Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Konflik adalah sebuah proses mengelola konflik dengan menyusun sejumlah strategi yang

dilakukan oleh pihak-pihak berkonflik sehingga mendapatkan resolusi yang diinginkan[1]. Dalam sudut
pandang demokrasi, manajemen konflik akan berbicara perihal bagaimana konflik ditangani secara
konstruktif, membawa pihak yang berkonflik ke dalam suatu proses yang kooperatif, serta merancang
sistem kooperatif yang praktis untuk mengelola perbedaan secara konstruktif[2]. Melalui manajemen
konflik, konflik akan dikelola sehingga dapat membatasi aspek negatif dan meningkatkan aspek positif
dari konflik yang terjadi[3].

Tujuan dari manajemen konflik, baik yang dilakukan secara langsung oleh pihak yang berkonflik maupun
melibatkan pihak ketiga, adalah untuk mempengaruhi seluruh struktur situasi konflik yang dalam
prosesnya mengandung hal-hal destruktif (seperti penggunaakan kekerasan atau permusuhan) dan
membantu pihak-pihak berkonflik untuk menemukan solusi atas konflik yang terjadi[4

Teori-Teori Utama Mengenai Penyebab Konflik

1. Teori Kebutuhan Manusia

Konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau
dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah identitas, pengakuan, partisipasi, otonomi,
dan keamanan. Pendekatan: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang
tidak terpenuhi, serta menghasilkan opsi-opsi untuk memenuhi kebutuhan itu.

2. Teori Identitas

Konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang berakar dari hilangnya sesuatu atau penderitaan
di masa lalu yang tidak tuntas. Pendekatan: memfasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang
berkonflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan yang bertujuan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang konflik.

3. Teori Hubungan Masyarakat

Konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Pendekatan: meningkatkan rasa saling pengertian dan
komunikasi antara kelompok yang konflik, dan mengupayakan toleransi dengan tujuan agar masyarakat
lebih bisa saling menerima keberagamaan..
4. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya

Konflik disebabkan karena ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang
berbeda. Pendekatan: menambah pengetahuan mengenai budaya pihak lain, meningkatkan keefektifan
komunikasi antarbudaya, mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.

5. Teori Transformasi Konflik

Konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
masalah sosial, budaya dan ekonomi.

6. Teori Negosiasi Prinsip

Konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan perspektif tentang konflik oleh
pihak-pihak yang berkonflik. Pendekatan: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan
pribadi dengan berbagai masalah dan isu serta memampukan mereka untuk bernegosiasi atas
kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses
kesepakatan yang saling menguntungkan semua pihak.

Tujuan Manajemen Konflik

Berikut ini beberapa tujuan manajemen konflik, diantaranya sebagai berikut:

Mencegah dan meminimalisir terjadinya gangguan terhadap anggota organisasi, sehingga dapat fokus
kepada visi dan misi perusahaan atau organisasi.

Membangun rasa saling menghormati antar sesama anggota organisasi dan menghargai keberagaman.

Meningkatkan kreativitas anggota organisasi dengan memanfaatkan konflik yang terjadi.

Baca Juga:

45 Pengertian Manajemen Menurut Para Ahli


Manfaat Mempelajari Ilmu Komunikasi

Manajemen Pemasaran: Pengertian, Fungsi, Tujuan, Konsep dan Karakteristik

Proses Manajemen Konflik

Menurut Minnery (1980: 220) manajemen konflik adalah suatu proses, sama halnya dengan
perencanaan merupakan proses. Dia juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan
sebagai bagian yang rasional dan bersifat iteratif, berarti pendekatan model manajemen konflik
perencanaan secara terus menerus (continue) akan mengalami penyempurnaan sampai mencapai
model yang ideal dan representatif.

Sama halnya dengan tahapan manajemen konflik, bahwa manajemen konflik perencanaan juga meliputi
beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari, ditekan atau didiamkan),
klasifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan
proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan
peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.

Keseluruhan proses berlangsung dalam tahap perencanaan yang melibatkan perencana (planner)
sebagai aktor untuk mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.

Tipe Manajemen Konflik

Menurut Dawn M. Baskerville, ada 6 tipe manajemen konflik, yaitu:

1. Avoiding

Individu atau organisasi pada umumnya cenderung menghindari konflik. Berbagai hal sensitif dan
berpotensi menyebabkan konflik sebisa mungkin dihindari. Ini merupakan cara yang paling efektif
menjaga lingkungan terhindar dari konflik terbuka.

2. Accommodating
Ini adalah cara mengumpulkan berbagai pendapat dari banyak pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan
mengumpulkan berbagai macam pendapat, maka organisasi dapat mencari jalan keluar dengan tetap
mengutamakan kepentingan salah satu pihak yang berkonflik.

Kelemahannya, metode ini masih bisa menimbulkan konflik baru dan perlu dilakukan evaluasi secara
berkala.

3. Compromising

Compromising cenderung memperhatikan pendapat dan kepentingan semua pihak. Kompromi adalah
metode penyelesaian konflik dengan bernegosiasi pada pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari jalan
tengah bagi kebaikan bersama.

Dengan metode kompromi maka semua pihak yang berkonflik akan menemukan solusi yang saling
memuaskan. Metode ini dapat menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan konflik yang baru.

4. Competing

Competing adalah cara menyelesaikan konflik dengan mengarahkan pihak yang berkonflik untuk saling
bersaing dan memenangkan kepentingan masing-masing.

Akhirnya salah satu pihak akan ada kalah dan mengalah atas kepentingan pihak lain. Ini merupakan
strategi cadangan dan dianggap kurang efektif bila salah satu pihak lebih kuat dari yang lain.

5. Collaborating

Collaborating merupakan metode menyelesaikan konflik dengan bekerja sama untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan karena semua pihak bersinergi dalam menyelesaikan masalah dengan tetap
memperhatikan kepentingan semua pihak.
Jadi, kepentingan pihak-pihak yang berkonflik tercapai dan menghasilkan win-win solution.

6. Conglomeration (Mixtured Type)

Cara Ini adalah penyelesaian konflik dengan mengkombinasikan kelima tipe manajemen konflik di atas.
Tipe manajemen konflik ini membutuhkan tenaga, waktu dan pikiran yang besar dalam proses
penyelesaian konflik.

Baca Juga:

Manajemen Operasional: Pengertian, Fungsi, Tujuan, Tugas, Aspek dan Ruang Lingkup

Contoh Surat Lamaran Marketing Yang Diminati HRD

Struktur Organisasi Manajemen

Strategi Manajemen Konflik

Stevenin mengatakan ada 5 tahap dalam memahami manajemen konflik dengan baik. Dengan
memahami 5 tahap tersebut maka organisasi akan lebih mudah merumuskan strategi terbaik dalam
penanganan konflik.

Berikut ini adalah 5 tahap manajemen konflik:

1. Pengenalan

Tahap pertama adalah dengan mengenali permasalahan yang terjadi, siapa saja yang terlibat konflik,
dan bagaimana keadaan di sekitar selama terjadinya konflik. Informasi ini digunakan sebagai informasi
awal yang penting dalam manajemen konflik.

2. Diagnosis

Tahap kedua adalah menganalisis penyebab konflik. Untuk mengimplementasikannya dibutuhkan


metode yang benar dan telah teruji, serta berfokus pada masalah utama dalam konflik yang terjadi.

3. Menyepakati Solusi
Setelah mendiagnosis masalah, selanjutnya organisasi bisa merumuskan solusi apa yang paling tepat
untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Solusi yang ditentukan harus dikompromikan bersama dengan pihak yang berkonflik dibantu pihak
penengah. Selanjutnya, maka semua pihak melakukan kesepakatan bersama.

4. Pelaksanaan

Setelah menyepakati solusi, tahap keempat adalah proses pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat.
Semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut
dengan sebaik-baiknya. Menjadi poin penting bahwa kesepakatan yang telah dibuat tidak berpotensi
menimbulkan konflik yang lain.

5. Evaluasi

Tahap kelima adalah mengevaluasi dan menilai apakah pelaksanaan kesepakatan tersebut berjalan
dengan baik. Dengan melakukan evaluasi maka organisasi dapat melakukan pendekatan alternatif untuk
konflik lain yang berpotensi terulang.

Tahap-Tahap Berlangsungnya Konflik

Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam 5 tahap, yaitu:

Tahap Potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkungan yang
berpotensi terjadinya konflik.

Konflik Terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka
mulai memikirkannya.

Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di antara individu atau
kelompok yang saling bertentangan

Konflik Terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka.

Akibat Konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja
organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti tukar
pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas,
maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan.

Tingkatan Konflik
Konflik Intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik ini terjadi ketika
individu dihadapkan pada dua atau lebih pilihan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan.

Konflik Interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya
perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan.

Konflik Intragroup, yaitu konflik antar anggota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami
konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi berdasarkan latar belakang keahlian yang
berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama.
Sedangkan konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.

Konflik Intergroup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergroup terjadi karena adanya
saling ketergantungan, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, serta meningkatnya tuntutan akan
keahlian.

Konflik Interorganisasi, konflik yang terjadi antar organisasi. Konflik interorganisasi terjadi karena
mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu
organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi
antara perusahaan pertambangan dengan salah satu organisasi lingkungan hidup di masyarakat.

Konflik Intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalam suatu organisasi, meliputi:

Konflik Vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik
untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara direktur utama dengan manajer.

Konflik Horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hirarki yang sama dalam
organisasi. Misalnya antara divisi pemasaran.

Konflik Lini-Staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam
proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konflik antara manajer dengan kepala divisi.

Konflik Peran, yang terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya manajer
pemasaran juga menjabat sebagai manajer penjualan.

Teknik Penyelesaian Konflik

Persuasi, yaitu usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul,
dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.

Rujuk, merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang
lebih baik, demi kepentingan bersama.

Penarikan diri, suatu penyelesaian masalah, dengan meminta salah satu atau kedua pihak menarik diri
dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif
apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemecahan masalah terpadu, usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua
pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan
jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama
dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.

Tawar-menawar, suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan
konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.

Pemaksaan dan penekanan, cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif
bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan
wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang
efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah exsecara terpaksa.

Intervensi (campur tangan) pihak ketiga, apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau
usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian
konflik.

Anda mungkin juga menyukai