11250

40A 11250 11250 11250

(Sumber : NFPA 10 Tahun 2013)


Keterangan :
- 1 ft2 = 0,0929 m2
- Travel distance untuk kelas A,C dan D = 22,7 m

a. Kelas A
Jarak minimal penempatan APAR pada tabel berikut :
Tabel 2.4 Penempatan APAR dengan bahaya kebakaran

Jarak Max.
Klasifikasi Rating Luas
Jangkauan
APAR APAR Bangunan
APAR (ft2)

Rendah 2A 75 11250
Sedang 2A 75 11250

Tinggi 4A 75 11250

(Sumber : NFPA 10 tahun 2013)

b. Kelas B
Jarak minimal penempatan APAR dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.5 Penempatan APAR (bahaya kebakaran kelas B)

Klasifikasi Rating Jarak Max. Jangkauan

Bahaya APAR APAR

(ft) (m)

5B 30 9.15
Rendah
10 B 50 15.25

10 B 30 9.15
Sedang
20 B 50 15.25

40 B 30 9.15
Tinggi
80 B 50 15.25

(Sumber : NFPA 10 Tahun 2013)

c. Kelas C dan Kelas D


Jarak penempatan APAR untuk kelas C dan kelas D
sama dengan jarak penempatan kelas A dan kelas B

2.5.7 Jenis Media Pemadam Kebakaran dan Aplikasinya

Pemasangan dan penempatan APAR harus sesuai dengan


jenis dan penggolongan kebakaran berdasarkan
PERMENAKERTRANS RI No. 04/MEN/1980 dalam Bab 2 pasal 4
point 4, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Kebakaran dan Jenis APAR
Tepung

Bahan yang Air 9 liter Busa 9 Tetrachoorkol Karbon BCF


P + PK PG PM
Terbakar liter ostop dioksida 9HA L C
Gol
chloorbrom
methan 1 liter
Kelas Kebakaran pada permukaan bahan
VV V V/XXX V V VVV X V
A seperti : kayu, teksil
Kebakaran sampai bagian
dalam dari bahan seperti kayu, majun, VV V XXX X X VVV X X

arang batu
Kebakaran dari barang –
barang yang jarang terdapat dan VV/XX XX XX/XXX X X VVV X V
berharga
Kebakaran dari bahan – bahan yang
V X XXX X X VVV X X
pada pemanasan mudah mengurai
Kelas Kebakaran dari bensin, bensol, cat ( yg
XXX V V/XXX VV VVV VV X VV
B tdk bercam pur dgn air )
Kebakaran dr Alcohol &
X X V/XXX V VVV VV X V
sebangsanya (bercampur air)

Gas yang Mengalir


X X V/XXX V VVV VV X V

Kelas Panel penghubung, Peti penghubung,


C Sentral telepon, Transformator XXX XXX VV/XXX VVV V VV X VVV

Kelas Magnesium, Natrium, Aluminium


XXX XXX XXX X XXX VV VVV XXX
D

(Sumber: PERMENAKERTRANS RI No. 04/MEN/1980)


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian


START

Survey
Lapangan
Wawancara

Perumusan Masalah

Studi Literatur :
- Layout Gedung Produksi PT. INDOALGAS
- PERMENAKERTRANS RI. 04/MEN/1980 tentang APAR
- NFPA 10 Tahun 2013

Pengumpulan data : Layout Gedung Produksi PT.


INDOALGAS

Perancangan APAR

Analisa

Kesimpulan dan Saran

END

Gambar 3.1 Diagaram alir metode penelitian


3.2. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam pengerjaan Tugas ini diperlukan proses yang
terstruktur dan langkah-langkah yang sistematis dalam
pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk
mencapai tujuan dari penelitian yang diusulkan ini dijelaskan dalam
uraian sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
Pada tahap awal, peneliti melakukan survey pendahuluan
yang meliputi wawancara dan survey lapangan.
b. Wawancara dengan pihak untuk memperoleh informasi
tentang gedung produksi PT. INDOALGAS mencangkup
layout dan spesifikasi ruangan
c. Survey lapangan yang dilakukan adalah melakukan
pengamatan langsung (fasilitas-fasilitas pemadaman
kebakaran yang tersedia) pada gedung produksi PT.
INDOALGAS.
2. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan survey pendahuluan, maka langkah
selanjutnya adalah perumusan masalah, dimana dalam hal
ini dilakukan pengambilan keputusan untuk mengangkat
permasalahan atau kasus yang ditemukan, serta merumuskan
masalah apa saja yang nantinya akan dihadapi pada saat
pengerjaan tugas ini.
3. Studi Literatur
Studi Literatur didapatkan dengan cara mencari informasi
serta pengumpulan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian ini (Layout Gedung Produksi PT. INDOALGAS,
NFPA 10 Tahun 2013 dan PER. 04/MEN/1980) dan nantinya
akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data yang
diperlukan dan data tersebut dapat dijadikan acuan sebagai
bahan untuk penelitian yang telah ditetapkan, data yang
dibutuhkan adalah layout gedung untuk mengetahui
spesifikasi gedung.
5. Penempatan APAR
Perencanaan penempatan APAR PERMENAKERTRANS RI
NO.04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan APAR, NFPA 10 tahun 2013 tentang standart
for portable fire extinguisher.
6. Analisa
Setelah data terkumpul maka pada tahap ini menganalisa
hasil perencanaan apakah sudah memenuhi standar yang
berlaku (PER 04/MEN/1980 dan NFPA 10 tahun 2013).
7. Kesimpulan dan saran
Setelah dilakukan analisa secara menyeluruh maka dapat
menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan
dan dapat memberikan saran–saran untuk pihak PT.
IINDOALGAS.

3.3. Langkah-Langkah Perencanaan Penempatan Alat Pemadam


Api Ringan (APAR)
Dalam perencanaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
diperlukan langkah-langkah yang harus dipenuhi, langkah-langkah
tersebut antara lain
1. Pemahaman Layout gedung produksi PT. INDOALGAS
Pemahaman layout gedung sebagai langkah awal dalam
perencanaan penempatan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Layout ini diperoleh dari data kontraktor.
2. Menentukan Jumlah APAR Sesuai Luas Gedung
Dari luas gedung dapat dijadikan penentuan jumlah APAR yang
sesuai dengan PER 04/MEN/1980 dan NFPA 10 tahun 2013
serta jenis APAR yang dibutuhkan sesuai klasifikasi kebakaran
gedung.
3. Menentukan Letak APAR
Menentukan letak APAR sesuai dengan PER 04/MEN/1980 dan
NFPA 10 tahun 2013. Dalam tiap standar dapat diketahui jarak
perlindungan atau radius perlindungan APAR.
4. Analisa
Dari hasil perencanaan dan perhitungan tersebut, kemudian
dilakukan analisa apakah sesuai dengan standar yang digunakan
(PER 04/MEN/1980 dan NFPA 10 tahun 2013), jika tidak sesuai
maka dilakukan kembali penentuan jumlah APAR sesuai luas
gedung, apabila ada kemungkinan kesalahan dalam pembacaan
ukuran/luas gedung.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA

4.1. Gambaran Umum


Gedung pada PT. SURYA INDOALGAS merupakan gedung
dengan 2 (dua) lantai yang memiliki karakteristik berbeda, yaitu
pabrik pada lantai 1 dan kantor pada gedung lantai 2. Gedung ini
memiliki tingkat bahaya yang berbeda di setiap lantainya. PT.
SURYA INDOALGAS yang memiliki luas area 5520 m2 adalah
perusahaan yang bergerak dalam usaha pembuatan bubuk agar-agar
dan bubuk karagenan. Kondisi tempat kerja di PT. SURYA
INDOALGAS ini yaitu antara kantor dilantai dua dan unit produksi
dilantai satu. Proses produksi yang dihasilkan dari industri ini tiap
harinya 10.000 pak, maka perusahaan ini memiliki bahan baku yang
berupa rumput laut kering dalam jumlah yang cukup besar dan
beberapa bahan tambahan untuk pembuatan produk sehingga
perusahaan ini dapat dikategorikan sebagai bangunan yang memiliki
tingkat Bahaya kebakaran sedang II. Menurut Kepmenaker No.
KEP. 186/ MEN/ 1999 klasifikasi tingkat potensi bahaya.
Pada PT. SURYA INDOALGAS lantai 1 ini merupakan
pabrik atau bagian produktif dari gedung ini yang mana di lantai 1
ini memiliki beberapa ruangan proses dan beberapa mesin produksi
seperti :
1. Ruang pembuatan agar-agar bubuk
2. Ruang pembuatan bubuk karagenan
3. Ruang finishing
4. Laboratorium
5. Ruang penyimpanan bahan mentah dan gudang
T1. Tangki air
T2. Tangki pencucian rumput laut
T3. Tangki NaOH
M1. Bak perendaman
M2. Mesin pelembutan
M3. Mesin pemasakan
M4. Mesin pengering

Gambar 4.1 Layout Lantai 1 PT. Surya Indoalgas

Pada lantai 2 merupakan gedung perkantoran yang memiliki


aktifitas yang berbeda dengan lantai satu sehingga tingkat bahaya
yang berpeluang terjadi juga berbeda. Pada gedung lantai 2 ini
memiliki tingkat bahaya ringan seperti kebakaran kertas, arus
pendek dan lain-lain. Pada gedung lantai 2 ini memiliki beberapa
ruangan yaitu :
6. Ruang server
7. Ruang monitoring
8. Ruang control
9. Ruang arsip operasi
10. Ruang kantor
11. Musholla
12. Toilet pria
13. Toilet wanita

Gambar 4.2 Layout Lantai 1 PT. Surya Indoalgas

4.2. Perhitungan APAR


4.2.1. Perhitungan Menurut PERMENAKERTRANS RI No.
Per. 04/MEN/1980
Sebelum memberikan APAR pada ruangan-ruangan dalam
gedung ini, langkah yang paling utama adalah menghitung
kebutuhan APAR-nya terlebih dahulu sehingga dapat diketahui
standart jumlah apar yang diberikan sampai berapa buah. Berikut
adalah contoh cara bagaimana menghitung kebutuhan apar sesuai
PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980 :
Diketahui :
• Panjang ruang pembuatan agar-agar bubuk = 66 m
• Lebar ruang pembuatan agar-agar bubuk = 23 m
2
• Luas Bangunan yang dilindungi = D ;

• D = Luas Jangkauan APAR = 15 meter


Ditanya : Jumlah APAR ?
Jawab :

Jumlah APAR yang dibutuhkan =

=( )
=
= 8,6 ≈ 9 buah APAR

Lantai 1
Panjang Lebar Jangkauan Jumlah ∑ APAR Klasifikasi Kelas
No. Nama Ruang Jenis APAR
(m) (m) APAR APAR (Pembulatan) Kebakaran
Foam dan
1 Ruang Pembuatan Agar-agar Bubuk
66 23 176.625 8.59447983 9 B DCP
2 Ruang Pembuatan Karagenan Bubuk 62 23 176.625 8.073602265 8 B Foam dan
DCP
3 Ruang Finishing 23 6 176.625 0.781316348 1 A DCP
4 Laboratorium 23 10 176.625 1.302193914 2 B Foam
Penyimpanan Bahan Mentah dan
5 48 46 176.625 12.50106157 13 A DCP
Gudang
Lantai 2
Panjang Lebar Jangkauan Jumlah ∑ APAR Klasifikasi Kelas
No. Nama Ruang Jenis APAR
(m) (m) APAR APAR (Pembulatan) Kebakaran
6 Ruang Server 46 16 176.625 4.167020524 5 C DCP
7 Ruang Monitoring 35 10 176.625 1.981599434 2 C DCP
Ruang Kontrol 1 25 19 176.625 2.689313517
8 Ruang Kontrol 2 21 14 176.625 1.664543524 6 C DCP dan CO2
Ruang Kontrol 3 11 10 176.625 0.622788393
9 Ruang Arsip Operasi 21 5 176.625 0.59447983 1 A DCP
10 Ruang Kantor 31 21 176.625 3.685774947 4 A DCP
11 Musholla 10 8 176.625 0.452937013 1 A DCP
12 Toilet Pria 8 5
13 Toilet Wanita 8 5

Keterangan:
Luas Bangunan yang dilindungi = D2 ;
Dimana D = Luas Jangkauan APAR = 15 meter
Jumlah APAR yang dibutuhkan =
(*) Jenis APAR dan klasifikasi kelas kebakaran ditentukan berdasarkan
PERMENAKER No. 04/MEN/1980.

4.2.2. Perhitungan Menurut NFPA 10 Tahun 2013


Selain perhitungan jumlah APAR pada ruangan-ruangan
menurut PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980,
selanjutnya akan melakukan memperhitungan jumlah APAR
menurut NFPA 10 Tahun 2013. Berikut adalah contoh cara
bagaimana menghitung kebutuhan APAR :
Diketahui :
• Panjang ruang pembuatan agar-agar bubuk = 66 m
• Lebar ruang pembuatan agar-agar bubuk = 23 m
Ditanya : Jumlah APAR ?
Jawab :

=
= 2.097 ≈ 3 APAR

Lantai 1
Jarak
Klasifikasi Luas Bangunan
Panjang Lebar Maksimum Luas Bangunan Jumlah ∑ APAR
No. Nama Ruang Bahaya Rating yang Dilindungi Jenis APAR
(m) (m) Jangkauan (m²) APAR (Pembulatan)
Kebakaran (m²)
APAR (m)
Ordinary
1 Ruang Pembuatan Agar-agar Bubuk 66 23 (Moderate) 20 B 15.25 1518 730.25 2.079 3 Foam dan DCP
Hazard
Ordinary
2 Ruang Pembuatan Karagenan Bubuk 62 23 (Moderate) 20 B 15.25 1426 730.25 1.953 2 Foam dan DCP
Hazard
Ordinary
3 Ruang Finishing 23 6 (Moderate) 2A 22.7 138 278.7 0.495 1 DCP
Hazard
Ordinary
4 Laboratorium 23 10 (Moderate) 20 B 15.25 230 730.25 0.315 1 Foam
Hazard
Ordinary
5 Penyimpanan Bahan Mentah dan Gudang 48 46 (Moderate) 2A 22.7 2208 278.7 7.922 8 DCP
Hazard
Lantai 2
Jarak
Klasifikasi Luas Bangunan
Panjang Lebar Maksimum Luas Bangunan Jumlah ∑ APAR
No. Nama Ruang Bahaya Rating yang Dilindungi Jenis APAR
(m) (m) Jangkauan (m²) APAR (Pembulatan)
Kebakaran (m²)
APAR (m)
Light (Low)
6 Ruang Server 2A 22.7 736 557.4 1.320 2 DCP
46 16 Hazard
Light (Low)
7 Ruang Monitoring 2A 22.7 350 557.4 0.628 1 DCP
35 10 Hazard
Light (Low)
Ruang Kontrol 1 25 19 Hazard
475 557.4 0.852
Light (Low)
8 Ruang Kontrol 2 21 14 Hazard
2A 22.7 294 557.4 0.527 3 DCP dan CO2
Light (Low)
Ruang Kontrol 3 11 10 Hazard
110 557.4 0.197
Light (Low)
9 Ruang Arsip Operasi 21 5 Hazard
2A 22.7 105 557.4 0.188 1 DCP
Light (Low)
10 Ruang Kantor 31 21 Hazard
2A 22.7 651 557.4 1.168 2 DCP
Light (Low)
11 Musholla 10 8 Hazard
2A 22.7 80 557.4 0.144 1 DCP
12 Toilet Pria 8 5
13 Toilet Wanita 8 5
Keterangan :
(*) Jarak maksimum jangkauan APAR menurut rating APAR NFPA 10
Tahun 2013.
(*) Jenis APAR dan klasifikasi kelas kebakaran ditentukan berdasarkan
PERMENAKER No. 04/MEN/1980.

4.3. Peletakan APAR


Menurut perhitungan jumlah APAR sesuai PERMENAKER
No. 04/MEN/1980 dan NFPA 10 Tahun 2013 dapat diketahui bahwa
hasil perhitungan jumlah APAR yang paling banyak dan dapat
memenuhi luasan jangkauan APAR adalah jumlah APAR dari
perhitungan PERMENAKER No. 04/MEN/1980 (4.2.1) yaitu
dengan jumlah APAR sebanyak 52. Maka dari sini dapat merancang
peletakkan APAR pada PT. SURYA INDOALGAS menurut
perhitungan 4.2.1 dan persyaratan peletakkan APAR menurut sesuai
PERMENAKER No. 04/MEN/1980.
Berikut ketentuan-ketentuan pemasangan APAR sesuai
adalah PERMENAKER No. 04/MEN/1980 sebagai berikut :
1. Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adalah 125 cm
dari dasar lantai tepat di atas satu atau kelompok alat
pemadam api ringan yang bersangkutan.
2. Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan
lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh
melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.

4.4. Denah Pelatakkan APAR

Keterangan:
= Alat Pemadam Api Ringan
Asumsi =
- APAR yang berada di tepi diletakkan dengan
menempelkan pada dinding
- APAR di bagian tengah ruangan diletakkan dengan
menggunakan pipa tegak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian perhitungan, penentuan jenis, dan
perencanaan peletakkan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada
PT. SURYA INDOALGAS dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Gedung pada PT. SURYA INDOALGAS merupakan gedung
dengan 2 (dua) lantai yang memiliki karakteristik berbeda, yaitu
pabrik pada lantai 1 dan kantor pada gedung lantai 2.
2. Pada area gedung PT. SURYA INDOALGAS terdapat banyak
potensi bahaya kebakaran, sehingga pada lantai 1
diklasifikasikan sebagai kelas kebakaran sedang II (menurut
PERMENAKER No. 04/MEN/1980) dan klasifikasi bahaya
sedang atau ordinary (moderate) hazard (menurut NFPA 10
Tahun 2013). Sedangkan pada lantai 2 diklasifikasikan sebagai
kelas kebakaran ringan (menurut PERMENAKER No.
04/MEN/1980) dan klasifikasi bahaya rendah atau light (low)
hazard (menurut NFPA 10 Tahun 2013).
3. Jumlah APAR yang dibutuhkan pada area gedung PT. SURYA
INDOALGAS :
a. Berdasarkan perhitungan PERMENAKER No.
04/MEN/1980 sebanyak 52 APAR. Pada lantai 1 sebanyak
33 APAR dengan jenis busa (foam) dan/atau dry chemical
powder (DCP). Sedangkan pada lantai 2 sebanyak 19 APAR
dengan jenis dry chemical powder (DCP) dan/atau CO2.
b. Berdasarkan perhitungan NFPA 10 Tahun 2013 sebanyak 25
APAR. Pada lantai 1 sebanyak 16 APAR berjenis busa
(foam) dan/atau dry chemical powder (DCP). Sedangkan
pada lantai 2 sebanyak 10 APAR berjenis jenis dry chemical
powder (DCP) dan/atau CO2.
4. Penempatan APAR pada area gedung PT. SURYA
INDOALGAS berdasarkan PERMENAKER No. 04/MEN/1980
adalah jarak antara satu APAR dengan APAR yang lainnya atau
satu kelompok APAR dengan kelompok APAR yang lainnya
tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh
Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja.

5.2. Saran
Setelah dilakukan perancangan APAR pada PT. SURYA
INDOALGAS dan didapatkan beberapa kesimpulan, maka terdapat
beberapa saran untuk perancangan APAR selanjutnya sehingga
dapat berjalan dengan lebih baik, yaitu sebagai berikut:
1. Pada perancangan ini seharusnya juga menghitung estimasi
biaya, supaya perancangan dapat berlangsung maksimal dan
dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan.
2. Mengingat banyaknya kasus peristiwa kebakaran yang terjadi di
Indonesia, perlu adanya peningkatan kewaspadaan terhadap
penggunaan bahan-bahan pemicu timbulnya api, melakukan
pengelolaan lingkungan yang baik, serta menyediakan tenaga
khusus pemadam kebakaran yang terampil dan professional
sehingga jika terjadi kebakaran dapat ditangani secara cepat dan
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Pengawasan K3


Penanggulangan Kebakaran. Evaluasi dan Penunjukan Calon Ahli K3,
Jakarta
Fatmawati, Rina. 2009. Jurnal Audit Keselamatan. Universitas Indonesia:
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/KPTS/1985 tentang
Ketentuan Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Pada
Bangunan Gedung.
NFPA 10. 2013. Standart Portable For Fire Extinguisher. National Fire
Protection Association.
PERMENAKERTRANS RI No. 04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan APAR. Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Jakarta.
www.radarcirebon.com/pabrik-jelly-powder-di-astapada-tebakar.html,
diakses pada tanggal 15 Oktober 2015
http://pesantrensafety.blogspot.co.id/2012/05/segitiga-api-fire-
triangle.html), diakses pada tanggal 16 Oktober 2015
http://fire-extinguisher-information.co.uk/halon-fire%20extingusiher.html,
diakses pada tanggal 16 Oktober 2015
http://www.enggcyclopedia.com/2011/10/combustion-basics-fire-
triangle- tetrahedron/, diakses pada tanggal 16 Oktober 2015
http://www.firemart.co.uk/9ltr-water-kitemarked-anti-freeze-protected-
water-extinguisher, diakses pada tanggal 16 Oktober 2015
http://www.fireprotectiononline.co.uk/co2-fire-extinguishers/, diakses
pada tanggal 17 Oktober 2015
http://www.firesafetyinfo.co.uk/dry-powder-fire-extinguisher/, diakses pada
tanggal 17 Oktober 2015
http://www.roopfire.com/product.php?pid=624751, diakses pada tanggal 17
Oktober 2015
www.indonetwork.co.id, diakses pada tanggal 19 Oktober 2015
https://rescue113.files.wordpress.com/2011/08/bagian2-apar.png, diakses
pada tanggal 23 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai