Anda di halaman 1dari 15

ALBACORE ISSN 2549-1326

Volume I, No 1, Februari 2017


Hal 111-125

KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA DI PERAIRAN SENDANGBIRU


KABUPATEN MALANG

Sustainability of Tuna Fisheries in Sendangbiru Malang District

Oleh:
Made Mahendra Jaya *, Budy Wiryawan2, dan Domu Simbolon2
1

1Mahasiswa Program Pascasarjana Departemen PSP FPIK IPB


2Departemen PSP FPIK IPB

*Korespondensi: mademahendrajaya@gmail.com

ABSTRAK
Ikan tuna memiliki nilai ekonomis penting dan tersebar hampir di seluruh wilayah di perairan
Indonesia. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya tuna telah memberikan kontribusi yang besar bagi sektor
perikanan di Indonesia. Kebutuhan dan tingginya permintaan pasar terhadap ikan tuna menyebabkan
intensitas penangkapan ikan ini semakin meningkat. Peningkatan intensitas penangkapan ikan tuna
terjadi di seluruh wilayah perairan Indonesia. Tingginya intensitas penangkapan ikan tuna khususnya
di daerah Selatan Jawa dikhawatirkan akan mengancam kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya ikan tuna. Daerah Sendangbiru di Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah
penghasil tuna terbesar di Jawa Timur. Peningkatan intensitas penangkapan ikan tuna di daerah ini
juga terjadi setiap tahunnya. Analisis keberlanjutan dari kegiatan perikanan tuna sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui keadaan terkini dari perikanan tuna di daerah Sendangbiru. Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan tingkat keberlanjutan dari masing-masing domain atau aspek yang
ada di dalam EAFM dan menentukan tingkat keberlanjutan kegiatan perikanan tuna di perairan
Sendangbiru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan berbasis
ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management / EAFM). Hasil dari penelitian ini
menunjukan aspek yang memiliki tingkat keberlanjutan sangat baik meliputi aspek teknik
penangkapan ikan, ekonomi dan kelembagaan, sedangkan domain/aspek yang memiliki tingkat
keberlanjutan sedang meliputi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem perairan dan sosial. Tingkat
keberlanjutan kegiatan perikanan tuna di daerah Sendangbiru tergolong baik. Perolehan nilai dari
analisis komposit dari setiap domain dalam indikator EAFM sebesar 80.28.

Kata kunci: keberlanjutan, perikanan tuna, EAFM

ABSTRACT
Tuna has an important economic value and it spread to almost all regions in Indonesian water.
Tuna resource utilization activity has made a great contribution for fisheries sector in Indonesia. High
market demand and needs for tuna lead the increasing of tuna fishing intensity. It occurred in all
Indonesian water. High intensity of tuna fishing especially in the Southern regions of Java is feared to
threaten the preservation and sustainable of tuna resource. Sendangbiru region in Malang district is
one of the largest tuna producer in East Java. The increasing of the tuna fishing intensity in this area
also occur annually. The sustainability analysis of tuna fishing activity is very necessary to know the
current state of the tuna fisheries in this area. This reaserch aims to determine the level of sustainability
of each domain in EAFM and to determining the sustainability level of tuna fishing activities. The
methods used in this study are ecosystem approach (Ecosystem Approach to Fisheries Management /
EAFM). The result of this study showed the aspects that have a very good level og sustainability are
fishing techniques, economic and institution, and which have a moderate level are fish resources,
112 ALBACORE I (1), Februari 2017

habitat and social. The sustainability level of tuna fishing activities in Sendangbiru is good. This result
was obtained by using EAFM. The acquisition value of composite analysis from each domain in EAFM
indicators amounted to 80.28.

Keywords: sustainability, tuna fisheries, EAFM


Berdasarkan ketiga dimensi tersebut,
PENDAHULUAN kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat cenderung lebih
Sumberdaya ikan tuna memiliki nilai
besar dibandingan dua dimensi lainnya dan
ekonomis penting dan tersebar hampir di
belum mempertimbangkan keseimbangan
seluruh wilayah di perairan Indonesia. Nilai
ketiganya. Pendekatan yang dilakukan masih
ekonomis yang dimiliki ikan tuna men-
parsial dan belum terintegrasi dalam sebuah
jadikannya sebagai salah satu komuditi utama
batasan ekosistem yang menjadi wadah dari
dari subsektor perikanan nasional baik untuk
sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan.
konsumsi maupun komoditi ekspor.
Oleh karenanya pendekatan terintegrasi
Meningkatnya permintaan pasar terhadap
melalui pendekatan ekosistem terhadap
produk dari ikan tuna menjadi peluang bagi
pengelolaan perikanan menjadi sangat penting.
perikanan Indonesia. Menurut Sumadhiharga
Salah satu metode pendekatan pengelolaan
(2009) perikanan tuna memberikan kontribusi
perikanan adalah dengan menggunakan
yang cukup besar bagi perekonomian bangsa
pendekatan EAFM (Ecosystem Approach to
Indonesia, khususnya dalam hal perolehan
Fisheries Management). Penilian terhadap
devisa negara dan masih mempunyai peluang
indikator-indikator yang terdapat pada EAFM
untuk terus dikembangkan. Semakin
diharapkan dapat menjadi mekanisme
meningkatnya permintaan pasar terhadap ikan
penilaian pengelolaan perikanan pada suatu
tuna maka tekanan terhadap penangkapan ikan
wilayah. Adapun indikator yang menjadi dasar
tuna akan semakin meningkat. Tingginya
penilaian keberlanjutan terhadap suatu
tekanan terhadap perikanan tuna di-
pengelolaan perikanan meliputi 6 aspek yakni
khawatirkan akan mengganggu sumberdaya
sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem
ikan tuna itu sendiri. Diperlukan suatu
perairan, teknik penangkapan ikan, sosial,
pengelolaan perikanan tuna untuk menjamin
ekonomi, dan kelembagaan.
keberlanjutan perikanan tuna. Tanpa adanya
pengelolaan yang baik akan dikhawatirkan Daerah Sendangbiru di Kabupaten
terjadinya penurunan sumberdaya ikan tuna Malang merupakan salah satu daerah penghasil
dan mengancam kelestarian perikanan tuna di tuna terbesar di Jawa Timur. Daerah yang
Indonesia. terletak di selatan Kabupaten Malang ini
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia
Pengelolaan kegiatan perikanan
sehingga memungkinkan perairan di se-
merupakan suatu kewajiban agar tercapai
kitarnya memiliki keanekaragaman jenis ikan
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
pelagis yang banyak. Ikan tuna merupakan
Diharapkan semua wilayah perairan Indonesia
salah satu komuditi unggulan dan merupakan
dapat mengatur pengelolaan perikanan
jenis ikan yang banyak ditangkap oleh nelayan
berbasis kepada kelestarian dan pemanfaatan
di Sendangbiru. Dalam perkembangannya,
yang bijak. Dampak jangka panjangnya,
penggunaan rumpon banyak digunakan oleh
sumberdaya ikan tersebut dapat dapat terus
nelayan pancing ulur untuk menangkap ikan
dimanfaatkan. Menurut Charles (2001) pe-
tuna. Penggunaan rumpon terbukti efektif
ngelolaan sistem perikanan tidak dapat
membantu nelayan untuk meningkatkan
dilepaskan dari 3 dimensi yakni (1) dimensi
jumlah hasil tangkapan tuna. Peningkatan
sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; (2)
jumlah hasil tangkapan tuna dengan
dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan
menggunakan rumpon juga terjadi di PPN
untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat;
Prigi (Ross et al. 2012). Menurut Nurani (2008)
dan (3) dimensi kebijakan perikanan.
ikan tuna hasil tangkapan menggunakan
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 113

pancing tonda memiliki ururan yang belum menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner).
layak tangkap. Hal ini dikhawatirkan akan Menurut Salganik (2007) ukuran sampel yang
berdampak pada kelestarian sumberdaya ikan dapat digunakan dalam menggunakan teknik
tuna.Penelitian ini bertujuan untuk me- ini yakni: (1) besar, dengan jumlah sampel
nentukan tingkat keberlanjutan dari masing- lebih dari 30, (2) sedang, dengan jumlah sampel
masing domain atau aspek yang ada di dalam antara 10-30. Pada penelitian yang dilakukan
EAFM dan menentukan tingkat keberlanjutan jumlah sampel yang akan digunakan adalah 30.
kegiatan perikanan tuna di daerah Dari 30 sampel tersebut akan dibagi lagi ke
Sendangbiru, Kabupaten Malang. dalam masing-masing responden. Responden
tersebut meliputi kelompok nelayan, Dinas
Perikanan dan Kelautan, pihak pengelola
METODOLOGI
pelabuhan dan stakeholder yang ada, yang
Waktu dan Tempat Penelitian jumlahnya disesuaikan dengan keputuhan
peneliti. Pengumpulan data sekunder
Penelitian dilakukan di Pelabuhan
diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan,
Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Dusun
penelitian sebelumnya, pihak pengelola Pe-
Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan
labuhan Pondokdadap. Data yang di-
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang,
kumpulkan meliputi logbook perikanan yang
Provinsi Jawa Timur pada bulan Agustus-
terdapat di pelabuhan Pondokdadap, data
September 2016.
produksi, dan data jumlah armada perikanan
Metode Pengumpulan Data dan data lainnya yang dapat menunjang
penelitian ini.
Pada penelitian ini jenis data yang
digunakan adalah data primer dan data Analisis Data
sekunder. Data primer yang digunakan dalam
Analisis terhadap tingkat keberlanjutan
penelitian ini meliputi 6 domain (aspek) yakni
kegiatan perikanan tuna di perairan
sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem
Sendangbiru dilakukan menggunakan
perairan, teknik penangkapan ikan, sosial,
pendekatan EAFM (ecosystem approach to
ekonomi kelembagaan. Masing-masing
fisheries management). EAFM merupakan
domain/aspek memiliki indikator-indikator
sebuah konsep bagaimana untuk me-
tersendiri yang digunakan untuk membantu
nyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi
menilai tingkat keberlanjutan dari masing-
dalam pengelolaan perikanan, dengan tetap
masing domain. Data primer diperoleh dengan
mempertimbangkan pengetahuan, informasi
melakukan survey, observasi langsung dan
dan ketidakpastian tentang komponen biotik,
melalui wawancara. Responden yang dipilih
abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem
ditentukan dengan menggunakan teknik
perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan
snowball sampling. Snowball sampling adalah
yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan
suatu pendekatan untuk menemukan
(FAO 2003). Terdapat beberapa prinsip yang
informan-informan (responden) kunci yang
diperhatikan dalam penerapan pendekatan
memiliki banyak informasi terkait dengan
ekosistem dalam pengelolaan perikanan
penelitian yang dilakukan (Salganik 2007).
(EAFM), yakni: (1) kegiatan perikanan harus
Pendekatan ini menggunakan, beberapa
dikelola pada batas yang memberikan dampak
responden yang potensial dihubungi dan
yang dapat atau masih bisa ditoleransi oleh
ditanya apakah mereka mengetahui orang lain
ekosistem di suatu daerah/perairan, (2)
(responden lain) dengan kriteria yang sudah
interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan
ditentukan untuk keperluan penelitian.
ekosistemnya harus dijaga, (3) perangkat
Kontak awal akan sangat membantu
pengelolaan harus sesuai untuk semua
mendapatkan responden lainnya melalui
distribusi sumberdaya ikan, (4) prinsip kehati-
rekomendasi. Teknik ini didukung juga dengan
hatian dalam pengambilan keputusan dalam
teknik wawancara dan survey lapangan.
pengelolaan perikanan, (5) tata kelola
Wawancara dilakukan secara terstruktur
perikanan mencakup kepentingan sistem
114 ALBACORE I (1), Februari 2017

ekologi dan sistem manusia (FAO 2003). 4. Mengkaji keragaan masing-masing


Pengelolaan perikanan melalui pendekatan indikator yang diuji
EAFM sesungguhnya memfokuskan pada 5. Menentukan nilai skor untuk setiap
keterkaitan antara target spesies dengan indikator dengan menggunakan skor
ekosistem perairan dan segenap unsur terkait Likert (berbasis ordinal 1, 2, 3) sesuai
di dalamnya. Keterkaitannya tidak hanya dengan keragaan masing-masing
dalam perspektif ekologi tapi juga antara sistem indikator. Nilai 1 merupakan skor
ekologis dengan sistem sosial sebagai unsur terendah yang menandakan keadaan
utama dari pengelolaan perikanan. yang jelek (merah), dan nilai 3
merupakan skor tertinggi yang
Penilaian indikator-indikator yang ada
menandakan keadaan yang bagus
didalam EAFM merupakan sebuah sistem
(hijau). Pemberian skor dan warna
multikreteria yang berujung pada indeks
dapat dilihat pada Tabel 1. Dari proses
komposit terkait dengan tingkat pencapaian
pemberian skor tersebut kita bisa
sebuah pengelolaan perikanan sesuai dengan
mengetahui indikator-indikator mana
prinsip EAFM. Pendekatan komposit yang
yang berada dalam kondisi bagus
akan dipakai adalah pendekatan komposit
ataupun jelek.
sederhanadengan menggunakan pendekatan
MCA (multi criteria analysis) yang mana Tabel 1 Nilai skor indikator
sebuah set kreteria dibangun sebagai basis bagi
analisis keragaan wilayah pengelolaan Skor Indikator Deskripsi
perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem
1 Jelek / buruk
dalam pengelolaan perikanan melalui
2 Sedang
pengembangan indeks komposit dengan
3 Bagus
tahapan sebagai berikut (Budiarto 2015):
1. Menentukan kriteria untuk setiap 6. Menentukan nilai dari masing-masing
indikator dari masing-masing indikator dengan formula:
domain/aspek yang terdapat di dalam
EAFM (aspek habitat dan ekosistem Nilai Indikator = Bobot x Nilai Skor
perairan, teknik penangkapan ikan,
sumberdaya ikan, sosial, ekonomi dan 7. Menentukannilai dari masing-masing
kelembagaan). aspek/domain dengan cara meng-
2. Menentukan batasan nilai (reference akumulasikan nilai indikator yang
point) untuk masing-masing kreteria didapat didalam setiap aspek.
pada setiap indikator 8. Nilai dari masing-masing domain/aspek
3. Menentukan bobot untuk setiap kemudian dianalisis dengan meng-
indikator. Pembobotan ditetapkan gunakan analisis komposit sederhana
dalam skala 0-100.Indikator yang berbasis rataan aritmatik yang
memiliki bobot besar dianggap memiliki kemudian ditampilkan dalam bentuk
nilai kepentingan paling tinggi dalam model bendera dengan kreteria dapat
domain tersebut. Pembobotan maksimal dilihat pada Tabel 2. Indeks komposit ini
tiap domain/aspek adalah 100 yang merupakan nilai konversi nilai total
dibagi habis dalam setiap indikator setiap aspek/domain EAFM. Proses

Tabel 2 Tren ukuran ikan tuna yang tertangkap


Tahun Ukuran Rata-rata ikan tuna (cm) Sumber
2012 141 cm Andamari (2012)
2013 103 cm Katun (2013)
2014 102 cm Nurani (2014)
2016 90 cm Penelitian ini
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 115

konversi ini dilakukan untuk telah terjadi penurunan tajam (>25%) terhadap
memperoleh batasan yang baku dari CPUE di daerah Sendangbiru. Hasil ini
nilai EAFM. Nilai total dari perkalian diperoleh dari perhitungan CPUE pada tahun
komponen EAFM selanjutnya di 2013 hingga tahun 2015. Pada tahun 2014 telah
konversi dalam skala 33-100. Konversi terjadi penurunan CPUE sebesar 43%, dan pada
ini diperlukan untuk memudahkan 2015 terjadi penurunan sebesar 9%. Penurunan
pengkatagorian suatu domain EAFM. tajam juga pernah terjadi pada tahun 2006
Nilai skala setiap domain/aspek yaitu: sebesar 37% (Hulaifi 2011). Tren CPUE yang
cenderung mengalami penurunan merupakan
𝐶𝑎𝑡−𝑖 indikasi terjadinya penurunan stok ikan tuna
Nk-i = x 100
𝐶𝑎𝑡−𝑖𝑚𝑎𝑥 sebagai akibat dari upaya penangkapan ikan
Keterangan: tuna yang tinggi di daerah Sendangbiru. Tren
Cat = niai total yang didapat penurunan CPUE juga dapat dijadikan
dalam sutu aspek/domain indikator bahwa kegiatan perikanan tuna di
Cat–imax = nilai maksimal dalam daerah Sendangbiru telah terjadi overfishing
suatu aspek/domain yang dan telah terjadi tekanan terhadap
diperoleh saat semua penangkapan tuna. Sumberdaya perikanan
indikator memiliki skor 3 merupakan common property yang berarti
dimiliki bersama memungkinkan terjadinya
9. Menentukan nilai komposit total dari pemanfaatan secara berlebih sehingga
seluruh domain/aspek EAFM yang menimbulkan inefisiensi dalam pemanfaatan
dikaji. Nilai komposit ditentukan dari input, return yang rendah dan overfishing.
nilai rata-rata dari seluruh domain yang Pillai dan Satheeshkumar (2012) menyebutkan
dikaji dalam wilayah EAFM. Hasil ini produksi ikan tuna di Samudera Hindia
kemudian dikonversi menjadi nilai menurun pada tahun 2008. Analisis data secara
dengan skala 33-100. Nilai 100 termasuk jelas menunjukan bahwa populasi ikan tuna di
paling tinggi dan paling baik Samudera Hindia mengalami overexploited.
kondisinya, dan nilai yang rendah
Nilai skor indikator tren ukuran ikan
tergolong paling buruk kondisinya.
adalah 1. Hal ini menunjukan bahwa ikan tuna
Nilai yang didapat kemudian
yang tertangkap memiliki ukuran yang
dideskripsikan atas 5 kelompok atau
semakin kecil. Hasil wawancara terhadap
kategori. Kelima kategori ini
nelayan yang sudah melakukan kegiatan
menggambarkan 5 tingkatan status
penangkapan ikan tuna selamalebih dari 5
pengelolaan perikanan suatu wilayah.
tahun juga menyebutkan telah terjadi
Pengklasifikasian nilai EAFM dapat
penurunan ukuran ikan tuna yang tertangkap
dilihat pada Tabel 3.
meskipun tidak terlalu signifikan. Beberapa
hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan
HASIL DAN PEMBAHASAN tren penurnan ukuran ikan tuna tertangkap
(Tabel 3). Penurunan tuna yang tertangkap
Domain Sumberdaya ikan
dapat diakibatkan oleh semakin tingginya
Nilai skor indikator CPUE yang intensitas penangkapan terhadap ikan tuna dan
diperoleh adalah 1. Hal ini menunjukan bahwa dapat juga mengindikasikan telah terjadinya

Tabel 3 Batasan skor nilai EAFM


Rentang Nilai
Deskripsi
Rendah Tinggi
33.33 46.17 Buruk atau kurang dalam menerapkan EAFM
46.67 59.5 Kurang dalam menerapkan EAFM
60 72.83 Sedang dalam menerapkan EAFM
73.33 86.17 Baik dalam menerapkan EAFM
116 ALBACORE I (1), Februari 2017

Gambar 1 Sebaran panjang ikan tuna yang tertangkap


tangkapan berlebih terhadap sumberdaya ikan (>30%). Berdasarkan data dari Pelabuhan
tuna. Pondokdadap pada bulan Juni 2016, ikan tuna
merupakan ikan yang dominan tertangkap
Nilai skor indikator proporsi ikan
yakni sekitar 64% dari total produksi pada
juvenile yang ditangkap adalah 3. Nilai skor
bulan tersebut seperti yang ditunjukan pada
tersebut menunjukan bahwa ikan juvenile
Gambar 2. Selanjutnya disusul oleh ikan
yang tertangkap sedikit (<30%). Dari sampling
cakalang (20%), tongkoldan layang (2%),
yang dilakukan selama penelitian, terdapat
marlin (1%) dan terakhir lemadang (0.01%).
26% dari total ikan tuna yang tertangkap yang
Dari hasil pengamatan langsung yang
tergolong belum mencapai dewasa. Sebaran
dilakukan juga terlihat bahwa ikan tuna
panjang ikan tuna yang tertangkap dapat
merupakan spesies target dominan yang
dilihat pada Gambar 1. Tertangkapnya ikan
tertangkap oleh nelayan pancing ulur di
tuna muda ini disebabkan karena kesengajaan
Sendangbiru. Nilai skor range collapse
nelayan untuk menangkap ikan tersebut.
sumberdaya ikan adalah 2. Hasil yang
Alasan beberapa nelayan menangkap ikan tuna
diperoleh menunjukan bahwa lokasi
muda tersebut adalah karena ingin
penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh
mendapatkan penghasilan tambahan dari
nelayan relatif tetap. Hal ini dikarenakan
penjualan ikan tuna muda yang ditangkap.
nelayan sudah menggunakan rumpon sebagai
Adapula nelayan yang menangkap ikan tuna
alat bantu pengumpul ikan. Rumpon yang
muda ini karena adanya permintaan dari
dipasang terletak di lintang 10° hingga lintang
juragan tempat nelayan meminjam modal
13° serta bujur 111° hingga bujur 113° yang
untuk melaut. Nelayan biasanya menangkap
berjarak + 180-250 mil dari Pelabuhan
ikan tunamuda ini dalamperjalan pulang
Pondokdadap. Satu rumpon biasanya dimiliki
menuju pelabuhan Pondodokdadap.
oleh beberapa kelompok nelayan, ada juga
Nilai skor indikator komposisi spesies yang dimiliki secara pribadi. Bagi nelayan
hasil tangkapan adalah 3. Hal ini keberadaan rompon sangat membantu untuk
mengindikasikan bahwa proporsi spesies target mengefisienkan pencarian fishing ground
(ikan tuna) mendominasi hasil tangkapan sehingga lebih menghemat biaya.

Gambar 2 Komposisi ikan hasil tangkapan di Pelabuhan Pondokdadap


Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 117

Nilai skor untuk indikator spesies ETP masukan kedepannya terhadap penilaian
adalah 3. Hasil ini menunjukan dalam aktivitas indikator ini bila di dalam suatu daerah tidak
penangkapan ikan tuna tidak ada spesies ETP ditemukan adanya ekosistem lamun apakah
yang tertangkap. Berdasarkan informasi harus dihapuskan ataupun tidak diikut
nelayan dan juga pengamatan selama sertakan dalam penilaian terhadap aspek
dilakukannya penelitian tidak ditemukan habitat dan ekosistem perairan.
adanya spesies ETP yang tertangkap. Spesies
Nilai skor indikator status ekosistem
ETP (Endangered
mangrove adalah 1. Status ekosistem mangrove
species, Threatened species, and yang ditemukan di daerah Sendangbiru
protected species) yang dimaksud antara lain memiliki kerapatan yang sangat rendah yakni
hiu, penyu, lumba-lumba. Jikapun tertangkap, kurang dari 1000 pohon/ha. Luasan kawasan
oleh nelayan biasanya akan langsung dilepas. mangrove sekitar kurang lebih 81 ha.
Hal ini dikarenakan nelayan sudah paham dan Rendahnya kerapatan dan luasan kawasan
sadar akan peraturan akan pelarangan mangrove di daerah ini disebabkan oleh
penangkapan spesies ikan yang termasuk terjadinya banyak alih fungsi lahan mangrove
spesies ETP. menjadi daerah pemukiman dan juga menjadi
kebun yang dilakukan masyarakat
Hasil penilaian penilaian indikator
setempat.Selain itu indeks diversitas mangrove
dalam domain/aspek sumberdaya ikan dapat
di Sendangbiru sebesar 0.72-1.01, yang
selengkapnya dilihat pada Tabel 4.
mengindikasikan bahwa kawasan mangrove di
Domain/aspek Habitat dan Ekosistem Perairan daerah tersebut diversitasnya buruk atau
Nilai skor terhadap indikator kualitas rendah (Pradana 2011).Untuk memulihkan
perairan adalah 3. Perolehan skor tersebut kawasan mangrove Pokmaswas (Kelompok
menandakan bahwa kualitas perairan yang Masyarakat Pengawas) setempat melakukan
dimiliki perairan Sendangbiru masih baik atau penanaman bibit-bibit mangrove baik secara
belum tercemar. Kualitas perairan di perairan swadaya maupun dari bantuan dinas terkait.
Sendangbiru secara umum masih dalam batas- Diharapkan beberapa tahun mendatang
batas normal. Hal ini ditunjukan dengan kerapatan kawasan mangrove dapat
parameter salinitas sekitar 29.8%-33%, suhu bertambah.
perairan sekitar 29-30 °C, DO sekitar 5.16 mg/l Nilai skor indikator status ekosistem
– 13.3 mg/l, tingkat kecerahan sekitar 3.7 – 4.6 terumbu karang adalah 2. Hasil ini
meter, dan kecepatan arus sekitar 0.65 menunjukan bahwa ekosistem terumbu karang
m/s.Nilai skor indikator status ekosistem lamun yang ada memiliki tutupan sedang (>25% -
adalah 1. Hasil ini diperoleh bukan karena <50%). Berdasarkan hasil wawancara dengan
tutupan ekosistem lamun yang rendah maupun Pokmaswas setempat diketahui luas terumbu
keragamannya yang rendah melainkan karena karang di perairan ini sekitar 20 Ha dengan
tidak ditemukannya ekosistem lamun di tutupan sedang. Di Malang Selatan terumbu
perairan Sendangbiru. Hal ini bisa dijadikan karang dengan tutupan kurang dari 50%
Tabel 4 Hasil penilaian indikator dalam domain/aspek
sumberdaya ikan

Indikator Nilai Skor


CPUE baku 1
Tren ukuran ikan 2
Proporsi ikan juvenile yang ditangkap 3
Komposisi spesies hasil tangkapan 3
Range collapse sumberdaya ikan 2
Spesies ETP 3
118 ALBACORE I (1), Februari 2017

ditemukan juga dilokasi Kondang Merak namun belum memiliki strategi untuk
dengan tutupan 29% dan Sendangbiru sebesar menghadapinya. Dampak yang paling
36% (Luthfi 2015). Oleh Pokmaswas daerah ini dirasakan oleh warga akibat perubahan iklim
sangat dikelola dengan baik untuk menjaga adalah ekosistem terumbu karang. Pengelolaan
kelestarian alam dan lingkungannya. kawasan terumbu karang dikawasan ini
Diharapkan dengan dijaganya kelestarian di mengalami tantangan cukup besar yakni
daerah tersebut akan semakin banyak ikan- adanya kerusakan terumbu karang sebagai
ikan karang yang memijah. Pengelolaan juga akibat dari perubahan iklim. Menurut
dilakukan dengan pembuatan aturan yang Mahmudi (2003) tingkat kerusakan terumbu
melarang warga sekitar untuk menangkap ikan karang di daerah ini sudah mencapai 37.34%.
di daerah sekitar terumbu karang dan juga Setiap tahunnya terdapat karang yang
pelarangan kapal-kapal untuk melintas di mengalami pemutihan (bleaching). Hal ini
kawasan tersebut. Sejauh ini peraturan- dikarenakan suhu air laut mengalami
peraturan tersebut sudah berjalan efektif. kenaikan. Bagi Pokmaswas hal ini sudah
Kawasan ini juga dijadikan salah satu tempat diketahui namun mereka belum memiliki
wisata unggulan yang dikelola oleh Pokmaswas strategi untuk menghadapinya. Menurut
beserta Perhutani. Sistem kuotapun Luthfi et al. (2016) kerusakan terumbu karang
diberlakukan untuk membatasi jumlah yang ada di daerah Sendangbiru dapat
pengunjung. Perhari jumlah wisatawan yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan ikan
diperbolehkan berkunjung hanya 200 sampai yang tinggi dengan menggunakan alat tangkap
300 orang. Hal ini dilakukan untuk menjaga tidak ramah lingkungan. Penyebab lainnya
keasrian dan kelestarian daerah tersebut. adalah limbah dari aktifitas manusia yang
bermukim di dekat perairan.
Nilai skor untuk indikator habitat unik
/khusus adalah 3. Hasil ini menunjukan bahwa Hasil penilaian indikator dalam
di perairan sendangbiru terdapat habitat unik domain/aspek habitat dan ekosistem secara
/khusus dan dikelolan dengan baik. Habitat keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.
unik dan khusus yang dimaksud adalah
Domain/aspek Teknik Penangkapan Ikan
kawasan terumbu karang yang ada di pantai 3
warna. Oleh Pokmaswas setempat daerah ini Nilai skor indikator metode
dikelola dengan baik dan hati-hati dan penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan
diharapkan dapat dijadikan tempat memijah atau ilegal adalah 3. Hasil ini menunjukan
bagi ikan-ikan karang. bahwa frekuensi pelanggaran yang terjadi
akibat dari metode penangkapan yang bersifat
Nilai skor untuk indikator perubahan
destruktif dan ilegal kurang dari 5 kasus
iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
pertahun. Metode penangkapan ikan yang
adalah 2. Hal ini menunjukan bahwa
bersifat destruktif atau illegal dapat secara
masyarakat mengetahui adanya dampak
langsung mengakibatkan kerusakan
perubahan iklim terhadap kondisi perairan
sumberdaya ikan beserta ekosistem di

Tabel 5 Hasil penilaian indikator dalam domain/aspek habitat dan


ekosistem perairan

Indikator Nilai
Kualitas perairan 3
Status ekosistem lamun 1
Status ekosistem mangrove 1
Status ekosistem terumbu karang 2
Habitat unik / khusus 3
Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 2
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 119

dalamnya. Metode destruktif tersebut meliputi kapal dengan jarak pemasangan rumpon antara
penggunaan bom, racun sianida maupun 10-15 mil. Pemanfaatan rumpon hanya boleh
potassium. Penggunaan alat tangkap yang digunakan oleh anggota kelompok, dan
destruktif ataupun tidak ramah lingkungan kelompok diluar itu tidak diperbolehkan
juga dapat menimbulkan kerusakan. memanfaatkan rumpon kelompok lain, kecuali
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah mendapatkan izin dari yang memiliki rumpon.
lingkungan sudah diatur dalam undang-
Selama dilakukannya penelitian
undang dan sudah seharusnya ditaati oleh
didapatkan hasil sekitar 74% (sebaran ukuran
semua pihak. Nilai skor 3 pada indikator
hasil tangkapan ikan tuna dapat dilihat pada
metode penangkapan ikan yang bersifat
Gambar 1) ikan tuna yang tertangkap memiliki
destruktif atau illegal menunjukan bahwa
panjang lebih besar dari Lm (Lm tuna 90 cm).
nelayan-nelayan di Sendangbiru menggunakan
metode penangkapan yang ramah lingkungan. Nilai skor indikator kapasitas perikanan
Hal ini tercermin dari jumlah pelanggaran dan upaya penangkapan adalah 2. Kapasitas
yang dilakukan hampir tidak ada. Informasi ini perikanan dan upaya penangkapan yang ada di
diperoleh dari hasil wawancara terhadap pihak daerah Sendangbiru menunjukan nilai yang
PSDKP di pelabuhan Pondokdadap. Untuk tetap (rasio kapasitas penangkapan =1).
menangkap ikan tuna, seluruh nelayan Berdasarkan data pelabuhan Pondokdadap
menggunakan alat tangkap pancing ulur dan jumlah nelayan yang beroprasi di daerah
menggunakan alat bantu penangkapan yakni Sendangbiru dari tahun 2013-2015
batu yang diikatkan pada tali pancing. menunjukan jumlah yang tetap. Nelayan
Penggunaan batu juga dimaksudkan untuk tersebut terdiri dari nelayan lokal dan nelayan
mempercepat turunnya mata pancing. Selain andon.
itu gerakan karena adanya hentakan dari batu Nilai skor indikator selektifitas pe-
tersebut dianggap dapat menarik perhatian nangkapan adalah 3. Hal ini menunjukan
ikan sehingga ikan akan menyambar mata bahwa nelayan Sendangbiru sebagian besar
pancing. Alat tangkap pancing ulur menggunakan alat tangkap yang ramah
dikategorikan sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan dalam menangkap ikan tuna.
lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap Sebagian besar nelayan tuna di Sendangbiru
lainnya, karena ukuran mata pancing dan jenis menggunakan pancing ulur dalam menangkap
umpannya dapat disesuaikan dengan spesies ikan tuna. Pancing ulur termasuk jenis alat
target yang diinginkan (Monintja 1997). tangkap yang selektif. Umumnya pancing bisa
Nilai skor indikator modifikasi alat memilih jenis dan ukuran ikan yang menjadi
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan target penangkapan.
ikan adalah 3. Nilai skor ini mengindikasikan Nilai skor indikator kesesuaian fungsi
bahwa modifikasi alat penangkapan ikan dan dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan
alat bantu penangkapan menghasilkan hasil dokumen legal adalah 3 yang berarti kesusaian
tangkapanikan tuna yang didominasi oleh ikan kapal dengan dokumen yang ada sangat tinggi.
yang memiliki ukuran lebih besar dari Lm. Berdasarkan hasil wawancara terhadap
Modifikasi alat tangkap pancing ulur yang pegawai PSDKP di pelabuhan Pondokdadap
dilakukan nelayan hanya sebatas penambahan hampir lebih dari 80% (dari total 3170 armada
panjang jaring dan penggunaan batu sebagai yang beroprasi) kapal yang beroprasi di
alat bantu. Hal ini dikarenakan ikan tuna yang Sendangbiru memiliki kesesuaian fungsi dan
tertangkap semakin dalam. Rumpon juga ukuran sebagaimana yang tercantum di dalam
digunakan nelayan sebagai alat bantu dokumen legal. Pengukuran langsung yang
pengumpul ikan untuk memudahkan nelayan dilakukan terhadap salah satu kapal pancing
mencari fishing ground. Penggunaan rumpon ulur nelayan juga menunjukan kesesuaian
sebagai alat bantu pada perikana tuna di dengan dokumen kapal yang ada.
Sendangbiru sangat diminati oleh nelayan.
Satu rumpon biasanya dimanfaatkan oleh 5-9
120 ALBACORE I (1), Februari 2017

Nilai skor indikator sertifikasi awak sama dengan UMR Kabupaten Malang.
kapal sesuai dengan peraturan adalah 1. Nilai Berdasarkan Peraturan Gubernur No 68 tahun
skor tersebut menunjukan bahwa kepemilikan 2015 tentang upah minimum kota/Kabupaten
sertifikat bagi awak kapal masih sangat rendah. di provinsi Jawa Timur, UMK (Upah Minimum
Dari hasil pengamatan dan wawancara Kabupaten) Kabupaten Malang sebesar Rp.
terhadap beberapa awak kapal, sertifikat hanya 2.188.000,00. Berdasrkan hasil wawancara
dimiliki oleh nahkoda kapal sedangkan hampir terhadap nelayan pancing ulur di Sendangbiru,
seluruh ABK tidak memiliki sertifikasi. pendapatan nelayan berkisar antara Rp.
Sertifikat yang dimiliki oleh nahkoda adalah 2.500.000 hingga Rp. 3.000.000 per trip untuk
surat keterangan kecakapan 60 mil. Belum posisi sebagai ABK. Sedangkan untuk nahkoda
adanya peraturan yang mengatur mengenai dan pemilik kapal berkisar antara Rp. 5.000.000
kepemilikan sertifikat keahlian pengoperaisan hingga Rp. 8.000.000 per trip. Dengan
suatu alat tangkap bagi ABK kapal menyebab demikian pendapatan nelayan pancing ulur
tidak adanya ABK yang memiliki sertifikat dianggap sudah layak karena nilainya sudah
keahlian. melebihi UMK. Pembagian pendapatan antara
ABK dengan pemilik kapal adalah 50:50 dari
Hasil penilaian indikator dalam domain/
pendapatan bersih yang diperoleh. Adapun
aspek teknik penangkapan ikan secara ke-
jumlah ABK dalam 1 armada penangkapan
seluruhan dapat dilihat pada Tabel 6.
berjumlah 5-6 orang termasuk nahkoda.
Domain/ Aspek Ekonomi Adapula pembagian pendapatan sudah
Nilai skor indikator kepemilikan aset ditentukan diawal sebelum ABK diajak
yang diperoleh adalah 3 yang menunjukan bekerja, sehingga tidak terpengaruh seberapa
bahwa nilai aset yang dimiliki nelayan besar hasil yang diperoleh.
bertambah dari usaha perikanan tuna. Dari Nilai skor indikator rasio tabungan
hasil wawancara terhadap beberapa nelayan yang diperoleh adalah 3. Nilai skor tersebut
pancing ulur menyebutkan bahwa kegiatan menunjukan bahwa rasio tabungan yang
penangkapan ikan tuna dapat membuat diperoleh dari kegiatan perikanan tuna lebih
nelayan mampu untuk menambah jumlah aset dari bunga kredit pinjaman. Dari hasil
mereka setiap tahunnya. Wawancara di- wawancara terhadap beberapa nelayan pancing
lakukan terhadap nahkoda dan ABK kapal ulur, pengeluaran rumah tangga nelayan di
pancing ulur. Aset yang dimaksud di dalam Sendangbiru rata-rata sebesar Rp. 1.000.000
penelitian ini meliputi tabungan, peralatan hingga Rp. 2.000.000 per bulan untuk
elektronik (tv, kulkas, mesin cuci, dll), HP, kebutuhan sehari-hari dan lain-lain. Dengan
kendaraan motor, tanah, dan lain-lain. pendapatan yang nelayan dapatkan rasio
Nilai skor indikator pendapatan rumah tabungan yang diperolehpun positif. Adanya
tangga perikanan adalah 3. Hal ini menunjukan rasio tabungan yang positif menyebabkan
bahwa pendapatan nelayan pancing ulur di banyak nelayan memiliki kemampuan untuk
Sendangbiru memiliki penghasilan diatas atau menambah jumlah asset mereka, diantaranya
untuk membeli kapal baru, membeli peralatan
Tabel 6 Hasil penilaian indikator dalam domain/aspek teknik penangkapan ikan

Indikator Nilai
Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau illegal 3
Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan 3
Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan 2
Selektivitas penangkapan 3
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 3
Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan 1
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 121

rumah tangga dan elektronik, motor, investasi Sendangbiru diantaranya melibatkan nelayan
dan lain sebagainya. luar Sendangbiru seperti nelayan purse seine
asal Pekalongan dan Tuban. Penyebab konflik
Hasil penilaian indikator dalam
adalah karena nelayan Pekalongan menangkap
domain/aspek ekonomi secara keseluruhan
ikan di rumpon milik nelayan pancing ulur.
dapat dilihat pada Tabel 7.
Frekuensi terjadinya konflik tidak lebih dari 5
Tabel 7 Hasil penilaian indikator dalam kali dalam setahun. Selain dengan nelayan luar
domain/aspek ekonomi juga pernah terjadi konflik dengan sesame
nelayan Sendangbiru. Penyebabnya karena
Indikator Nilai
pemanfaatan rumpon yang bukan miliknya.
Kepemilikan asset 3 Namun dengan sudah dibuatnya kesepakan
Pendapatan rumah tangga perikanan 3 antar nelayan dalam pemanfaatan rumpon
Rasio tabungan 3 tersebut diharapkan frekuensi terjadinya
konflik semakin jarang terjadi.
Domain/Aspek Sosial
Nilai skor indikator pemanfaatan
Nilai skor indikator partisipasi pengetahuan lokal dalam pengelolaan
pemangku kepentingan adalah 3 yang sumberdaya ikan adalah 1. Hasil ini
mengindikasikan bahwa keterlibatan pe- menunjukan bahwa tidak ada pemanfaatan
mangku kepentingan yang ada di Sendnagbiru pengetahuan lokal dalam pengelolaan
sangat tinggi. Pengukuran partisipasi sumberdaya ikan khususnya ikan tuna yang
pemangku kepentingan bertujuan untuk ada di daerah Sendangbiru. Dari hasil
melihat keaktifan pemangku kepentingan yang wawancara terhadap pihak pelabuhan
ada dalam seluruhkegiatan pengelolaan dan Pondokdadap, pengetahuan tentang
pemanfaatan sumberdaya ikan. Dari hasil penangkapan ikan tuna hingga lebih dari 180
wawancara dengan beberapa stakeholder yang mil dibawa oleh nelayan andon (nelayan
ada di Sendangbiru didapatkan hasil bahwa pendatang) yang umumnya berasal dari
partisipasi pemangku kepentingan yang ada di Sulawesi. Pemanfaatan rumpon sebagai alat
daerah Sendangbiru tergolong tinggi. Hal ini bantu pengumpul ikan untuk menangkap tuna
disebabkan karena seluruh pemangku juga dikenalkan oleh nelayan pendatang.
kepentingan yang ada turut serta dalam
Hasil penilaian indikator dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
domain/aspek sosial secara keseluruhan dapat
ikan. Pemangku kepentingan yang dimaksud
dilihat pada Tabel 8.
meliputi pihak pelabuhan Pondokdadap,
PSDKP, pengusaha perikanan, nelayan, KUD, Domain/aspek Kelembagaan
DKP kabupaten dan provinsi, dan Pokmaswas
Nilai skor yang diperoleh indikator
setempat.
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan
Nilai skor indikator konflik perikanan yang bertanggung jawab adalah 1. Hal ini
diperoleh nilai 2. Hal ini menunjukan bahwa menunjukan bahwa kepatuhan terhadap
konflik yang terjadi dalam pemanfaatan prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung
sumberdaya ikan sebanyak 2-5 kali dalam 1 jawab dalam pengelolaan perikanan masih
tahun. Konflik yang terjadi di daerah sangat kurang. Tercermin dari banyaknya

Tabel 8 Hasil penilaian indikator domain/aspek sosial


Indikator Nilai
Partisipasi pemangku kepentingan 3
Konflik perikanan 2
Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya 1
ikan (termasuk di dalamnya TEK, Traditional Ecological Knowledge)
122 ALBACORE I (1), Februari 2017

Tabel 9 Hasil penilaian indikator EAFM dalam domain kelembagaan


Indikator Nilai
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggug
1
jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan
Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan 3
Mekanisme pengambilan keputusan 3
Rencana pengelolaan perikanan 3
Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan
3
perikanan
Kapasitas pemangku kepentingan 3

pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan didalamnya saling mendukung seperti TNI AL,
pancing ulur di Sendangbiru (>5 kali terjadi Polisi Air, PSDKP dan pihak Pelabuhan
pelanggaran). Berdasarkan hasil pengamatan Pondokdadap.
dan wawancara terhadap pegawai PSDKP di
Nilai skor indikator mekanisme
Pelabuhan Pondokdadap pelanggaran yang
pengambilan keputusan adalah 3, yang
sering dilakukan oleh nelayan adalah
menandakan terdapat mekanisme (SOP) yang
pelanggaran dokumen. Dokumen tersebut
dijalankan dan sudah berjalan efektif. Contoh
meliputi surat izin berlayar dan dokumen
mekanisme yang ada terkait dengan syarat dan
kapal. Dalam 1 tahun bisa terjadi lebih dari 100
prosedur pembuatan Kartu Tanda Pengenal
pelanggaran yang terjadi. Menurut nelayan
Nelayan Andon dan juga Perijinan Usaha
terdapat hambatan dalam proses pengurusan
Perikanan Tangkap (SIUP/SIPI/SIKPI) yang
administrasi seperti lamanya mengurus surat-
sesuai dengan Pergub Jatim No. 77/Th.2010.
surat kelengkapan kapal dan jauhnya lokasi
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap
pengurusan karena harus keluar Kabupaten,
Kepala Pelabuhan Pondodokdadap dukungan
dan juga karena biaya yang harus dikeluarkan.
dari pihak terkait dalam melaksanakan SOP
Meskipun dengan penegakan peraturan yang
tersebut sudah sangat baik dan pihak
dilakukan oleh instansi terkait semakin ketat
stakeholder juga dapat menerima SOP yang
nelayan nekad untukberlayar tanpa surat-surat
berlaku didaerah setempat.
yang lengkap untuk memperoleh penghasilan.
Nilai skor indikator rencana pe-
Nilai skor indikator kelengkapan aturan
ngelolaan perikanan adalah 3. Hal ini
main dalam pengelolaan perikanan adalah 3,
menunjukan bahwa pihak pelabuhan
yang menunjukan bahwa penegakan hukum
Pondokdadap memiliki RPP dan telah
terhadap aturan-aturan yang ada sudah
dijalankan sepenuhnya. Rencana pengelolaan
berjalan efektif. Peraturan yang lengkap dan
perikanan (RPP) diperlukan sebagai standar
penegakan hukum menjadi dasar dalam
operasional dalam melaksanakan tata kelola
pelaksanaan pengelolaan perikanan yang
perikanan yang bertanggung jawab.
bertanggung jawab. Adapun peraturan yang
Berdasarkan hasil wawancara terhadap
berlaku dalam pengelolaan perikanan di daerah
pegawai dan Kepala Pelabuhan Pondokdadap
ini diantaranya Pergub No 94 tahun 2008,
diketahui bahwa Pelabuhan Pondokdadap
Permen Kelautan Perikanan No 45 tahun 2015
telah memiliki RPP untuk pengelolaan
tentang SLO (Surat Laik Operasi), Permen
perikanan tuna dan sudah dijalankan dengan
Kelautan Perikanan No 36 Tahun 2014 tentang
baik.
nelayan andon, Permen Kelautan Perikanan no
13 Tahun 2012 tentang sertifikasi hasil Nilai skor dari indikator tingkat
tangkapan dan Peraturan Dirjen PSDKP No 10 sinergisitas kebijakan dan kelembagaan
tentang petunjuk teknis verifikasi pendaratan pengelolaan perikanan adalah 3. Hal ini
ikan. Penegakan aturan-aturan sudah berjalan menunjukan bahwa sinergi antara lembaga
dengan baik dan instansi-instansi yang terkait sudah berjalan baik. Tingkat sinergisitas antar
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 123

Tabel 10 Nilai setiap domain/aspek EAFM di daerah Sendangbiru


Domain Nilai Domain Keterangan
Sumberdaya ikan 63.33 Sedang
Habitat dan ekosistem perairan 71.67 Sedang
Teknik penangkapan ikan 91.67 Sangat Baik
Ekonomi 100 Sangat Baik
Sosial 71.67 Sedang
Kelembagaan 83.33 Sangat Baik
Rata-rata agregat 80.28 Baik

kebijakan dan kelembagaan dalam pengelolaan antara 63.33-100, mulai dari kategori sedang
perikanan merupakan keterpaduan gerak dan hingga kategori sangat baik. Hasil analisis
langkah antar lembaga dan antar kebijakan komposit setiap domain/aspek selengkapnya
dalam pengelolaan perikanan sehingga tidak dapat dilihat pada Tabel 10. Rata-rata nilai
muncul konflik kepentingan ataupun benturan komposit domain sumberdaya ikan adalah
kebijakan (Budiarto 2015). Sinergisitas antar yang paling rendah (63.33) dengan kategori
lembaga terkait dengan pengelolaan perikanan sedang, hal ini disebabkan karena pengaruh
di daerah sendangbiru sudah berjalan dengan penilaian terhadap indikator CPUE yang
baik dan saling mendukung. Lembaga-lembaga berada pada kondisi buruk. Buruknya kondisi
terkait dalam pengelolaan perikanan di daerah tersebut diakibatkapenurunan CPUE yang
Sendangbiru meliputi TNI AL, Polisi Air, sangat besar yakni sebesar 43% pada tahun
PSDKP dan pihak Pelabuhan Pondokdadap. 2014. Penurunan CPUE yang cukup besar juga
pernah terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar
Nilai skor indikator kapasitas pemangku
37% (Hulaifi 2011). Hal ini tentu menandakan
kepentingan adalah 3. Hal ini menunjukan
telah terjadinya penurunan stok ikan tuna di
bahwa kapasitas pemangku kepentingan ada
daerah perairan Sendangbiru akibat besarnya
dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai
tekanan terhadap perikanan tuna di wilayah
dengan fungsi pekerjaannya. Pemangku
tersebut. Bila hal ini cenderung dibiarkan
kepentingan dapat berasal dari birokrasi
bukan tidak mungkin kategori sedang pada
pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan
kondisi domain/aspek sumberdaya ikan akan
tinggi, LSM, dan organisasi masyarakat.
berubah menjadi buruk dalam beberapa tahun
Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan
mendatang.
yang ada di daerah Sendangbiru sudah banyak
dilakukan sesuai dengan fungsi pekerjaannya. Kondisi aspek habitat dan ekosisem
Contohnya untuk pegawai pelabuhan perairan berada pada tingkat sedang dengan
Pondokdadap. Hampir seluruh pegawai disana nilai 71.67. Kondisi ini dipengaruhi oleh
pernah mengikuti pelatihan-pelatihan dan penilaian terhadap indikator ekosistemlamun
seminar terkait bidang kompetensi mereka. dan ekosistem mangrove dan mempengaruhi
Untuk masyarakat dan organisasi masyarakat nilai komposit dari domain/aspek habitat dan
juga banyak dilakukan sosialisasi dan ekosistem perairan. Dari hasil wawancara
pembinaan terkait dengan pengelolaan terhadap nelayan Sendangbiru ekosistem
perikanan yang bertanggung jawab oleh Dinas lamun tidak pernah dijumpai oleh warga dan
Kelautan dan Perikanan Kabupaten, LSM nelayan sekitar. Hal ini dapat juga dijadikan
maupun pihak perguruan tinggi. saran untuk penilaian indikator status
ekosistem lamun agar dapat dihilangkan bagi
Status Pengelolaan Perikanan Tuna
daerah yang benar-benar tidak ada ekosistem
Hasil analisis komposit antar domain lamunnya sehingga tidak mempengaruhi
terhadap status dari setiap dari setiap domain penilaian keseluruhan terhadap domain/aspek
dalam EAFM diperoleh nilai rata-rata berkisar habitat dan ekosistem perairan. Pengelolaan
124 ALBACORE I (1), Februari 2017

kawasan mangrove juga sangat diperlukan agar ulur menjadi daya tarik sendiri bagi nelayan-
luasanya tidak berkurang akibat dari aktivitas nelayan yang ada. Hal ini juga dapat
masyarakat di Sendangbiru mengingat menyebabkan semakin tingginya tekanan
pentingnya mangrove bagi ekosistem perairan. terhadap sumberdaya tuna itu sendiri.
Penurunan luasan mangrove akan berdampak
Dari segi aspek sosial, kondisinya sedang
pada penurunan nilai ekonomi dan tidak dapat
dengan nilai 71.67. Penilaian terhadap
mencegah terjadinya abrasi sehingga ruang
indikator pemanfaatan pengetahuan lokal
daratan semakin sempit (Maedar 2007).
dalam pengelolaan sumberdaya ikan
Ekosistem mangrove juga memiliki peran
mempengaruhi penilaiankeseluruhan terhadap
penting sebagai habitat ikan dan beberapa
aspek sosial. Pengetahuan tentang
hewan. Wibowo (2006) juga mengatakan
penangkapan ikan tuna hinggu lebih dari 180
bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan
mil kebanyak dibawa oleh nelayan pendatang
ekosistem yang penting untuk mendukung
dari daerah Sulawesi. Penggunaan rumpon
perikanan karena merupakan habitat bagi
sebagai alat bantu juga dikenalkan oleh nelayan
berbagai ikan dan satwa lainnya. Maka untuk
pendatang. Pengelolaan perikanan tuna di
memperbaiki ekosistem mangrove yang ada
daerah sendangbiru kedepannya diharapkan
perlu dilakukan penanaman mangrove secara
dapat memasukan unsur-unsur kearifan lokal
kontinu selama beberapa tahun mendatang
sebagai salat satu landasannya yang disetujui
yang harus didukung oleh banyak pihak
oleh seluruh pemangku kepentingan.
terkait.
Kondisi dari domain/aspek kelembagaan
Kondisi domain/aspek teknik
berada pada kondisi sangat baik dengan nilai
penangkapan ikan mendapatkan hasil
83.33. kondisi ini masih perlu dilakukan
komposit sangat baik dengan nilai 91.67. Hal
perbaikan lagi terhadap indikator kepatuhan
ini menandakan bahwa teknik penangkapan
terhadap prinsip-prinsip perikanan yang
ikan tuna yang dilakukan nelayan pancingulur
bertanggung jawab. Diperlukan suatu
di Sendangbiru sudah sangat ramah
penindakan secara tegas terkait pelanggaran-
lingkungan. Penggunaan alat tangkap (pancing
pelanggaran yang dilakukan. Aspek
ulur) dan metode penangkapan yang dipakai
kelembagaan yang dinilai dalam EAFM lebih
oleh nelayan bersifat ramah lingkungan.
mengarah kepada penilaian terhadap instansi
Pancing ulur merupakan salah satu alat
pemerintah. Penilaian juga seharusnya
penangkapan ikan yang dikategorikan sebagai
dilakukan terhadap lembaga-lembaga atau
alat tangkap yang ramah lingkungan (Monintja
organisasi nelayan yang ada untuk melihat
1997). Untuk selektivitas hasil tangkapan juga
apakah organisasi yang diikuti memberikan
menunjukan bahwa hasil tangkapan yang
dampak positif bagi nelayan. Secara
diperoleh sebagian besar sudah layak tangkap.
keseluruhan tingkat keberlanjutan perikanan
Secara ekonomi, kegiatan perikanan tuna di daerah Sendangbiru diperoleh hasil
tuna yang ada di daerah Sendangbiru sudah baik dengan nilai 80.28 dari analisis komposit
dapat memberikanan penghasilan yang layak dari setiap domain yang ada dengan
(diatas UMK yang sudah ditetapkan) bagi pendekatan ekosistem (Tabel 10).
nelayan. Dengan penghasilan yang didapat,
banyak nelayan tuna yang mampu menambah
KESIMPULAN
kepemilikan asetnya. Kondisi dari aspek
ekonomi mendapatkan hasil yang sangat baik Domain/aspek yang memiliki tingkat
dengan nilai 100. Kegiatan operasi keberlanjutan sangat baik meliputiaspek teknik
penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh penangkapan ikan, ekonomi dan kelembagaan,
unit perikanan pancing ulur di Sendnagbiru sedangkan domain/aspek yang memiliki
dinilai menguntungkan dan secara finansial tingkat keberlanjutan sedang meliputi
juga layak untuk dilanjutkan (Rahma 2013). sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem
Keuntungan yang cukup besar pada usaha perairan dan sosial. Tingkat keberlanjutan
perikanan tuna dengan menggunakan pancing kegiatan perikanan tuna di daerah Sendangbiru
Made Mahendra Jaya et al. –Keberlanjutan Perikanan Tuna... 125

tergolong baik dengan perolehan nilai dari


analisis komposit dari setiap domain/aspek
dalam EAFM sebesar 80.28.

DAFTAR PUSTAKA
Andamari R, Hutapea JH, Prisanto BI. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunun
albacares). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1):89-96.
Budiarto A. 2015. Pengelolaan Perikanan Rajungan dengan Pendekatan Ekosistem di Perairan Laut
Jawa (WPPNRI 712). [thesis]. Bogor (ID): IPB
Charles, Anthony T. 2001. Sustainable fishery system. Blackwell Scientific Publication. Oxford. UK.
FAO. 2003. Ecosystem Approach to Fisheries. FAO Technical paper.
Hulaifi. 2011. PendugaanPotensi Sumberdaya Perikanan LAut dan Tingkat Keragaan Ekonomi
Penangkapan Ikan (Kasus di TPI Sendanbiru Kabupaten Malang). Jurnal Matematika, Sains, dan
Teknologi. 12(2): 113-126
Katun W, Amir F. 2013. Struktur Umur, Pola Pertumbuhan dan Mortalitas Tuna Madidihang Thunnus
albacores (Bonnatere, 1788) di Selat Makasar. Jurnal Balik Diwa. 4(1): 8-14
Luthfi OM, Putri P, Kirana FS, Wahyudiarto A, Fakri SR, Sofyan M, Faruk R, Ghofur MA, Murian S,
Tovani I. 2016. Biodiversitas dan Populasi Ikan Karang di Perairan Selat Sempu Sendangbiru
Kabupaten Malang Jawa Timur. Jurnal Kelautan. 9(1): 43-49.
Luthfi OM, Novita M, Alfan J. 2015. Growth Rate of Staghorn Coral (Acropora) on Coral Garden
Program at Sempu Nature Reserve Malang. Reaserch Journal of Life Science. 2(2).
Maedar F. 2007. Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove Di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka.
Proceeding Geo-Marine Reaserch Forum. Hal 93-107.
Mahmudi M. 2003. Studi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi
Kasus di Teluk Semut Sendangbiru Malang. Pengantar Falsafah Sains. Bogor (ID): IPB.
Monintja DR. 1997. Agribisnis Penangkapan Ikan. Bahan Pelatihan Analisis Investasi Agribisnis Bidang
Penangkapan Ikan. Bank BNI-LPSDM IPB. 24 hal.
Nurani TW, Haluan J, Sudirman S, Lubis E. 2008. Rekayasa Sistem Pengembangan Perikanan Tuna di
Perairan Selatan Jawa. Forum Pascasarjana. 31(2): 79-92.
Pillai NG dan Satheeshkumar P. 2012. Biology, Fishery, Conservation and Management of Indian
Ocean Tuna Fisheries. Ocean Science Journal. 47(4): 411-433.
Pradana AO. 2011. Pemetaan Hutan Mangrove dengan Citra Satelit LANSAT dan Persepsi Masyarakat
dalam Upaya Pelestarian Mangrove di Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
[thesis]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Ross A, Wiyono ES, Nurani TW. 2012. Persepsi Sosial Stakeholder Perikanan Tangkap di PPN Prigi,
Trenggalek. Buletin PSP. 20(3): 229-237.
Salganik MJ, Douglas DH. 2007. Sampling and Estimation in Hiden Populations Using Respondent –
Driven Sampling. Journal Sociological Methodology, 34(1).
Sumadhiharga OK. 2009. Ikan Tuna. Pusat Penelitian Oceanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta. Hal 1-34.
Wibowo K, Handayani T. 2006. Pelestarian Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Mina Hutan
(SILVOFISHERY). Jurnal Teknologi Lingkungan PTL-BPPT. 7(3):227-223.

Anda mungkin juga menyukai