kebutuhan terhadap profesi medis ini. Malpraktik medis merupakan suatu kelalaian yang
dilakukan oleh para profesi medis dalam mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
meninggal dunia. Masyarakat sebagai konsumen layanan medis perlu mengenal unsur praktik
medis. Tidak semua kerugian akibat tindakan medis merupakan malpraktik medis.
Malpraktik medis harus mengandung 4 unsur, yaitu terdapat kewajiban dokter terhadap
pasien, pelanggaran standar pelayanan medik, adanya kerugian yang diderita, dan kerugian
tersebut diakibatkan oleh tindakan yang dilakukan secara langsung dan dapat dibuktikan.
Dari segi hukum, malpraktik medis dapat disebabkan oleh tindakan yang disengaja
dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, disiplin profesi, hukum administrasi
serta hukum pidana dan perdata. Dalam kenyataannya, tindakan seperti membuka rahasia
kedokteran tanpa hak, aborsi illegal, euthanasia dan memberikan keterangan palsu
Lain halnya dengan tindakan kelalaian, tindakan ini merupakan kasus terbanyak
tuntutan malpraktik. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance
dan nonfeasance. Malfeasance merupakan tindakan yang tidak tepat dilakukan pada suatu
kasus penyakit misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang tepat. Perlu
diketahui, setiap tindakan medis yang dilakukan profesi medis kepada pasien harus memiliki
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah demi kepentingan pasien
Misfeasance berarti menentukan tindakan medis dengan benar namun dalam pelaksanaannya
menyalahi prosedur. Sedangkan nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban bagi profesi medis. Istilah kelalaian ditegaskan apabila telah ada
standar kompetensi atau melakukan suatu tindakan yang bukan kompetensi. Standar
kompetensi telah diatur untuk setiap profesi medis. Penting diketahui bahwa ada juga aturan
yang menyangkut tindakan kegawatdaruratan. Dalam hal situasi gawatdarurat dimana tidak
ada profesi medis yang mempunyai kompetensi dalam menyelamatkan pasien, seorang dokter
Jadi, bisa saja seorang dokter umum melakukan kompetensi spesialisasi jika tindakan tersebut
Perlu diketahui bahwa setiap tindakan di bidang medis memiliki risiko. Risiko ini
mungkin dapat terjadi atau tidak, baik dokter maupun pasien tidak ada yang menghendaki
risiko ini terjadi. Sebut saja seperti risiko perdarahan yang terjadi setelah suatu operasi
apendisitis. Dokter bedah telah melakukan usaha terbaik dengan prosedur sesuai standar
dalam operasi tersebut, namun risiko yang terjadi tidak dapat dihindari. Bahkan untuk
menyuntikkan obat ke pasien saja mempunyai resiko infeksi, alergi obat maupun risiko
terjadinya efek samping dari obat tersebut. Demikian halnya dengan pemeriksaan medis, juga
memiliki risiko. Contohnya saja foto thorax yang acapkali dilakukan pasien dalam
pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan foto thorax berisiko memicu terjadinya aktifitas sel
ganas pada bagian tubuh yang terkena radiasi. Meski risiko-risiko tersebut tidak selalu terjadi
pada setiap pemeriksaan, baik dokter maupun pasien harus waspada terhadap risiko-risiko
penyakit yang sama, respon tubuh seseorang terhadap penyakit tersebut jelas berbeda-beda.
Bahkan dua anak kembar sekalipun meski didiagnosa dengan penyakit yang sama akan
memberikan respon yang berbeda pula. Hal ini menjelaskan berbedanya gejala yang dialami
dua orang penderita diabetes meski usia, jenis kelamin, dan pekerjaan mereka adalah sama.
Mungkin pasien pertama merasakan penglihatan kabur di usia yang lebih dini dibandingkan
pasien lainnya. Demikian halnya dalam pengobatan. Misalnya pada penggunaan antibiotik,
ada beberapa orang yang mungkin alergi terhadap beberapa jenis antibiotik sedangkan yang
lainnya tidak.
menjelaskan kemungkinan risiko yang terjadi akibat suatu tindakan medis. Penjelasan
tersebut harus disampaikan secara jelas, lengkap dan terbuka. Namun, acapkali komunikasi
ini tidak berjalan lancar. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya pemahaman
pasien yang berbeda-beda, tingkat ekonomi, budaya yang dianut, status sosial, juga tingkat
pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pasien, mintalah informasi sejelas-jelasnya tentang
penyakit, pemeriksaan serta efek samping dari pemeriksaan, hasil pemeriksaan, pengobatan
serta efek samping pengobatan serta kemungkinan kesembuhan sampai risiko terjadinya
penyakit terdahulu sejelas-jelasnya dan riwayat alergi obat terdahulu untuk menghindari
kerugian.
Seorang dokter yang melihat adanya risiko pada tindakan medis yang akan
apabila tidak dapat dilakukan wajib baginya menginformasikan risiko tersebut secara jelas
kepada pasien dan atau keluarganya, dan memberi peluang bagi pasien untuk menentukan
pilihannya (informed consent). Dengan demikian, autoritas pasien dalam memutuskan
terjamin. Selain itu, untuk menjamin terlaksananya prosedur penanganan penyakit sesuai
standar ilmiah yang telah dibuktikan, keabsahan rekam medis yang lengkap merupakan poin
yang penting.
Setiap pasien berhak mengajukan tuntutan terhadap dugaan malpraktik medis sesuai
hukum yang berlaku. Jika unsur malpraktik medis dapat dibuktikan, seorang dokter harus
melakukan upaya yang benar bukan kewajiban menghasilkan suatu kesembuhan pasien. Pada
dasarnya, dokter melakukan tindakan medis sesuai ilmu dan kompetensi yang telah
diperolehnya dengan risiko-risiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pembangunan
komunikasi dua arah antara dokter dan pasien merupakan upaya meminimalisasi tuntutan
malpraktik. Selain itu, dibutuhkan rekam medis yang mampu mendeskripsikan setiap
tindakan yang telah dilakukan dokter terhadap pasien berkaitan dengan penyakit yang
dikeluhkannya. Dengan komunikasi yang baik dan rekam medis yang lengkap dan tertata,