Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH

PEMISAHAN MEKANIK

“SEDIMENTASI”

DISUSUN OLEH

Nama : Pradita Wiji Rahayu

No.Mahasiswa : 021180025

Kelas :A

Dosen Mata Kuliah : Susanti Rina Nugraheni, S.T,M.Eng

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA

2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air adalah sumber daya alam yang tidak terbatas yang sangat penting untuk
kehidupan mahluk hidup. Sayangnya, ketidak terbatasan sumber daya alam ini telah
banyak dipengaruhi partikulat – partikulat yang menggangu kemurnian dari air itu
sendiri.. Beragam manfaat dan kegunaan air bagi kehidupan umat manusia. Mulai
dari mengonsumsi air minum, mencuci, menciptakan suatu produk dan lain
sebagainya. Sehingga manusia berusaha untuk mencukupi kebutuhan akan air bagi
kelangsungan hidup. Permasalahan yang timbul saat ini adalah air yang sudah
banyak partikulat – partikulat yang tidak sehat ini sudah ada beberapa yang tidak
memnuhi syarat. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi
dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa terdapat macam dan


tahapan yang harus dilakukan dalam sistem pengolahan air . Pada makalah ini, kami
membahas lebih detail mengenai sistem pengolahan air pada tahap sedimentasi.
Untuk lebih memperdalam pengetahuan mahasiswa mengenai tahap sedimentasi,
mengetahui fungsi dan macam sedimentasi, maka akan dijelaskan mengenai
pengertian, fungsi, macam, proses serta alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap
sedimentasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian sedimentasi?
2. Apakah macam sedimentasi?
3. Bagaimana proses sedimentasi?
4. Apa saja alat dan bahan yang diperlukan dalam proses sedimentasi?
5. Bagaimana perhitungan sedimentasi ?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sedimentasi
2. Untuk mengetahui macam sedimentasi
3. Untuk mengetahui proses sedimentasi
4. Untuk mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam proses sedimentasi

5. Untuk mengetahui perhitungan sedimentasi

1.4 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai prinsip
Sedimentasi serta pengaplikasian nya di dalam bidang industri.

3
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Sedimentasi


Ada beberapa pengertian mengenai Sedimentasi, yaitu :
1. Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid.

2. Sedimentasi adalah salah satu operasi pemisahan campuran padatan


dan cairan (slurry) menjadi cairan beningan dan sludge (slurry yang
lebih pekat konsentrasinya).

3. Sedimentasi adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau


tersuspensi non koloidal dalam air yang dilakukan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.

Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum,


pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan. Biasanya
proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi dimana
tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat
dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Dengan kata lain, sedimentasi
adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam
air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan
flokulasi, dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya.
Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya
untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated
sludge, OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit
pengolahan lumpur tersendiri.

4
Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat
jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak
pengendap. Dapat disimpulkan bahwa sedimentasi merupakan proses pemisahan
dan pengendapan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan menggunakan gaya
gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam pengolahan air bersih

(IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL)


II.2. Proses Sedimentsi
Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan
dimana akibat gaya gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih berat dari
berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan
mengapung, kecepatan pengendapan partikel akan bertambah sesuai dengan
pertambahan ukuran partikel dan berat jenisnya. Pengendapan kandungan zat padat
di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit (kelas 1), pengendapan
flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan (Martin D,
2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977) dan pada pengolahan air minum yang
digunakan adalah dengan pengendapan diskrit dan pengendapan flokulen.

Pada dasarnya, pengolahan air minum dapat diawali dengan penjernihan air,
pengurangan kadar bahan-bahn kimia terlarut dalam air sampai batas yang
dianjurkan, penghilangan mikroba pathogen, memperbaiki derajat keasaman (pH)
serta memisahkan gas terlarut yang dapat mengganggu estetika dan kesehatan.

Air tidak jernih umumnya mengandung residu. Residu tersebut dapat


dihilangkan dengan proses penyaringan (filtrasi) dan pengendapan (sedimentasi).
Untuk mempercepat proses penghilangan residu tersebut perlu ditambahkan
koagulan. Bahan koagulan yang sering dipakai adalah tawas (alum). Untuk
memaksimalkan proses penghilangan residu, koagulan sebaiknya dilarutkan dalam
air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan.

Sedimentasi dilakukan di dalam sebuah tangki dimana tangki tersebut


berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada
tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini

5
diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai
oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.

Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut:


a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran
yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.

c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran


air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan
Reynold (NRe) dan bilangan Froud (NFr).

d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated
baffle untuk meratakan aliran ke bak pengendap dengan kecepatan yang
rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima air dari outlet bak
flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu
flok yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi
air di atas weir yang cukup tipis (1,5cm).

II.2.1 Proses Sedimentasi skala kecil


Dalam Proses Sedimentasi dalam skala kecil ini terdapat 3 cara yang dapat
dilakukan, yaitu :

1. Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi
batch paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah.
Mekanisme sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada

6
gambar berikut :

Gambar 1 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011)

Keterangan :

A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan

Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi seragam


dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai
mengendap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona
D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap.
Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C
adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak
seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan konsentrasi dan
distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang
merupakan cairan bening.

Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah


(gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya
zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut
critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan
endapan (Budi, 2011).

2. Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan
masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau

7
beningan yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar
berikut :

Gambar 2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011)

Keterangan :

A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan

3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan.

Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :

8
Gambar 3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu (Budi, 2011)
Keterangan :

A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan

II.3. Macam Sedimentasi


Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan
kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi kedalam empat
tipe (lihat juga Gambar 2.1), yaitu:

1. Settling tipe I (discrete particle settling): pengendapan partikel diskrit, yaitu


pengendapan yang memerlukan konsentrasi suspended solid yang paling
rendah, sehingga analisisnya menjadi yang paling sederhana. Partikel
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antarpartikel. Contoh
aplikasi dari Discrete settling adalah grit chambers.

2. Settling tipe II (floculant settling): pengendapan partikel flokulen, terjadi


interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan
pengendapan bertambah. Flocculant settling banyak digunakan pada
primary clarifier

3. Settling tipe III (hindered settling): pengendapan pada lumpur biologis,


dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk
mengendap. Konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup)

9
kemudian partikel bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian
mereka karam bersama-sama.

4. Settling tipe IV (compression settling): Pengendapan secara pemampatan.


terjadi pemampatan partikel (kompresi) yang telah mengendap yang terjadi
karena berat partikel

Gambar 4. Empat tipe sedimentasi

Tipe sedimentasi yang sering ditemui pada proses pengolahan air minum adalah
sedimentasi tipe I dan tipe II. Sedimentasi tipe I dapat ditemui pada bangunan grit
chamber dan prasedimentasi (sedimentasi I). Sedimentasi tipe II dapat ditemui pada
bangunan sedimentasi II. Sedangkan sedimentasi tipa III dan IV lebih umum
digunakan pada pengolahan air buangan.

II.3.1. Sedimentasi Tipe I


Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel
yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel
tersebut mengendap. Partikel tersebut dapat mengendap bebas secara individual
tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel, juga tanpa menggunakan
koagulan. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh
gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna

10
apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Sebagai contoh sedimentasi
tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk
pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.

Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh


karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif
bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada
inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan
dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan
untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan

ideal settling basin.

Gambar 5. Type 1 Settling in an Ideal settling Basin

Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan
bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan
diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai
suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel
di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan
disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama partikel
bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan
gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.

Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya


interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa

11
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling,
sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling dinyatakan dengan persamaan :
F1 = ( s - ) g V
Dimana :
F1 = gaya impelling s = densitas massa partikel
= densitas massa liquid V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag dinyatakan dalam persamaan :
FD = CD AC (VS2/2)
Dimana : FD = gaya drag CD = koefisien drag
AC = luas potongan melintang partikel VS = kecepatan pengendapan

Gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada partikel di air


Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan
pengendapan bila telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan
temperatur air :
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminar, karena itu gunakan
persamaan Stoke’s untuk menghitung kecepatan pengendapannya.

2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapannya, hitung bilangan reynold untuk


membuktikan pola aliran pengendapannya.

12
3. Bila diperoleh laminar, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen,
maka gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka
gunakan persamaan untuk transisi.

II.3.2 Sedimentasi Tipe II


Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi
encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel.
Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat
masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya.

Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan


terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi
oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam,
gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir.

Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang
relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan
ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa
kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan
bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk
menahan flok–flok yang terbentuk.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:


• Luas bidang pengendapan
• Penggunaan baffle pada bak sedimentasi
• Mendangkalkan bak
Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi
pada pengolahan air minum maupun air limbah. Flocculant settling banyak
digunakan pada primary clarifier.

13
Gambar 7. Primary Clarifier

II.3.3. Sedimentasi Tipe III dan Tipe IV


Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang
lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan
pengendapan partikel lain di sekitarnya (hindered). Karena itu pengendapan terjadi
secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada
bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang
mengendap dengan air jernih. Hindered Settling sebagian besar digunakan di dalam
secondary clarifiers. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi
tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh
konsentrasi lumpur yang tinggi. Pengendapan partikel dilakukan dengan cara
memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan (compression)
terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi
juga di dalam tangki sludge thickening.

Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur
biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 2.2). Tujuan
pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur
aktif

14
Gambar 8. Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif

Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan


percobaan laboratorium secara batch menggunakan column settling test.
Pengamatan dilakukan terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh
adalah hubungan antara tinggi lumpur dengan waktu (Gambar

3.10)

Gambar 9. Grafik hasil percobaan sedimentasi tipe III dan IV

15
II.4. Unit Sedimentasi
Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan
solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan
konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi. Secara
keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah:

• Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit
penyaring selanjutnya;

• Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.

a. Bak Pengendap Pertama (Pengendapan Diskrit)


Pengendapan diskrit (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I)
dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur.
Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran
selama mengendap di dalam air.

Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel


diskret atau partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan
dilakukan dalam bak berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi
selama 2 hingga 4 jam) dalam aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan
lumpur mengendap tanpa terganggu oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara
gravitasi tanpa penambahan bahan kimia sebelumnya.

Bak pengendap I berfungsi untuk mengurangi partikel padat dalam air


buangan dengan cara mengendapkan pada suatu tangki selama waktu tertentu
sehingga terendapkan sekaligus mengurangi kekeruhan dan beban organik.

Lumpur yang dihasilkan dari bak pengendap I akan diolah lebih lanjut pada
proses penanganan lumpur, sehingga volume lumpur dapat diperkecil. Sedang
fluida atau supernatannya keluar melalui sistem pelimpah yang ditampung pada
saluran penampung/gullet menuju ke unit pengolahan biologi.

Faktor penentu untuk mendesain Bak Pengendap I adalah: overflow rate,


kedalaman tangki, waktu detensi

16
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal untuk melukiskan dalam bak
sedimentasi menunjukkan karakteristik, yang secara umum digunakan cara
pengendapan partikel diskrit :

a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak


b. partikel terdispersi merata dalam air
c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I

Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona, yaitu:


1. Zona inlet.
Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang
bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung
menuju bagian outlet. 2. Zona pengendapan.

Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dan
dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung
pada besarnya kecepatan pengendapan.

3. Zona lumpur.
Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan
tetap disana. 4. Zona outlet.

Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
bagian melintang bak dan siap melngalir keluar bak.

Gambar 10. Bak Sedimentasi

17
b. Bak Pengendap II (Clarifier)
Bak pengendap II berfungsi untuk mengendapkan zat padat yang terdapat
dalam air buangan setelah melalui pengolahan biologis. Bak pengendap ini
dilengkapi dengan pengeruk lumpur mekanis. Lumpur yang terkumpul dipompakan
ke unit pengolahan lumpur, sedang supernatannya dialirkan menuju bak filtrasi
sebelum dibuang ke dalam air penerima. Bentuk bak sedimentasi yaitu:

a. Segi empat (rectangular).


Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara
partikel mengendap ke bawah.

Gambar 11 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang
b. Lingkaran (circular) – center feed.
Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak,
kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah Secara tipikal bak persegi mempunyai
rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.

(a) (b)

Gambar 2.8 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-center feed (a) denah (b)
potongan melintang

18
c. Lingkaran (circular) – periferal feed.
Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal
mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel
mengendap ke bawah . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed
menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun
center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran
kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun
demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan

peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.

(a) (b)
Gambar 2.9 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed:
(a) denah, (b) potongan melintang

II.5 Perhitungan sedimentasi


III.1 Sedimentasi Kontinu
Pada proses sedimentasi kontinu waktu detensi (t) adalah sebesar volume basin (v)
dibagi dengan laju alir (Q).
𝑣
t=𝑄

Overflow rate (Vo) menggambarkan besarnya kecepatan pengendapan adalah


fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas permukaan basin (Ap).

𝑄
Vo= Ap
Laju linier (V) mengambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi dari laju
alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus aliran
𝑄
V= 2𝐻

19
Ketinggian tangki sedimentasi (H) adalah

H= Vo t

III.2 Sedimentasi batch


Menghitung Tinggi batas bening-keruh (Z)
Kecepatan turun bidang batas sebenarnya sama dengan terminal velocity =
settling velocity.
• Dapat diplotkan antara data Z vs waktu.
• Pada keadaan awal kecepatan pengendapan adalah konstan = free settling.
• Seiring dengan waktu, karena ada pengaruh antara partikel kecepatan
sedimentasi akan berkurang = hindred settling.

Menentukan nilai V

V = kecepatan turunnya bidang batas bening-keruh.

Berdasarkan data percobaan batch, dapat ditentukan sebagai berikut:

dZ
V = - dθ , slope kurva grafik Z vs 𝜃

Untuk HL dan θL berlaku:

20
Hi−HL
VL = θL

H0−H0
CL = VL θL+HL

VL = kecepatan pengendapan partikel terhadap tabung

Hi = titik potong garis singgung pada sumbu y, (zona bebas partikel)

H0 = tinggi lapisan keruh dan bening mula-mula tinggi slurry dalam tabung

C0 = konsentrasi padatan mula-mula

HL = tinggi interface pada saat θL

CL = konsentrasi slurry pada saat VL

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik
dalam pengolahan air bersih (IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah
(IPAL). Macam macam sedimentasi yaitu sedimentasi batch, semibatch dan
kontinu. Alat alat yang menggunakan proses sedimentasi diantaranya grit
chambers, primary clarifier dan Type 1 Settling in and Ideal settling.

22
Daftar Pustaka

Budi. 2011. Sedimentasi. Diakses dari https://www.sribd.com/sedimentasi Pada


tanggal 15 Desember 2020
Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmnetal Engineering,
McGraw-Hill Publishing Company, 1985.

23

Anda mungkin juga menyukai