Anda di halaman 1dari 30

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK IV

SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM

Disusun oleh:
Febri Nanda Priantiningtias
PKB 2017
17030194007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode
untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang
dihasilkan dapat digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi
atom dan molekul, meneliti struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi
dan gerak benda-benda langit (Danusantoso, 1995).
Berdasarkan sinyal radiasi elektromagnetik, spektroskopi dibagi
menjadi empat golongan yaitu spektroskopi absorpsi, spektroskopi emisi,
spektroskopi scattering, dan spektroskopi fluoresensi. Pada spektroskopi
absorpsi, terdapat beberapa tipe metode spektroskopi berdasarkan sifat
radiasinya, yaitu spektroskopi absorpsi atom (nyala), absorpsi atom (tanpa
nyala) dan absorpsi sinar-x. Pada spektroskopi emisi, terdapat beberapa tipe
metode spektroskopi yaitu arc spark, plasma argon, emisi atom atau emisi nyala
dan emisi sinar-x.
Berdasarkan sinyal radiasi elektromagnetik, spektroskopi dibagi
menjadi empat golongan yaitu spektroskopi absorpsi, spektroskopi emisi,
spektroskopi scattering, dan spektroskopi fluoresensi. Pada spektroskopi
absorpsi, terdapat beberapa tipe metode spektroskopi berdasarkan sifat
radiasinya, yaitu spektroskopi absorpsi atom (nyala), absorpsi atom (tanpa
nyala) dan absorpsi sinar-x. Pada spektroskopi emisi, terdapat beberapa tipe
metode spektroskopi yaitu arc spark, plasma argon, emisi atom atau emisi nyala
dan emisi sinar-x.
Adapun kelebihan melakukan analisa menggunakan spektroskopi
serapan atom adalah tidak membutuhkan biaya yang mahal, prosesnya cepat,
selektifitas dan sensitivitas tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan kadar Fe pada air laut dengan metode adisi standar?

1.3 Tujuan Percobaan


1. Dapat menentukan kadar Fe pada air laut dengan metode adisi standar.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spektroskopi
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode
untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang
dihasilkan dapat digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi
atom dan molekul, meneliti struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi
dan gerak benda-benda langit (Danusantoso, 1995).
Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi
mengacu kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-
teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa
modern, definisi spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang
dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga
bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti
gelombang mikro, gelombang radio, elektron, fonon, gelombang suara, sinar x
dan lain sebagainya (Pavia, Lampman, Kriz , & Vyvy, 2009).
2.2 Spektroskopi Atomik
Spektroskopi atom adalah penentuan komposisi unsur dengan spektrum
elektromagnetik atau massa. Studi tentang spektrum elektromagnetik disebut
Spektroskopi Atom optik. Elektron ada di tingkat energi dalam atom. Tingkat
ini telah didefinisikan dengan baik energi dan elektron yang bergerak antara
mereka harus menyerap atau memancarkan energi sama dengan perbedaan
antara mereka (Khopkar, 2010).
Spektroskopi atom digunakan untuk penentuan kuantitatif dan kualitatif
mungkin 70 unsur. Sensitivitas atom metode biasanya terletak di bagian-bagian
perjuta-per-milyar jangkauan. Tambahan kebajikan metode ini adalah
kecepatan, kenyamanan, selektivitas tinggi luar biasa, dan moderat biaya.
Spektroskopi penentuan jenis atom hanya dapat dilakukan pada suatu media
gas di mana atom individu dengan baik dipisahkan dari satu sama lain. Oleh
karena itu, langkah pertama dalam semua prosedur spektroskopi atom
atomisasi, sebuah proses di mana sampel adalah volatilized dan terurai
sedemikian cara menghasilkan gas atom. Efisiensi dan reproduksibilitas dari

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 2


langkah atomisasi dalam ukuran besar metode yang menentukan sensitivitas,
presisi, dan akurasi, sehingga atomisasi sejauh ini merupakan langkah yang
paling kritis dalam spektroskopi atom. Ilmu spektroskopi atom telah
menghasilkan tiga teknik untuk menggunakan analisis (Pavia, Lampman, Kriz
, & Vyvy, 2009):
1. Atomic Absorption
2. Atomic Emission
3. Atomic Fluorescence

2.3 Spektroskopi Serapan Atomik


Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis
yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi
dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom
bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi
elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi
(pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena
mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas
(Basset, 1994). Berikut ini gambar bagian- bagian AAS:

Gambar 1. Bagian- bagian AAS


Analisis secara Spektroskopi Serapan Atom merupakan analisis
instrumen yang berdasarkan adanya interaksi berupa absorpsi radiasi
elektromagnetik dari sumber radiasi oleh atom yang dianalisis dalam suatu

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 3


sampel. Sumber radiasi berasal dari lampu katode katode berongga (Hollow
Katode Lamp/ HCL) berfungsi untuk menghasilkan radiasi elektromagnetik
yang sesuai dengan atom unsur yang akan dianalisis. Metode ini sangat tepat
untuk analisi zat pada konsentrasi endah. Teknik ini mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional
(Khopkar, 2010).
2.4 Prinsip Kerja Spektroskopi Serapan Atom
Prinsip kerja spektrofotometri serapan atom ini adalah berdasarkan atas
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya
diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber
cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang
akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang
gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Faridayanti, 2017).
Jika radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu atom, maka akan
terjadi eksitasi electron dari tingkat dasar ketingkat teriktitasi. Maka setiap
panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat teriksitasi secara
termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral
dalam keadaan dasar (groundstate). Atom-atom groundstate ini kemudian
menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh
unsurunsur yang bersangkutan panjang gelombang yang dihasilkan oleh
sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang di absorbs oleh
atom dalam nyala (Faridayanti, 2017).
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan
konsentrasi unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian
SSA untuk analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral
dalam keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan
sejumlah energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran
campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang
dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat
energi dasar (ground state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan
hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 4


SSA. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut
(Ristina, 2006):
I = Io . a.b.c atau Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar
dalam medium nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut
sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian,
dari pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh
kurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada
kurva standar akan diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan (Ristina,
2006).
2.5 Bagian- bagian AAS
Menurut Day & Underwood (2002), bagian-bagian AAS sebagai berikut:
1. Lampu Katoda

Gambar 2. Hollow Chatode Lamp

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 5


Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda
pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan
diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran
unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
 Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
 Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran
beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan
energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi.
Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya
gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar
dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K,
dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas
asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen
berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas
yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator
merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau
sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong
asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS,
tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari
pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar
polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi
pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung
dengan ducting.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 6


4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena
alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan
oleh AAS, pada waktu pembakaran atom.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar
bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri
merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik
kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena
itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung
dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit,
karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan
aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api
secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang
pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian
nyala api.

Gambar 3. burner pada AAS


6. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan
terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang
dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik
lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses
pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 7


yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen)
ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila
lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses
pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses
pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar
tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah
penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit,
agar tidak kering.
7. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari
sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode
atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai
yang dibutuhkan oleh pengukuran. Macam-macam monokromator yaitu
prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt
(kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector
panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah
termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik
oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan
dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua
macam deterktor sebagai berikut:
o Detector Cahaya atau Detector Foton  Detector foton bekerja
berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan
membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan yang
sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As,
Cs/Na.
o Detector Infra Merah dan Detector Panas  Detector infra merah yang
lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua logam
yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 8


2.6 Kelebihan dan Kekurangan AAS
a. Kelebihan
 Kepekaan lebih tinggi
 Sistemnya relatif mudah
 Dapat memilih temperatur yang dikehendaki
b. Kekurangan
 Hanya dapat digunakan untuk larutan dengan konsentrasi rendah
 Memerlukan jumlah larutan yang cukup relatif besar (10-15 ml)
 Efisiensi nebulizer untuk membentuk aerosol rendah
 Sistem atomisasi tidak mampu mengatomkan
2.7 Metode Adisi Standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan
kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks),
sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu
kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan
larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu
dengan sejumlah tertentu larutan standar dan diencerkan seperti pada larutan
yang pertama (Crhistina, 2006):
Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k. Cx
AT = k (Cs + Cx)
Keterangan:
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
Ar = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua persamaan diatas digabung akan diperoleh:
Cx = Cs x (Ax/(AT-Ax))
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur
Ax dan At dengan spektrofotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat
standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 9


diperoleh diektrapolasi ke AT = 0, sehingga didapatkan persamaan seperti
dibawah ini (Crhistina, 2006):
Cx = Cs (Ax/((0-Ax)) ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs (-1) atau Cx = -Cs
Penentuan Kadar Fe dalam sampel air laut
Umumnya air laut mengandung garam 3,5 % dengan NaCI merupakan
konsentrasi terbesar, sedangkan unsur-unsur logam seperti Cu, Cr, Mn, dan Fe,
biasanya terdapat dalam jumlah runutan (1). Dengan tingginya kadar NaC!
dalam air laut maka pengukuran konsentrasi logarn-logam Cu, Cr, Mn, dan Fe
dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) dengan nyala, mudah
terganggu. Biasanya analisis logam berat dalam air laut dengan metode SSA
tidak dilakukan secara langsung, melainkan dengan melalui cara-cara
pemekatan, misalnya cara ekstraksi dengan pelarut (Ardeniswan & Sumardi,
1993).
2.8 Besi (Fe)
Besi merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini
dibutuhkan dalam proses untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan
pigmen pernapasan (haemoglobin). Logam ini akan menjadi racun apabila
keadaannya terdapat dalam konsentrasi di atas normal. Berdasarkan sudut
pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis
pertama adalah logam berat esensial di mana keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun, contoh logam berat ini adalah Fe.
Keberadaan besi dalam air laut juga dapat bersumber dari perkaratan kapal-
kapal laut dan tiang-tiang pancang pelabuhan yang mudah berkarat (Ika, Tahril,
& Said, 2012).
Besi terlarut dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau kation
ferri (Fe3+). Hal ini tergantung kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Besi
terlarut dapat berbentuk senyawa tersuspensi, sebagai butir koloidal seperti
Fe(OH)3, FeO, Fe2O3 dan lain-lain. Konsentrasi besi terlarut yang masih
diperbolehkan dalam air bersih adalah sampai dengan 0,1 mg/L (Ekojuli,
2009).

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 10


2.9 Air Laut dan karakteristiknya
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan
daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Limbah
yang mengandung polutan tersebut akan masuk ke dalam ekosistem perairan
pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan
terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh
organisme laut (Ika, Tahril, & Said, 2012).
Aktivitas manusia yang terjadi di daratan seperti buangan limbah rumah
tangga melalui sampah-sampah metabolik dan korosi pipa-pipa air yang
mengandung logam-logam berat juga dapat memberikan andil yang cukup besar
terhadap masuknya logam-logam berat di perairan laut. Pencemaran laut
diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas makhluk hidup
yang masuk ke daerah laut. Keberadaan logam berat di perairan laut dapat
berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah
tangga, limbah pertanian dan buangan industri. Pencemaran laut dibatasi
sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota,
sumber daya, kenyamanan ekosistem laut serta kesehatan manusia yang
disebabkan oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah secara langsung atau
tidak langsung yang berasal dari kegiatan manusia. Pencemaran laut secara
langsung maupun tidak langsung dapat disebabkan oleh pembuangan limbah ke
dalam laut, dimana salah satu bahan pencemar utama yang terkandung dalam
buangan limbah adalah logam berat yang beracun. Penurunan kualitas air
diakibatkan oleh adanya zat pencemar, baik berupa komponen-komponen
organik maupun anorganik. Komponen-komponen anorganik, diantaranya
adalah logam berat yang berbahaya seperti Cr, Cu, Mn, dan Fe (Ika, Tahril, &
Said, 2012).
Kadar besi dalam perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/L. Pada
air tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai
10-100 mg/L, pada air hujan mengandung besi sekitar 0,05 mg/L, sedangkan
pada air laut sekitar 0,01 mg/L (Ika, Tahril, & Said, 2012).

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 11


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
1. Gelas ukur 10 ml 1 buah
2. Labu ukur 100 ml 1 buah
3. Pipet tetes 6 buah
4. Tabung reaksi 6 buah
5. Gelas kimia 2 buah
6. Seperangkat SSA 1 set
7. Kertas saring secukupnya

3.2 Bahan
1. Air Laut secukupnya
2. HNO3 65% secukupnya
3. Aquades secukupnya
4. FeSO4 0,1 gram

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Pembuatan FeSO4 1000 ppm
Siapkan 0,1 gram Fe solid ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan
larutan HNO3 65% sebanyak 10 tetes. Diaduk hingga homogen. Kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquades sampai
tanda batas. Goyangkan hingga homogen.
3.3.2 Pembuatan Kurva Standar
Masukkan larutan FeSO4 1000 ppm 1,2 ml ke dalam labu ukur 100 ml,
encerkan untuk membuat larutan standar 12 ppm, 9 ppm, 6 ppm, 3 ppm, dan
1 ppm dengan menggunakan aquades sampai tanda batas.
Tambahkan HNO3 pekat 65% sebanyak 10 tetes pada masing-masing
pengenceran. Diukur absorbansinya menggunakan SSA.
3.3.3 Larutan Sampel
Masukkan air laut ke dalam tabung reaksi, tambahkan HNO3 65% sebanyak
10 tetes. Diukur absorbansinya menggunakan SSA. Dihitung konsentrasi Fe
menggunakan persamaan kurva standar.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 12


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan
No. Prosedur percobaan Dugaan/ reaksi kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Pembuatan FeSO4 1000 ppm - Padatan FeSO4 - Padatan FeSO4 + Fe3+ (aq) + HNO3 Diperoleh FeSO4
0,1 gram FeSO4 berwarna putih aquades = larutan (aq) + 3H+ (aq) → 1000 ppm

1. Dimasukkan gelas kimia dan - Aquades tidak tidak berwarna Fe3+ (aq) + NO (g) +
ditambah aquades berwarna - Larutan FeSO4 + 2H2 (g)
2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes - HNO3 65%= HNO3 65% =

3. Diaduk sampai homogen larutan tidak larutan homogen

4. Dimasukkan labu ukur berwarna tidak berwarna

5. Ditambah aquades sampai tanda


batas dan diaduk sampai homogen
Kurva standar Fe

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 13


2. Pembuatan larutan standar - Larutan baku - Larutan baku FeSO4 (aq) + H2O (l) Diperoleh kurva:

Larutan baku FeSO4 1000 ppm FeSO4 1000 ppm FeSO4 1000 ppm → FeSO4 (aq) y = 0,0004x -8E-6
= larutan tidak menjadi larutan dengan R2 = 0,9002
1. Diencerkan menjadi 1, 3, 6, 9, berwarna FeSO4 1, 3, 6, 9,
dan 12 ppm dengan labu ukur - HNO3 65% = dan 12 ppm =
100 ml larutan tidak larutan tidak
2. Diukur absorbansi dengan SSA berwarna berwarna
3. Dibuat kurva standar Fe - Larutan FeSO4 +

Kurva standar Fe HNO3 65% =


larutan tidak
berwarna
- Absorbansi:
 1 ppm = 0,00
 3 ppm = 0,002
 6 ppm = 0,002
 9 ppm = 0,003
 12 ppm = 0,005

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 14


3. Larutan sampel - Air laut = larutan - Air laut disaring= Kadar Fe pada air Pada percobaan
keruh kehitaman larutan tidak laut 0,01 mg/L = 0,01 diperoleh kadar Fe
Air laut 10 ml
- HNO3 65% = berwarna ppm (Ika, Tahril, & pada air laut
1. Saring jika keruh
larutan tidak - Air laut + HNO3 Said, 2012) kenjeran:
2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes
berwarna 65% = larutan - Konsentrasi
3. Diukur absorbansinya dengan SSA
tidak berwarna sampel (I) =
- Absorbansi rata- 215,02 ppm
absorbansi
rata = 0,085 - Konsentrasi

4. Dihiung konsentrasi Fe - absorbsi sampel sampel (II) =


(I) = 0,086 140,02 ppm
absorbansi
- absorbsi sampel - Konsentrasi
(II) = 0,056 sampel (III) =
- absorbsi sampel 287,52 ppm
(III) = 0,115 - Konsentrasi rata-
rata sampel =
214,19 ppm

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 15


4.2 Analisis dan Pembahasan
Percobaan yan berjudul “Spektrofotometri Serapan Atom” bertujuan
untuk menentukan kadar Fe pada air laut dengan metode adisi standar. Sampel
yang digunakan dalam percobaan ini adalah air laut daerah Kenjeran, Surabaya.
Dengan tingkat pencemaran yang tergolong tinggi ditandai dengan air laut yang
keruh berwarna kehitaman.
Metode analisa yang digunakan yaitu spektrofotometri serapan atom
atau yang biasa dikenal dengan sebutan SSA/ AAS. Metode spektrofotometri
serapan atom merupakan metode analisa kualitatif dan kuantitatif yang
didasarkan pada serapan radiasi elektromagnetik oleh atom dalam medium gas
pada panjang gelombang tertentu untuk menentukan konsentrasi atom logam
dalam sampel (Basset, 1994).
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada penyerapan
cahaya oleh atom bebas dalam medium gas pada panjang gelombang tertentu.
Dimanan cahaya yang ditembakkan pada sel sebagian akan diserap dan
diteruskan. Cahaya yang diserap menjadi energi yang digunakan untuk
terjadinya transisi elektro dari keadaan dasar (ground state) ke keadaan yang
orbitalnya memiliki tingkat energi yang lebih tinggi.
Pada percobaan penentuan kadar Fe dalam air laut menggunakan
metode adisi standar, dimana dua atau lebih sejumlah volume tertentu kemudian
diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan
yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan
sejumlah tertentu larutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang
pertama (Crhistina, 2006).
Dalam percobaan ini dibagi menjadi 3 sub-judul, yaitu pembuatan
larutan baku FeSO4 baku 1000 ppm, pembuatan larutan standar, dan penentuan
kadar Fe dalam sampel.
1. Pembuatan larutan baku FeSO4 1000 ppm
Pada percobaan ini menggunakan prinsip kelarutan zat FeSO4 oleh
aquades, dimana FeSO4 yang berupa padatan berwarna putih dapat larut
dalam pelarut aquades tidak berwarna. Langkah pertama adalah
menyiapkan 0,1 gram FeSO4 berupa padatan berwarna putih kemudian

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 16


dimasukan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan aquades tidak berwarna
dan larutan HNO3 65% berupa larutan tidak berwarna.seteah penambahan,
larutan tidak mengalami perubahan warna. Kemudian, diaduk hingga semua
padatan FeSO4 larut dalam aquades. Fungsi penambahan HNO3 65% pada
proses pelarutan padatan FeSO4 adalah untuk mendestruksi padatan Fe agar
pecah menjadi ion Fe3+ atau Fe2+. Proses destruksi yang digunakan adalah
jenis destruksi basah, dimana proses perombakan logam dengan asam kuat
baik tunggal maupun campuran kemudian dioksidasi menggunakan
oksidator sehingga menghasilkan logam anorganik bebas. Proses destruksi
basah dipilih karena lebih cocok digunakan untuk analisa logam besi. Selain
itu, fungsi penambahan HNO3 pekat adalah memberikan suasana asam
dalam larutan agar dapat menjaga kejernihan larutan dari logam, karena sifat
Fe bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan endapan. Penambahan
HNO3 pekat dimaksudkan agar endapan tidak menyumbat pipa kapiler
dalam instrumen. Setelah larut, larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100
ml dan ditambahan aquades sampai tanda batas. Kemudian dikocok hingga
homogen. Dari percobaan tersebut didapatkan larutan FeSO4 dengan
konsentrasi 1000 ppm berupa larutan tidak berwarna. reaksi yang terjadi
adalah:
Fe3+ (aq) + HNO3 (aq) + 3H+ (aq) → Fe3+ (aq) + NO (g) + 2H2 (g)
2. Pembuatan larutan standar dan kurva standar
Pada percobaan ini betujuan untuk mencari persamaan kurva standar
agar dapat digunakan sebagai persamaan mencari kadar Fe dalam sampel.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu larutan baku Fe 1000 ppm FeSO4
larutan tidak berwarna diencerkan menjadi larutan FeSO4 dengan konsentrasi
1, 3, 6, 9, dan 12 ppm dengan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan
aquades sampai tanda batas dan dikocok sampai homogen menghasilkan
larutan tidak berwarna. Kemudian diukur absorbansinya dengan SSA pada
panjang gelombang 248,3 nm. Pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang 248,3 nm dikarenakan panjang gelombang 248,3 nm adalah
sesuai panjang gelombang Fe dengan absorbansi maksimal, sehingga sinar
yang keluar dalam katoda hanya sinar dari eksitasi Fe. Dimana pengukuran

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 17


absorbansi Fe didasarkan pada sejumlah radiasi elektromagnetik yang
dikenakan pada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat
dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang memiliki energi
yang spesifik untuk dapat tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar
(groundstate). Atom-atom groundstate ini kemudian menyerap radiasi yang
diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang
bersangkutan panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah
sama dengan panjang gelombang yang di absorbs oleh atom dalam nyala
(Faridayanti, 2017). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar FeSO4
dapat disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar

Konsentrasi Larutan Standar Fe Absorbansi


1 ppm 0,000
3 ppm 0,002
6 ppm 0,002
9 ppm 0,003
12 ppm 0,005
Dari data absorbansi yang dihasilkan, diplotkan dalam diagram
cartesius sebagai berikut:

Grafik A vs C
0,006

0,005 y = 0,0004x - 8E-06


R² = 0,9002
0,004
Absorbansi

0,003

0,002

0,001

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 18


Dari kurva tersebut, didapatkan persamaan y = 0,0004x - 8E-06
dengan R2 sebesar 0,9002. Nilai regresi tersebut mengindikasikan bahwa
kelayakan kurva dapat digunakan sebagai persamaan untuk mencari kadar
suatu sampel. Hal ini disebabkan nilai regresi mendekati 1, sehingga apabila
digunakan untuk menghitung kadar suatu sampel, maka hasilnya akurat.
Pernyataan ini didasarkan pada kurva yang diperoleh dengan nilai R terdapat
pada kondisi yang linier antara konsentrasi dan absorbansi, semua titik
terletak berdekatan dengan 1 garis lurus dengan gradien yang positif. Nilai R2
yang baik terletak pada kisaran 0,9 ≤ R2 ≤ 1, sehingga berdasarkan nilai
koreksi tersebut maka kurva kalibrasi ini layak digunakan untuk perhitungan
konsentrasi Fe pada larutan sampel air laut.
3. Penentuan Konsentrasi Fe dalam Sampel
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Fe dalam
sampel air laut daerah Kenjeran, Surabaya. Langkah pertama yang dilakukan
adalah menyiapkan 100 ml air laut berupa larutan berwarna keruh kehitaman,
kemudian disaring menggunakan kertas saring menghasilkan larutan tidak
berwarna. Fungsi disaring adalah untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang
dapat menyumbat pipa kapiler dalam instrumen. Kemudian ditambahkan
larutan HNO3 pekat 65% 10 tetes larutan tidak berwarna, menghasilkan
larutan tidak berwarna. Fungsi penamnahan larutan HNO3 pekat 65% adalah
untuk mendestruksi padatan Fe agar pecah menjadi ion Fe. Proses destruksi
yang digunakan adalah destruksi basah, yaitu proses perombakan logam
dengan asam kuat baik tunggal maupun campuran kemudian dioksidasi
menggunakan oksidator sehingga menghasilkan logam anorganik bebas.
Proses destruksi basah dipilih karena yang dianalisis adalah logam besi.
Selain itu, fungsi penambahan HNO3 65% adalah memberikan suasana asam
dalam larutan agar dapat menjaga kejernihan larutan dari logam, karena sifat
Fe bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan endapan. Penambahan
HNO3 65%t dimaksudkan agar endapan tidak menyumbat pipa kapiler yang
ada di dalam instrumen. Kemudian diukur absorbansi dengan (SSA) pada
panjang gelombang 248,3 nm dengan hasil pengukuran absorbansi sampel
disajikan dalam tabel berikut:

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 19


Tabel 2. Data hasil pengukuran absorbansi sampel

Sampel Absorbansi
Sampel (I) 0,086
Sampel (II) 0,056
Sampel (III) 0,115
Kemudian dari persamaan y = 0,0004x - 8E-06 dengan R2 sebesar
0,9002, dapat dihitung konsentrasi Fe dengan cara mensubtitusi nilai
absorbansi sampel ke dalam persamaan sebagai nilai y sebagai berikut:
 Konsentrasi sampel (I) =
y = 0,0004x - 8E-06
0,086 = 0,0004x-0,000008
x = 215,02 ppm
 Konsentrasi sampel (II) =
y = 0,0004x - 8E-06
0,056 = 0,0004x-0,000008
x = 140,02 ppm
 Konsentrasi sampel (III) =
y = 0,0004x - 8E-06
0,115 = 0,0004x-0,000008
x = 287,52 ppm
 Konsentrasi rata-rata sampel = 214,19 ppm

Kadar Fe hasil perhitungan tersebut, dapat disajikan dalam tabel


berikut:

Sampel Konsentrasi (ppm)


Sampel (I) 215,02
Sampel (II) 140,02
Sampel (III) 287,52
Rata- rata 214,19

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 20


Hasil tersebut, tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar
besi dalam air laut sekitar 0,01 mg/L (Ika, Tahril, & Said, 2012) atau dalam
ppm = 0,01 ppm. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tempat pengambilan
sampel air laut. Pada literatur, sampel air laut diambil di daerah pesisir
pelabuhan Fery Taipa, Kecamatan Palu Utara, sedangkan sampel yang
digunakan dalam percobaan diambil dari daerah pantai Kenjeran, Kota
Surabaya. Dimana, tingkat pencemaran pada pantai Kenjeran, Surabaya jauh
lebih besar daripada pencemaran pada pantai pesisir pelabuhan Fery Taipa,
Palu Utara. Besarnya kontaminan besi dalam air laut mengindikasikan bahwa
air laut daerah Kenjeran tidak layak konsumsi (mandi, mencuci, dan minum).

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 21


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Diperoleh larutan induk FeSO4 dengan konsentrasi 1000 ppm
2. Diperoleh kurva y = 0,0004x -8E-6 dengan R2 = 0,9002.
3. Pada percobaan diperoleh kadar Fe pada air laut kenjeran:
- Konsentrasi sampel (I) = 215,02 ppm
- Konsentrasi sampel (II) = 140,02 ppm
- Konsentrasi sampel (III) = 287,52 ppm
- Konsentrasi rata-rata sampel = 214,19 ppm
4. Kadar air laut yang digunakan sebagai sampel tidak sesuai dengan
literatur, disebabkan oleh perbedaan tempat pengambilan sampel dalam
percobaan dengan sampel yang digunakan dalam literatur.
5.2 Saran
Seharusnya tidak hanya mengukur kadar Fe yang ada dalam sampel air
laut, tetapi juga menganalisa kadar logam berat lain yang menjadi pencemar
air. Sehingga praktikan lebih mengetahui logam apa saja yang menjadi
pencemar sampel dan berapa kadarnya untuk menentukan seberapa layak air
tersebut untuk dikonsumsi sebagai air minum, mandi, dan mencuci.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 22


DAFTAR PUSTAKA

Ardeniswan, & Sumardi. (1993). Penentuan Runutan Cu, Cr, Mn, dan Fe dalam
Matriks Air Laut dengan Spektrofotometri Serapan Atom dan Ekstraksi
Pelarut. JKTI, Vol. 3, No.1.

Basset, J. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.

Danusantoso, H. (1995). Rokok dan Perokok. Jakarta: Arean.

Day, R. A., & Underwood, A. L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.

Ekojuli. (2009). Mengatasi Zat Besi (Fe) Tinggi dalam Air. diakses tanggal 09
Desember 2019. https://advancebpp.wordpress.com/2009/04/16/mengatasi-zat-
besi-fe-tinggi-dalam-air/

Faridayanti, W. (2017). Analisis Kadar Logam Besi (Fe) pada Air Minum dalam
Kemasan Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Tugas
Akhir.Tidak diterbitkan. Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara: Medan.

Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ika, Tahril, & Said, I. (2012). Analisis Logam Timbal (Pb) dan Besi (Fe) dalam Air
Laut di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara.
Jurnal Akademika Kimia, Vol. 1(4), 181-186.

Khopkar, S. M. (2010). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz , G. S., & Vyvy. (2009). Introduction to
Spectroscopi. Philladelphia: Sauders College.

Ristina, M. (2006). Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN-


BATAN.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 23


LAMPIRAN
1. ALUR PENELITIAN
A. Pembuatan FeSO4 1000 ppm

0,1 gram FeSO4

1. Dimasukkan gelas kimia dan ditambah


aquades
2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes
3. Diaduk sampai homogen
4. Dimasukkan labu ukur
5. Ditambah aquades sampai tanda batas
dan diaduk sampai homogen
Kurva standar Fe

B. Pembuatan Larutan Standar

Larutan baku FeSO4 1000 ppm

1. Diencerkan menjadi 1, 3, 6, 9, dan


12 ppm dengan labu ukur 100 ml
2. Diukur absorbansi dengan SSA
3. Dibuat kurva standar Fe

Kurva standar Fe

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 24


C. Larutan Sampel

Air laut 100 ml

1. Saring jika keruh


2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes
3. Diukur absorbansinya dengan SSA

absorbansi

4. Dihitung konsentrasi Fe

absorbansi

2. DOKUMENTASI
No Gambar Keterangan
1

Alat yang digunakan

Penimbangan FeSO4
dengan neraca analitik

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 25


No Gambar Keterangan
3

Larutan Baku

Sampel air laut


kenjeran disaring

Sampel air laut setelah


di saring

Pengenceran dari
larutan baku 1000ppm
menjadi 1, 3, 6, 9, 12
ppm

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 26


No Gambar Keterangan
7

Proses absorbansi
dengan spektoroskopi
serapan atom

3. PERHITUNGAN
Pengenceran
- Larutan baku

ppm = mg/L

1000 ppm = mg/0,1

mg = 100 mg  0,1 gram

- Pengenceran larutan standar


1. M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 12 ppm x 100 mL
12 𝑥 100
V1 = 1000

V1 = 1,2 mL

2. M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 9 ppm x 100 mL
9 𝑥 100
V1 = 1000

V1 = 0,9 mL
3. M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 6 ppm x 100 mL
6 𝑥 100
V1 = 1000

V1 = 0,6mL

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 27


4. M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 3 ppm x 100 mL
3 𝑥 100
V1 = 1000

V1 = 0,3 mL
5. M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 1 ppm x 100 mL
1 𝑥 100
V1 = 1000

V1 = 0,1 mL

Grafik larutan standar dan perhitungan konsentrasi sampel


Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 0
3 0,002
6 0,002
9 0,003
12 0,005

Grafik A vs C
0,006

0,005 y = 0,0004x - 8E-06


R² = 0,9002
0,004
Absorbansi

0,003

0,002

0,001

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)

y = 0,0004x - 8E-06
absorbsi sampel (I) = 0,086
absorbsi sampel (II) = 0,056
absorbsi sampel (III) = 0,115
Maka :
Konsentrasi sampel (I) =

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 28


0,086 = 0,0004x-0,000008
X = 215,02 ppm
Konsentrasi sampel (II) =
0,056 = 0,0004x-0,000008
X = 140,02 ppm
Konsentrasi sampel (III) =
0,115 = 0,0004x-0,000008
X = 287,52 ppm
Konsentrasi rata-rata sampel = 214,19 ppm

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 29

Anda mungkin juga menyukai