Anda di halaman 1dari 11

Tatalaksana pada Pasien Penderita Herpes Genitalis

Sultan Yosua Siriwa 102019069

Ghulam Akmal Nurriza Ali Muhammad 102019150

Dyah Ayu Adella Putri 102019009

Firda Aulia Rahman 102019030

Widya 102019057

Patricia Keyne Budiantari 102019082

JANE 102019134Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Email : dyah.102019009@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Penyakit infeksi merupakan penyakit akibat bakteri atau virus yang mengganggu
manusia. Untuk itu perlu diketahui penyebab secara pasti sehingga bisa ditangani dengan baik
melalui tindakan diagnosa yang tepat, meliputi diagnosis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
gejala klinis yang mulai timbul dari yang ringan sampai mematikan. Herpes genitalis merupakan
salah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang semakin mudah untuk dijumpai pada usia
remaja dan dewasa muda yang seksual aktif. Penyakit herpes genitalis cenderung sukar
disembuhkan dan penularan dapat terjadi dari penderita tanpa gejala. Herpes genitalis merupakan
salah satu penyakit menular seksual yang perlu mendapat perhatian. Karena selain sifat
penyakitnya sukar disembuhkan dan sering bersifat kambuh, pemindahan (transmisi) virus dapat
terjadi dari penderita yang tanpa gejala atau asimptomatik. Diperlukan penatalaksanaan yang
baik dalam pemberian terapi dan kepatuhan yang tinggi dari pasien untuk dapat menurunkan
angka kejadian herpes genitalis.

Kata Kunci: herpes genitalis, infeksi menular seksual, penatalaksanaan, pencegahan, virus

Abstract

The skin is an organ of the body that is located outermost and limits it from the human
environment. The skin is an essential and vital organ and is a mirror of health and life.
Infectious diseases are diseases caused by bacteria or viruses that disturb humans. For this
reason, it is necessary to know the cause with certainty so that it can be handled properly
through proper diagnostic measures, including diagnosis, physical examination and support,
clinical symptoms that start from mild to deadly. Genital herpes is a sexually transmitted
infection (STI) which is becoming easier to find in sexually active adolescents and young adults.
Genital herpes disease tends to be difficult to cure and transmission can occur from sufferers
without symptoms. Genital herpes is a sexually transmitted disease that needs attention. Because
in addition to the incurable nature of the disease and frequent relapses, transmission
(transmission) of the virus can occur from asymptomatic or asymptomatic sufferers. Good
management is needed in the administration of therapy and high compliance from patients in
order to reduce the incidence of genital herpes.

Keywords: genital herpes, sexually transmitted infections, management, prevention, virus

Pendahuluan

Herpes virus berasal dari bahasa Yunani yaitu herpein yang berarti kain sutra tipis,
merupakan Golongan famili Herpesviridae. Lebih dari 100 virus herpes diinang oleh binatang.
Hanya delapan virus herpes yang menginangi manusia, salah satunya Herpes Simplex Virus
(HSV). Herpes simplex terdapat 2 jenis yaitu HSV-1 yang menyerang bagian mukosa (hidung,
mulut), dan biasa terjadi pada anak-anak. HSV-2 menyerang bagian kelamin, kulit, dan juga
kornea, dan biasa terjadi pada orang dewasa yang sering berhubungan seks bebas. Infeksi virus
ini masuk dalam kulit, mukosa, sistem saraf pusat, dan mungkin juga masuk ke dalam organ
viscera, dan dapat menjadi laten pada ganglion dorsalis.
Sindrom klinik biasanya bervariasi, biasanya menginfeksi orang yang sehat. Akan tetapi,
orang yang memiliki sistem imunitas yang immunocompromised akan lebih mudah terkena virus
ini dan mempunyai komplikasi yang lebih memperparah penyakit tersebut. Infeksi HSV-2
berhubungan dengan perilaku seksual. Antibodi terhadap HSV-2 sangat jarang ditemukan
sebelum terjadi aktivitas seksual dan meningkat secara terus menerus setelahnya. Herpes
genitalis adalah infeksi akut pada genital dan sekitarnya yang disebabkan oleh Herpes Simplex
Virus (HSV) terutama tipe 2 dengan gejala berupa vesikel berkelompok. Penyakit ini cenderung
bersifat rekuren, life-long infection. Manifestasi klinis dapat dipengaruhi oleh faktor hospes,
pajajan HSV sebelumnya, episode terdahulu dan tipe virusnya.

Anamnesis

Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina suatu
hubungan saling percaya. Anamnesis dapat diperoleh sendiri (auto-anamnesis) dan atau
pengantarnya disebut allo-anamnesis. Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Cobalah
untuk memberikan lingkungan yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Dokter
berada pada tempat yang dapat diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa pasien dalam keadaan
nyaman.

Berdasarkan skenario, hasil anamnesis yang didapatkan sebagai berikut: seorang laki-laki
30 tahun mengeluh luka lecet di batang kemaluan sejak 3 hari yang lalu, perih tapi tidak gatal.
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diketahui bahwa terdapat erosi miliar sampai dengan
lentikular, multipel, diskret sampai konfluens pada kelamin pria tersebut. Keadaan sekitar luka
tersebut hiperemis.
Pemeriksaan penunjang
Terdapat dua cara pemeriksaan penunjang, secara serologik dan virologik. Pemeriksaan
serologik dengan ELISA, untuk menentukan titer antibodi IgM, IgG baik untuk HSV-1 maupun
HSV-2, dalam rangka untuk menjawab apakah sudah terinfeksi HSV primer ataupun reaktivasi.
Pemeriksaan yang lebih akurat adalah tes Western Blot, yaitu gold standard serologik HSV.
Terapi ini dilakukan jika hasil tes ELISA meragukan.1

Pemeriksaan virologik dapat dilakukan berbagai cara yaitu dengan mikroskop cahaya,
imunofloresensi, PCR, dan kultur virus. Pemeriksaan yang paling baik dengan sensitivitas dan
spesifisitas tinggi adalah kultur virus dari cairan lesi pada lesi kulit. Jika hasil positif menunjukan
hampir 100% akurat, terutama bila cairan berasal dari vesikel primer. Tetapi pemeriksaan
tersebut membutuhkan waktu lama dan biayanya sangat mahal. Tzanck Salah satunya adalah tes
Tzanck. Tes Tzanck dapat dilakukan dengan cara membuat sediaaan hapus yang diwarnai
dengan Giemsa. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant
cells, sel datia berinti banyak. Pemeriksaan ini memiiki sensitifitas sekitar 84%.1

Diagnosis Kerja
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok. Gejala
dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan tzank smea rdengan
ditemukannya sel datia berinti banyak.1
Etiologi
Herpes Simplex Virus (HSV) merupakan Golongan Alphaherpesvirinae sebagai subfamili
dari human herpesviruses bersama dengan virus Varicella zooster yang sering disebut human
herpes-virus 3. HSV merupakan virus dengan inti dan mempunyai karakteristik enveloped
double stranded DNA viruses. Virus masuk ke sel melalui fusi membran setelah menempel pada
reseptor spesifik yaitu pembungkus glikoprotein. Virus herpes mempunyai waktu replikasi dalam
kurun waktu 18 jam.1
HSV-1 merupakan penyebab luka di bibir (herpes labiales) dan luka kornea di mata
(herpes keratitis), biasanya ditularkan melalui kontak langsung dengan sekresi atau dari sekitar
tubuh. HSV-2 merupakan penyebab herpes genitalis terutama ditularkan melalui kontak seksual.
Oleh karena itu, herpes genitalis termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS).1
Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak begitu berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (HSV) tipe I
biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi pada
dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Antibodi
terhadap HSV-1 meningkat dengan usia dimulai pada masa kanak-kanak dan berkorelasi
dengan status sosial ekonomi, ras, dan kelompok budaya. Pada usia 30 tahun, 50% dari
individu dalam status sosial ekonomi tinggi dan 80% dalam status sosial ekonomi lebih
rendah ditemukan seropositif. Antibodi terhadap HSV-2 mulai muncul pada masa pubertas,
berhubungan dengan tingkat aktivitas seksual. Survei kesehatan terbaru nasional yang
dilakukan di Amerika Serikat mengungkapkan prevalensi antibodi HSV-2 dalam 45% dari ras
kulit hitam, 22% dari ras Meksiko-Amerika, dan 17% dari ras kulit putih.2

Patofisiologi
HSV adalah virus dengan kemampuan biologis berupa neurovirulensi, latensi, dan
reaktivasi. Neurovirulensi adalah kemampuan menginvasi dan bereplikasi dalam sistem saraf.
Latensi adalah kemampuan membentuk dan mempertahankan infeksi laten pada sel saraf ganglia
proksimal sampai ke lokasi infeksi. Infeksi orofasial paling sering melibatkan ganglia trigeminal,
sedangkan infeksi genital akan melibatkan akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Reaktivasi adalah
kemampuan HSV laten untuk aktif kembali dan bereplikasi di daerah yang dipersarafi oleh
ganglia tempat pembentukan infeksi latennya. Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres
emosional, sinar matahari, dan menstruasi dapat memicu reaktivasi. Pada HSV- 1, reaktivasi
lebih sering pada area orolabial, sedangkan pada HSV-2 lebih sering pada area genital.
Reaktivasi akan lebih sering dan lebih berat pada pasien imunokompromais dibandingkan pasien
imunokompeten.3

Gejala Klinis
Pada HSV terdapat 3 tingkat gejala klinis:4
1. Infeksi primer
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan
sering disertai dengan gejala sistemik yaitu demam, malaise, anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakan pada kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang
dijumpai berupa vesikel yang berkelompok, diatas kulit yang sebab dan eritematosa,
berisi cairan jernih dan menjadi seoropurulen, dapat menjadi kusta dan kadang-kadang
mengalami ulserasi dangkal. Biasanya sembuh tanpa sikatriks, kadang-kadang terdapat
infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Fase ini umumnya didapat
oleh orang uang kekurangan antibodi herpes simplex. Pada wanita, terdapat laporan
Bahwa HSV menyerang genitalia eksterna disertai dengan infeksi serviks.4
2. Fase laten
Fase ini berarti tidak ada gejala klinis, tetapi HSV tersimpan keadaan tidak aktif
pada ganglion dorsalis.4
3. Infeksi rekurens
Fase ini berarti HSV yang terdapat pada ganglion dorsalis menjadi aktif,
mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan lainnya), trauma psikis
(gangguan emosional, menstruasi) dan juga karena jenis makanan dan minuman yang
merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul
vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens dapat timbul pada tempat
yang sama (loco) dan tempat lain/disekitarnya (non loco). 4
Edukasi

Pasien dengan herpes genitalis harus di edukasi untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala masih muncul dan setelahnya menggunakan kondom antara perjangkitan gejala.
Terapi supresi dengan antiviral dapat menjadi pilihan untuk individu yang peduli transmisi pada
pasangannya.5

Tatalaksana
Sebelum Diberikan antivirus, hal yang utama dilakukan penderita adalah kebersihan
perorangan, kebersihan daerah yang terinfeksi dengan mencuci tangan menggunakan air sabun
dan air, yang emudian dikeringkan mengingat bahwa kelembaban akan memperburuk keadaan,
memperlambat penyembuhan dan mempermudah terjadinya infeksi bakteri. Obat topical
acyclovir dapat dioleskan pada lesi.5
HSV genital awal diberikan Asiklovir 200 mg peroral 5 kali/hari selama 5-10 hari) atau
Valasiklovir 500mg peroral 2 kali/hari selama 5-10 hari. Jika terdapat rekurensi, dapat dilakukan
seperti tatalaksans HSV awal Famsiklovir 125 mg peroral 2 kali/hari selama 5 hari. Kalau terjadi
supresi dari rekurens bisa memakai Asiklovir 200 mg peroral 3kali/jaro atau 400 mg peroral 2
kali/hari selama > 6 bulan, atau Valasiklovir 500 mg oral 1-2 kali/hari selama > 6 bulan, atau
Farmsiklovir 250 mg peroral 2 kali/hari selama >6 bulan.5
Komplikasi
Berbagai komplikasi pada infeksi HSV-2, yakni:
1. Superinfeksi bakteri dan jamur
2. Balanitis: terjadi akibat infeksi bakteri pada ulkus herpetik.
3. Kandidiasis vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis primer, terutama
pada pasien diabetes melitus. Herpes ulseratif dengan lesi keputihan pada mukosa sulit
dibedakan dari infeksi jamur.
4. Infeksi mata, sering terjadi pada anak, disebabkan oleh HSV-1, kecuali pada neonatus (bisa
disebabkan oleh HSV-2), bermanifestasi sebagai konjungtivitis folikuler unilateral atau
keratokonjungtivitis herpetik akut dengan ulkus kornea dendritik.
5. Infeksi sistem saraf pusat, dapat berupa:
a. Meningitis aseptik: berupa meningitis limfositik benigna akut, lebih sering terjadi pada
infeksi HSV-2. Gejala meningeal biasanya mulai timbul 3-12 hari setelah munculnya lesi
genital, mencapai puncaknya 2-4 hari kemudian dan mereda dalam 2-4 hari sesudahnya.
Gambaran sesuai meningitis aseptik dapat ditemukan pada pemeriksaan cairan
serebrospinal. Tanda dan gejala ensefalitis umumnya tidak dijumpai, dan jarang terjadi
gejala sisa neurologis. HSV-2 juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan PCR
(polymerase chain reaction) cairan serebrospinal pasien meningitis limfositik benigna
rekuren (Mollaret meningitis), mengindikasikan kemungkinan HSV sebagai
penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai sindrom idiopatik.
b. Ganglionitis dan meilitis: infeksi HSV genital dan anorektal dapat disertai komplikasi,
retensi urin, neuralgia, serta anestesia sakral akibat ganglionitis dan radikulitis. Gejala
biasanya mereda dalam 1-2 minggu. Mielitis transversa jarang terjadi.
6. Herpes genitalis rekuren: baik pada wanita hamil maupun tidak hamil gambaran klinisnya
sama, meskipun bisa terjadi peningkatan jumlah rekurensi akibat kehamilan. Herpes
genitalis rekuren dijumpai pada 1-2% dari kasus herpes neonatal. Akan tetapi, adanya lesi
genital aktif bukan indikator akurat terjadinya shedding HSV. Persalinan sesaria
direkomendasikan untuk ibu hamil dengan lesi genital. American College of Obstetricians
and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan terapi supresi antiviral untuk semua wanita.6
7. Koinfeksi dengan HIV: Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya antibodi terhadap
HSV-2 akan meningkatkan risiko terinfeksi HIV, tidak tergantung pada ada atau tidaknya
ulkus genital. Penelitian awal di Afrika telah memperlihatkan penurunan jumlah virus HIV
pada pasien yang mendapat terapi untuk infeksi HSV yang menyertainya. HSV- 2
merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada pasien HIV, terjadi pada 60- 90% pasien.
Gejala klinik infeksi HSV-2 pada pasien HIV (dan imunokompromais) seringkali lebih berat
serta lebih sering mengalami rekuren. Pada penyakit HIV lanjut, HSV-2 dapat menyebabkan
komplikasi lebih serius, meskipun jarang, seperti meningoensefalitis, esofagitis, hepatitis,
pneumonitis, nekrosis retina, atau infeksi diseminata.6
Prognosis

Selama pencegahan rekuren merupakan suatu masalah, kondisi fisik dan psikis yang kurang baik
akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberikan prognosis yang lebih
baik, yakni masa berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih panjang. Pada kasus pasien HIV
dengan infeksi VHS dapat menyebabkan peningkatan frekuensi dan rekuren, meningkatkan
kerentanan dan penyebaran terhadap infeksi VHS-2, pada kadar CD4+ yang rendah dapat
meningkatkan keparahan manifestasi klinis VHS-2.8 Infeksi primer yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi
kambuhnya. Terapi antivirus secara efektif  dapatmenurunkan manifestasi klinis pada herpes
genitalis.
Diagnosis Banding
1. Sifilis primer
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul
kecil soliter, kemudian dalam satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang
menjadi ulkus. Lesi klasik dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras
dengan dasar yang bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh
spirokaeta dan berlokasi pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre
dapat ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum
dan anus. Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre.7

Gambar 1. Sifilis7 Available from: https://docs.google.com/viewerng/viewer?


url=http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/203/198

2. Ulkus bakteria (Ulkus Mole)


Disebabkan oleh Haemophilus ducreyi. Infeksi disebabkan karena seks bebas.
Awalnya terdapat papul terlebih dahulu, lalu terdapat pustul pada daerah yang terinfeksi.

Saat Pustul pecah, kemudian timbul ulkus. Pada pria, ulkus mole mempunyai lesi yang
khas berupa ulkus di sekitar glans penis, batang penis, frenulum, dan anus. Kulit sekitar
ulkus terdapat kemerahan.8
Gambar 2. Ulkus Mole8 Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0738081X13001636
3. Trauma penis
Gesekan pada saat beraktivitas tertentu dapat menjadi pemicu trauma penis. Kulit
penis tergolong tipis, sehingga aktivitas tertentu yang berulang dan berkepanjangan dapat
membuat penis bergesekan dengan bagian tubuh lain, maupun pakaian yang dipakai.
Beberapa contoh aktivitasnya adalah latihan fisik, berlari (jogging), dan aktivitas seksual,
termasuk seks solo.9
Gambar 3. Trauma Penis9 Available from:
https://reference.medscape.com/features/slideshow/shockingtrauma
Kesimpulan
Herpes genitalis (HSV-2), penyakit ini merupakan penyakit menular seksual. Herpes
genitalis sering ditemui pada usia dewasa karena seks bebas, jarang dijumpai pada masa anak-
anak. Gejala dapat ditandai dengan gejala prodromal berupa demam, malaise, nyeri, panas.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok, diatas kulit yang sebab dan
eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seoropurulen, dapat menjadi kusta dan kadang-
kadang mengalami ulserasi dangkal.

Daftar Pustaka

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. FK UI; 2016 ;
478-479.
2. Hakim L. Epidemiologi infeksi menular seksual. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F,
Judanarso J, penyunting. Infeksi menular seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2014; h. 3-16.
3. Johnston C, Corey L. Current Concepts for Genital Herpes Simplex Virus Infection:
Diagnostics and Pathogenesis of Genital Tract Shedding. Clinical Microbiology Reviews.
2015;29(1):149-161.
4. Setiyohadi B , Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M , Setiati S, Syam AF.
Buku ajar ilmu penyakit dalam . Jilid 1. Edisi 6. Jakarta :Interna Publishing ; 2014; h.
739-820.
5. Sauerbrei A. Herpes Genitalis: Diagnosis, Treatment and Prevention. Geburtshilfe und
Frauenheilkunde. 2016;76(12):1310-1317.
6. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP
Persahabatan. Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Komplikasinya. 2014;44(6):386-388.
7. Efrida E. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan Serologi.
2014;3(3):576.
8. Roett MA, Mayor MT, Uduhiri KA. Diagnosis and management of genital ulcers. Am
Fam Physician. 2012 Feb 1;85(3):254-62.
9. Bartkiw T, Goldfarb B, Trachtenberg J. Male genital trauma: Diagnosis and management.
International Journal of Trauma Nursing. 1995;1(4):99-107.

Anda mungkin juga menyukai