Anda di halaman 1dari 4

Pasien vs Malpraktik Medis

Oleh : Hilna Shaliha

Maraknya pemberitaan tentang kejadian malpraktik medis kian meresahkan

masyarakat. Pasalnya, peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan meningkatkan

kebutuhan terhadap profesi medis ini. Malpraktik medis merupakan suatu kelalaian yang

dilakukan oleh para profesi medis dalam mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu

pengetahuan sesuai profesinya, sehingga menyebabkan pasien terluka, cacat bahkan

meninggal dunia. Masyarakat sebagai konsumen layanan medis perlu mengenal unsur praktik

medis. Tidak semua kerugian akibat tindakan medis merupakan malpraktik medis.

Malpraktik medis harus mengandung 4 unsur, yaitu terdapat kewajiban dokter terhadap

pasien, pelanggaran standar pelayanan medik, adanya kerugian yang diderita, dan kerugian

tersebut diakibatkan oleh tindakan yang dilakukan secara langsung dan dapat dibuktikan.

Dari segi hukum, malpraktik medis dapat disebabkan oleh tindakan yang disengaja

(intentional) atau disebut professional misconduct, tindakan kelalaian (negligence), dan

ketidakmahiran (lack of skill). Professional misconduct merupakan kesengajaan yang dapat

dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, disiplin profesi, hukum administrasi

serta hukum pidana dan perdata. Dalam kenyataannya, tindakan seperti membuka rahasia

kedokteran tanpa hak, aborsi illegal, euthanasia dan memberikan keterangan palsu

digolongkan ke dalam professional misconduct.

Lain halnya dengan tindakan kelalaian, tindakan ini merupakan kasus terbanyak

tuntutan malpraktik. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance

dan nonfeasance. Malfeasance merupakan tindakan yang tidak tepat dilakukan pada suatu

kasus penyakit misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang tepat. Perlu

diketahui, setiap tindakan medis yang dilakukan profesi medis kepada pasien harus memiliki
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah demi kepentingan pasien

Misfeasance berarti menentukan tindakan medis dengan benar namun dalam pelaksanaannya

menyalahi prosedur. Sedangkan nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang

merupakan kewajiban bagi profesi medis. Istilah kelalaian ditegaskan apabila telah ada

kerugian sedangkan eror tidak selalu mengakibatkan kerugian.

Ketidakmahiran dapat didefenisikan sebagai tindakan yang dilakukan di bawah

standar kompetensi atau melakukan suatu tindakan yang bukan kompetensi. Standar

kompetensi telah diatur untuk setiap profesi medis. Penting diketahui bahwa ada juga aturan

yang menyangkut tindakan kegawatdaruratan. Dalam hal situasi gawatdarurat dimana tidak

ada profesi medis yang mempunyai kompetensi dalam menyelamatkan pasien, seorang dokter

harus mengutamakan keselamatan pasien dengan melakukan tindakan penyelamatan pertama.

Jadi, bisa saja seorang dokter umum melakukan kompetensi spesialisasi jika tindakan tersebut

merupakan tindakan penyelamatan pertama kepada pasien.

Perlu diketahui bahwa setiap tindakan di bidang medis memiliki risiko. Risiko ini

mungkin dapat terjadi atau tidak, baik dokter maupun pasien tidak ada yang menghendaki

risiko ini terjadi. Sebut saja seperti risiko perdarahan yang terjadi setelah suatu operasi

apendisitis. Dokter bedah telah melakukan usaha terbaik dengan prosedur sesuai standar

dalam operasi tersebut, namun risiko yang terjadi tidak dapat dihindari. Bahkan untuk

menyuntikkan obat ke pasien saja mempunyai resiko infeksi, alergi obat maupun risiko

terjadinya efek samping dari obat tersebut. Demikian halnya dengan pemeriksaan medis, juga

memiliki risiko. Contohnya saja foto thorax yang acapkali dilakukan pasien dalam

pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan foto thorax berisiko memicu terjadinya aktifitas sel

ganas pada bagian tubuh yang terkena radiasi. Meski risiko-risiko tersebut tidak selalu terjadi

pada setiap pemeriksaan, baik dokter maupun pasien harus waspada terhadap risiko-risiko

yang mungkin dihadapi akibat suatu pemeriksaan maupun pengobatan.


Manusia yang menderita penyakit memiliki keunikan tersendiri. Meski menderita

penyakit yang sama, respon tubuh seseorang terhadap penyakit tersebut jelas berbeda-beda.

Bahkan dua anak kembar sekalipun meski didiagnosa dengan penyakit yang sama akan

memberikan respon yang berbeda pula. Hal ini menjelaskan berbedanya gejala yang dialami

dua orang penderita diabetes meski usia, jenis kelamin, dan pekerjaan mereka adalah sama.

Mungkin pasien pertama merasakan penglihatan kabur di usia yang lebih dini dibandingkan

pasien lainnya. Demikian halnya dalam pengobatan. Misalnya pada penggunaan antibiotik,

ada beberapa orang yang mungkin alergi terhadap beberapa jenis antibiotik sedangkan yang

lainnya tidak.

Pasien dan dokter merupakan pihak-pihak dirugikan dalam kejadian malpraktik

karena itu diperlukan kerjasama untuk menghindarinya. Seorang dokter berkewajiban

menjelaskan kemungkinan risiko yang terjadi akibat suatu tindakan medis. Penjelasan

tersebut harus disampaikan secara jelas, lengkap dan terbuka. Namun, acapkali komunikasi

ini tidak berjalan lancar. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya pemahaman

pasien yang berbeda-beda, tingkat ekonomi, budaya yang dianut, status sosial, juga tingkat

pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pasien, mintalah informasi sejelas-jelasnya tentang

penyakit, pemeriksaan serta efek samping dari pemeriksaan, hasil pemeriksaan, pengobatan

serta efek samping pengobatan serta kemungkinan kesembuhan sampai risiko terjadinya

penyakit berulang berikut biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Komunikasikan riwayat

penyakit terdahulu sejelas-jelasnya dan riwayat alergi obat terdahulu untuk menghindari

kerugian.

Seorang dokter yang melihat adanya risiko pada tindakan medis yang akan

dilakukannya, wajib mengeliminasi atau setidaknya mereduksi risiko tersebut. Namun,

apabila tidak dapat dilakukan wajib baginya menginformasikan risiko tersebut secara jelas

kepada pasien dan atau keluarganya, dan memberi peluang bagi pasien untuk menentukan
pilihannya (informed consent). Dengan demikian, autoritas pasien dalam memutuskan

terjamin. Selain itu, untuk menjamin terlaksananya prosedur penanganan penyakit sesuai

standar ilmiah yang telah dibuktikan, keabsahan rekam medis yang lengkap merupakan poin

yang penting.

Setiap pasien berhak mengajukan tuntutan terhadap dugaan malpraktik medis sesuai

hukum yang berlaku. Jika unsur malpraktik medis dapat dibuktikan, seorang dokter harus

mempertanggungjawabkan tindakannya. Sebaliknya, dokter juga berhak mengajukan tuntutan

bila terjadi kerugian karena tuntutan yang tidak terbukti.

Hubungan teraperutik antara dokter dan pasien adalah pemenuhan kewajiban

melakukan upaya yang benar bukan kewajiban menghasilkan suatu kesembuhan pasien. Pada

dasarnya, dokter melakukan tindakan medis sesuai ilmu dan kompetensi yang telah

diperolehnya dengan risiko-risiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pembangunan

komunikasi dua arah antara dokter dan pasien merupakan upaya meminimalisasi tuntutan

malpraktik. Selain itu, dibutuhkan rekam medis yang mampu mendeskripsikan setiap

tindakan yang telah dilakukan dokter terhadap pasien berkaitan dengan penyakit yang

dikeluhkannya. Dengan komunikasi yang baik dan rekam medis yang lengkap dan tertata,

diharapkan tuntutan malpraktik dapat dipangkas setuntas-tuntasnya.

Anda mungkin juga menyukai