Anda di halaman 1dari 3

CERITA LIBURAN

SARI

Kurang dua hari liburan semesterku akan habis, menjelang dua hari ini pula aku bingung apa bahan
ceritaku di waktu nanti teman-temanku bertanya dimana aku berlibur kemarin. Sabar, hatiku berkata
menyuruhku untuk bersabar. Mengapa aku tak bisa liburan, mungkin karena orang tuaku belum punya
uang. Ayahku hanya seorang pensiunan PNS dan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga yang sangat
perhatian kepada anak-anaknya. Akupun memiliki seorang adik yang sama denganku, membutuhkan
berbagai macam hal untuk sekolah kami. Aku sangat sayang pada kedua orang tuaku. Sungguh dan
sungguh sayang. Aku malu jika aku minta jalan-jalan kepada orang tuaku, aku takut jika menambah repot
mereka berdua. Liburan kali ini aku hanya duduk di rumah sambil melihat film-film yang sebelumnya aku
copy dari teman. Seperti putaran film yang terus diulang berkali-kali, hari-hari liburanku ini selalu sama
saja, tidak ada yang spesial sedikitpun.

Malam ini aku sudah punya rencana, aku ingin melihat film Crazy Little Thing Called Love yang
sebenarnya sudah lebih dari lima kali aku memutarnya. Mario Maurer, dia adalah aktor di film ini. Aku
menonton film sambil berkhayal andai aku bisa menjadi Nam, cewek yang disukai Mario Maurer. Aku
terbang bersama khayalan tinggiku di langit. Oh Mario… Aku merenung sambil melihat wajahku yang
hitam di jendela kamarku. Oh andai aku cantik seperti Nam.

Tiba-tiba terdengar suara Ayumi Hamasaki yang menyanyikan lagu berjudul Chobits. Aku tersentak
keluar dari kamarku mencari sumber suara itu. Ke dapur, ke ruang keluarga, ke ruang tamu sampai ke
kamar mandi –studio musik rahasiaku – akhirnya aku menemukan sumber suara itu ternyata ada di jaket
yang sedang aku kenakan, tanganku meraih Noki yang ada di kantong kanan jaketku. Ternyata ada pesan
masuk, aku mengambil Noki dan langsung membuka inbox. Oh ya ada pesan dari Mbak Una, dia
mengajakku untuk menemaninya mendaki Gunung Sumbing.

“Sebentar mbak Una, aku tanya ibu dulu boleh apa tidak.” Balasku ke mbak Una

Oh ya, Noki adalah HP merek Nokia 5300 Xpress Music. Aku sangat sayang Noki, Noki adalah HP
pemberian dari tanteku, dan bisa disebut Noki adalah bagian dari hidupku. Aku membaca kembali pesan
darimbak Una, dia adalah kakak kelasku, sekarang dia duduk di kelas XI SOS I. Cewek dengan tubuh
sedikit kurus dan wajah sedikit mendekati kesan cantik. Tapi dia manis, paling tidak menurutku begitu.
Aku sangat kagum dengannya, sikapnya yang mandiri dan apa adanya membuatku menambah nilai plus
di papan penilaian hatiku. Mbak Una membawaku ke dunianya, dunia seorang petualang. Dia sangat
suka mendaki gunung, mungkin tak bisa dihitung lagi, berapa banyak gunung yang telah ia lewati. Sudah
dua kali aku mendaki gunung bersama Mbak Una. Awalnya aku takut mendaki gunung tapi Mbak Una
selalu memotivasiku bahwa aku bisa.

“Yang penting percaya kamu pasti bisa dek. I’m here for you…”

”Thanks Mbak Un! Ak jadi semangat.” Ya kata-kata itu selalu memotivasiku untuk selalu maju.

Gendang telingaku bergetar, aku mendengar suara Ayumi Hamasaki berdendang. Aku membuka Noki,
“Pasti pesan dari Mbak Una.” Baatinku. Ya memang benar.

“Dek gimana jadi ikut nggak?”

“Ya insyaallah mbak, aku bilang ibu dulu.” Balasku lagi.

Aku mencari ibu ke dapur, ke ruang tamu, ke ruang TV, rumah embah, sampai ke semua tetangga sekitar
rumah. Lalu aku berjalan kembali ke rumah, aku baru ingat “Ibu kan punya warung, mengapa aku tak
mencarinya ke sana”. Warung ibuku terletak satu atap dengan rumahku, terlihat dari balik tembok ibu
sedang menata barang dagangannya. Sebelum minta izin pada Ibu, tak lupa aku berdoa terlebih dahulu
semoga ibu mengizinkan aku mendaki gunung. Aku berharap Ibu memperbolehkan aku mendaki gunung.

“Buk, Sari mau ngomong nih. Mbak Una tadi SMS aku ngajak muncak Sumbing, boleh, ya, Buk?” Aku
memasang wajah memelas.
“Nggak boleh, berbahaya! Sekarang kan masih musim hujan, kak. Kalau masuk angin gimana? Kalau
terpeleset gimana?” Ibuku terlihat cemas sekali.

“Enggak bakal buk, anak gunung nggak takut hujan.” Kataku sambal membusungkan dada. Ibu terlihat
lebih santai.

“Kalau hujan Ibu sukurin loh ya?” Ibuku menggodaku. “Wah ibuk jahat amat sama anak paling cantik!
Tapi boleh kan buk?” Ibuku mengangguk perlahan. “Tapi harus super hati-hati ya!”

“Siap bu Bos.” Ak mengangkat tangan dan membentuk posisi hormat ke ibuku.

Mendengar itu hatiku sangat senang, walau kelihatannya ibuku sangat terpaksa untuk melepasku ikut
muncak. Aku langsung menyiapkan semua yang harus aku bawa besok. Mie Instan, air minum, mantel,
sleeping bag, jaket dan tak lupa Noki. Setelah semua perlengkapan siap, aku kembali ke kamar dan tidur
agar besok bisa bangun pagi.

Keesokan harinya, kulihat jam dinding di dalam kamarku jarum jam menunjukkan pukul 7 pagi, segera
aku bangun, mandi dan tak lupa minta ongkos pada ibu. Aku berangkat sambil terburu-buru takut di
tinggal sama Mbak Una. Aku sampai di tempat janjianku pukul 8 tepat, sesuai perjanjian semula. Oh
sialnya aku, ternyata teman-temanku belum ada yang datang.

Tak beberapa lama, ada seorang laki-laki sedang berjalan ke arahku, jujur aku takut. Aku tak bisa melihat
jelas wajah orang itu soalnya aku lupa memakai kacamata minusku. Aduh hatiku seperti berhenti
sejenak. Laki-laki itu memanggil namaku “Dek Sari!” Oh ya, aku tahu suara itu, itu suara Mas Ridho
atasan aku di Organisasi Rohis. Sebelumnya aku belum tahu kalau mas Ridho juga mau ikut muncak ke
Sumbing, kelihatannya dia bersemangat sekali, katanya baru pertama kali ini dia muncak. Terlihat dari
semua yang di bawanya, banyak banget sampai ada yang dicangking pakai kantong kresek.

Jam menit detik telah aku lewati, menunggu memang membosankan, apalagi menunggu dengan mas
Ridho yang sok cool banget. Satu demi satu temanku datang. Mbak Una, Mas Iqbal, Mbak Iffah dan
Berta. Hanya tingal menungu seorang lagi, Indi. Dia memang rajanya telat kalau diajak janjian bertemu.
Empat jam telah berlalu, teman-temanku sudah bosan menunggu Indi. Gara-gara Indi semua jadi
berantakan, kita tidak bisa mendaki Gunung pagi-pagi.

“Duh, sebal sekali aku!” Mbak Una setengah beteriak.

“Kalau gini terus sih bisa batal kita muncaknya, ini udah hari Jumat. Senin kia udah sekolah lagi, nih!”
Tambah Berta. Berta adalah temanku sejak kita SMP. Dia juga sedikit pemarah, jadi di suasana seperti ini
aku memilih diam saja. Sebenarnya aku juga merasa kesal dengan keterlabatan Indi hari ini.

“Nggak bisa dibiarin! Gimana kalau kita jalan duluan aja biar dia nyusul. Capek tau nunggu di sini.” Berta
memberi usul pada kami. “Gimana, Sar? Kamu setuju kan?”

“Aku sih setuju-setuju saja, di sini sudah panas sekali.” Aku menegaskan ucapanku dengan menyeka
keringat yang bermunculan di dahiku. “Kalau yang lainnya gimana? Setuju atau tidak?”

Semua sepakat kalau Indi ditinggal saja. Kita sudah tidak tahan lagi menunggunya, terlebih lagi Indi tidak
merasa bersalah malah dia seperti santai-santai saja. Akhirnya kita mengabari Indi bahwa kita akan jalan
duluan dan akan menunggunya di jalan masuk Base Camp Reco Garung, Wonosobo. Indi mengeluh dan
meminta untuk tidak ditinggal, tapi kami semua sudah lelah menunggu.

“Nggak apa, dia kan cowok, pasti bisa ke sana sendiri. Siapa suruh juga telah sampe empat jam lebih!”
Kata mas Iqbal kesal. Kami seua setuu edngan perkataannya.

Kami akhirnya menaiki bus ke Wonosobo. Aku sangat bersemangat karena ini adalah kali pertama aku
akan mndaki gunung Sumbing. Aku membayangkan pemandangan seperti apa yang akan aku lihat
setelah mencapai puncak gunung tertinggi di kabupaten Temanggung itu. Akhirnya setelah hampir tiga
minggu tidak mengerjakan apa-apa, aku bisa menceritakan pengalaman yang menarik ke teman-
temanku di sekolah nanti. Mendaki gunung bukanlah liburan yang nahal, bukan juga liburan yang mudah,
namun jika bersama dengan teman-teman seperti ini aku merasa semuanya akan baik-baik saja. Teman-
temanku adalah anak-anak yang dewasa dan dapat berpikir dengan jernih saat menemui rintangan.

Jarak dari tempat kami mulai naik bus hingga ke Base Camp adalah sekitar dua jam. Di dalam bus kami
saling becerita ngalor ngidul dan saling bercanda. Waktu menjadi terasa singkat sekali. Tanpa terasa aku
tertidur lelap di dalam bus yang membawa kami ke tempat yang baru.

Anda mungkin juga menyukai