______________________________________________________________________________
Pendahuluan
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang memiliki peranan penting dan sangat
menentukan dalam kegiatan perusahaan yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi
lainnya (dana permodalan, alat produksi, dan sebagainya). Dalam melaksanakan pekerjaannya,
setiap tenaga kerja akan menghadapi ancaman bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang datang
dari pelaksanaan tugas mereka tersebut seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja.
Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Jika tempat
kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan pekerjaan mereka secara efektif dan
efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir dan banyak terdapat bahaya, kerusakan
dan absen sakit tak terhindarkan, mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan
produktivitas berkurang bagi perusahaan.
Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut dengan 7
langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi
manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat
jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.
Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten
membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu
penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat
tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh
dokter yang bersangkutan.
1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
Identitas meliputi : nama pasien, usia, jenis kelamin, jabatan, unit/ bagian
kerja, lama bekerja, nama perusahaan, jenis perusahaan dan alamat
perusahaan.
Riwayat penyakit : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat
penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK).
Riwayat pekerjaan :
o Sudah berapa lama bekerja sekarang ?
o Riwayat pekerjaan sebelumnya ?
o Alat kerja, bahan kerja, proses kerja ?
o Barang yang diproduksi/dihasilkan ?
o Waktu bekerja dalam sehari ?
o Kemungkinan pajanan yang dialami ?
o Alat pelindung diri yang dipakai ?
o Hubungan gejala dan waktu kerja ?
o Apakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama ?
Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala
dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan
kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu
timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas
misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma
bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan kesehata khusus
sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih
mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan
kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1
b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai
untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.
Kesadaran
Tanda-tanda vital (TTV) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan
frekuensi napas.
Pemeriksaan secara sistematik dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar getah
bening, ekstremitas atas dan bawah serta tulang belakang.
Status Lokalis (keadaan lokal). Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang
penting:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat:
- Sikatriks (jaringan parut alamiah atau post operasi).
- Warna kemerahan/kebiruan atau hiperpigmentasi.
- Benjol/pembengkakan/cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa.
- Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
- Cara berjalan (gait waktu pasien masuk kamar periksa).
- Kulit utuh/ robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cidera
terbuka.
2. Feel (palpasi)
- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit.
- Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya edema
terutama daerah persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3
proksimal/tengah/ distal).
- Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang
terdapat di permukaan tulang atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya, konsistensinya
dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan
ukurannya.
3. Move (gerak)
- Krepitasi terasa bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang
baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung tulang kortikal.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif dan pasif.
- Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion dan kekuatan.
- Gerakan yang tidak normal gerakan yang terjadi tidak pada sendi.
Misalnya: pertengahan femur dapat digerakan. Ini adalah bukti paling
penting adanya fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, bila
tidak ada fasilitas rontgen.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencocokkan benar tidaknya
penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang
menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja,
biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor
penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian
secara kuantitatif.
Berikut ini adalah jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang
anamnesis dan pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan rontgen. Untuk menentukan lokasi, luasnya, trauma, dan
jenis fraktur.
- Scan tulang, CT scan/MRI. Memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Arteriografi : jika dicurigai ada kerusakan vaskuler.
- Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
- Hitung darah lengkap. Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
d. Pemeriksaan tempat kerja : misalnya kelembaban, kebisingan, penerangan.
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja untuk memastikan adanya faktor penyebab
penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran
kuantitatif di tempat kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil
kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya
untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat berpengaruh
terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial), faktor cara kerja
yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses produksi,
ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri.
2. Pajanan yang dialami
Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari
anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan kerja.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan
yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Perlu diketahui
hubungan gejala dan waktu kerja, apakah keluhan ada hubungan dengan pekerjaan.
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Mencari tahu patofisiologi, bukti epidemiologis, cara atau proses kerja, lama kerja,
lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data, monitoring biologis.
5. Peranan faktor individu
Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga, serta
bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higiene perorangan.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) yang dapat menjadi faktor pemicu
penyakit yang diderita.
7. Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referensi atau bukti
ilmiah yang menunjukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.1
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Hubungan kerja
di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian muncul dua permasalahan:2
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke
dan dari tempat kerja. 2
Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke
dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan
kerja.
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena suatu sebab. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan
tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali.2
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya suatu
kecelakaan adalah :2
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan
terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian
peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja
2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu lebih
sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk
mengalami kecelakaan kerja.
3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan
peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Faktor (Two main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).
5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya
seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.
Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu kerugian material dan
fisik. Menurut Cecep Dani Sucipto (2014:86) kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja
antara lain adalah: 1) Kerugian bagi instansi Yang dimaksud dengan kerugian bagi instansi yaitu
diantaranya biaya pengangkutan korban kerumah sakit, biaya pengobatan, penguburan jika
sampai meninggal dunia, hilangnya waktu kerja korban dan rekan-rekannya yang menolong.
Sehingga dapat menghambat kelancaran program mencari pengganti atau melatih tenaga kerja
baru. 2) Kerugian bagi korban Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu
sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, hal ini dapat mengakibatkan
hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap putra-
putrinya. 3) Kerugian bagi negara Akibat dari kecelakaan maka biaya akan dibebankan sebagai
biaya produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan
merupakan pengaruh bagi harga di pasaran.
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori
mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:2,3
1. Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian .
Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan,
kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau
kerugian.
Teori Domino Heinrich oleh H.W. Heinrich, salah satu teori ternama yang menjelaskan
terjadinya kecelakaan kerja. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima
faktor yang saling berhubungan, yaitu: 1. Kondisi kerja Kondis kerja mencakup latar
belakang seseorang, seperti pengetahuan yang kurang atau mencakup sifat seseorang,
seperti keras kepala. 2. Kelalaian manusia Kelalaian manusia meliputi, motivasi rendah,
stres, konflik, masalah yang berkaitan dengan fisik pekerja, keahlian yang tidak sesuai,
dan lain-lain. 3. Tindakan tidak aman Tindakan tidak aman, seperti kecerobohan, tidak
mematuhi prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (ADP), tidak mematuhi
ramburambu di tempat kerja, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai
pekerjaan dengan resiko tinggi dan berbahaya. 4. Kecelakaan Kecelakaan kerja, seperti
terpeleset, luka bakar, tertimpa benda di tempat kerja terjadi karena adanya kontak
dengan sumber bahaya. 5. Dampak kerugian Dampak kerugian bisa berupa : Pekerja :
cedera, cacat, atau meninggal Pengusaha : biaya langsung dan tidak langsung;
Konsumen : ketersediaan produk; Kelima faktor ini layaknya kartu domino yang
diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga
kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan mirip dengan efek
domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan
memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain
3. Teori Gordon
Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak
dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya
kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan,
dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.2,3
4. Teori Reason
Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam
sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau
peraturan mengenai keselamatan kerja. 2,3
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di
bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala
penyebab utama akibat kesalahan manajemen.3
tindakan pencegahan kecelakaan dapat dilakukan diantaranya dengan program tri-E (program
triple E) yang terdiri dari: 1. Teknik (Engineering) adalah tindakan pertama yang melengkapi
semua perkakas dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards). 2. Pendidikan
(Education) adalah perlu memberikan memberikan pendidikan dan latihan kepada para pegawai
untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan
yang aman (safety) semaksimal mungkin. 3. Pelaksanaan (Enforcement) adalah tindakan
pelaksanaan, yang memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.
BPJS Ketenagakerjaan
Karyawan dikatakan sejahtera jika mendapatkan sesuai haknya salah satunya di ikutkan
dalam program atau kebijkan yang ada di dalam BPJS Ketenagakerjaan yaitu dengan
mendapatkan jaminan sosial berupa Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun, yang termuat dalam PP. No. 44 Tahun 2015,
PP. No. 45 Tahun 2015, PP. No. 60 Tahun 2015 dan PERMENAKER No. 19 Tahun 2015, untuk
perhitungan iuran BPJS Ketenagakerjaan sesuai Undang Undang yang berlaku dihitung
berdasarkan persentase dari upah keseluruhan sebulan yang diterima tenaga kerja. Pembagiannya
sendiri antara lain untuk JHT iuran diambil sebesar 3.70% sebagai tanggungan pengusaha dan
2.00% tanggungan tenaga kerja, JK hanya memungut iuran 0.30% menjadi tanggungan
pengusaha, JKK besarnya 0.24-1.74% (5 tarif) sebagai tanggungan pengusaha. Persentase
tersebut dihitung untuk upah kerja selama satu bulan yang terakhir, jika upah dibayar harian
maka sama dengan sehari, dikalikan 30. Lalu apabila upah dibayarkan secara borongan atau
satuan maka upah dihitung dari rata-rata 3 bulan terakhir.
Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS
Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana Undang-
undang Jaminan sosial Tenaga Kerja. sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT.
Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS
Kesehatan Pemeliharaan Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program
pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31
Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014
Program Jaminan Hari Tua (JHT) diselenggarakan dengan sistem Tabungan Hari Tua,
yang iurannya di tanggung pengusaha dan tenaga kerja, kemanfaatannya sesuai dengan iuran
terkumpul ditambah hasil pengembangannya. Untuk pembayarn preminya yaitu : Dengan jumlah
tanggungan seluruhnya : 5,7% dari upah. bentuk pengutipannya di bayarkan Pekerja 2% serta
3,7% untuk pemberi kerja.
Peserta Program Jaminan Pensiun adalah pekerja/karyawan yang terdaftar dan telah
membayar iuran, Program Jaminan Pensiun (JP) adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan
memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap
atau meninggal dunia. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan
kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap atau kepada ahli waris
bagi peserta yang meninggal dunia, kategori Pekerja Penerima Upah dan Bukan Penerima Upah
yang masuk dalam Program Jaminan Pensiun (JP) serta premi yang harus di bayarkan sesuai
kepesertaan di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan peserta merupakan pekerja yang bekerja
pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.
Gambar 1. BPJS Ketenagakerjaan
Tidakan Perusahaan
Berdasarkan program return to work menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 153 ayat (1) huruf (j) yang berisi, "pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan
kerja dengan alasan pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.” Selain itu, pengusaha juga wajib mempekerjakan
kembali pekerja yang bersangkutan.