Menurut teori perkembangan kepribadian Erikson, seorang pemuda akan
memasuki masa kekaburan identitas. Ia sadar bahwa dunia yang di diaminya
kompleksjawaban-jawaban yang diperolehnya memadai. Pertanyaan “Who am I?” semakin menguat. Selanjutnya, Richard Logan mengutarakan bahwa pada masa ini, akan ada suatu mekanisme pertahanan untuk mengurangi kecemasan yang timbul akibat kekaburan identitas, yaitu munculnya identitas negatif. Identitas negatif ini akan menjadi pelarian dan barang pengganti atas kecemasan akan kekaburan identitas yang dialaminya. Salah satu bentuk identitas negatif adalah tawuran.
Dalam kamus bahasa Indonesia “Tawuran” dapat diartikan sebagai perkelahian
yang meliputi banyak orang. Sedangkan “Pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. 1. Delikuensi situasional Perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. 2. Delikuensi sitematik Para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah geng yang mana dari pembentukan geng inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya.