PENDAHULUAN
1
terhadap produk-produknya, yang diharapkan akan dapat membentuk reputasi
bisnis yang meningkat atas penggunaan merek tersebut.
Upaya pemilik merek untuk mencegah pemakaian mereknya oleh pihak
lain merupakan hal yang sangat pentingdan sepatutnya dilindungi oleh hukum.
Berkaitan dengan perlindungan merek, perdagangan tidak akan berkembang
jika merek tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara.
Pembajakan atau pelanggaran-pelanggaran merek tentunya tidak hanya
merugikan para pengusahanya saja sebagai pemilik atau pemegang hak atas
merek tersebut, tetapi juga bagi para konsumen.
Disini Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai
“roh” dari suatu produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat
bernilai karena merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun
dengan segala keuletan termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat
digunakan sebagai jaminan mutu hasil produksinya. Merek Terdaftar, sering
disimbolkan dengan tanda. Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia
melakukan banyak revisi terhadap berbagai undang-undang di bidang Hak
Kekayaan Intelektual yang ada.
2
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui konsep hak merek.
1.3.2. Untuk memahami ruang lingkup hak merek.
1.3.3. Untuk mengetahui sumber hukum hak merek.
1.3.4. Untuk mengetahui hak moral dan fungsi sosial.
1.3.5. Untuk memahami konvensi internasional tentang hak merek.
1.3.6. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak merek.
1.3.7. Untuk mengetahui penegakan dan perlindungan hak merek.
3
BAB II
PEMBAHASAN
9
b) Merk Jasa :
Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. (Pasal 1
angka (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
c) Merk Kolektif :
Merk yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang dan/atau jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (4) Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
Sejarah Hak Merek dan Perkembangan Hukum Merek Di indonesia
Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin
berkembang dengan pesat setelah banyaknya orang yang melakukan
peniruan. Terlebih pula setelah dunia perdagangan semakin maju, serta alat
transportasi yang semakin baik, juga dengan dilakukannya promosi maka
wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi. Keadaan seperti itu
menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan asal usul barang
dan kualitasnya, juga menghindarkan peniruan. Pada gilirannya perluasan
pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan
hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan.
Perlindungan atas merek di Inggris pada perkembangan awalnya
adalah untuk melawan peniruan. Kasus mengenai merek yang pertama
diselesaikan di pengadilan Inggris adalah kasus Lord hardwicke L.C. in
Blanchard lawan Hill pada tahun 1742. Sedangkan peraturan merek yang
pertama dibuat ialah Merchandise Mark Act pada tahun 1862. Sebelumnya,
Inggris pada tahun 1857 telah mengadopsi sistem pendaftaraan merek dari
hukum Perancis.
Undang-Undang yang dikenal Merchandise Mark ini mendasarkan cara
perlindungannya dalam bentuk hukuman Pidana. Undang-Undang tersebut
kemudian dilengkapi dan diperbaharui pada tahun 1887. Selanjutnya, terus
diperbaharui dan terus berlaku sampai dibuatnya Undang-Undang baru yang
dikenal dengan The Trade Description Act tahun 1968. Inggris selain
10
memiliki Undang-Undang Merchendise Mark, juga mempunyai Undang-
Undang merk lainnya yaitu Trade Mark Registration Act 1875. Yang
diperbaharui pada Tahun 1876 dan tahun 1877 digabungkan kedalam
paten Design and Trademarks 1883. Selain itu, pada tahun 1938
dikeluarkan Trade Mark Act, yang pada tahun 1984 atas rekomendasi the
Mathys Departemental Committee, undang-undang itu diperbaharui dan
memasukan sistem pendaftaran merk jasa.
Berkembangnya perdagangan Internasional mengakibatkan adanya
kebutuhan untuk perlindungan merk secara Internasional pula. Tahun 1883
di Paris dibentuk sebuah konvensi mengenai hak milik perindustrian yang
kemudian menjadi tonggak sejarah mulainya perkembangan peraturan merk
secara Internasional. Sebagai konsekuensi dari kegiatan perdagangan
Internasional, dibutuhkan sekali peraturan merk yang luwes dan sederhana
sesuai dengan posisi merk yang merupakan bagian strategis dari
pemasaran. Pada tahun 1973 di Mina ditandatanganilah oleh Amerika
Serikat dan Inggris sebagai pemimpin Negara-Negara perjanjian Madrid
(Madrid Agreements), yaitu sebuah perjanjian Internasional yang dikenal
dengan Trademark Registration Treaty.
Indonesia mengenal Hak Merek pertama kali pada saat penjajahan
Belanda dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian,
yaitu Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 – 545 jo Stb.
1913 – 214. Sebelum tahun 1961, UU Merek Kolonial tahun 1912 tetap
berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam UUD
1945 dan UU RIS 1949 serta UU sementara 1950. Namun UU 1961
tersebut sebenarnya hanya merupakan ulangan dari UU sebelumnya.
Tahun 1992 UU Merek Baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1
april 1993 menggantikan UU Merek tahun 1961. Dengan adanya UU baru
tersebut surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur
pendaftaran merek pun dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi UU
Merek Indonesia turut serta meratifikasi perjanjian internasional merek
WIPO.
Tahun 1997 UU Merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan
pasal-pasal dari Perjanjian Internasional tentang aspek-aspek yang
dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs) –
11
GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi dan asal
geografis. UU tersebut juga mengubah ketentuan dalam UU sebelumnya
dimana penggguna merek pertama di indonesia berhak untuk mendaftarkan
merek tersebut sebagai merek.
Pada tahun 2001 UU merek baru diundangkan oleh pemerintah. UU
tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar sudah diatur dalam
UU terdahulu. Beberapa perubahan penting yang tercantum dalam
UU No.15 Tahun 2001 adalah penetapan sementara pengadilan perubahan
delik biasa menjadi delik aduan peran pengadilan niaga dalam memutuskan
sengketa merek kemungkinan menggunakan alternatif penyelesaian
sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat.
Syarat Sebuah Merek
Sebuah merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak berupa
adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing). Maksudnya
tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan
barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan
lainnya.
Dengan kata lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian
rupa, sehingga mempunyai cukup kekuataan untuk membedakan barang
hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan)
atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang
diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau
jasa yang diproduksi mejadi dapat dibedakan.
Menurut pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di
bawah ini :
a) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
b) Tidak memiliki daya pembeda.
c) Telah menjadi milik umum.
d) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftaran
Fungsi Merek
12
Dengan melihat arti kata merek dan objek yang dilindunginya, maka
merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi 1 (satu)
perusahaan dengan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang
sejenis. Dengan demikian merek adalah tanda pengenal asal barang dan
jasa, sekaligus mempunyai fungsi menghubungkan barang dan jasa yang
bersangkutan dengan prosedurnya, maka hal itu menggambarkan jaminan
kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya
tersebut sewaktu diperdagangkan.
Merek juga memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa
yang bersangkutan. Selanjutnya, merek juga berfungsi sebagai sarana
promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau
pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang
bersangkutan. Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan
industri dan perdagangan yang sehat, dan menguntungkan semua pihak.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Merek
Berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Merek bahwa, “Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum
untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan
jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang”.
Jangka waktu perlindungan ini dapat diperpanjang atas permohonan
pemilik merek, jangka waktu dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka
waktu yang sama. Dalam hal perpanjangan ini biasanya tidak dilakukan lagi
penelitian (examination) atas merek tersebut juga tidak dimungkinkan
adanya bantahan. Prosedur permohonan perpanjangan waktu, dilakukan
secara tertulis oleh pemilik atau kuasanya dalam jangka waktu tidak lebih
dari 12 (dua belas) bulan dan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.
Permohonan perpanjangan waktu ini dapat diterima, tetapi dapat juga
ditolak.
Strategi Merek / Merk (Brand Strategies)
Produsen, distributor atau pedagang pengecer dapat melakukan
strategi merek sebagai berikut di bawah ini :
1.Individual Branding / Merek Individu
13
Individual branding adalah memberi merek berbeda pada produk
baru seperti pada deterjen surf dan rinso dari unilever untuk membidik
segmen pasar yang berbeda seperti halnya pada wings yang
memproduksi deterjen merek so klin dan daia untuk segmen pasar yang
beda.
2.Family Branding / Merek Keluarga
Family branding adalah memberi merek yang sama pada beberapa
produk dengan alasan mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal
mesyarakat. Contoh famili branding yakni seperti merek gery yang
merupakan grup dari garudafood yang mengeluarkan banyak produk
berbeda dengan merek utama gery seperti gery saluut, gery soes, gery
toya toya, dan lain sebagainya. Contoh lain misalnya yaitu seperti motor
suzuki yang mengeluarkan varian motor suzuki smash, suzuki sky wave,
suzuki spin, suzuki thunder, suzuki arashi, suzuki shodun ,suzuki satria,
dan lain-lain.
Pengalihan Hak Atas Merek
Merek sebagai hak milik dapat dialihtangankan, baik melalui pewarisan,
hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian dalam bentuk akta notaris,
atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Pengalihan
hak merek dapat dilakukan kepada perorangan maupun kepada badan
hukum. Segala bentuk pengaliahan ini wajib didaftarkan untuk dicatat dalam
Daftar Umum Merek.
Selain melalui bentuk pengalihan merek, seseorang atau badan hukum
dapat menggunakan merek tertentu dengan melalui cara Lisensi Merek.
Ketentuan lisensi merek termuat di dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek, diantaranya yaitu:
1. Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek
tersebut untuk sebagai atau seluruh jenis barang atau jasa.
2. Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia ,
kecuali bila diperjanjikan lain untuk jangka waktu yang tidak lebih lama
dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
14
3. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat
Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan
perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak- pihak yang bersangkutan dan
terhadap pihak ketiga.
4. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada poin (c) dicatat oleh
Direktorat Jenderal dalam daftar Umum Merek dan diumumkan dalam
Berita Resmi Merek.
Pengolaan Administrasi Hak Merek
Administrasi merek mengurus masalah yang berkaitan dengan tatacara,
dan penatausahaan merek. Fungsinya melaksanakan undang-undang,
dengan menjalankan kehendak dan perintah undang-undang, secara nyata,
kasual, dan individual. Produknya berupa penetapan, pelayanan pada
masyarakat, penyelenggaraan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan nyata.
Sebagai pelaksana yang menajalankan administrasi (administrator) adalah
pemerintah yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan
Intelektual. Direktorat Jenderal akan bersikap melayani (service) dan
menangani (handling) orang-orang perorangan (individu) beserta kasus-
kasus merek mereka secara kasuistis. Bentuk dari pelayanan administrator
berupa melayani pendaftaran permohonan merek, pemeriksaan merek, dan
menetapkan merek, juga menjelankan sistem jaringan dokumentasi dan
pelayanan informasi merek yang berisfat nasional, yang mampu
menyediakan informasi tentang merek seluas mungkin kepada masyarakat.
Sistem Pendaftaran Merek
Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem
deklaratif dan sistem konstitutif. Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001
dalam pendaftarannya menganut sistem konstitutif, sama dengan Undang-
Undang Merek sebelumnya, yaitu UndangUndang No. 19 Tahun 1992 dan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997. Hal ini adalah perubahan yang
mendasar dalam Undang-Undang Merek Indonesia, yang semula menganut
sistem pendaftaran deklaratif (Undang-Undang No. 21 Tahun 1961).
Dalam sistem deklaratif menentukan bahwa si pemakai pertama yang
berhak atas merek. Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas
15
pemakaian pertama. Siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah
yang dianggap yang berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.
Berbeda dengan sistem deklaratif, pada sistem konstitutif, yang
mendaftarkan pertamalah yang berhak atas merek dan pihak dialah yang
secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Artinya, hak ekslusif atas
sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran (required by
registration).
Dimensi-dimensi Ekuitas Merk
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Sampai mana, nama merek mampu disebutkan oleh konsumen
atau kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak konsumen
ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu.Mencakup:
a. Pengenalan terhadap merek (brand recognition): mencerminkan
tingkat kesadaran yang dangkal.
b. Kemampuan mengingat merek (brand recall): mencerminkan
kesadaran yang lebih dalam.
Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:
1. Unaware of brand (tidak menyadari merek) Merupakan tingkat yang
paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen
tidak menyadari akan adanya suatu merek.
Ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
jauh konsumen aware terhadap sebuah brand antara lain:
a. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika
ditanya merek apa saja yang diingat.
b. Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek
tersebut termasuk dalam kategori tertentu.
c. Purchase yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu
merek ke dalam alternatif pilihan ketika akan membeli
produk/layanan.
d. Consumption yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu
merek ketika sedang menggunakan produk/layanan pesaing
2. Brand recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran
merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek
pada saat melakukan pembelian.
16
3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan
kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk
menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.
4. Top of mind (puncak pikiran) Apabila seseorang ditanya secara
langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat
menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak
disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran.
2. Citra merk (brand image)
Brand image merupakan bagian dari merk yang dapat di kenali
namun tidak dapat di ucapkan, seperti lambang, desain, huruf dan warna/
persepsi palanggan atas sebuah produk atau jasa yang di wakili oleh
merknya. Citra merk di kembangkan dari waktu ke waktu melalui
kampanye iklan dengan tema yang konsisiten dan di tanggapi melalui
pangalaman langsung konsumen.
Dapat di simpulkan bahwa brand image adalah seperangkat asosiasi
yang unik yang terbentuk dalam benak konsumen sebagai hasi persepsi
konsumen atas identitas sebuah merk. Jenis asosiasi mencakup:
a. Atribut
· Hal-hal yang berhubungan dengan produk: warna, ukuran, disain.
· Hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk: harga, kemasan,
pemakai, citra penggunaan.
b. Manfaat
Berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh konsumen dari
konsumsi merek. Maaka manfaat citra merk antara lain ialah:
a. Manfaat bagi konsumen: dengan citra yang positif terhadap suatu
merek, akan lebih memungkinkan konsumen untuk melakukan
pembelian terhadap merk tersebut
b. Manfaat bagi produsen: perusahaan akan dapat mengembangkan
lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk
terhadap merek produk lama.
3. Loyalitas Merek (Brand Loyalti)
Sikap senang terhadap produk yang direpresentasikan dalam bentuk
pembelian yang konsisten terhadap merek sepanjang waktu. Loyalitas
merek menjadi dasar untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan
17
konsumen pindah ke merek lain. Penciptaan dan peningkatan loyalitas
merek akan menghasilkan peningkatan nilai-nilai kepercayaan terhadap
merek.
Berkaitan dengan loyalitas merek, perlu dicermati adanya 5 kategori
pembeli:
a. Switcher/price buyer: pembeli yang berpindah-pindah, pada umumnya
berkaitan dengan faktor harga.
b. Habitual buyer: pembeli yang bersifat kebiasaan, tidak pernah
mengalami ketidakpuasaan dalam mengkonsumsi produk, biasanya
berkaitan dengan preferensi, budaya.
c. Satisfied buyer: pembeli yang puas dengan merek yang mereka
konsumsi, mempunyai pertimbangan yang lebih rasional ketika memilih
merek.
d. Likes the brand buyer: pembeli yang sungguh-sungguh menyukai
merek tertentu. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan
dengan pengalaman menggunakan merek itu dan juga merek lain
sebelumnya.
e. Commited buyer: pembeli setia/mempunyai komitmen, merupakan
tingkatan teratas dalam kategori pembeli dalam loyalitas merek.
Mereka bangga dalam menggunakan merek tertentu.
4. Perceived quality
Didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan
maksud yang diharapkan.
5. Brand association
Adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah
produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat
kekuatan. Keterikatan pada
suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak
pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
18
Mengenai tata cara perolehan hak merek sebagaimana diatur pada Pasal
7 UU Merek Tahun 2001, diberikan atas dasar permohonan pendaftaran
terhadap merek tersebut.
Menurut Pasal 28 UU Merek 2001 mangatur jangka waktu perlindungan
atas hak merek selama 10 tahun secara limitatif dengan waktu tertentu yang
terhitung sejak tanggal penerimaan.
Pengertian merek dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama,
kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-
unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu
dengan melakukan pendaftaran hak atas merek.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain.
Para pelaku usaha industri kreatif pasti sudah tak asing dengan kata
‘merek’, karena merek bisa ditemukan di berbagai tempat. Misalnya, benda-
benda sekitar kita, seperti handphone, laptop, bahkan hal kecil seperti
kemasan makanan dan minuman kita sehari-hari. Tidak hanya barang, merek
juga dapat ditemukan pada berbagai jenis jasa yang dapat ditawarkan
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Walaupun sering
bersinggungan dengan merek, tidak banyak masyarakat yang memahami
merek dan aspek-aspek yang terkait daripadanya. Sehubungan dengan hal
tersebut, artikel Klikonsul kali ini ditujukan untuk membahas aspek hukum
sebuah merek.
Secara sederhana, merek dapat dipahami sebagai identitas produk.
Dalam dunia usaha, merek merupakan hal yang sangat penting, karena sering
dikaitkan dengan citra, kualitas, atau reputasi suatu barang atau jasa tertentu.
Oleh karenanya, sebuah merek mempunyai nilai yang bisa jadi lebih berharga
disbanding nilai aset lainnya dalam suatu perusahaan. Di sisi lain, merek juga
19
dapat membantu konsumen dalam memilih barang atau jasa yang mereka
inginkan.
Menyadari arti penting sebuah merek dalam dunia usaha, pemerintah
Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek (“UU Merek”) sebagai dasar dan payung hukum bagi pengaturan terkait
dengan merek di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat 1 undang-undang tersebut,
merek didefinisikan sebagai gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Untuk
dapat mengklaim dan mendapatkan perlindungan serta manfaat dari sebuah
merek, pemilik merek harus mendaftarkan merek tersebut ke Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (“Dirjen HAKI”) yang berada di bawah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terkait dengan pendaftaran
tersebut, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari
Kementerian Hukum & HAM.
Salah satu hal utama yang harus diperhatikan saat mendaftarkan merek
adalah contoh rupa merek tersebut, termasuk detil warna yang digunakan pada
merek dan penjelasan mengenai untuk produk apa merek tersebut akan
digunakan, baik dalam bentuk maupun jasa (Pasal 7 dan Pasal 8 UU Merek).
Namun, ada beberapa keadaan yang membuat suatu merek tidak dapat
didaftarkan, yaitu:
a. merek yang permohonan diajukannya atas dasar itikad tidak baik (Pasal 4
UU Merek)
b. merek yang bertentangan dengan moral, perundang-undangan, dan
ketertiban umum (Pasal 5 huruf a UU Merek);
c. merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 huruf b UU Merek);
d. tanda-tanda yang telah menjadi milik umum, seperti tanda tengkorak dan
tulang bersilang yang sudah menjadi tanda umum untuk melambangkan
bahaya (Pasal 5 huruf c UU Merek); dan
e. merek yang semata-mata menyampaikan keterangan yang berhubungan
dengan barang atau jasa, atau bersifat deskriptif, seperti merek bertuliskan
‘air minum dalam kemasan’ yang menggambarkan perusahaan yang
20
memproduksi air minum yang dikemas dalam bentuk botol atau kotak (Pasal
5 huruf d UU Merek).
Selain itu, ada beberapa alasan yang juga memungkinkan suatu
permohonan pendaftaran merek dapat ditolak. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 UU Merek, permohonan pendaftaran merek harus ditolak jika merek
tersebut memiliki persamaan atau kemiripan sebagai berikut : persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar milik orang
lain dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa yang sama;
Menurut Pasal 40 ayat 1 UU Merek, pengalihan tersebut dapat dilakukan
dengan cara pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, atau hal-hal lain yang
diperbolehkan undang-undang.
Merk Yang Tidak Dapat Didaftarkan & Ditolak
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yakni :
1. Merek yang didaftarkan atas dasar Itikad Tidak Baik. (Pasal 4 Undang-
undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
2. Merek yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum; Tidak memiliki daya
pembeda; Telah menjadi milik umum; Merupakan keterangan yang
berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
(Pasal 5 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
3. Memiliki persamaan pada pokoknya/keseluruhan dengan merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa
yang sejenis, Merk yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis, dan indikasi geografis yang sudah dikenal.
(Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
4. Merek yang menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain; Tiruan atau menyerupai nama atau
singkatan sinkatan nama, bendera, lambing atau symbol atau emblem
Negara atau lembaga nasional maupun internasional; Tiruan atau
menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
Negara atau lembaga pemerintahan. (Pasal 6 ayat (3) Undang-undang
No. 15 tahun 2001 tentang Merk)
Perlindungan Hukum bagi Pemegang Merk Terkenal
21
Menurut Sudikno Mertokusumo memberikan gambaran terhadap
pengertian Perlindungan hukum , yaitu segala upaya yang dilakukan untuk
menjamin adanya kepastian hukum yang didasarkan pada keseluruhan
peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama.
Keseluruhan peraturan itu dapat dilihat baik dari Undang-Undang maupun
Ratifikasi Konvensi Internasional.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beranggapan bahwa
perlindungan hak kekayaan intelektual khususnya terhadap Merk Terkenal
bersifat preventif dan repressif.
Perlindungan secara preventif dititkberatkan pada upaya untuk
mencegah agar merk terkenal tidak dapat dipakai oleh orang lain secara
salah. Upaya itu dapat berupa :
1. Penolakan pendaftaran oleh kantor Merk
2. Pembatalan Merk terdaftar yang melanggar hak merk orang lain. Akibat
kesalahan pendaftaran yang dilakukan oleh petugas kantor merk, suatu
merk yang seharusnya tidak dapat didaftar tetapi akhirnya didaftar dalam
daftar umum merk(DUM) yang mengesahkan merk tersebut. Padahal
merk tersebut jelas-jelas melanggar merk orang lain, karena berbagai hal
antara lain mirip atau sama dengan merk lain yang telah terdaftar
sebelumnya.
Perlindungan secara Represif dititikberatkan pada pemberian hukuman
kepada barang siapa yang telah melakukan kejahatan dan pelanggaran
merk sebagaimana diatur dalam pasal 90, 91, 94 Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merk.
25
g) Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum yang telah dilegalisir, jika
Pemohon adalah Badan Hukum;
h) Fotokopi NPWP Badan Hukum, jika Pemohon adalah Badan Hukum; dan
i) Fotokopi KTP/Identitas orang yang bertindak atas nama Pemohon Badan
Hukum untuk menandatangani Surat Pernyataan dan Surat Kuasa.
27
dipidanadengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Pasal 91 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu
bahwa, “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain
untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).”
Sedangkan Pasal 92 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang
merek yaitu bahwa,
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda
yang sama pada keseluruhan dengan indikasigeografis milik pihak lain
untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda
yang sama pada pokoknya dengan indikasigeografis (3) milik pihak
lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang
terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah). (4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang
yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang
menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang
yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasigeografis,
diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
Selanjutnya Pasal 93 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang
merek yaitu bahwa, “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada
barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan
masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
28
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Indonesia mengenal Hak Merek pertama kali pada saat penjajahan Belanda
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian,
yaitu Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 – 545 jo Stb. 1913
– 214. Kemudian Tahun 1992 UU Merek Baru diundangkan dan berlaku
mulai tanggal 1 april 1993 menggantikan UU Merek tahun 1961. Tahun 1997
UU Merek tahun 1992 diubah dan Pada tahun 2001 UU merek baru
diundangkan oleh pemerintah. UU tersebut berisi tentang berbagai hal yang
sebagian besar sudah diatur dalam UU terdahulu.
Ruang lingkup merek dan hak merek itu mencakup atas pengertian merek
yang mana telah dijelaskan di dalam Undang-Undang Merek tahun 2001
bahwa, merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Serta syarat dari merek itu sendiri, yang
mana menurut pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur
di bawah ini:
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Tidak memiliki daya pembeda.
3. Telah menjadi milik umum.
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftaran.
Kemudian jenis merek yang dibagi atas 2 bagian, yaitu merek dagang dan
merek jasa. Lalu fungsi merek itu sendiri yang digunakan untuk membedakan
barang atau produksi 1 (satu) perusahaan dengan barang atau jasa produksi
perusahaan lain yang sejenis. Dan Berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-
29
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Merek bahwa, “Merek terdaftar
mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak
Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Serta pengalihan hak atas merek yang dapat dilakukan melalui pewarisan,
hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian dalam bentuk akta notaris,
atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
Secara umum proses pendaftaran merek dapat dibagi menjadi 2 yaitu
proses pengajuan merek oleh pemohon dan proses verifikasi oleh Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual.
Dan di dalam perlindungan atas hak merek, setiap undang-undang
yang mengatur merek maka pasti ditetapkan hak merek orang lain, ketentuan
yang mengatur dapat bersifat pidana, perdata maupun administrasi, bahkan
bisa pula tindakan pencegahan lain yang bersifat non yuridis.
3.2. SARAN
Untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang
merek dagang terkenal asing diperlukan kerjasama yang harmonis antara
pemerintah dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang
memadai, aparat pemeriksa merek (Dirjen HaKI), aparat penegak hukum,
masyarakat luas dengan informasi adanya pelanggaran merek serta
pengusaha yang akan menggunakan suatu merek tertentu bagi produknya.
Penyebarluasan pemahaman tentang pentingnya perlindungan
hukum bagi pemegang merek dagang terkenal asing dalam kelancaran
pembangunan, khususnya Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
internasional masih memerlukan investor asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Hal itu akan memperbaiki citra bahwa kepastian dan
penegakan hukum di Indonesia telah berjalan dengan baik. Dengan kata lain
di Indonesia ada jaminan kepastian hukum yang mengatur dan sekaligus
memberikan sanksi bagi para pelaku pelanggaran merek khususnya merek
terkenal asing.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://arrrniti.blogspot.com/2017/01/makalah-hak-perlindungan-atas-merek.html
https://wajib1969.files.wordpress.com/2013/10/makalah-hak-merk.pdf
31