Anda di halaman 1dari 9

NOKTAH HITAM AGAMA DALAM CERPEN MADAM BAPTISTE

(SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)

Oleh:
Sukarjo Waluyo

ABSTRACT

Using literature sociology approach, The Short Story of Madame Baptiste by


Guy de Maupassant is found as an interesting literary work for its telling about
how religion serve the society problems. Because of the religious, religion is
often regarded doing discrimination in serving society needs. The religionists
often got accusation, finally.

Keywords: sociology, religion, discrimination, religionist

A. PENDAHULUAN bahasa tentang segala hal yang berkaitan


Karya sastra merupakan sebuah dengan masalah-masalah sosial maupun
lembaga sosial yang diciptakan oleh masalah budaya. Oleh sebab itu, dapat
seorang pengarang. Soekanto (1988:177) dikatakan bahwa karya sastra adalah suatu
mengungkapkan bahwa di dalam lembaga produk kehidupan yang mengandung nilai
sosial terdapat pranata sosial. Adapun sosial dan budaya dari suatu fenomena
pranata sosial merupakan suatu sistem tata kehidupan manusia.
kelakuan dan norma-norma untuk Berdasarkan hal tersebut maka
memenuhi kebutuhan dalam kehidupan karya sastra dapat dilihat dari segi
masyarakat. Di samping itu, Damono sosiologi. Damono (2003:2-10) mengung-
(2003:2) mengungkapkan, karya sastra kapkan, karya sastra dapat dilihat dari segi
menampilkan gambaran kehidupan; dan sosiologi dengan mempertimbangkan segi-
kehidupan merupakan kenyataan sosial. segi kemasyarakatan, menyangkut
Dengan demikian dapat dikatakan manusia dengan lingkungannya, struktur
bahwa karya sastra dapat dipakai masyarakat, lembaga, dan proses sosial.
pengarang untuk menuangkan segala Diungkapkan lebih lanjut bahwa di dalam
persoalan kehidupan manusia di dalam ilmu sastra apabila sastra dikaitkan dengan
masyarakat. Di samping itu, karya sastra struktur sosial, hubungan kekeluargaan,
dapat dikatakan sebagai terjemahan pertentangan kelas, dan lain-lain dapat
perilaku manusia dalam kehidupannya. digunakan sosiologi sastra. Diungkapkan
Seperti diungkapkan oleh Sardjono pula oleh Ratna (2003:2-3) bahwa dalam
(1995:10) bahwa karya sastra merupakan sosiologi sastra, sastra dipahami dengan
suatu terjemahan perjalanan hidup mempertimbangkan aspek-aspek
manusia ketika manusia bersentuhan kemasyarakatannya. Di samping itu, dicari
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi juga hubungan karya sastra dengan
dalam kehidupannya. Dikatakan pula masyarakat yang melatarbelakanginya,
bahwa karya sastra adalah suatu potret serta ditemukan kaitan langsung antara
realitas yang terwujud melalui bahasa. karya sastra dengan masyarakat.
Karya sastra dapat menunjukkan gejala- Sebagai lembaga sosial yang
gejala yang dilukiskan pengarang melalui diciptakan pengarang, dalam karya sastra
terdapat norma-norma dan aturan-aturan 1989:316). Dengan demikian, sebuah
tertentu yang menjadi ciri sebuah lembaga. karya sastra yang baik adalah karya sastra
Adapun norma-norma dalam masyarakat yang tidak hanya dilihat dari berhasilnya
merupakan norma-norma yang mengatur merangkaikan kata-kata saja, melainkan
pergaulan hidup dengan tujuan untuk juga ditentukan oleh makna yang
mencapai suatu tata tertib. Itu terdapat di terkandung di dalamnya.
dalam setiap masyarakat tanpa Persoalan-persoalan sosial yang
mempedulikan apakah masyarakat tersebut seringkali tersirat dalam banyak karya
mempunyai taraf kebudayaan yang sastra merupakan tanggapan sastrawan
sederhana atau modern (Soekanto, 1988). terhadap fenomena sosial beserta
Dengan demikian, apabila pembaca akan kompleksitas permasalahan yang ada di
memahami kehidupan yang ada di dalam sekitarnya. Sastra adalah produk
karya sastra, maka pembaca tersebut harus masyarakat. Ia berada di tengah
memperhatikan dengan teliti norma-norma masyarakat karena dibentuk oleh anggota-
kemasyarakatan yang disajikan oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-
pengarang di dalam karyanya. desakan emosional atau rasional dari
Kenyataan sosial yang ada dalam masyarakatnya. Jadi, jelas bahwa
karya sastra merupakan olahan pengarang. kesusastraan bisa dipelajari berdasar
Adapun kenyataan sosial dapat berupa disiplin ilmu sosial juga, dalam hal ini
problem-problem sosial yang dihadapi sosiologi (Sumardjo, 1979:12).
oleh manusia. Problem-problem sosial Pendekatan terhadap sastra yang
berupa kepincangan-kepincangan yang mempertimbangkan segi-segi kemasya-
terjadi dalam masyarakat tergantung dari rakatan disebut sosiologi sastra. Damono
sistem nilai sosial tersebut. Itu semua (2003:10) mengungkapkan, sosiologi
disajikan oleh pengarang melalui tokoh- adalah telaah yang objektif dan ilmiah
tokohnya. tentang manusia dalam masyarakat; telaah
Menurut Damono (2009:4), sastra tentang lembaga dan proses sosial.
merupakan tanggapan evaluatif terhadap Sosiologi mencoba mencari tahu
kehidupan; sebagai semacam cermin, bagaimana masyarakat dimungkinkan,
sastra memantulkan kehidupan setelah bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana
menilai dan memperbaikinya. Pengarang ia tetap ada. Dengan mempelajari
menciptakan sastra sebab membutuhkan lembaga-lembaga sosial dan segala
citraan rekaan yang bisa mencerminkan masalah ekonomi, agama, politik, dan lain-
hal yang tidak diketahui di dunia nyata. lain—yangkesemuanya itu merupakan
Itulah sebabnya, setidaknya menurut struktur sosial—mendapatkangambaran
Wolfgang Iser, sastra tidak tergusur oleh tentang cara-cara manusia menyesuaikan
perkembangan filsafat sejarah dan teori diri dengan lingkungannya, tentang
sosiologi, yang juga merupakan cermin mekanisme sosialisasi, proses
diri, sebab sastra pada dasarnya justru pembudayaan yang menempatkan anggota
mencerminkan yang tidak ada. Sastra masyarakat di tempatnya masing-masing.
menghadirkan yang tidak hadir, Persoalan-persoalan sosial yang
mementaskan yang tidak terpentaskan seringkali dirangkai dengan kritik-kritik
dalam kenyataan sehari-hari. sosial menurut Saini K.M. (1986:2) adalah
Sebagai hasil imajinatif, selain suatu bentuk kreativitas pengarang. Ada
sebagai hiburan yang menyenangkan, dua unsur yang diperlukan untuk
karya sastra juga berguna untuk terjelmanya apa yang biasa dinamakan
menambah pengalaman batin bagi kreativitas. Kesadaran manusia, yaitu
pembacanya. Hal ini sejalan dengan kepekaannya, pikiran, perasaan, dan
adanya sifat sastra sebagai “dulce et utile” hasratnya adalah unsur yang pertama;
(Horace melalui Wellek dan Warren, unsur kedua adalah realitas, yaitu
rangsangan, sentuhan, dan masalah yang Cerpen Madame Baptiste karya
melingkupi dan menggiatkan kesadaran Guy de Maupassant menceritakan tentang
manusia itu. Kedua unsur ini harus berada kegamangan agama untuk melayani
di dalam hubungan tertentu sehingga masalah-masalah di tengah-tengah
memungkinkan terjadinya keterarahan masyarakat yang sebenarnya juga berupa
yang berprakarsa (intentional initiative) kritik sosial terhadap agama itu sendiri.
dari kesadaran manusia. Kedua unsur Karena kegamangannya ini, agama sering
tersebut senantiasa hadir, walaupun begitu dianggap telah melakukan diskriminasi
kretivitas tidak senantiasa muncul. Jika dalam melayani kebutuhan umatnya.
berada dalam hubungan konfrontatif maka Tetapi benarkah agamayang gamang?
kedua unsur itu dapat menghasilkan Ataukah kaum rohaniwan—yangmenjadi
kreativitas. Jika tidak, kesadaran manusia tangan panjang Tuhan yang
mungkin saja tidak acuh atau tidak menganugerahkan agama buat umatnya—
memberikan keterarahan yang berprakarsa; yangsebenarnya gamang ketika
atau sebaliknya, mungkin realitas itu melaksanakan tugas agama untuk
sendiri yang tidak cukup menantang melayani umatnya?
dengan masalah-masalah dan tantangan- Berdasarkan latar belakang di atas,
tantangan. permasalahan yang akan dibahas dapat
Lebih lanjut Saini K.M. dirumuskan sebagai berikut.
mengemukakan bahwa di dalam 1.1 Potret diskriminasi sosial di dalam
konfrontasinya dengan realitas, kesadaran realitas kehidupan sosial dalam cerpen
manusia dapat mengambil dua pilihan Madame Baptiste.
(alternatif), yaitu menolak atau menerima 1.2 Peran agama dalam membangun
realitas itu. Menolak berarti prihatin budaya yang adil dan dinamis dalam
terhadapnya, menyanggah, dan mengutuk. cerpen Madame Baptiste.
Ketiga keterarahan ini berada dalam 1.3 Diskriminasi kaum rohaniwandalam
lingkungan tindak protes. Menerima melayani umat dalam cerpen Madame
berarti bergembira, menyetujui, Baptiste.
menyanjung dan memuja. Keterarahan
yang terakhir ini berada dalam lingkungan
tidak merayakan (celebration). Di dalam B. METODE
kehidupan, kedua keterarahan ini dapat
1. Metode Penelitian
saja membaur; keterarahan yang satu dapat
Metode penelitian yang akan
berubah dan berkembang menjadi
digunakan dalam penelitian ini adalah
keterarahan lain, protes dapat menjadi
pendekatan struktural dan pendekatan
merayakan, atau sebalikya. Demikian pula,
sosiologi karena karya sastra tidak terlepas
kesadaran dapat menolak bagian realitas
dari pengarang, latar belakangnya,
tertentu tetapi menerima bagian lain; jadi,
lingkungan, dan kondisi sosial pada saat
tindak protes dan merayakan dapat terjadi
karya tersebut ditulis.
pada waktu yang sama dari kesadaran
Prinsip pendekatan struktural
yang sama (1986:2).
adalah untuk membongkar dan
Jadi, menurut Saini K.M., dapat
memaparkan secermat, sedetail,
ditarik kesimpulan bahwa tindak protes
semendalam mungkin keterkaitan dan
merupakan salah satu bagian dari
keterjalinan semua anasir dan aspek karya
keterarahan kesadaran manusia terhadap
sastra yang bersama-sama menghasilkan
realitas. Dengan terpenuhinya beberapa
makna menyeluruh (Teeuw, 1988:136).
persyaratan lain, tindak protes dapat
Selanjutnya, Teeuw yang mengungkapkan
menghasilkan kreativitas, termasuk
bahwa analisis struktur memang suatu
kreativitas dalam bidang kesenian pada
langkah, suatu sarana atau alat dalam
umumnya, sastra khususnya (1986:3).
proses pemberian makna dan dalam usaha
ilmiah untuk memahami proses itu datangnya kereta ekspres ke Paris.
sesempurna mungkin, langkah itu tidak Ternyata kedatangan kereta ekspres yang
boleh dimutlakkan, tetapi tidak boleh pula ditunggunya masih sekitar dua jam lagi.
ditiadakan atau dilampaui (Teeuw, Karena merasa penat, ia menemukan cara
1988:154). Analisis struktur ini akan untuk menghabiskan waktu dengan keluar
penulis gunakan sebagai pijakan untuk dari ruang tunggu. Ketika berhenti di
menganalisis secara sosiologi sastra. depan pintu stasiun, pikirannya digerakkan
Pendekatan struktural digunakan untuk oleh keinginan untuk menciptakan sesuatu
menjelaskan unsur-unsur struktur, meliputi yang dapat ia lakukan. Ketika ia berpikir
alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat tentang kegiatan yang tidak terelakkan,
yang membangun makna totalitas struktur yaitu menghabiskan waktu berkepanjangan
cerpen Madame Baptiste. di kafe kecil stasiun kereta dengan segelas
Adapun pendekatan sosiologi bir yang tak layak minum dan koran
sastra adalah salah satu pendekatan sastra daerah yang tak layak baca, ia melihat
yang mengkhususkan diri dalam menelaah iring-iringan kematian. Dengan menonton
karya sastra dengan mempertimbangkan kereta jenazah itu ia menjadi merasa lega,
segi-segi sosial kemasyarakatan setidaknya ia telah membuang beberapa
(Sumardjo, 1984:53). Pendekatan menit waktunya.
sosiologis digunakan untuk menjelaskan Namun, perhatiannya bertambah
kritik sosial cerpen Madame Baptiste, besar, ia kemudian mengikuti iring-iringan
menyangkut bentuk dan relevansinya jenazah tersebut karena ada yang aneh di
dengan situasi sosial pada masa novel dalamnya. Keanehan itu karena di dalam
tersebut ditulis. iring-iringan itu tak ada pendeta dan
jenazah itu hanya diiringi oleh delapan
2. Sumber Data dan Langkah Kerja orang laki-laki. Atau kalau merupakan
Ada dua kategori sumber dalam “pemakaman sipil, tanpa upacara agama”,
penelitian ini, yaitu sumber primer dan di Kota Loubain pasti ada sedikitnya
sumber sekunder. Sumber primer adalah seratusan orang tak beragama yang tentu
bahan yang menjadi objek analisis. Objek merasa berkewajiban mengantar jenazah.
analisis terdiri atas objek formal dan objek Setelah mendapat penjelasan dari
material. Objek formal dilatarbelakangi salah seorang pengiring, ia tahu bahwa
oleh permasalahan yang akan dibahas jenazah itu adalah seorang perempuan
dalam penelitian ini, sedangkan objek muda yang mati bunuh diri yang
material berupa cerpen Madame Baptiste. membuatnya tidak bisa dikubur secara
Sumber sekunder merupakan keagamaan. Perempuan muda itu adalah
sumber pendukung penelitian yang Nyonya Paul Harnot, anak Pak Fontanelle,
diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan seorang sudagar kaya di negerinya. Waktu
tentang objek yang diteliti. Oleh karena masih kecil, umur sebelas tahun, dia
itu, penelitian ini sepenuhnya dilakukan mengalami suatu kejadian mengerikan:
melalui studi kepustakaan. Langkah kerja seorang pembantu menodainya. Ia hampir
yang dilakukan adalah membaca, saja mati, lumpuh karena kebrutalan orang
mencatat, dan mengkaji rujukan-rujukan tak bermoral itu. Gadis itu tumbuh dewasa
yang berhubungan dengan objek dengan terus membawa aib, terkucil, tanpa
penelitian. teman, dan hampir tak pernah dipeluk
orang dewasa. Bagi penduduk kota, anak
itu menjadi semacam monster karena aib
C. PEMBAHASAN yang dideritanya. Ia hampir tak pernah
disapa orang dan hanya beberapa laki-laki
Cerpen Madame Baptiste dibuka
saja yang mau menegurnya.
dengan cerita ketika tokoh Aku sampai di
Stasiun Loubain untuk menunggu
Suatu ketika, daerah itu mendapat cercaan lainnya. Sejam setelah kejadian
seorang wakil kepala daerah yang baru dan itu, suami-istri Harnot pulang ke rumah
ia membawa serta sekretaris pribadinya, mereka dan perempuan muda itu tak
seorang pemuda aneh, yang kabarnya mengucapkan sepatah kata pun sejak
pernah tinggal sebagai mahasiswa di penghinaan itu. Ketika sampai di
Quartier Latin. Ia melihat Nona Fontanelle jembatan, ia melompati tembok pelindung
dan jatuh cinta. Ketika ia diberitahu jembatan dan meloncat ke dalam sungai
perihal aib yang menimpa gadis itu, ia tanpa sempat dicegah oleh suaminya.
hanya menjawab, “Yah, justru itulah Karena tewas dengan cara bunuh diri
jaminan untuk masa depan. Bagiku lebih makapara rohaniwan menolak jenazah
baik hal itu terjadi sebelum daripada perempuan muda yang malang itu
sesudah. Dengan perempuan seperti dia memasuki pintu gereja.
aku akan bisa tidur lebih nyenyak.” Berkaitan dengan masalah diatas
Nona Fontanelle akhirnya dan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
menikahi pemuda aneh itu dan memujanya Teori Sastra, penulis bermaksud untuk
sebagai suami bagai seorang dewa. Pria itu mengkaji cerpen Madame Baptiste dengan
telah mengembalikan kehormatannya, pendekatan sosiologi sastra. Hal yang akan
membawanya masuk kembali ke dalam penulis kaji menyangkut potret
masyarakat, dia telah berani menentang, diskriminasi di dalam realitas kehidupan
mendobrak pendapat masyarakat, sosial, peran agama dalam membangun
menghadapi hinaan, pokoknya melakukan budaya yang adil dan dinamis, serta
sebuah tindak keberanian yang hanya diskriminasi kaum rohaniwan dalam
sedikit laki-laki saja yang bisa melayani umat.
melakukannya.
Pada saat perayaan orang-orang 1. Potret Diskriminasi di dalam
suci, kepala daerah dikelilingi oleh para Realitas Kehidupan Sosial
stafnya dan para pejabat, memimpin Di tempat manapun di berbagai
perlombaan alat musik tiup. Paul Harnot, belahan dunia ini, kita bisa dengan mudah
sekretarispribadi kepala daerah, menyaksikan diskriminasi, yaitu membuat
memberikan medali kepada tiap identifikasi manusia dengan tujuan tertentu
pemenang. Pada gilirannya maju yang mendasarkan pada perbedaan suku,
pemimpin kelompok musik wilayah agama, ras, dan antargolongan. Meskipun
Mormillon, kelompoknya hanya hal ini tidak manusiawi, nyatanya
memperoleh juara kedua. Ketika Harnot diskriminasi masih saja menjadi saksi
mengalungkan medali, si pemimpin sejarah peradaban di berbagai wilayah di
kelompok musik itu mencampakkan ke bumi ini.
wajah sekretaris pribadi itu sambil Diskriminasi atas dasar suku bisa
berteriak, “Simpan saja medalimu itu kita lihat dari terdesaknya Suku Indian di
untuk Baptiste. Kau bahkan mestinya Amerika, Suku Aborigin di Australia,
memberinya medali juara pertama seperti Suku Maori di Selandia Baru, Suku
kepadaku!” Melihat kejadian itu, banyak Dravida di India, dan lain-lain. Suku-suku
orang yang mulai tertawa. Orang-orang itu tersebut terusir oleh bangsa pendatang di
tidak berbelas kasihan dan tidak peka. luar suku mereka yang memiliki peradaban
Semua mata melihat kearah perempuan yang lebih maju. Alhasil, mereka akhirnya
malang itu. terus terpinggirkan dan tidak memiliki
Perempuan malang itu bangkit dan akses untuk berpartisipasi dalam
terjatuh dari kursinya tiga kali. Ia merasa membangun proses peradaban baru di
amat terhina ketika semua orang tempat mereka sendiri. Ironisnya, mereka
meneriakinya dengan panggilan: “Hai, kemudian dianggap sebagai kelompok
Madame Baptiste!” dan hinaan serta primitif dan terbelakang.
Diskriminasi atas dasar agama bisa besar masyarakat terhadap suatu kasus aib
kita lihat dengan proses perdamaian yang yang menimpa seseorang. Dalam kasus
alot di Palestina. Dengan sikap represif anak gadis Fontanelle, ia sebenarnya
dan tak mau kompromi, Israel terus hanya menjadi korban. Ia tak
melakukan penistaan terhadap kaum menginginkan kejadian itu. Ia amat sakit
muslim di Palestina. Juga perang saudara dan pilu merasakan kejadian itu. Justru ia
di bekas negara Yugoslavia yang juga harusnya dibela. Namun masyarakat di
memancing isu agama untuk turut menjadi sekitarnya justru menyiksanya dengan
pendorongnya. perlakuan diskriminatif yang amat
Sama halnya dengan kasus di atas, menyakitkan. Ibarat peribahasa sudah
diskriminasi ras dan antargolongan juga jatuh tertimpa tangga juga.
seringkali muncul di masyarakat. Di
banyak negara, antara partai yang satu “Bagi penduduk kota, anak
dengan partai yang lain seringkali saling itu menjadi semacam monster,
menjatuhkan yang ketika terjadi friksi sebuah fenomena. Orang berkata
horizontal seringkali menelan banyak dengan suara rendah, „Tahu, kan,
korban, khususnya dari masyarakat biasa anak perempuan Fontanelle itu?‟
yang tidak berdosa dan seringkali Di jalan, semua orang
dimanfaatkan dan dimobilisasi. memalingkan muka ketika anak itu
Dalam cerpen Madame Baptiste, lewat. Bahkan tidak ada seorang
diskriminasi bisa dilihat ketika anak pengasuh anak pun yang bersedia
perempuan saudagar kaya, Fontanelle, menemaninya berjalan-jalan. Para
dinodai oleh seorang pembantunya. Anak pelayan keluarga lain menjaga
yang tak berdosa tersebut justru harus jarak, seolah-olah anak itu
menderita karena mendapat hinaan dan menularkan penyakit kepada siapa
ejekan menyakitkan dari warga kota pun yang mendekatinya.” (hal 79)
Loubain, seperti terlihat dalam kutipan:
“Ia beranjak dewasa.
Laki-laki itu mulai bercerita. Keadaannya lebih parah lagi. Para
“Terbayangkah oleh Anda bahwa gadis dijauhkan darinya seperti dari
perempuan muda ini, Nyonya Paul orang yang terkena penyakit pes.
Harnot, adalah anak seorang saudagar Coba bayangkan, „kan baginya tak
kaya negeri ini, Pak Fontanelle. Waktu ada lagi yang harus dipelajari,
masih kecil, umur sebelas tahun, dia sama sekali tidak ada, ia tak berhak
mengalami suatu kejadian mengerikan: lagi membanggakan simbol
seorang pembantu menodainya. Dia keperawanan. Bayangkan bahwa
hampir saja mati, lumpuh karena sebelum bisa membaca ia telah
kebrutalan orang tak bermoral itu…. masuk ke dalam dunia yang penuh
(hal 77) rahasia.” (hal 79)

“Gadis kecil itu tumbuh dewasa, “Gadis-gadis lain, yang


terus membawa aib dalam dirinya, ternyata tidak senaif yang dikira
terkucil, tanpa teman, hampir tidak orang, berbisik-bisik sambil
pernah dipeluk orang dewasa yang meliriknya, menertawakannya
merasa akan mengotori bibirnya jika diam-diam, dan cepat-cepat
menyentuh kening anak itu.” (hal 77- memalingkan kepala dengan wajah
78) tak acuh bila tanpa sengaja
perempuan itu menatap mereka.”
Lebih menyakitkan lagi, (hal 80)
diskriminasi kadang diamini oleh sebagian
2. Peran Agama dalam Membangun 3. Diskriminasi Kaum Rohaniwan
Budaya yang Adil dan Dinamis dalam Melayani Umat
Dalam cerpen Madame Baptiste, Agama dariTuhan yang memiliki
diungkapkan bahwa kaum rohaniawan misi mulia dan menjadi pelita penerang
menutup pintu gereja bagi jenazah Nyonya bagi kehidupan umat manusia seringkali
Paul Harnot. Hal ini karena kematian tidak sesuai yang diharapkan. Kaum
perempuan muda tersebut dilakukan rohaniwan seringkali memberikan tafsiran
dengan jalan bunuh diri. Padahal yang dari ajaran agama yang kurang sesuai
diharapkan oleh umat agama apapun, dengan permasalahan umatnya. Alhasil,
hendaknya agama bisa melayani umat kadang-kadang merasa kecewa dan
kebutuhan umatnya tanpa adanya menganggap kaum rohaniwan telah
diskriminasi yang justru bertentangan berlaku tidak adil. Hal ini terlihat dalam
dengan misi agama sendiri. Dalam segala kutipan:
masalah yang muncul di tengah-tengah
umat manusia, agama hendaknya bisa Seorang laki-laki lain yang
memberikan pelayanan dan menyediakan kelihatannya ingin memberi
solusi agar tidak terjadi kebuntuan. penjelasan, angkat suara, “Ya dan
Hal ini telah dibuktikan di dalam tidak. Kaum rohaniwan menolak
sejarah perkembangan agama, agama kami untuk masuk ke dalam
adalah suatu kekuatan yang memiliki gereja.” Kali ini aku berseru dan
kekuatan yang luar biasa untuk heran: “Oh, ya?” Aku jadi sama
memberikan “pencerahan”bagi sekali tidak mengerti.
manusia.Yaitu “pencerahan” untuk Laki-laki baik hati yang
membangun suatu peradaban baru yang berjalan di sebelahku bercerita
lebih adil dan menenteramkan kehidupan dengan suara rendah: “Oh, ada
umat manusia. Bangsa Yahudi pasti kisahnya: perempuan muda ini
mengakui ketika diselamatkan oleh Nabi bunuh diri, itu sebabnya ia tidak
Musa dari penindasan bangsa Mesir. bisa dikubur secara keagamaan.
Kaum Nasrani pasti mengakui Yang Anda lihat di sana itu
kegembiraannya ketika diselamatkan oleh suaminya, paling depan, yang
Yesus dari kekejaman tirani Romawi. Dan menangis.” (hal 76)
umat Islam pasti mengakui betapa
bahagianya mereka ketika dibebaskan oleh “Sekarang Anda tahu
Nabi Muhammad dari zaman Jahiliah yang mengapa para rohaniwan
penuh kemaksiatan dan kegelapan menuju menolaknya memasuki pintu
zaman baru yang terang benderang dan gereja. Oh, andai saja
penuh harapan. pemakamannya secara keagamaan,
Melihat hal tersebut, pengarang seluruh penduduk kota pasti
rasanya ingin berbicara banyak bahwa datang. Namun Anda paham, „kan,
tidak pantas seseorang rohaniwan— orang yang bunuh diri selalu
yangjuga kepanjangan Tuhan di dunia— dihubungkan dengan cerita lain.
menolakjenazah di pintu gereja. Agama Pihak keluarga tidak bisa berbuat
harus didudukkan sebagai nilai-nilai yang apa-apa. Selain itu, di sini sulit
sempurna untuk melakukan diskriminasi sekali mengikuti pemakaman yang
terhadap umat manusia yang beragama tidak dihadiri pendeta. (hal 85)
berdasarkan tafsirannya sendiri yang
dianggapnya pantang untuk dikritik. Jika kaum rohaniwan mengklaim
dirinya sebagai kepanjangan Tuhan di
dunia, jika yakin yang ia kerjakan adalah
untuk melayani umat, ia hendaknya harus
mengerti dan sensitif terhadap Saini K. M. 1986. Protes Sosial dalam
permasalahan umat sehingga tak ada Sastra. Bandung: Angkasa.
alasan bagi mereka dan agama tak bisa Sardjono, Maria A. 1995. Paham Jawa.
melayani kepentingan umatnya. Kematian Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Nyonya Paul Harnot tak sekadar mati tak Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu
wajar yang ia lakukandengan bunuh diri Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.
melalui cara melompat ke sungai. Sumardjo, Jakob. 1979. Masyarakat dan
Kematian perempuan itu sebenarnya juga Sastra Indonesia. Yogyakarta: Nur
akibat penderitaan yang dialaminya Cahaya.
terhadap perilaku masyarakat yang tidak Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1984.
adil. Dan apakah yang telah dilakukan Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
agama terhadap masyarakat itu? Sebuah Gramedia.
pertanyaan dimanaagama harus benar- Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra.
benar berada di mana-mana asal sejarah Jakarta: Gramedia.
dan peradaban dengan berbagai Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989.
kompleksitasnya ini masih bergerak dan Teori Kesusastraan (terjemahan
bergolak di muka bumi. Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.

D. KESIMPULAN
Cerpen Madame Baptiste adalah
karya sastra yang menarik untuk dikaji.
Hal ini karena menceritakan tentang sikap
rohaniwan yang tak mau melayani
pemakaman umatnya karena mati secara
tidak wajar dengan jalan bunuh diri.
Membaca cerpen ini kita akan
mendapatkan inspirasi betapa agama
hendaknya harus menjadi pelayan umat
yang adil dan tidak diskriminatif atas
masalah apapun yang muncul. Agama
harus benar-benar berada di mana-mana
asal sejarah dan peradaban dengan
berbagai kompleksitasnya ini masih
bergerak dan bergolak di muka bumi.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 2003. Sosiologi


Sastra. Semarang: Magister Ilmu
Susastra Undip.
___. “Kita dan Sastra Dunia.” Makalah
Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Tanggal 29 Oktober 2009:
Fakultas Ilmu Budaya, Undip,
Semarang.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma
Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai