Masa era orde lama (Orla) disebut dengan masa demokrasi terpimpin.
Pada perspektif ketatanegaraan masa ini di awali dengan dekrit presiden 5 Juli
produk yang dibuat pada masa tersebut, yaitu Penetapan Presiden (Penpres)
Nomor 6 tahun 1959 dan nomor 5 tahun 1960. Bahwa Penpres adalah produk
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia
pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem
pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno:
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer.
Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan
eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut
Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Pada saat negara kita menganut sistem demokrasi
liberal, terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan sebagai berikut:
Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
Pembubaran Konstituante
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran
berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno. Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal
10 November 1956.
Pada masa demokrasi terpimpin ini terjadi berbagai penyimpangan yang menimbulkan beberapa
peristiwa besar di Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa Demokrasi
terpimpin yaitu:
Produk hukum yang setingkat dengan undang-undang (UU) ditetapkan dalam bentuk penetapan
presiden (penpres) daripada persetujuan
Pada masa ini terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini mencapai
klimaks dengan terjadinya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI. Adapun
dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
Demostrasi menentang PKI
Tritura adalah singkatan dari tri tunturan rakyat atau tiga tuntutan rakyat yang dicetuskan dan diserukan
oleh para mahasiswa KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan didukung oleh ABRI pada
tahun 1965. Tuntutan ini ditujukan kepada Pemerintah. Isi TRITURA yaitu:
Terjadinya peristiwa G 30 S PKI sangat berpengaruh terhadap proses peralihan pemerintahan dari Orde
Lama ke Orde baru. Berikut proses peralihan pemerintahan dari Orde Lama ke Orde baru:
Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan
dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal.
Keberanian KAMI dan KAPPI yang memberikan kesempatan bagi Mayjen Soeharto untuk menawarkan
jasa baik demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga
Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna
menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11
Maret 1966 (SUPERSEMAR).
SUPERSEMAR atau Surat Perintah Sebelas Maret adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden
Soekarno pada 11 Maret 1966. Isinya berupa instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto,
selaku Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk
mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu. Sampai saat ini belum ada yang tahu secara pasti isi
supersemar.
Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden melalui perantara
Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasan mengenai pimpinan
pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
Pada 11 Februari 1967 Jend. Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk mempermudah
penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden berhalangan atau presiden
menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS
No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden, presiden
tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.
Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan sedikit
perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi.
Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden /Mendataris MPRS/
Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban
Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan pengunduran
diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden RI.
Setelah turunnya Presiden Soekarno dari kursi kepresidenan maka berakhirlah orde lama.
Kepemimpinan disahkan kepada Jendral Soeharto yang menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde
baru.
Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer
Kepemimpinan Indonesia di mata dunia Internasional mempunyai sumbangsih besar, yaitu sebagai
pelopor gerakan Non blok dan Pemimpin Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika diadakan pada tahun 1955
di Bandung. Konferensi Asia Afrika tersebut membuahkan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.
Penataan kehidupan konstitusional yang tidak berjalan sebagaimana di atur dalam UUD 1945.
Situasi politik yang tidak stabil terlihat dari banyaknya pergantian kabinet yang mencapai 7 kali
pergantian kabinet.
Sistem demokrasi terpimpin. Kekuasaan Presiden Soekarno yang sangat Dominan, Sehingga kehidupan
politik tidak tumbuh demokratis.
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini Indonesia sudah mengalami beberapa periode sistem
pemerintahan, salah satunya adalah era Orde Baru (Orba) yang berlangsung sejak tahun 1966 – 1998.
Orde Baru adalah istilah yang digunakan untuk menyebut masa pemerintahan yang terjadi di Indonesia
setelah mundurnya Presiden Soekarno. Presiden pengganti Soekarno pada masa Orde Baru adalah
Soeharto yang mendapatkan mandatnya melalui Supersemar setelah terjadinya peristiwa G30S PKI di
tahun 1965.
Orde Baru dimulai dengan tekad untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara yang didasari
Pancasila serta UUD 1945. Era Orde Baru juga dibuat untuk mengatasi penyimpangan di masa orde
lama. Berbagai kondisi lain seperti ekonomi yang terpuruk dengan tingkat inflasi mencapai 600 persen,
munculnya Tritura yang dipicu oleh latar belakang G30S PKI, dan lain sebagainya turut menurunkan
tingkat kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Era Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru dimulai sejak 23 Februari 1966 sampai 21 Mei 1998
dalam bentuk Negara Indonesia Kesatuan (NKRI), sistem pemerintahan Presidensial, bentuk
pemerintahan Republik dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi atau undang – undang yang berlaku.
Secara sistem, pemerintahan Orde Baru tidak memiliki perubahan berarti dari era sebelumnya. Namun
tetap ada beberapa perbedaan mendasar dilihat dari masa orde baru yang diubah karena dianggap
sebagai penyimpangan di masa orde lama.
Misalnya jabatan Presiden menjadi seumur hidup, dan belum adanya MPR, DPR dan DPA yang sah.
Sistem pemerintahan masa Orde Baru mengubah tatanan kehidupan rakyat dan negara dengan
berlandaskan kemurnian pelaksanaan Pancasila serta UUD 1945 untuk setiap kebijakan pemerintah.
Beberapa pokok sistem pemerintahan pada masa Orde Baru yang tercantum pada Penjelasan UUD 1945
yaitu:
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi dan berada di bawah MPR
Menteri adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
Kekuasaan yang dimiliki Kepala Negara atau Presiden tidak tak terbatas.
Pelaksanaan pemerintahan Orde Baru pada prakteknya menyimpang dari pokok – pokok awalnya.
Kekuasaan dipegang penuh oleh Presiden dan walaupun pada awalnya kehidupan demokrasi di
Indonesia menunjukkan kemajuan, tetapi dalam perkembangannya ternyata tidak jauh berbeda
prakteknya dengan masa Demokrasi Terpimpin. Jika dulunya pemerintah Indonesia pada masa Orba
berniat menjalankan Demokrasi Pancasila dan memutuskan sistem berdasarkan Trias Politika, tetapi hal
tersebut juga tidak berjalan dengan baik. Orde Baru bertujuan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen, terbukti dari beberapa peraturan berikut yang membuat UUD 1945
menjadi konstitusi yang sangat sakral yaitu:
Ketetapan MPR nomor I/MPR/1983 menyatakan bahwa MPR telah menetapkan untuk
mempertahankan UUD 1945 dan tidak akan merubahnya.
Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1983 mengenai Referendum yang antara lain menyatakan bahwa
apabila MPR hendak mengubah UUD 1945 maka rakyat terlebih dulu harus dimintai pendapat melalui
referendum.
UU no. 5 tahun 1985 mengenai Referendum yang menjadi suatu pelaksanaan dari Tap MPR sebelumnya.
Dalam sistem pemerintahan pada masa Orde Baru juga dilakukan perampingan partai – partai politik
sehingga hanya menjadi tiga partai, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), dan Partai Perjuangan Indonesia (PDI). Dalam pelaksanaannya, Golkar menjadi mayoritas tunggal
yang selalu memenangkan setiap pemilu di masa Orde Baru. Ketidak puasan apapun yang muncul pada
masa itu dengan cepat langsung diredam. Ciri pokok orde baru yang tampak pada sistem pemerintahan
pada masa Orde Baru yaitu bahwa Lembaga Kepresidenan memegang kekuasaan yang sangat besar.
Hampir semua kewenangan Presiden yang diatur menurut UUD 1945 dilakukan tanpa keterlibatan
pertimbangan dan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Sistem demikian bisa berdampak positif
dengan kendali di tangan Presiden maka seluruh penyelenggaraan pemerintahan bisa dikendalikan
sehingga pemerintahan lebih solid, stabil dan tidak mudah digoyahkan. Akan tetapi tanpa adanya
pengawasan dan persetujuan DPR maka kewenangan Presiden menjadi mudah disalahgunakan.
Kondisi negara perlahan mulai menemukan makna orde baru berkat berbagai sistem pemerintahan
pada masa Orde Baru yang diterapkan, yaitu dengan terlihatnya perbaikan di berbagai bidang. Beberapa
kelebihan orde baru yaitu:
Angka Gross Domestik Produk Indonesia secara perkapita meningkat hingga lebih dari 1000% dari hanya
mencapai 70 dolar pada tahun 1968, dan pada 1996 meningkat menjadi 1000 persen hingga mencapai
lebih dari 1.565 dolar Amerika.
Kesuksesan program keluarga berencana yang mengedepankan slogan ‘Dua Anak Cukup’.
Program pemberantasan buta huruf yang dilakukan di masyarakat dengan sukses sehingga tingkat
pengangguran pun berkurang.
Bidang swasembada pangan juga menemui kesuksesan sehingga negara dapat mencukupi kebutuhan
pangan rakyat, membuktikan bahwa Indonesia adalah negara agraris yang tidak perlu mengekspor untuk
memenuhi kebutuhan pangan.
Mensukseskan program nasional Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GN-OTA) dan Gerakan Wajib Belajar
untuk seluruh rakyat yang masih masuk usia pelajar.
Bekerjasama dengan investor asing dan menerima banyak pinjaman dana dari luar negeri.
Sebagaimana lazimnya suatu kebijakan tetap memiliki dua sisi. Selain kelebihan ada juga kekurangan
orde baru, terutama berasal dari penyimpangan pada masa orde baru yang pemerintah. Kekurangan
sistem pemerintahan pada masa orde baru yaitu:
Pembangunan di Indonesia tidak merata di setiap daerah misalnya di Aceh dan Papua tidak tersentuh
pembangunan sehingga menimbulkan pemberontakan di kalangan masyarakat. Sehingga kesenjangan
sosial di masyarakat juga meningkat.
Terjadinya pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat kalangan non pribumi
Kebebasan pers juga dikekang sebagai salah satu bentuk kebijakan politik pada masa orde baru. Hal itu
tidak dialami oleh pers pada masa reformasi yang lebih bebas.
Sistem birokrasi yang negatif semakin berkembang dikenal dengan istilah ‘Asal Bapak Senang’ yang
diingat sampai sekarang bahkan sulit dihapus dari kebiasaan.
Sistem keamanan menggunakan kekerasan untuk menekan protes terhadap pemerintah.
Kekayaan negara banyak dikuasai dan dieksploitasi swasta. Kebijakan ekonomi terlalu berpihak pada
investasi asing.
Kekuasaan satu pihak atau Presiden berkelanjutan dan termasuk otoriter tanpa adanya tanda – tanda
akan peralihan kekuasaan.
Adanya program transmigrasi yang ditetapkan pemerintah dan menimbulkan kecemburuan penduduk
setempat karena tunjangan yang cukup besar untuk para transmigran pada tahun – tahun pertamanya.
Segala kelebihan dan kekurangan dalam sistem pemerintahan orde baru tersebut membuat masyarakat
yang awalnya merasa nyaman mulai terusik, terutama karena berbagai penyimpangan sistem
pemerintahan yang terjadi dan ketidak bebasan mengungkapkan pendapat. Tuntutan akan perubahan
kepemimpinan dan sistem pemerintahan mulai mengemuka. Terlebih lagi saat itu imbas dari krisis
ekonomi Asia juga mempengaruhi Indonesia.
Berbagai demonstrasi dan tuntutan pun terus bergulir hingga menyebabkan korban tragedi trisakti 1998
sejumlah empat orang mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut kemunduran Presiden Soeharto.
Peristiwa itu dikenal dengan sejarah peristiwa Trisakti yang akhirnya menyebabkan kerusuhan Mei 1998
yang berbau SARA. Akhirnya Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah rentetan kejadian tersebut,
dan Indonesia memasuki era Reformasi dalam pemerintahan.
Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden pada Sidang Umum MPR pada Maret 1998.
Tetapi penyimpangan-penyimpangan pada masa pemerintahan Orde Baru membawa Indonesia pada
krisis multidimensi, diawali krisis moneter yang tidak kunjung reda.
Krisis moneter membawa akibat terjadinya krisis politik, di mana tingkat kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah begitu kecil.
Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta Soeharto mundur dari
jabatannya sebagai Presiden.
Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut
Soeharto lengser dari jabatannya.
Lengsernya Soeharto
Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung
DPR/MPR. Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh.
Soeharto ingin menyelamatkan kursi kepresidenan dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti
perombakan (reshuffle) kabinet dan membentuk Dewan Reformasi.
Tetapi pada akhirnya Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya.
Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka menyatakan berhenti sebagai Presiden.
Dengan menggunakan UUD 1945 pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie
disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung.
Karena DPR tidak dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil alih gedung DPR.
Kepemimpinan Indonesia segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi
terbukanya proses demokratisasi di Indonesia.