Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NAMA : SARTIKA
NIM : 1503111258
KELOMPOK : IV (EMPAT)
JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
BAB I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui pertumbuhan kultur baru setelah dilakukan subkultur
dengan media MS yang diberi perlakuan berbeda.
2. Untuk mengetahui cara subkultur tanaman terung belanda dengan
menggunakan bagian apikal dan hipokotil.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan kultur baru setelah dilakukan subkultur
dengan media MS yang diberi perlakuan berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Terong belanda atau di Indonesia dikenal sebagai terong menen dan dalam
bahasa Inggris disebut Tree tomato atau Tamarillo, berasal dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, khususnya di Peru kemudian menyebar ke berbagai wilayah di
dunia. Di Indonesia, Terong Belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Upaya
budidaya terong belanda yang dilakukan selama ini lebih bersifat tradisional sehingga
produksi buah belum seperti yang diharapkan. Selain itu hama dan penyakit yang
merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi kualitas buah yang dihasilkan
(Nurwahyuni et.al 2016).
Menurut Nisa et.al (2016) klasifikasi ilmiah dari terong belanda adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Agiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Kultur jaringan yaitu salah satu teknik perbanyakan alternatif pada tanaman.
Prinsip kultur jaringan ialah mengisolasi eksplan yaitu sel atau jaringan tanaman yang
diambil dari bagian tanaman, misalnya protoplasma, sel atau sekelompok sel,
kemudian distimulasi untuk membentuk tanaman secara utuh menggunakan media
dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Kultur jaringan ialah membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil dengan sifat seperti induknya. Kultur
jaringan merupakan suatu metode untuk memperoleh tanaman dalam jumlah besar
dalam waktu yang relatif singkat serta bebas penyakit (Wardiyati et.al 1998).
Sub kultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui
kultur jaringan. Prinsip dasarnya sub kultur ialah memotong, membelah dan
menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan
bertambah banyak. Sub kultur adalah memindahkan eksplan ke media
multiplikasi dengan tujuan perbanyakan atau pengakaran suatu eksplan. Sub kultur
dilakukan jika eksplan pada medium kultur mengalami browing sebagai indikasi dari
kematian sel dan ketidakpratisan fungsi media. Eklspan yang baru saja ditanam dan
diinkubasikan dalam ruangan incubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus sudah
cukup umur maka dapat dilakukan sub kultur. Kalus yang terlambat disub-kulurkan
tidak dapat berkembang dengan baik (Hendrayono, 1994).
Menurut Suharyono et.al (2016) kegiatan sub kultur disesuai dengan jenis
tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan
tumbuh yang berbeda-beda yang menyebabkan cara dan waktu sub kultur juga
berbeda-beda. Secara garis besar teknik sub kultur dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Teknik sub kultur untuk tanaman yang harus segera atau cepat di sub kultur.
2. Teknik sub kultur untuk tanaman yang relatif lama di sub kultur.
3. Teknik sub kultur untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka
subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau
melakukan penjarangan.
4. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka sub
kultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman per ruas tanaman yang ada. Namun
jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka
sub kulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam
kembali secara terpisah.
Menurut Yusniati (2009) tahapan-tahapan dalam sub kultur terdiri dari :
a. Regenerasi
b. Multiplikasi, bertujuan untuk memperbanyak tunas.
c. Pengakaran, ialah tahapan dimana masing masing plantlet tumbuh dan
mengalami pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesis.
d. Inisiasi, yaitu melakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga menghasilkan sejumlah
besar tunas) dari satu eksplan.
e. Mikropopagasi, merupakan tunas yang dibesarkan atau diakarkan .
Menurut Wardiyati et.al (1998) Faktor yang mempengaruhi keberhasilan sub
kultur sama dengan faktor yang menentukan keberhasilan kultur jaringan antara lain:
1. Genotipe Tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur jaringan adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Perbedaan
respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing
masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi
2. Media kultur
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam garam anorganik,
senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat
dikulturkan. Perbedaan komposisi media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan
dan regenerasi eksplan.
3. Lingkungan tumbuh
Faktor lingkungan tumbuh yang dimaksud ialah suhu, kelembaban, cahaya dan lain
sebagainya. Umumnya suhu yang digunakan dalam kultur jaringan lebih tinggi dari
kondisi suhu lingkungan, hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
4. Kondisi Eksplan
Kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan antara lain
jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai
eksplan.
III. METODE
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan untuk subkultur eksplan terong belanda adalah laminar air
flow, botol, pinset, gunting, aluminium foil, karet gelang, sprayer, bunsen, kertas
saring, cawan petri steril, tisu, kertas label, gelas ukur, gelas beaker, batang pengaduk
dan rak botol.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk untuk subkultur eksplan terong belanda adalah
eksplan terong belanda, betadine, aquades, alkohol 70 %, dan media MS 1 BAP + 12
madu.
4.1 Hasil
Tabel 1. Penanaman Hipokotil Terong Belanda (Solanum betaceum) In Vitro
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah % % % % %
Kelompok ZPT
Tunas Daun Akar Kontaminasi Tunas Daun Akar Kontaminasi Hidup
1 Kontrol 90,90
0 0 0 1 0% 0% 0% 9,09%
%
2 1 BAP + 1 4,75 5 0 100% 100% 100 0% 100%
3 Madu %
3 MS + 3 1 4,92 0 0 50% 58% 0% 0% 100%
BAP + 6
Madu
5 Kontrol 0,083 0,083 1 0 8,3% 8,3% 50% 0 100%
6 MS+ 1 0,4 1,4 0,5 0,33 40% 41,66 50% 33,33 % 66,67
BAP+ 3 % %
Madu
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penanaman subkultur dari eksplan tanaman
buah terong belanda. Dalam praktikum ini digunakan medium Murashige dan Skoog
atau biasa disingkat dengan MS. Medium MS mengandung berbagai zat organik dan
anorganik yang akan memicu jaringan untuk tumbuh membentuk tanaman baru.
Untuk nutrisi tambahan dalam subkultur dari batang anakan buah naga ini digunakan
BAP dan madu. BAP (6-Benzylaminopurin) merupakan zat pengatur tumbuh yang
tergolong ke dalam sitokinin sintetik. Sitokinin mempengaruhi berbagai proses
fisiologi di dalam tanaman. Aktivitas yang utama dari sitokinin adalah sitokenesis
atau pembelahan sel (Intan 2008).
Madu merupakan ZPT tambahan yang mengandung berbagai jenis komponen
gizi yang sangat bermanfaat, yaitu karbohidrat, asam amino, mineral, enzim, vitamin,
air, dan zat-zat organik lainnya. Madu sebagian besar mengandung karbohidat berupa
gula glukosa dan fruktosa. Madu kaya akan mineral penting (K, Ca, Fe, I, Na, S, Cl,
P, Mn, Mg), asam lemak vitamin B komplek (kecuali B1), D, E dan K serta berbagai
macam enzim. Di dalam madu masih terkandung biose atau zat pengatur tumbuh
yang mempercepat pertumbuhan akar, tunas, serta pembuangan pada tanaman, selain
zat antibakteri, sehingga bisa membantu mempercepat pulihnya jaringan yang luka
serta mencegah infeksi (Heddy 2002).
Eksplan yang digunakan adalah eksplan dari terong belanda dan bagian yang
digunakan adalah bagian hipokotil (bagian bawah yang akan tumbuh menjadi akar)
dan epikotil (bagian atas di pucuk). Pada praktikum ini menggunakan perlakuan yang
berbeda-beda yaitu hipokotil terong belanda dengan media MS kontrol, 1 BAP + 3
madu, MS + 3 BAP + 6 madu, sedangkan bagian epikotil terong belanda dengan
media MS + 1 BAP + 12 madu, 1 BAP + 6 madu, 1 BAP + 12 madu, dan MS+ 1
BAP.
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bagde, A B, Sawant, R S, Bingare, S D, Sawai, R V,Nikumbh, M B. (2013).
Therapeutic and nutritional values of honey (madhu). International Research
Journal of Pharmacy 4 (3) 19-22.
Endang G L. 2013. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7(1).
Hendaryono D. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Heddy S. 2002. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Rajawali.
Intan , R . D . 2008 . Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman .
Bandung : Universitas Padjajaran.
Katuuk, J.R.P.1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman.
Jakarta : Depdikbsud, Direktorat Jenderal Pendidikan.
Nisa K, Silvia M A. 2016. Efektivitas Ekstrak Terong Belanda untuk Menurunkan
Kadar Glukosa dan Kolesterol LDL Darah pada Pasien Obesitas. Jurnal
Majoriti 5(1).
Nurwahyuni I, Elimasni, M Zainudin S. 2016. Inisiasi In Vitro Biji Muda Terong
Belanda ( Solanum betaceum) Berastagi Sumatera Utara pada Komposisi
Media dan Zat Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Biologi Sumatera 1(1).
Suharyo, Hayati M, Imron R, Diah R. 2016. Pengaruh jumlah subkultur dan media
sub-optimal terhadap pertumbuhan dan kemampuan regenerasi kalus tebu
(Saccharum officinarum L.). Jurnal Menara Perkebunan 84(1).
Wardiyati, Tatik. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Malang: FP UB.
Yusnita. 2009. Kultur Jaringan Cara Perbanyakan Tanaman Secara Efisien.
Jakarta: Agro Media Pustaka.