Anda di halaman 1dari 7

BAYT AL-MAAL

(Sejarah Kelembagaan dan Perkembangannya)

Bayt al-Maal sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, yaitu ketika kaum muslimin
mendapatkan ghanimah pada Perang Badar. Saat itu para shahabat berselisih paham
mengenai cara pembagian ghanimah itu sehingga turun firman Allah SWT yang
menjelaskan hal tersebut:

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan


perang. Katakanlah, Harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul, oleh sebab
itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman”.
(QS Al Anfaal, 1)

Dengan ayat ini, Allah menjelaskan hukum tentang pembagian harta rampasan
perang dan menetapkannya sebagai hak bagi seluruh kaum muslimin. Selain itu, Allah
juga memberikan wewenang kepada Rasulullah SAW untuk membagikannya sesuai
pertimbangan beliau mengenai kemaslahatan kaum muslimin.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah merupakan kepala negara pertama yang
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni
semua hasil pengumpulan negara dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dipergunakan sesuai kebutuhan negara. Status harta pengumpulan itu adalah milik
negara dan bukan milik individu. Harta rampasan perang tersebut dikumpulkan dalam
suatu tempat. Tempat pengumpulan itu disebut Bayt al-Maal (rumah harta), sedangkan
binatang-binatang rampasan perang ditempatkan di padang terbuka. Pada masa
Rasulullah, Bayt al-Maal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakan sebagai
kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal Rasulullah.

Saat itu Bayt al-Maal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta,
karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang
diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan
untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah
dan seperlima bagiannya setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi.
Oleh karena itu, belum banyak harta tersimpan yang mengharuskan adanya tempat atau
arsip tertentu bagi pengelolaannya.

Seorang sahabat bernama Hanzalah ibn Shaifi yang menjadi penulis (katib)
Rasulullah SAW menyatakan :
‘‘Rasulullah SAW menugaskan aku dan mengingatkan aku (untuk membagibagikan
harta) atas segala sesuatu (harta yang diperoleh) pada hari ketiganya.¦ Tidaklah
datang harta atau makanan kepadaku selama tiga hari, kecuali Rasulullah SAW selalu
mengingatkannya (agar segera didistribusikan). Rasulullah SAW tidak suka melalui
suatu malam sementara ada harta (umat) di sisi beliau’’.

Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 1


Perkembangan Bayt al-Maal pada Masa Kulafa al-Rashidun

Pada tahun kedua kekhilafahannya (12 H/633 M), Abu Bakar merintis embrio
Bayt al-Maal dalam arti yang lebih luas. Bayt al-Maal bukan sekedar berarti pihak yang
menangani harta umat, namun juga berarti suatu tempat (al-makan) untuk menyimpan
harta negara. Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung atau
kantung (ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini
berlangsung sampai kewafatan beliau pada tahun 13 H/634 M7. Di samping itu, ia juga
mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad untuk dimanfaatkan demi
kepentingan umat Islam. Selama masa pemerintahan Abu Bakr, harta Bayt al-Maal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan.
Bahkan setelah Abu Bakar wafat dan ‘Umar ibn Khaththab menjadi Kalifah, ‘Umar
mengumpulkan para bendaharawan kemudian masuk ke rumah Abu Bakar dan
membuka Bayt al-Maal . Ternyata ‘Umar hanya mendapatkan satu dinar saja, yang
terjatuh dari kantungnya.

Pada masa pemerintahan Kalifah ‘Umar ibn al-Khattab daerah kekuasaan Islam
semakin luas, sehingga tanggung jawab pemerintah banyak. Dari sisi pendapatan, dana
yang terkumpul semakin menumpuk. Sampai pada suatu ketika Abu Hurairah yang
ketika itu sebagai gubenur Bahrain datang membawa hasil pengumpulan pajak Karaj
sebesar 500.000 dirham (20H.), belum lagi ditambah dengan penghasilan daerah
lainnya. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat
dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien. Setelah bermusyawarah dengan para
sahabat, diambillah keputusan untuk tidak menghabiskan pendapatan negara sekaligus,
tetapi mengeluarkannya secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan di antaranya
dijadikan sebagai cadangan. Kalifah ‘Umar ibn al-Kattab menjadikan Bayt al-Maal
sebagai sebuah lembaga yang reguler dan permanen. Dibangun sebuah rumah khusus
untuk menyimpan harta, membentuk diwan-diwannya (tahun 20 Hijriyah), ditunjuk
Abullah ibn Irqam sebagai bendahara negara dengan Abd al-Rahman ibn ‘Ubaid al-Qari
dan Muayqab sebagai wakilnya, mengangkat para penulisnya, menetapkan gaji-gaji dari
harta Bayt al-Maal , serta membangun angkatan perang. Secara tidak langsung Bayt al-
Maal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam. Pada periode ini Bayt
al-Maal dibagi menjadi dua departemen utama, yaitu Departemen Pendapatan (qism al-
waridaat) dan Departemen Pengeluaran (qism alnafaqaat). Departemen Pendapatan itu
terdiri dari tiga diwan (kantor) yaitu Diwan Fa’i dan Karaj, Diwan kepemilikan umum,
dan Diwan Sa daqata . Sedangkan Departemen Pengeluaran dirinci menjadi 10 diwan
yaitu Diwan Dar al-Kilafah, Diwan Mashalih Daulah, Diwan al- ‘Ata, Diwan Jihad , Diwan
Penyaluran Sadaqaat (alokasi dana dari Diwan Sadaqaat), Diwan Penyaluran Pemilikan
Umum (alokasi dana dari pemasukan pemilikan umum), Diwan Tawari, Diwan
Muwazanah ‘Ammah, Diwan Muhasabah ‘Ammah dan Diwan Muraqabah. Sistem
operasional Bayt al-Maal menggunakan sistem desentralisasi, di mana setiap wilayah
mempunyai Bayt al-Maal tersendiri dan tidak terjadi sentralisasi di wilayah pusat.
Perhatian utama Bayt al-Maal wilayah tetap pada kesejahteraan masyarakat setempat,
Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 2
dan jika ada kelebihan dana akan ditransfer ke Bayt al-Maal pusat dan sebaliknya. Pihak
eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Bayt al-Maal . Di tingkat
provinsi, pejabat yang bertanggungjawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada
gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta
langsung kepada pemerintah pusat.

Selanjutnya pada masa pemerintahan Kalifah ‘Uthman ibn ‘Affan, pengelolaan


masih dilakukan dengan mengikuti kebijakan ‘Umar ibn al-Kattab. Ia juga menerapkan
kebijakan membagi-bagikan tanah kepada individu-individu untuk tujuan reklamasi,
kebijakan ini berhasil menaikkan pendapatan negara 41 juta dirham dibandingkan
masa ‘Umar.

Pada masa pemerintahan ‘Aly ibn Aby Talib, kondisi Bayt al-Maal ditempatkan
kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali mendistribusikan seluruh pendapatan yang
ada di Bayt al-Maal sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Abu Bakr.
Alokasi pengeluaran secara umum kurang lebih masih tetap sama sebagaimana halnya
pada masa pemerintahan Kalifah ‘Umar. Fungsi lainnya dari Bayt al-Maal masih tetap
sama dan tidak ada perkembangan yang berarti pada masa itu.

Perkembangan Bayt al-Mal Pasca Kulafa al-Rashidun

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah Bayt al-Maal berada sepenuhnya


dibawah kekuasaan Kalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.
Keadaan di atas berlangsung sampai kepemimpinan ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz
(memerintah 717-720 M) . Ia secara tegas menggunakan dana Bayt al-Maal hanya untuk
kepentingan negara dan bukan untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Pada zaman
itu kemakmuran masyarakat relatif tinggi, sehingga sulit mencari orang yang berhak
menerima zakat.
Akan tetapi, kondisi Bayt al-Maal yang telah dikembalikan oleh ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz
kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama. Kesewenangwenangan
itu terjadi kembali sampai masa Daulah Abbasiyah. lmam Abu Hanifah, pendiri Madzhab
Hanafi, pernah mengecam tindakan Abu Ja’far al-Mansur (kalifah ke-2 Bani Abbas,
memerintah 754-775 M), yang dipandangnya berbuat zalim dalam pemerintahannya
dan berlaku curang dalam pengelolaan Bayt al-Maal dengan memberikan hadiah kepada
banyak orang yang dekat dengannya mempergunakan harta dari Bayt al-Maal, bukan
dari hartanya sendiri.

Namun, pada masa Abbasiyah, Bayt al-Maal tidak saja berperan dalam lalu lintas
keuangan, tetapi sudah meluas sebagai pengatur kebijakan moneter. Pada masa itu
telah terjadi kebijakan untuk membuat standar uang bagi kaum muslimin. Berbagai
riset dan pengembangan ilmu pengetahuan juga banyak yang didanai melalui Bayt al-
Maal. Keruntuhan Daulah Abbasiyah, disusul dengan munculnya pemerintahan Islam
yang baru di Asia Tengah, yakni Saljuk. Juga berkembang di Cordova yang dipimpin oleh

Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 3


Sasanid dan Turki Usmani di Istambul. Pada masa ini, Bayt al-Maal juga masih berfungsi
secara maksimal. Namun pemerintahan Islam juga tidak dapat bertahan lama, masa-
masa kemunduran yang dialami umat Islam ditandai dengan jatuhnya negara-negara
Islam ke tangan imperialis kaum Kristen dan hancurnya kota Bagdad yang merupakan
pusat keilmuan umat Islam ke tangan bangsa Mongol, telah meruntuhkan sendi-sendi
pemerintahan Islam. Meskipun bermunculan dinasti-dinasti kecil di berbagai wilayah,
namun diwarnai perpecahan dan tidak adanya kesatuan politik.

Perkembangan Eksistensi Baitul Maal di Indonesia

Berdasarkan hasil temuan konsep Baitul Maal yang ditinjau dari perspektif
sejarah pada masa Nabi Muhammad SAW dan para Khulafaurasyidin dapat diketahui
bahwa Baitul Maal merupakan institusi lembaga negara sebagai tempat dan
pengelolaan seluruh harta kekayaan negara yang bersumber dari dana umat untuk
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain Baitul Maal saat ini dalam konteks
negara Indonesia dengan masa Daulah Islamiyah tentu akan memiliki perbedaan.

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 1, Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik


Indonesia (NKRI) dan dipimpin oleh seorang Presiden sebagai kepala pemerintahan
atau negara yang diangkat melalui sistem demokrasi. Presiden akan dibantu oleh
Menteri-menteri negara sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan untuk menjamin
terselenggaranya tugas pemerintahan yang terdapat dalam Pasal 17.

Oleh karena itu, maka pengaturan keuangan negara dan sektor publik akan
berbeda dengan masa Daulah Islamiyah walaupun saat ini Indonesia memiliki populasi
mayoritas Muslim terbesar di dunia yakni sebesar 87 persen terhadap total penduduk
Indonesia.

Baitul Maal dalam konteks Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim dan
berdasarkan sistem pemerintahan demokrasi, maka peran dan fungsinya mengalami
perubahan dan pengaturan pengelolaannya berbeda dengan konsep Baitul Maal di masa
Daulah Islamiyah. Saat ini Baitul Maal (rumah harta) di Indonesia termasuk ke dalam
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
yang berfungsi hanya menerima dan mengelola titipan dana zakat, infak, dan sedekah
saja serta mengoptimalkan pendistribusiannya sesuai dengan ketentuan Syariah dan
peraturan yang berlaku. Di samping itu biasanya terdapat fungsi pengembangan harta
dengan orientasi profit melalui Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta) yang
terdapat skema kerjasama kegiatan usaha bisnis berdasarkan akad-akad Syariah.

Salah satu tonggak penting pendirian Baitul Mal Wa Tamwiil (BMT) di Indonesia
yaitu ketika didirikannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) tahun 1995 oleh
Ketua Umum MUI, Ketua Umum ICMI dan Direktur Utama bank Muamalat Indonesia

Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 4


yang merupakan salah satu Lembaga paling aktif mendorong pendirian BMT yang
dirancang sebagai Lembaga keuangan mikro Syariah. Kegiatan BMT fokus kepada
masyarakat kelas bawah melalui pemberian akses pembiayaan Syariah. Selain itu,
pengembangan BMT sebagai model pendukung branchless banking di Indonesia.
Berikut ini gambaran secara umum operasional BMT di Indonesia pada Gambar :

Secara umum ruang lingkup kegiatan BMT pada Gambar, yaitu pengelolaan dan
pendistribusian dana sosial filantropi seperti zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Adapun
dalam kegiatan yang berbasis profit dilakukan melalui sistem bagi hasil seperti
mudharabah, musyarakah, margin dalam jual beli (murabahah, bai assalam, bai
istishna) dan sistem sewa (ijarah). Kelembagaan BMT di Indonesia berada di bawah
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan saat ini sebagian besar BMT berbadan
hukum koperasi. Oleh karena itu, BMT berada di bawah Kementerian Koperasi dan
UKM. Adanya dua aktivitas dalam BMT yakni sosial dan komersial, maka diperlukan
pemisahan administrasi, pencatatan, pelaporan yang diperlukan untuk meningkatkan
kepercayaan publik. Selain itu peranan BMT di Indonesia memiliki peluang
pemberdayaan terhadap masyarakat kelas bawah. sebagai Lembaga Keuangan Mikro
Syariah

Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 5


Berdasarkan hasil telaah konsep dan praktik Baitul Maal pada masa Rasulullah SAW
dan Khulafaurasyidin kemudian dianalisis dalam konteks perkembangan eksistensi
Baitul Maal di Indonesia yaitu :

Perbedaan Praktik Baitul Maal Pada Masa Daulah Islamiyah dan di dalam
Konteks di Indonesia

Perbedaan dari Praktik Baitul Maal Masa Daulah Praktik Baitul Maal di
Segi Islamiyah Indonesia

Definisi Lembaga atau pihak yang memiliki Rumah harta yang menerima
tugas khusus menangani segala harta titipan dana zakat, infaq, sedekah
ummat atau kekayaan negara baik serta mengoptimalkan distribusinya
berupa pendapatan maupun sesuai dengan peraturan dan
pengeluaran negara. amanatnya.

Kelembagaan Nama Institusi Baitul Maal sebagai Nama institusi Baitul Maal sebagai
pihak (aljihat), badan atau lembaga bagian dari Baitul Maal Wat Tamwil
yang menangani harta negara. Selain (BMT) yang merupakan Lembaga
itu terdapat Baitul Maal pusat di Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Madinah dan Baitul Maal lokal yang dengan paying hukum Koperasi
didirikan diberbagai distrik dan Jasa Keuangan syariah (KJKS) dan
provinsi seiring dengan perluasan termasuk ke dalam Industri
daerah taklukan oleh Islam. Keuangan Non-Bank (IKNB) di
bawah UU No. 1 tahun 2013.

Peran dan fungsi a. Baitul Maal berperan penting Baitul Maal berperan dalam
dalam bidang keuangan, membantu fungsi Lembaga
administrasi negara serta filantropi dalam pengumpulan dan
penyediaan kebutuhan publik pemanfaatan dana sosial seperti
terutama pada masa pemerintahan zakat, infaq dan sedekah bagi
al-Khulafa al-Rasyidin. kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu Baitul Maal yang
b. Baitul Maal berfungsi dalam hal berfungsi sebagai bendahara negara
pengumpulan dan pendistribusian pada konteks saat ini dalam
harta negara kepada masyarakat perekonomian modern disebut
serta berfungsi secara tidak Departemen Keuangan
langsung sebagai pelaksana
kebijakan fiskal negara Islam dan
Khalifah.

Sumber Pendapatan Baitul Maal antara lain Pemasukan dana Baitul Maal antara
Pendapatan kharaj, zakat, khums, jizyah, lain zakat, infaq, sedekah dana dana
ghanimah dan pemasukan lainnya sosial keagamaan lainnya.
seperti kafarat.
Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 6
Jenis Jenis pengeluaran Baitul Maal antara Jenis pengeluaran Baitul Maal
Pengeluaran lain penyebaran Islam, gerakan antara lain sesuai dengan amanat
pendidikan dan kebudayaan, peraturan UU No. 23 tentang
pengembangan ilmu pengetahuan, Pengelolaan Zakat. Artinya jenis
pembangunan infrastruktur, pengeluaran Baitul Maal di
pembangunan armada perang dan Indonesia hanya fokus pada
keamanan, penyediaan layanan penyediaan layanan kesejahteraan
kesejahteraan sosial sosial melalui penyaluran atau
pendayagunaan zakat serta tidak
bertanggung jawab terhadap
penyediaan kebutuhan publik
seperti pertahanan, infrastruktur
pembayaran gaji pegawaai negeri
dan lainnya.

Berdasarkan sisi jenis pengeluaran, Baitul Maal pada masa Daulah Islamiyah
bertugas untuk mendistribusikan harta negara dalam rangka penyediaan kebutuhan
publik atau kebutuhan dasar bagi masyarakat antara lain penyebaran Islam, gerakan
pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan
infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, penyediaan layanan
kesejahteraan sosial. Adapun jenis pengeluaran Baitul Maal di Indonesia saat ini antara
lain sesuai dengan amanat peraturan UU No. 23 tentang Pengelolaan Zakat. Artinya
jenis pengeluaran Baitul Maal di Indonesia hanya fokus pada penyediaan layanan
kesejahteraan sosial melalui penyaluran atau pendayagunaan zakat serta tidak
bertanggung jawab terhadap penyediaan kebutuhan publik seperti pertahanan,
infrastruktur pembayaran gaji pegawaai negeri dan lainnya, namun tetap berperan
dalam membantu pemenuhan kebutuhan negara dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Berdasarkan temuan konsep Baitul Maal pada masa Daulah Islamiyah yang berfungsi
sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam
yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Adapun pada awal perkembangan Islam,
sumber utama pendapatan negara adalah khums, zakat, kharaj, dan jizyah dimana
jumlah, jangka waktu serta penggunaannya didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist.
Dengan demikian, berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa konteks
Baitul Maal pada masa Daulah Islamiyah dengan negara Indonesia saat ini berbeda. Hal
ini dilatarbelakangi oleh bentuk negara atau sistem pemerintahan negara, sehingga
fungsi Baitul Maal berbeda yakni tidak lagi sebagai pusat pengelolaan pendapatan dan
belanja negara namun sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang di samping dapat
menerima titipan zakat, infak, dan sedekah namun terdapat fungsi lainnya dalam
pengembangan harta (Baitul Tamwil).

Dokumen Properti Baitul Maal Dp. Sukaramai 7

Anda mungkin juga menyukai