TUGAS IMUNOLOGI Drh. Novi
TUGAS IMUNOLOGI Drh. Novi
OLEH:
RISNA RISYANI
O111 12 004
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Respon imun mula-mula dikira hanya bersifat protektif yang dapat
diaktifkan oleh protein susu. Kemudian Portier dan Richet (1902)
menunjukkan bahwa respons imun dapat mempunyai efek yang merugikan,
terbukti dengan percobaan memberikan binatang laut kepada anjing (Gupte,
1990).
Tujuan utama aktivitas sistem imun adalah untuk memertahankan tubuh
dari serangan penyakit, namun demikian dalam keadaan tertenu respon imun
seringkali dapat memberikan hasil yang tidak kita inginkan. Beberapa respon
imun dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas dan berbahaya bagi tubuh
sendiri apabila sistem imun merusak sel-sel tubuh sendiri sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang dikenal dengan penyakit autoimun (Radji, 2010).
Untuk lebih jelasnya, pembahasan mengenai reaksi hipersensitifitas akan
diuraikan dalam makalah ini.
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi hipersnsitifitas
2. Untuk mengetahui reaksi dari hipersensitifitas III
3. Untuk mengetahui reaksi dari hipersensitifitas IV
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hipersensitifitas
Hipersensitifitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang terjadi
pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen
atau alergen tertentu (Radji, 2010).
Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell & Coomb
membagi reaksi hipersensitifitas menjadi 4 golongan, yaitu (Radji, 2010):
1. Tipe I (reaksi anafilatik)
Reaksi anafilatik merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat klasik.
Anafilaksis dipengaruhi oleh regain misalnya anafilaksis, atropi dan lain-lain.
Disini turut berperan serta IgG, IgE, dan Histamin (Gupte, 1990).
2. Tipe II (reaksi sitotoksik)
Reaksi ini pada umumnya terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem
komplemen setelah mendapat rangsangan dari adanya komleks antigen
antibody (Radji, 2010). Disini berperan IgG, IgM, dan komplemen (Gupte,
1990).
3. Tipe III (reaksi kompleks imun)
Disini kerusakan disebabkan oleh kompleks antigen antibody. Pada
reaksi ini berperan IgG, IgM, dan komplemen (Gupte, 1990).
4. Tipe IV (reaksi tipe lambat)
Hipersensitifitas tipe lambat atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan
salah satu aspek imunitas yang dipengaruhi oleh sel (Gupte, 1990).
Bentuk reaksi dari Hipersensitivitas tipe III, terdiri dari 2 bentuk, yaitu
(Baratawidjaja, 2012):
1. Reaksi lokal atau fenomen arthus
Arthus yang menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci intradermal
berulangkali ditempat yang sama menemukan reaksi yang makin
menghebat di tempat suntikan (Baratawidjaja, 2012).
Reaksi Tipe Arthus dapat terjadi intrapulmoner yang diinduksi
kuman, spora jamur atau protein fekal kering yang dapat menimbulkan
pneumonitis atau alveolitis atau Farmer’s lung (Baratawidjaja, 2012).
C3a dan C5a (anafilatoksin) yang terbentuk pada aktivasi
komplemen, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang dapat
menimbulkan edem. C3a dan C5a berfungsi juga sebagai faktor
kemotaktik,. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan di tempat reaksi
dan menimbullkan statis dan obstruksi total aliran darah. Sasaran
anafilatoksin adalah pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos, dan
leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi sel
mast, peningkatan permeabilitas vaskular dan respons tripel terhadap kulit.
Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan
trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease,
olagenase dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai
nekrosis jaringan setempat (Baratawidjaja, 2012).
A. Kesimpulan
Hipersensitifitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang terjadi
pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen
atau alergen tertentu. Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi,
Gell & Coomb membagi reaksi hipersensitifitas menjadi 4 golongan, yaitu: Tipe I
(reaksi anafilatik), Tipe II (reaksi sitotoksik), Tipe III (reaksi kompleks imun), dan
Tipe IV (reaksi tipe lambat).
Reaksi hipersensitivitas tipe III (kompleks imun), dalam keadaan normal
berada dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke hati, limpa dan disana
dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limfa dan paru tanpa
bantuan komplemen. Gangguan yang sering terjadi pada reaksi hipersensitivitas
III, yaitu: Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah dan kompleks
imun mengendap di jaringan. Bentuk reaksi dari Hipersensitivitas tipe III, terdiri
dari 2 bentuk, yaitu: Reaksi lokal atau fenomen arthus dan Reaksi Tipe III
sistemik – serum sickness.
Reaksi hipersesitivitas IV merupakan salah satu aspek imunitas yang
dipengaruhi oleh sel. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terdiri dari 2 jenis, yaitu:
Reaksi granulomatosadan Reaksi tuberkulin.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Khususnya
untuk memperluas pengetahuan mengenai reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV.
Selain itu diharapkan kritikan dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris rengganis. 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Gupte, Satish, MD. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi ketiga. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium
edisi keempat. Jakarta: Kedokteran universitas Indonesia.
Radji, Dr. Maksum, M. Biomed. 2010. Imunologi & Virologi. Jakarta: PT. ISFI
Penerbitan.