Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan pembedaan antara
hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan dalam ranah
intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai
(value). Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari
apa yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya.
Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang dibawa sejak lahir anak mengolah data
bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak- anak
akhirnya mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang
diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segera masuk ke dalam
lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-
proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia
memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini
perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran
(Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
Pembelajaran Bahasa
1. Berfokus pada bentuk-bentuk
bahasa
2. Keberhasilan didasarkan pada
penguasaan
bentuk-bentuk
bahasa
3. Pembelajaran ditekankan pada
tipe-tipe bentuk dan struktur
Pemerolehan Bahasa
1. Berfokus pada komunikasi penuh
makna
2. Keberhasilan
didasarkan pada
penggunaan
bahasa
untuk
melaksanakan sesuatu
3. Materi ditekankan pada ide dan minat anak aktivitas berpusat pada anak
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi
dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan
bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah
memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi
komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik ditambahkan, bahwa
pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif
yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa
yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai
bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori
kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang,
modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan
bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam
pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting
yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi
(notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan
bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Selain aspek kognitif anak, pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubungan yang
erat dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan
pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan
menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak
mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar- benar dapat diterima secara
sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai
budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1),
seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk
mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap
ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya,
ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses
yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud
adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang
berlainan.Kompetens i adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa.
Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-
kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-
kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh
bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh
bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243- 244) menyebutkan
bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya
dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik
yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di
samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah
mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
3. Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini
anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain
memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut
dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal
itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna
dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau
dikerjakan.
4. Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip
operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri
oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakan dalamavoidance
terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.ucedim itation.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1 diperolehnya
dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang
dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam
berbagai bahasa di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap-tahap pemerolehan bahasa pada
aspek tahapanlinguis tik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan(babbling);
(2) tahap satu kata(holofr as tis ); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic
speech).
a. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan
kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar.
Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk
berkomunikasi.
b. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar
bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya.
Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan
bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses
yang amat kuat pada orang dewasa.
a. Pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak
penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara
terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Per tam a, pemerolehan bahasa kedua
yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi
bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang
guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Kedua, pemerolehan bahasa
kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap
individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut
komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari,
dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti berikut ini.
a. Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran
bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan
Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan
serta menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang
amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.
b. gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada
dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah
kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat
(misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti
mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik
vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
c. anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian
menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup
suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa
sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara
proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti
terima kasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama
sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak
bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa yang dipakai
untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul,
bersosialisasi.
d. amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik
diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak
selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling
berhubungan.
e. ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan,
anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka.
Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola
yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor. Pertama, faktor
motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi yang kuat, akan memperoleh hasil yang
lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau
tujuan yang menggerakkan seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasal dalam diri individu,
yang dapat digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasi instrumen. Motivasi integratif
berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasi dengan penutur, sedangkan motivasi
instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan informal. Lingkungan
formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa, artifisial, bagian dari
pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kaidah (Krashen, 2002).
Lingkungan informal adalah lingkungan alami dan natural yang memungkinkan anak
berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal, terutama
teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam
proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat membantu anak
menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media
yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang untuk mahir
belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan & Paivio, 1981).
Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan
berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995)
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan secara natural
memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang
disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah secara relatif cepat, meskipun mungkin
mereka tidak dapat mengeskpresikan penguasaannya dalam komunikasi yang natural (Ellis,
1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan
dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya.
Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudah terjadi, sebagaimana banyak
ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh,
2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat dan
bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat kecerdasan anak mempengaruhi
kecepatan pemerolehan bahasa keduanya. Menurut Lambert, anak-anak bilingual memiliki
performansi yang secara signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes
inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981:154).
Telah dipaparkan sebelumnya mengenai beberapa konsep dasar serta strategi dalam
pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pembelajaran bahasa kedua (B2). Ada tiga macam
pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses
penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh
isi sangat lemah (kecil).
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dalam Sofa (2008) bahwa bahasa
pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 %
dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa
pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa.
Mayoritas kesalahan- kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam
morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan. Anak-
anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap
awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur mereka bersandar pada sistem
bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang.
Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada bahasa kedua jika pelajar diharapkan
menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang cukup memadai terhadap
bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada struktur- struktur bahasa pertama, baik dalam
upaya komunikasi maupun terjemahan. Pengaruh bahasa pertama juga merupakan fakta dalam
interaksi yang terjadi antara bahasawan bahasa pertama dan bahasa kedua.
Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata kompleks dan dalam
terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa pertama lebih lemah dalam morfem
terikat. Pengaruh bahasa pertama paling kuat atau besar dalam lingkungan-lingkungan
pemerolehan yang rendah.
Pengaruh bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan atau rintangan proaktif, melainkan
akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia mempelajari
perilaku baru itu. Pengobatan atau penyembuhan bagi interferensi hanyalah penyembuhan bagi
ketidaktahuan belajar. Bahasa pertama dapat merupakan pengganti bahasa kedua yang telah
diperoleh sebagai suatu inisiator atau pemrakarsa ucapan apabila pelajar bahasa kedua harus
menghasilkannya dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup kemampuan bahasa kedua yang telah
diperolehnya. Pengaruh bahasa pertama merupakan petunjuk bagi pemerolehan yang rendah.
Anak-anak mungkin membangun atau membentuk kompetensi yang diperoleh melalui masukan.
Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan akan menguntungkan bagi anak-anak dan orang
dewasa menelaah bahasa kedua dalam latar-latar formal.
Pengaruh bahasa pertama dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak alamiah. Seseorang dapat
saja menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa kedua tanpa suatu pemerolehan. Jika bahasa
kedua berbeda dengan bahasa pertama, model monitor dapat dipakai dengan menambahkan
beberapa morfologi dan melakukannya dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki susunan kata.
Pemerolehan bahasa mungkin pelan-pelan, tetapi dalam jangka panjang akan lebih bermanfaat
kalau bahasa dipergunakan untuk maksud dan tujuan komunikasi.
Daftar Pustaka
Ellis, Rod, ed. 1987. Second Language Acquisition in Context. London: Prentice Hall
International Ltd (UK).
Krashen, Stephen D. 2002. Second Language Acquisition and Second Language
Learning. California : Pergamon Press
Lambert, Wallace E. 1972. Language, Psychology, and Culture. California : Stanford
University Press.
Safriandi. 2008. Pemerolehan Bahasa Pertama . Dtanggal 14 April 2009 pada
http://nahulinguistik.wordpress.com/2009/04/14/pemerolehan-bahasa-pertama/.
HAKIKAT, PERMASALAHAN, DAN TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA
PERTAMA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikolinguistik dan juga menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat dan peranan penting dalam pembentukan
kepribadian kita sebagai mahasiswa yang cinta tanah air dan berbudi luhur. Penulis sadar bahwa
sebagai manusia biasa pasti punya kesalahan. Oleh sebab itu saya berharap sekali akan kritik dan
saran dari para pembaca demi perbaikan makalah di masa yang akan datang.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak ysng telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi segenap pembaca, terima
kasih.
Penulis
PEMBAHASAN
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa seperti
Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak sebagai berikut :
Tahap 1: Mendengkur, tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi
yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban, tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap
meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara
serentak.
Tahap 3: Pola intonasi, anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip
dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap 4: Tuturan satu kata, pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai
mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata meliputi
nama orang, binatang, dan lain-lain.
Tahap 5: Tuturan dua kata, umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai
beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6: Infleksi kata, kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam
bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-
bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar, anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata
tanya seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal
bentuk ingkar.
Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks, anak sudah mulai berusaha menafsirkan
meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur
yang rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.
Tahap 9: Tuturan yang matang, pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat
seperti orang dewasa.
a. Perkembangan Produksi Bahasa
Perkembangan produksi bahasa antara lain :
1. Pemerolehan dalam bidang fonologi
Perkembangan fonologi meliputi bidang fonetik, fonemik dan fonotaktik. Roman Jakobson,
seorang linguis besar dan terkemuka mengemukakan bahwasanya bahwa bahasa anak di seluruh
dunia mengembangkan suatu sistem yang sama, fonemik yang sama. Ia menyatakan bahwa anak-
anak mengembangkan satu sistem fonemik yang umum terdapat dalam semua bahasa di dunia
dan baru ke dalam bahasa ibu atau bahasa warisannya.
Beberapa kaidah yang dikemukakan oleh Jakobson antara lain:
Konsonan /p,m,t/ adalah tiga konsonan yang diperoleh pertama kali oleh anak-anak dan
ketiganya hampir terdapat dalam semua proses berbahasa.
Fonem pertama yang dikuasai oleh anak-anak adalah fonem-fonem yang secara artikulatoris
dapat dengan mudah dibedakan dan dipertentangkan.
Vokal pertama yang dikuasai oleh anak-anak adalah vocal /a/. Selanjutnya vocal /a/ tersebut
akan pecah menjadi vocal /i/ dan pecah lagi menjadi /u/.
Konsonan /p/ akan segera dipertentangkan dengan konsonan bilabial nasal /m/. Kemudian
konsonan /p/ juga akan dipertentangkan lagi dengan konsonan /t/.
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum
dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum
dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi
nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2. Pemerolehan dalam bidang morfologi dan sintaksis
Kita mengetahui bahwa aspek morfologi dalam berbagai bahasa tidak sama. Bahasa Inggris
misalnya mengenal modifikasi yang berhubungan dengan kata, jumlah, kasus, orang, yang
berbeda dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Pada aspek ini,
anak-anak mula-mula belajar dengan cara meniru. Bagi anak-anak Inggris atau yang orang
tuanya tahu lalu berbahasa Inggris, kita akan selalu mendengar kata bantu to be, to do, to have,
dan modifikasi kata kerja. Sampai umur 3 tahun anak mencoba terus yang tentunya mendapat
pengukuhan orang di sekelilingnya.
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi
gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini
karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki
bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat
yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem,
dan melalui penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk
membentuk kalimat.
3. Pemerolehan tata bahasa pada anak.
Pada tahun 1963 Martin Braine, Universitas California di Santa Barbara, mendapati dalam
penelitiannya bahwa urutan dua kata yang dipakai anak ternyata mengikuti aturan tertentu. Kata-
kata tertentu selalu berada pada tempat tertentu pula dan ada kata-kata yang tidak pernah muncul
sendirian. Ketiga anak yang dia selidiki tampaknya membagi kata-kata mereka menjadi dua
kelompok:
a. Kata-kata yang sering muncul, yang tidak pernah sendirian, dan muncul pada posisi tertentu.
b. Kata-kata yang jumlahnya lebih besar, yang munculnya tidak sesering seperti yang ada pada
(a), posisinya juga dimana saja dan bias muncul sendirian.
b. Perkembangan Keterampilan Berbicara
Perkembangan keterampilan berbicara antara lain :
1. Hubungan produksi, komprehensi, dan pemikiran
Manusia, baik anak maupun dewasa mempunyai dua tingkat kemampuan yang berbeda dalam
berbahasa. Sebagai orang dewasa, kita menyadari bahwa jumlah kosakata yang kita pakai secara
aktif adalah lebih rendah daripada kata-kata yang dapat kita mengerti. Begitu juga anak,
dimanapun juga kemampuan anak untuk memahami apa yang dikatakan orang jauh lebih cepat
dan jauh lebih baik daripada produksinya. Sebagian peneliti mengatakan bahwa kemampuan
anak dalam komprehensi adalah lima kali lipat dibandingkan dengan produksinya (Benedict
1979 dalam Fletcher dan Garman 1981:6). Sementara itu Fenson dkk (dalam Barret 1995:363)
mengatakan bahwa pada saat anak dapat memproduksi 10 kata, komprehensinya adalah 110
kata; jadi 11 kali lipat daripada produksinya.
Ketidak-seimbangan antara komprehensi dengan produksi ini tampak pada perilaku bahasa
sehari-hari si anak. Dia telah akan bias memahami perintah untuk menaruh bungkus makanan ke
tempat sampah, misalnya meskipun dia belum dapat mengucapkan satu kata pun dengan baik.
Dia akan menangis kalau dimarahi ibu atau ayahnya: dia akan dating kalau dipanggil; dst.
2. Bahasa sang ibu dan ujaran sang bayi.
Bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan
anak yang sedang dalam proses memperoleh bahasa ibunya. Bahasa seorang anak umur 15
tahun, waktu bicara dengan adiknya yang berumur 2 tahun adalah juga bahasa sang ibu.
Bahasa sang ibu mempunyai ciri-ciri khusus:
a. kalimatnya umumnya pendek-pendek
b. nada suaranya biasanya tinggi
c. intonasinya agak berlebihan
d. laju ujaran agak lambat
e. banyak redundansi (pengulangan)
f. banyak memakai kata sapaan (Moskowitz 1981; Pine 1994:15; Barton dan Tomasello
1994:109)
Ciri-ciri ini makin lama makin berkurang sesuai dengan perkembangan anak. Dalam hal ujaran,
misalnya, kecepatan ujaran orang dewasa pada anak adalah 50% dari kecepatan waktu bicara
dengan orang dewasa yang lain. Prosentase pada anak ini naik secara gradual. Intonasi orang
dewasa juga makin lama akan kurang berlebihan; demikian juga nada suaranya tidak lagi tinggi
terus, dst.
Menurut Chomsky bahasa sang ibu itu “amburadul” (degenerate), artinya bahasa yang kita pakai
tidak selamanya apik. Akan tetapi, dari input yang tidak apik ini anak dapat menyaringnya
menjadi system yang apik. Kualitas input ini menjadi bahan yang controversial. Orang-orang
seperti Gleitman (1977) dan Snow (1997) menemukan dalam penelitian mereka bahwa bahasa
sang ibu itu ternyata tidak sejelek seperti yang dinyatakan Chomsky.
DAFTAR PUSTAKA