Bagi mahasiswa IB integrasi dan kerjasama ekonomi regional yg paling dekat dengan
kita di Kawasan asia tenggara ini adalah AFTA dan MEA karena itu perlu di pahami
karena dampaknya paling besar bagi pebisnis domestik yang menjalankan bisnis
international.
Sebagai pendahuluan kita perlu memahami tentang AFTA dan MEA serta apa
perbedaannya
ASEAN free trade Area (AFTA) sejatihnya adalah satu bentuk kesepakatan yang dibuat
oleh negara-negara ASEAN untuk melahirkan kawasan bebas, bebas perdagan diantara
para negara-negara ASEAN. AFTA sendiri memiliki tujuan, tujuan utama dari AFTA
adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan bisnis ASEAN di Era dunia. Dan
adapun harapan dibentuknya AFTA ini adalah negara-negara ASEAN biasa menjadi basis
produksi dunia. Yang dapat mensupplai produk2 yg kompetitif ke pasar global
Sedangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah masyrakat yang masuk dalam kawasan
bebas area ini, atau negara-negara yang masuk dalam AFTA. Jadi kawasan ekonomi
suatu negara yang termasuk dalam MEA ini akan menjadi lebih luas, adanya
perekonomian yang menglobal diantara para negara-negara ASEAN.
Dengan demikian mahasiswa IB bisa melihat bahwa MEA dan AFTA tidaklah sama, AFTA
adalah bentuk kesepakatan sedangkan MEA adalah kumpulan negara-negara yang ikut
dalam pasar bebas (tolong anda ingat dalam kuliah terdahulu apa yg dimaksud sebagai
pasar bebas).
Pelaksanaan persetujuan ini akan terdapat pada banyak sektor, terhadap inovasi
teknologi, terhadap perdangan dan terhadap SDM. Karena MEA ini tidak hanya membuka
arus perdangan barang, tetapi juga jasa. Bebasnya tenaga asing masuk ke indonesia
dapat sangat mempengaruhi dan para tenaga kerja asing ini akan dapat mengisi
jabatan yang dulunya terhalang oleh peraturan yang nanti akan dihilangkan karena
berlakunya MEA.
Pada dasarnya, MEA merupakan wadah yang sangat penting bagi kemajuan negara-negara
ASEAN dalam mewujudkan kesejahteraan sehingga keberadaannya harus disikapi dengan
positif. Dan diharapkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara bisa berkompetisi
dan bisa menempatkan ASEAN masuk ke dalam pasar terbesar di dunia.
Sebagai masyarakat yang dinamis dan optimis sudah selayaknya kita harus bisa
melihat lebih banyak dampak positif dari adanya pasar bebas Asia Tenggara atau MEA.
ASEAN Economic Community atau MEA secara garis besar terfokus dalam empat hal,
yaitu:
1. MEA sebagai pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang difungsikan sebagai
sebuah kawasan kesatuan pasar dan basis produksi. Terciptanya kesatuan pasar dan
basis produksi tersebut akan menghilangkan batasan terhadap arus barang, investasi,
modal, jasa, dan tenaga profesional antarnegara di Asia Tenggara.
2. MEA berorientasi untuk membentuk kawasan ekonomi yang memiliki daya saing
tinggi dengan kebijakan-kebijakan, perlindungan konsumen, dan berbagai macam
perjanjian untuk saling menciptakan kondisi ekonomi yang adil.
3. Menumbuhkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki daya saing
tinggi serta ditunjang dengan kemudahan mendapatkan
Dengan demikian, negara peserta ditantang untuk bersaing secara ketat satu sama
lain. Pasar bebas harus disadari betul kondisinya agar terus bisa mengembangkan
kemampuan dalam mengikuti persaingan di bidang apa pun. Banyak peluang yang bisa
diambil dari MEA seperti yang dijabarkan berikut ini.
Sebenarnya adanya MEA memberi peluang bagi Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki
jumlah penduduk yang terbesar di Asia Tenggara. Total jumlah penduduk Indonesia
hampir 40% dari total keseluruhan penduduk ASEAN. Fakta ini bisa dijadikan acuan
untuk menguasai pasar ASEAN jika didukung dengan produktivitas yang tinggi. Selain
itu, Indonesia juga memiliki sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM)
yang potensial.
Tentu saja hal tersebut sejalan dengan ASEAN Economic Community Blueprint yang
intinya adalah MEA sangat diperlukan dalam mengurangi kesenjangan antarnegara
ASEAN. MEA juga dapat digunakan sebagai jembatan dalam membangun rantai suplai
makanan dan bisa menjadi perantara untuk melakukan kegiatan ekspor-impor dengan
negara-negara non-ASEAN.
Selain sektor jasa dan sumber daya alam, Pemerintah juga fokus dalam mengembangkan
sektor investasi dan SDM. Di sektor investasi, mengingat potensi yang dimiliki
Indonesia cukup besar maka diprediksi akan sangat mudah untuk meningkatkan masuknya
Foreign Direct Investment (FDI).
Masuknya FDI ini bakal mampu memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui
perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan SDM.
Indonesia sangat mungkin memposisikan diri sebagai negara tujuan investor karena
tingkat kebutuhan akan barang dan jasa yang tinggi serta jumlah populasinya yang
tinggi juga. Di bidang ini banyak sekali para pengusaha yang melirik investasi,
termasuk properti. Sebagai lahan investasi yg potensial masyarakat Indonesia bisa
mengambil kesempatan emas tersebut untuk memanfaatkan aliran modal asing.
Dilihat dari aspek ketenagakerjaan Indonesia juga memiliki kesempatan yang sangat
besar karena dengan jumlah populasi yang dimiliki akan meningkatkan penyerapan
tenaga kerja apalagi jika mereka sudah memiliki kualitas SDM yang mumpuni. Dengan
begitu, tenaga kerja Indonesia bisa mengisi kekosongan-kekosongan posisi yang ada
di luar negeri. Ini juga menjadi kabar baik bagi para wirausaha karena mereka akan
lebih mudah dalam mencari tenaga kerja yang lebih berkompeten dari berbagai negara
di wilayah Asia Tenggara.
Arus perdagangan bebas entah itu barang maupun jasa akan memunculkan competition
risk. Artinya, selain menjadi negara pengekspor, Indonesia juga menjadi sasaran
empuk eksportir dari negara lain. Hal ini mengakibatkan munculnya produk-produk
luar yang beragam dalam jumlah banyak ke Indonesia. Hal ini perlu diwaspadai jika
produk-produk yang datang dari luar negeri memiliki kualitas yang lebih bagus.
Industri lokal pun akan terancam akibat hal tersebut. Efek besar yang ditimbulkan
adalah adanya defisit neraca perdagangan.
Oleh karena itu, para pelaku usaha khususnya para produsen menciptakan produk yang
memiliki standar terbaik sehingga produk lokal tetap memiliki kualitas. Pada sektor
ini, yang memiliki peluang besar adalah para pelaku Start-up dan UMKM. Mulai dari
diberlakukannya MEA sejak awal Januari 2016, Pemerintah telah bekerja keras melalui
Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) di bawah komando Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) dalam melakukan sosialiasi dan melakukan peningkatan
kualitas SDM.
Investasi dari luar negri diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan
membuka lapangan kerja. Namun pada sektor ini, Indonesia terbilang memiliki risiko
masadepan yang tinggi karena adanya exploitation risk. Sebabnya, Indonesia kurang
memiliki aturan dan regulasi yang ketat sehingga sektor-sektor riil semisal
pertambangan mudah saja dikelola negara asing. Untuk yang satu ini, tentunya tidak
banyak yang bisa diperbuat masyarakat. Padahal, Pemerintah memiliki kekuasaan penuh
untuk mencegah adanya eksploitasi alam yang dilakukan perusahaan-perusahaan asing.
Masalah ketenagakerjaan Indonesia memiliki tantangan yang luar biasa. Kalau dilihat
dari sisi pendidikan dan produktivitas, Indonesia masih kalah jauh dari negara-
negara tetangga, seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Indonesia masih berada
di peringkat ke-4 dalam hal pendidikan dan produktivitas yang dimiliki. Meskipun
demikian, Indonesia masih memiliki posisi yang aman dalam hal ini. Mengingat
standar upah yang berlaku di Indonesia masih tergolong kecil sehingga menarik untuk
Investasi dalam manufaktur. Tenaga kerja Indonesia juga lebih memiliki peluang
untuk bekerja di luar negeri untuk mendapatkan gaji yang lebih layak.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sasaran dan fokus
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) termasuk usaha rintisan � start-up yg menggunakan
patform digital dan IT dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi di wilayah regional
ASEAN.
Start-up atau usaha rintisan yang didirikan dan dikembangkan anak bangsa selayaknya
didorong melalui infrastruktur digital dan environment yg medorong pertumbuhan
cepat sehingga start-up ini juga bisa merambah ke luar negri di Kawasan ASEAN,
contoh yg paling anyar adalah GoJek yg sdh berekspansi ke Vietnam dan menjajagi
pasar di Phillipina.
Sementara UMKM Indonesia memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama
tentang kualitas barang yang dihasilkan. Kebanyakan kualitas produk UKM Indonesia
belum memenuhi standar. Hal itu disebabkan beberapa faktor.
Pertama, biaya produksi dalam negeri yang sangat mahal sehingga tidak mampu
menciptakan efisiensi produksi.
Kedua, kurangnya pengetahuan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam
menghasilkan barang ataupun jasa yang berkualitas. Kedua hal tersebut sangat
berkaitan dan perlu sesegera mungkin diupayakan solusinya, baik oleh Pemerintah
maupun pelaku usaha sendiri.
Kesimpulan
Dalam menghadapi MEA, sebagai mahasiswa IB kita harus bisa melihat peluang dan
menghadapi tantangan yang akan datang. serta aktif membaca informasi yg relevan dan
tidak hnya berpatokan pada text book lama yg sdh kurang relevan lagi
Dalam perubahan jaman yg cepat ini, Kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan
produk dan jasa bisa menunjang eksisnya produk dan jasa dari dalam negeri untuk
terus bersaing dengan produk luar negeri.
Pemerintah masih perlu untuk mendorong iklim berusaha dan regulasi yg lebih pro
bisnis bagi pelaku start-up dan UMKM sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Bisnis
model dari start-up dapat menarik investasi dari luar kedalam negri
Mahasiswa IB diharap terus menambah wawasan regional (ASEAN )terlebih pada dinamika
perekonomian dan regulasi2 bisnis yang perlu di update
Hal-hal tersebut di atas bersifat makro dan selanjutnya dipikirkan juga bagaimana
melihat kondisi tersebut dalam peluang2 pengembangan bisnis yg dapat meningkatkan
profit perusahaan dalam skala mikro (atau di level perusahaan)
mahasiswa IB harus dapat berwawasan global tapi bertindal local (think globally and
act locally)
Terima kasih dan selamat belajar !
terimakasih atas sharing materi tentang cross national cooperation, akan saya
pelajari, mohon bimbingannya pak