Anda di halaman 1dari 9

Nama :Susanti

Nim :191310102

Kelas :06 manajemen

Dasar hukum dan prinsip pemungutan pajak

a. Dasar hukum pemungutan pajak


Perpajakan Indonesia telah diatur Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan
bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
Negara diatur dengan undang-undang”. Pajak adalah kontribusi yang
dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga Negara asing
dan warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia
dalam jangka waktu dua belas bulan.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan suatu Negara. Oleh karenanya
tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara, yang diantaranya membiayai
pembangunan infrastruktur Negara akan sulit untuk dapat dilaksanakan.

Agar dapat menerapkan dalam kehidupan bernegara, maka tindaklanjut


dari bunyi pasal 23A UUD 1945 diterbitkan undang-undang yang
mengatur tatacara penyelenggaraan perpajakan. Setidaknya ada 8
(delapan) undang-undang yang dijadikan landasan hukum pemungutan
pajak di Indonesia, yaitu:

1. UU No. 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan:


DIGANTI dengan UU No. 16/2000 Tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan
2. UU No. 7/1983 Tentang Pajak Penghasilan / UU PPh: DIGANTI
dengan UU No. 17/2000
3. UU No. 8/1983 Tentang Pajak Pertambahah Nilai atas Barang dan
Jaqsa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU PPN / PPn BM,
DIGANTI dengan UU No. 18/2000
4. UU No. 12/1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan, UU PBB,
DIGANTI dengan UU No. 12/1994
5. UU No. 19/1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU
PPSP, DIGANTI dengan UU No. 19/2000
6. UU No. 21/1997 Tentang Bea Perolehan hak atas Tanah dan
Bangunan, UU BPHTB, DIGANTI dengan UU No. 20/2000
7. UU Pengadilan Pajak, UU PP, UU No. 14/2002
8. UU Bea Materai, UU BM, UU No. 13/1985

b. Prinsip pemungutan pajak


Prinsip-prinsip pemungutan pajak adalah:

1. Keadilan atau Equality

Maksudnya adalah Pajak itu harus dilakukan didasari oleh keadilan,


disesuaikan dengan kemampuannya, jangan sampai ada orang yang
dipungut pajak sama dengan orang lainnya yang berbeda pendapatannya.
Misalnya : Fulan memiliki pendapatan sebulan Rp 50.000.000 dan
dikenakan pajak PPh sebanyak 7.500.000, sedangkan Fulanah memiliki
pendapatan sebulan 3.000.000, pajak yang dibayar Fulanah tidak bisa
disamakan dengan Fulan, karena gaji Fulanah saja tidak mencapai 7,5 juta.

2. Kepastian / Certainty

Maksudnya adalah harus ada kepastian hukum (misal UU yang berlaku


yang mengatur ttg pajak itus endiri) atau waktu akhir bayarnya kapan,
seberapa besar dll.

3. Kemudahan / Convenience

Maksudnya disini adalah regulasi atau sistem perpajakan harus mudah


untuk dilakukan. Misalkan saja tempat membayar pajak hanya ada di
Jayapura, maka itu tidak mudah untuk dilakukan karena dari seluruh
Indonesia akan berbondong-bondong ke sana hanya untuk bayar pajak.
Jadilah banyak tempat tiap daerahnya yang dapat disinggahi untuk
membayar pajak. Itulah salah satu kemudahan perpajakan.

4. Ekonomis / Economics

Maksudnya disini adalah biaya yang dikeluarkan si "pemungut pajak" alias


pemerintah yang dikeluarkan untuk proses pemungutan pajak dari
masyarakat tidak boleh lebih besar dari hasil yang akan mereka pungut
dari masyarakat.

Misalkan saja : Pemerintah Kota Bandung ingin memungut pajak ke


masyarakatnya, jika pihak pemerintah mendatangi rumah warganya satu
persatu, tidak akan terbayang berapa ongkos yang dikeluarkan, biaya
transportasi dan lainnya, sedangkan pendapatan yang didapat tidak akan
lebih dari biaya yang dikeluarkan, maka hal yang seperti itu tidaklah boleh
dilakukan.

Makanya sebisa mungkin biaya yang dikeluarkan pemerintah harus sekecil


mungkin dari pada hasil yang akan pemerintah pungut atau terima dari
para wajib pajak

c. Tax compliance
Tax Compliance adalah jasa konsultan pajak untuk mendukung Wajib
Pajak (WP) dalam Pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk
period masa dan tahunan yang terdiri dari kewajiban Pajak Penghasilan
(PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dukungan diberikan dalam
bentuk penghitungan pajak terhutang, pembayaran dan penyetoran pajak,
pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), dan penyelesaian
masalah perpajakan WP.
Tax Compliance ( pengertian kepatuhan perpajakan ). Kepatuhan wajib
pajak di kemukakan oleh Norman D.Nowak (Moh. Zain:2004) sebagai
“suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,
tercermin dalam situasi dimana:
▪ Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
▪ Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
▪ Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
▪ Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, bahwa
kriteria kepatuhan Wajib Pajak adalah:
▪ Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2
tahun terakhir
▪ Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
▪ Tidak pernag dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
▪ Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap Wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5%.
▪ Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit
oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi
fiscal.

d. Pentingnya kepatuhan perpajakan


Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia,
baik bagi Negara maju maupun di Negara berkembang. Karena jika wajib
pajak tidak di patuhi maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan
tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, dan pelalaian pajak
yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan pennerimaan
pajak Negara berkurang.

e. Manfaat predikat wajib pajak patuh


Keuntungan yang bisa didapatkan apabila menjadi WP patuh, antara lain :
• WP patuh akan didahulukan ketika penembalian atau restitusi pajak
penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
• WP patuh tidak perlu melalui pemeriksaan ketika megajukapajakan
restitusi.
• Pengembaliann atau restitusi pajak bisa diterima jauh lebih cepat hingga
1 bulan saja. Sedangkan WP patuh prosesnya bisa selama 1 tahun.
Jadi, PKP yang memenuhi kriteria sebagai WP patuh bisa mendapatkan
peayanan khusus dalam hal restitusi PPh dan PPN. Jangka waktu
penetapan WP patuh berlaku selama 2 tahun.
Adapun beberapa keuntungan yang diperileh nyata dengan wajib pajak
patuh adalah :
• Adanya perlakuan khusus untuk restitusi PPh dan PPN. Untuk restitusi
PPh paling lama 3 bulan dapat diterbitkan Surat Keputusan Pengambilan
Pendahuluan Kelebihan Pajak. Sedangkan PPN paling lam 1 bulan.
• Menjadi WP patuh atau wajib pajak patuh bisa sangat menguntungkan.
Karena ada banyak kemudahan yang bisa diperoleh WP patuh dalam
urusan perpajakan , khususnya dalam restirusi pajak.
f. Hambatan pemungutan pajak
Meskipun pemungutan pajak secara teoritik maupun secara hukum
memiliki dasar yang kuat, namun dalam praktek pemungutannya ada
banyak hambatan yang mungkin terjadi.  Ada setidaknya dua jenis
hambatan dalam pemungutan pajak. Hambatan pemungutan pajak yang
pertama sering disebut hambatan pemungutan yang timbul karena
adanya perlawanan pasif.
Perlawanan pasif yang dilakukan bisa berupa keengganan wajib pajak
membayar pajak. Keengganan ini dipicu oleh beberapa alasan misalnya
perkembangan intelektual dan moral wajib pajak. Kurangnya edukasi
terkait pajak membuat masyarakat kurang menyadari arti pentingnya
membayar pajak, sehingga mereka enggan membayar pajak. Demikian
pula pengelolaan pajak, maraknya korupsi, penegakan hukum yang lemah
memberikan perkembangan kurang baik bagi pertumbuhan kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak. Alasan lain keenganan membayar
pajak adalah karena sistem perpajakan yang cenderung sulit dan rumit,
sehingga masyarakat kurang dapat memahami tata laksanan perpajakan.
Mereka akan berpendapat mau bayar saja kok rumit. Alasan lainnya lagi
adalah sistem kontrol yang tidak jalan. Mereka yang tidak membayar pajak
ternyata tidak mendapat sangsi. Hal ini akan menimbulkan pemikiran
untuk apa membayar pajak kalau tidak ada sangsi bila tidak membayar.

Hambatan pemungutan pajak yang kedua adalah dalam bentuk perlawanan


aktif. Perlawanan aktif ini memiliki dua bentuk. Bentuk pertama disebut
tax avoidance. Istilah untuk menyebut upaya-upaya menghindari pajak
tanpa melanggar hukum. Bentuk yang kedua adalah tax evasion.
Merupakan upaya menghindari pajak dengan cara-cara melanggar hukum
atau ilegal.

g. Penyebab wajib pajak melakukan tax avoidance dan tax evasion


a. Tax Avoidance (penghindaran pajak)
Adalah suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan
beban pajak dengan memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan
suatu Negara.

Menurut James Kessler, tax avoidance dibagi menjadi 2 jenis :


• Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance),
dengan karakteristik memiliki tujuan yang baik, bukan untuk menghindari
pajak, dan tidak melakukan transaksi palsu.
• Penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax
avoidance), dengan karakteristik tidak memiliki tujuan yang baik, untuk
menghindari pajak, dan menciptakan transaksi palsu.
Namun, jika masing-masing Negara memiliki pandangan berbeda
terhadap acceptable tax avoidance dan unacceptable tax avoidance. Jadi
ketika melakukan transaksi disuatu Negara, praktik penghindaran pajak ini
akan menyesuaikan dengan pengertian yag berlaku di sana.

a. Tax Evasion
Adalah suatu skema memperkecil pajak terutang dengan cara melanggar
ketentuan perpajakan, seperti tidak melaporkan sebagian penjualan atau
mempebesar biaya dengan cara fiktif. Secara sederhana, tax evasion sama
dengan penggelapan pajak.

h. Biaya kepatuhan
Biaya kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab lain yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Biaya kepatuhan pajak adalah
sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak dalam
melaksanakan pembayaran perpajakan. Semakin besar biaya yang harus
dikeluarkan oleh wajib pajak, maka akan semakin menyebabkan wajib
pajak tidak patuh. Sandford (1994) dalam Yuniar (2010) menjelaskan
bahwa, biaya kepatuhan pajak (tax compliance cost) dapat dibagi menjadi
tiga yakni: 1) biaya uang (direct money cost), 2) biaya waktu (time cost),
dan 3) biaya pikiran (psychological cost). Semakin tinggi tax compliance
cost (biaya kepatuhan pajak) yang dikeluarkan, maka akan mengakibatkan
wajib pajak tidak patuh dalam melaksanakan pembayaran pajak.

i. Kecurangan dalam perpajakan


1. Kecurangan karena terpaksa
Ketidakpatuhan atau kecurangan wajib pajak lainnya dalam konteks
penelitian ini terjadi ketika wajib pajak menyadari bahwa sebagai sesama
PKP, mereka justeru tidak memungut PPN sebagaimana diatur dalam
ketentuan undang-undang perpajakan. Akibat ketidakpatuhan ini,
pelanggan lebih tertarik membeli pada pengusaha yang tidak memungut
PPN karena lebih murah. Jika wajib pajak menolak melayani pelanggan
yang tidak mau membayar PPN, mereka akan ditinggalkan oleh
pelanggan, jika wajib pajak terpaksa menanggung PPN yang seharusnya
ditanggung oleh pelanggan, kondisi ini juga tidak mudah karena akan
mengganggu cash flow perusahaan. Inilah yang disebut dengan efek
domino kecurangan wajib pajak lain sehingga wajib pajak patuh terpaksa
melakukan kecurangan untuk menghindari kerugian usaha mereka.

2. Kecurangan karena kesengajaan.


Kesengajaan adalah bentuk kesadaran manusia dalam berperilaku. Sengaja
berarti wajib pajak memang menghendaki dan mengetahui apa yang
diperbuat atau dilakukan. Definisi kesengajaan menurut KBBI adalah
suatu tindakan atau perbuatan yang sengaja dilakukan. Dalam konteks
penelitian ini teridentifikasi bahwa kecurangan wajib pajak sengaja
dilakukan karena wajib pajak merasakan bahwa ketentuan undang-undang
perpajakan yang dirasakan masih belum berpihak kepada wajib pajak.
Selain itu, penegakan hukum belum merata sehingga ada wajib pajak
sebagai PKP yang tidak memungut PPN tetapi belum mendapatkan sanksi,
dan pengalaman wajib pajak menghadapi petugas pajak yang terkesan
mencari-cari kesalahan wajib pajak untuk mendapatkan temuan
pemeriksaan

3. Kecurangan karena ketidakrelaan.


KKBI menjelaskan kerelaan berkaitan dengan situasi yang menyatakan
bersedia dengan ikhlas hati. Dalam penelitian ini apa yang dirasakan wajib
pajak justeru sebaliknya. Mereka menyatakan ketidakikhlasan atau
ketidakrelaan membayar pajak. Hal ini tidaklah berlebihan karena
sesungguhnya wajib pajak memahami bahwa kompensasi atas pajak yang
mereka bayarkan digunakan sebesar-besarnya untuk menciptakan
kemakmuran rakyat dalam segala bidang. Pembayaran pajak adalah
sebuah pengorbanan ekonomis seseorang yang dinikmati secara kolektif
melalui pelayanan publik dan pembangunan sarana dan prasarana publik,
misalnya jalan raya, stasiun, sarana angkutan publik, layanan kesehatan,
dan pendidikan gratis.

4. Kecurangan karena keagresifan konsultan dan oknum petugas pajak.


Konsultan pajak adalah pihak yang berada dalamlingkungan wajib pajak
sehingga peran yang dimainkan dapat memengaruhi wajib pajak dalam
memaknai kewajiban membayar pajak. Konsultan pajak dapat
memberikan pengaruh besar bagi wajib pajak karena jasa-jasa yang
diberikan oleh konsultan pajak bukan hanya jasa melaksanakan kewajiban
pajak rutin seperti mengisi SPt, tetapi jasa lain seperti mendampingi atau
mewakili pemeriksaan pajak klien, mengurus keberatan klien, proses
restitusi klien, dan menangani kasus klien yang terkena kasus penggelapan
pajak. Jasa-jasa yang dilaksanakan oleh konsultan pajak tersebut
membutuhkan keahlian dan kompetensi konsultan pajak untuk mengatur
strategi-strategi yang dapat memenangkan wajib pajak. Misalnya jika klien
mengajukan keberatan, konsultan pajak akan menggunakan strategi yang
dapat meloloskan keberatan wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai